You are on page 1of 26

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Geodinamika adalah suatu cabang geofisika yg berkaitan dg studi
tentang dinamika bumi. Para ahli geodinamika biasanya menggunakan data
dari GPS geodesi, InSAR dan seismologi berikut pemodelan numeriknya, utk
mempelajari evolusi yg terjadi di dlm kerak, mantel dan inti bumi. InSAR
(Interferometric synthetic aperture radar) adalah teknik radar yg digunakan
dlm geodesi atau penginderaan jauh (remote sensing). Geodinamika adalah
studi tentang proses-proses dasar fisika untuk memahami lempengan
tektonik dan berbagai fenomena geologi.
Geodinamika mempelajari proses-proses fisika yang mengatur gerakan
kerak bumi (atau kerak dari suatu planet lain) yang membentuk pegunungan
tinggi dan fenomena di permukaan bumi. Ilmu ini termasuk bidang
multidisiplin yang memberikan hubungan antara bidang-bidang tektonika,
paleomagnetisme, seismologi, fisika mineral, geokimia dan gedesi. Banyak hal
yang berkaitan erat antara bidang-bidang ilmu ini. Hubungan ini disebabkan
oleh adanya fenomena konveksi di dalam mantel bumi dan inti bumi yang
menjadi sumber aktifitas geologi di planet kita ini. Konveksi yang terjadi di
dalam bumi merefleksikan fenomena kehilangan panas secara gradual,
seiring dengan bertambah dinginnya material bumi sebagai fungsi waktu.
Metode yang digunakan dalam Geodinamika secara prinsip didasari
pada konsep dalam fisika, utamanya mekanika medium kontinyu. Seiring
dengan kemajuan dalam bidang komputasi dan komputasi parallel berunjuk
kerja tinggi, pemodelan di bidang geodinamik menjadi semarak dan
menghasilkan banyak temuan baru yang berhubungan dengan struktur
bagian dalam bumi.

1.2 Maksud Dan Tujuan


Maksud dibuatnya makalah tentang geotektonik adalah menyelesaikan tugas
matakuliah geodinamika
Tujuan dibuatnya makalah ini sebagai berikut :
1. untuk menambah wawasan tentang perkembangan tektonik global
2. untuk mengetahui teori-teori yang berkembang tentang tektonik global

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Teori Fixism dan Mobilism
Teori Fixism merupakan sebuah teori yang menganggap pembentukan
orogenesa dan geosinklin terjadi di tempat yang tetap dan menyatakan benua dan
samudra tidak pernah bergerak atau berpindah tempat posisinya sejak bumi lahir. Para
ahli geologi menyatakan bahwa bumi itu mengalami pendinginan dan kontraksi
seiring berjalannya waktu pada akhir abad ke-19. Seperti contohnya adalah jalur-jalur
pegunungan yang merupakan akibat dari proses kontraksi dimana merupakan gayagaya geologi vertikal di bawah pegunungan.
Para penganut teori fixism, seperti V. V. Belousov dan ilmuwan Amerika H.
A. Meyerhoff, membantah teori mobilism yang berasumsi bahwa pergerakan
horizontal lempeng besar di litosfer tidak mungkin terjadi dan pergerakan
horizontal hanya terjadi pada daerah yang lebih kecil di kerak sepanjang sesar
anjak dan patahan mendatar (Krill, 2011).
Wegener menantang teori pembentukan pegunungan melalui pendinginan dan
kontraksi Bumi. Misalnya, mengapa kerutan pegunungan itu tidak tersebar seragam
di mana-mana di permukaan Bumi, tetapi hanya di jalur-jalur tertentu yang sempit
memanjang. Teori Bumi mendingin karena panasnya hilang terpancar ke angkasa luar
juga bertentangan dengan penemuan baru saat itu bahwa produksi panas justru terus
terjadi melalui radioaktivitas di batuan-batuan penyusun Bumi. Wegener bahkan
berteori bahwa dulu pada masa Mesozoikum ada superbenua besar yang disebutnya
Pangaea, yang kemudian retak dan pecah lalu fragmen-fragmennya bergerak menjauh
membuka Samudera Atlantik dan Hindia. Gerak fragmen-fragmen benua ini akhirnya
bertubrukan satu sama lain dan membentuk jalur-jalur pegunungan.
Mobilism merupakan teori yang mengatakan bahwa pergeseran horizontal
kerak di permukaan bumi relatif terhadap lainnya dan terhadap kutub bumi dalam
waktu geologi. Mobilism bertentangan dengan fixism, berdasarkan hipotesa yang

mengatakan bahwa pergeseran dan perkembangan kerak berlangsung hanya secara


vertikal (Krill, 2011). Ide tentang pergerakan kerak ini berkembang di abad ke-19,
tetapi hipotesis ini sudah ada pada tahun 1912, oleh seorang geofisika Jerman,
Alfred Wegener, yang dikenal dengan teori pengapungan benua.

Gambar Timeline tokoh pemikiran Fixism dan Mobilism (sumber: The Continental
Drift Controversy, Volume 1, By Henry R. Frankel)

2.2 Gerak-Gerak Vertikal Dan Horizontal


Tektonisme adalah proses pergerakan, pengangkatan, lipatan, dan patahan
pada batuan sehingga mengalami perubahan bentuk, volume, letak, dan atau posisi
lapisan bumi secara mendatar atau vertikal. Tenaga tektonik yang terjadi
merupakan

tenaga yang

berasal

dari dalam bumi. Dari proses tersebut

menghasilakn lipatan dan patahan. Tektonisme dibedakan menjadi dua yaitu gerak
epirogenetik dan orogenetik yang dibagi berdasarkan luas daerah dan kecepatan
geraknya. Tidak ada yang memikirkan kemungkinan bahwa pegununganpegunungan ini disebabkan gaya lateral sebab model ini akan sangat bertentangan
dengan model bumi yang stabil. Tetapi Alfred Wegener berani menentang teori
tersebut dan mengatakan bahwa pegunungan-pegunungan tersebut disebabkan gaya
lateral melalui proses pergerakan benua yang hanyut (Teixell, 2009).
Gerak Epirogenetik merupakan gerakan dari dalam bumi yang memiliki arah
horizontal dan vertikal sehingga membentuk turun naiknya lapisan kulit bumi
yang sangat lambat dan terjadi di suatu daerah yang luas. Gerak ini yang
membentuk kontinen atau benua. Gerak epirogenetik dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Epirogenetik positif
Gerak epirogenetik positif adalah gerakan permukaan bumi turun dan seolaholah permukaan air laut naik. Gerakan ini disebabkan adanya tambahan beban
misalnya sedimen yang tebal didaerah geosinklinal, yaitu berupa cekungan
yang sangat luas. Contoh gerak epirogenetik positif adalah turunnya pulaupulau dikawasan Indonesia Timur (Kepulauan Maluku dan Kepulauan Benda)

b. Epirogenetik negatif
Gerak epirogenetik negatif adalah gerakan permukaan bumi seolah-olah
permukaan bumi naik dan seolah-olah permukaan air turun. Gerakan ini
biasanya berupa pengangkatan yang diakibatkan pengurangan beban
lapisan kerak bumi, misalnya es yang mencair. Contoh gerak epirogenetik
adalah naiknya dataran tinggi Colorado

b. Gerak Orogenetik merupakan gerakan lempeng yang lebih cepat pada


wilayan yang lebih sempit. Proses ini yang membentuk pegunungan. Ada
dua macam bentuk permukaan bumi akibat tenaga orogenetik, yaitu:

Lipatan (fold) (Gambar 2) merupakan suatu bentuk rupa bumi yang


mengalami pengerutan karena tektonik horizontal pada kulit bumi yang
sifatnya elastis. Lipatan yang terlipat ke atas dapat disebut antiklin,
sedangkan lipatan yang terlipat ke bawah dapat disebut sinklin (Sapiie,
2010).

Patahan atau sesar (fault) (Gambar 3) merupakan suatu bentuk rupa


bumi yang patah atau retak karena tektonik horizontal pada kulit bumi
yang melebihi batas elastis, sedangkan untuk tekanan vertikal sendiri

karena akibat pembebanan batuan diatasnya. Pergeseran bidang batuan


tersebut terjadi secara vertikal atau horizontal (Sapiie, 2010).

2.3 Teori Geosinklin


Secara makna geosinklin (geosynclines; Leet, 1982) adalah suatu cekungan
yang terakumulasi sedimen dengan ketebalan ribuan meter dan disertai penurunan
lantai cekungan secara progresif yang disebabkan oleh pembebanan sedimen.
Perkembangan teori Hall, sedimentasi yang sangat tebal kemudian menyebabkan
adanya subsidence, dan sumbu palungnya akan menjadi barisan pegunungan. Adanya
subsidence tersebut kemudian menghasilkan adanya lapisan yang terlipatkan, namun
perlipatan tersebut bukan penyebab dari naiknya sedimen tebal tersebut menjadi
pegunungan. Selain itu, adanya sedimentasi yang tebal diatas palung/cekungan
terdalam mengakibatkan adanya pergerakan material subcrustal yang berada dibawah
palung. Material tersebut bergerak secara lateral di bawah cekungan sedimen dan
foreland nya, sehingga daerah tersebut naik.
Pada tulisan ilmiahnya yang pertama, 1873 (Knopf1, 1948), Dana
menamakan bagian penurunan di kerak sebagai geosinklin. Dalam tulisannya,
Dana menambahkan ide dasar pada teori Hall bahwa selama peruntuhan lipatan
besar geosinklin di dorong oleh tekanan lateral, yang membentuk lipatan yang
tinggi, yang dikenal dengan sinklinorium.
Pada akhirnya, di tahun 1895, Dana menyempurnakan teori geosinklin ini
dengan mengatakan bahwa rangkaian pegunungan geosinklin terdiri dari dua
prinsip yaitu (1) tahap persiapan selama akumulasi sedimen dalam geosinklin,
dengan menentukan bagian rangkaian pegunungan kemudian dan (2) pembuatan
pegunungan, dalam waktu singkat, selama lapisan batuan itu terlipat dan
tersesarkan (Knopf1, 1948).
Pada tahun 1924 (Knopf2, 1960), Still mengatakan bahwa geosinklin, dalam
artian luas, merupakan sebuah cekungan sekular sedimentasi. Selain itu Still juga
mengeluarkan beberapa klasifikasi geosinklin, sebagai berikut:
a. Ortogeosinklin (Alpinotype geosynclines)
a.1. Zona Eugeosinklin : digunakan untuk menggambarkan ketebalan
lapisan stratigrafi yang memiliki kelimpahan batuan vulkanik yang
sementara.

a.2. Zona Miogeosinklin : digunakan untuk membedakan ketebalan


lapisan stratigrafi tanpa atau sedikit kehadiran batuan vulkanik
sementara.
b.

Parageosinklin (Germanotype geosyncline pada basement yang


terkonsolidasi) : situasi yang terjadi ada basement terkonsolidasi, pada
kraton.

Selama kolapsnya perlipatan besar geosinklin yang didorong oleh tekanan


lateral, akan membentuk rangkaian perlipatan yang besar (sinklinorium). Penurunan
geosinklin ke kedalaman 35000 atau 40000 kaki yang berarti suatu massa batuan
yang mobile (kental atau plastis), 7 mil maksimum kedalaman dan lebih dari 100 mil
secara lateral, terdorong kesamping. Setelah itu, pada bagian utamanya bergerak ke
timur, dan menyebabkan jejak yang berbatasan dengan laut pada sisi timur, yang
kemudian terangkat sebagai suatu geantiklinal yang paralel dengan palung yang
subsidence. Tingginya busur geantiklinal dapat tergantung kepada seberapa jauh
batuan plastis dapat bergerak ke arah timur. Kemudian lantai geosinklin menjadi lebih
lemah yang disebabkan adanya isogeotherms, dan pelemahan ini menyebabkan
perlipatan sedimen geosinklin dan melahirkan barisan pegunungan.
Teori Dana Hall yang menyatakan bahwa barisan pegunungan merupakan kelahiran
geosinklin berdasarkan dua pendapat utama :
1) Determinasi lokasi barisan pegunungan yang akan terbentuk didasarkan kepada
adanya akumulasi sedimen pada suatu geosinklin,
2) Pegunungan menjadi rentan dalam proses yang relatif singkat, selama perlapisan
terlipat dan tersesarkan.
Dalam perkembangannya, terdapat beberapa penambahan terhadap teori Hall-Dana :
1) Vulkanisme dan intrusi selama pertumbuhan geosinklin induk,
2) Isostatik mengontrol selama perlipatan akibat appression sedimen geosinklinal,
3) Metamorfisme dihasilkan dari kondisi geosinklin dan kejadian yang mengikuti
perlipatan,

4) Intrusi batolit, sintektonik dan epitektonik, dan hubungannya antara intrusi


batolitik dan kejadian suksesi perlipatan yang terdiri dari suatu revolusi
orogenesa berskala besar,
5) Endapan bersifat metal sebagai akibat dari successive cycles dari aktifitas gunung
api selama revolusi orogenesa.

2.4 Teori Apungan Benua


Pada tahun 1912, Alfred Wegener, seorang Meteorologis dan Geofisika
Jerman, mengemukakan teorinya tentang pengapungan benua (Continental Drift),
dia mengatakan bahwa sekitar 200 juta tahun yang lalu, superkontinen, Pangea,
mulai pecah menjadi bagian-bagian yang kecil. Wegener memang bukan orang
pertama yang mengemukakan bahwa benua-benua kemungkinan bergerak,
sebelumnya ada Snyder di Prancis dan Taylor di Amerika, tetapi Wegener- lah yang
mengemukakannya secara sistematik ketika dia mengamati adanya kesamaan garis
pantai antara Benua Amerika Selatan dan Benua Afrika (Gambar 4) (Sapiie, 2010).

Wegener mulai menantang aliran fixist dengan beberapa pemikiran lain


(Sapiie,2010),yaitu:
a.

Wegener menyangkal adanya daratan penghubung (land bridge) yang


semula berupa kerak benua, yang kemudian runtuh menjadi kerak
samudra melalui bukti seismologi berupa kecepatan perjalanan
gelombang P dan S pada kerak samudra dan benua.

b.

Aliran

fixist

menyatakan

bahwa rangkaian

pegunungan

terjadi

akibat kontraksi, Wegener menyatakan bahwa kerut (wrinkle) dapat saja


terjadi, namun tidak begitu besar. Kerut tersebut tidak sanggup
menyebabkan gerakan horizontal sehingga menyebabkan terjadinya
pegunungan.
c.

Wegener
pendinginan

juga
itu

menyatakan

pandangan

bumi

mengalami

muncul sebelum ditemukannya radium. Wegener

memandang sistem panas internal (internal heat system) sebagai kondisi


kesetimbangan antara produksi panas radioaktif di inti bumi dengan
kehilangan panasnya (thermal loss in to space).
d.

Selain itu, pada tahun 1915-1922, Wegener merekonstruksi adanya


Pangea. Ia menarik batas benua pada batas luar paparan benua
(continental shelf).

1.

Paleontologi dan Biologi


Sebelum Wegener, para ahli paleontologi telah mengumpulkan data yang
memperlihatkan keserupaan dan perbedaan kondisi flora dan fauna dari
kedua benua (Benua Afrika dan Benua Amerika). Hasil penelitian tersebut
memberikan kesimpulan bahwa memang ada gabungan benua (Pangea)
sehingga adanya keserupaan flora dan fauna berlangsung (Gambar 5).
Namun sesudah itu, terjadi evolusi radiasi secara terpisah sehingga
mengurangi keserupaan flora dan fauna.

Gambar Bukti plaeontologi dan biologi yang menunjukkan kesamaan flora dan fauna

2.

Iklim purba (paleoclimate)


Wegener dan Koppen (ahli klimatologi) menyertakaan bukti-bukti
paleoiklim dengan mengamati lapisan sedimen yang ada. Dari bukti
sedimentologi yang digunakan adalah (1) lithified till (tillite) yang
mengindikasikan adanya es (glacier), (2) lapisan batubara mengindikasikan
iklim basah yang berada dekat dengan ekuator, (3) lapisan garam dan
gipsum mengindikasikan iklim padang (desert), (4) distribusi Pectoperis
(pohon pakis) yang menggambarkan daerah ekuator dan distribusi

Glossopteris pada lapisan tillite.


3.

Arah kutub bumi (polar wandering) dan pengapungan benua (continental


drift) Wegener merekonstruksi gerakan kutub dari Kapur hingga
sekarang (Gambar 6). Namun, ia juga menerangkan bahwa polar kutub
tersebut berbeda terhadap benua

Gambar Model arus konveksi di pematang tengah samudra

Selain itu dia juga menjelaskan bahwa lempeng yang menunjam lebih berat
daripada lempeng di atasnya (Gambar 10), karenanya akan menarik lempeng
ini ke bawah, yang dikenal dengan mekanisme slab-pull. Akibat dari gravitasi,
bagian atas dari lempeng di lokasi pematang terdorong ke atas, yang dikenal
dengan slab-push.
Hal ketiga yang dijelaskan mengenai adanya plume (aliran magma yang
membumbung) yang bergerak ke atas (Gambar 10). Ide ini menjelaskan
bahwa ada beberapa plume yang sangat besar yang menggerakkan arus
konveksi ke arah atas di dalam mantel bumi, sedangkan lempeng yang
menunjam menggerakkan arus konveksi ke arah bawah dan menyempurnakan
perputaran arus konveksi.

Amerika Selatan dan Benua Afrika. Menurutnya, perbedaan tersebut


berhubungan dengan gerakan pengapungan benua.
Meskipun banyak bukti yang berhasil dikumpulkan yang dapat mendukung
teorinya, Wegener sadar tentang kesulitan untuk menerangkan gaya yang
menyebabkan pengapungan benua ini. Ia memprediksi bahwa solusinya masih akan
ditemukan pada waktu yang lama.

Teori ini terus berkembang hingga ditemukannya bukti-bukti tentang


keberadaan super-kontinen Pangaea pada 200 juta tahun yang lalu. Bukti-bukti
tersebut diantaranya:

Kecocokan Batas Garis Pantai Benua


Apabila potongan-potongan benua yang ada saat ini digabungkan menjadi satu,

akan terdapat kecocokan bentuk-bentuk benua yang dapat membentuk suatu daratan
besar, yaitu super-kontinen Pangaea. Salah satu kecocokan tersebut dapat ditemukan
pada kemiripan garis pantai yang ada di benua Amerika Selatan bagian Timur dengan
garis pantai benua Afrika bagian Barat. Kedua garis pantai ini apabila dihimpitkan
satu dengan lainnya akan saling berhimpit.
Persebaran Fosil
Persebaran binatang dan tumbuhan di muka bumi ini sangat tersebar luas. Hal
ini dapat dibuktikan dengan ditemukannya fosil-fosil binatang dan tumbuhan,
seperti :

Fosil Cynognathus, reptil yang hidup sekitar 240 juta tahun yang lalu, dimana
fosilnya ditemukan di benua Amerika Selatan dan benua Afrika.

Fosil Mesosaurus, reptil yang hidup di danau air tawar dan sungai yang hidup
sekitar 260 juta tahun yang lalu, dimana fosilnya ditemukan di benua Amerika
Selatan dan benua Afrika.

Fosil Lystrosaurus, reptil yang hidup di daratan sekitar 240 juta tahun yang lalu,
dimana fosilnya ditemukan di benua benua Afrika, India, dan Antartika.

Fosil Clossopteris, tanaman yang hidup 260 juta tahun yang lalu, dimana fosilnya
ditemukan di benua benua Afrika, Amerika Selatan, India, Australia, dan
Antartika.

Kesamaan Jenis Batuan


Jika benua dalam satu waktu bergabung, maka batuan dan pegunungan pada
waktu yang sama di lokasi yang berdampingan dan di benua yang berhadapan
haruslah cocok. Jalur pegunungan Appalachian yang berada di Timur benua Amerika
Utara dengan sebaran berarah Timur Laut secara tiba-tiba menghilang di pantai
Newfoundland. Pegunungan yang memiliki umur sama dengan pegunungan
Appalachian juga ditemukan di Timur Greenland, Irlandia, Inggris, dan Norwegia.
Kedua pegunungan tersebut apabila diletakkan pada lokasi sebelum terjadinya
pemisahan / pengapungan, kedua pegunungan ini akan membentuk suatu jalur
pegunungan yang menerus. Sehingga, menandakan bahwa dahulu kedua daratan yang
terpisah ini adalah satu.
Secara garis besar, teori Apungan Benua (Continental Drift) ini melihat dari
unsur-unsur bentuk, struktur, dan umur yang sama atau identik. Namun teori ini
masih memiliki kelemahan, yaitu tidak dapat menjelaskan sebab terjadinya benua
atau super-kontinen Pangaea pecah, sehingga muncul teori baru Teori Penjalaran
Dasar Laut (Sea Floor Spreading).

2.5 Teori Pemekaran Lantai Samudra


Paleomagnetism merupakan studi tentang polaritas arah magnet bumi yang
terekam oleh mineral batuan saat batuan tersebut membeku (seperti pada gambar
diatas). Polaritas arah magnet bumi yang terkam pada batuan punggung tengah
samudera dapat dipakai untuk merekonstruksi posisi dan pemisahan antara benua
Amerika dan Afrika yang semula berhimpit dan data ini didukung oleh hasil
penetuan umur batuan yang menunjukkan umur semakin muda ke arah punggung
tengah samudera. Teori Hess tentang pemekaran lantai samudera diatas juga
mendapat dukungan bukti dari mahasiswa tingkat sarjana di Inggris, yaitu Frederick
J. Vine dan D.H. Mattews. Keduanya menyatakan bahwa saat lava meluap dan
memadat di retakan tengah samudera, lava basal mendapatkan perkutuban magnet
sesuai keadaan pada saat lava ini memadat.

Konsep tersebut pada dasarnya merupakan suatu anggapan bahwa bagian


kulit bumi yang ada di dasar samudra Atlantik, tepatnya dipematang tengah
samudra atau mid oceanic ridge mengalami pemekaran. Bukti-bukti lain tentang
adanya pemekaran lantai samudra adalah data- data yang dihasilkan dari
pengukuran kemagnetan purba (paleomagnetic) dan penentuan umur batuan (rock
dating) (Pichon, 2013). Mineral-mineral yang menyusun batuan, seperti mineral
magnetik dapat merekam arah magnet bumi saat pembentukannya. Studi
paleomagnetik dilakukan terhadap sampel batuan yang diambil dibagian pematang
tengah samudra hingga ke bagian tepi benua yang menunjukkan terjadinya
polaritas arah magnet bumi yang berubah-ubah dan selang waktu 400.000 tahun
sekali (Gambar 7) (Meinesz, 1947).
Polaritas arah magnet bumi yang terekam pada batuan punggung tengah samudra
dapat digunakan untuk merekonstruksi posisi dan proses pemisahan antara benua
Amerika dan Afrika yang semula berimpit (Meinesz, 1947).Axial rift valley
merupakan tempat keluarnya magma basaltik, jika pemekaran samudra merupakan
proses kontinyu maka magma basaltik akan bergerak menjauhi rift. Lempeng
litosfer di kedua

Mid-Oceanic Ridge (MOR) adalah suatu rangkaian pegunungan yang berada di


laut dalam (sekitar 1500 2000 m dpl) dengan panjang sekitar 70.000 km. MOR mulai
dikenal pada pertengahan abad ke-20 yaitu saat mulai berkembangnya konsep sea floor
spreading (Gambar 8) yang selanjutnya dijadikan bukti akan kebenaran teori
pengapungan benua (continental drift) (Sapiie, 2010).
MOR terbentuk akibat adanya aktivitas tektonik lempeng yang saling menjauh
(divergen). Pergerakan tersebut akibat adanya gaya ttarikan (tensional force) yang
digerakkan oleh arus konveksi yang berada di mantel bumi (astenosfer). Karena
terjadinya rifting (pemekaran) di sepanjang MOR, maka maka akan menimbulkan
ruang kosong diantara di daerah pemekaran tersebut. Kemudian kekosongan tersebut
akan diisi oleh magma yang nantinya akan membentuk kerak samudera yang baru.
Magma yang terbentuk dari proses tersebut akan bersifat basa. Arus konveksi
sebenarnya berfungsi sebagai penggerak dan litosfer sebagai ban yang berjalan
(Sapiie,
2010).

Gambar Model pemekaran


lantai samudra

2.6 Teori Arus Konveksi


Pada tahun 1929, Arthur Holmes, mengemukakan pergerakan lempeng akibat
adanya arus konveksi panas, dia berhipotesa bahwa bila suatu massa dipanaskan
maka dia akan naik ke permukaan karena densitasnya yang rendah, dan akhirnya
mengalami pendinginan hingga densitasnya naik kembali, perubahan suhu ini
dipercaya mampu menghasilkan suatu arus panas dan menggerakkan lempenglempeng bumi (Sapiie, 2010).
Harry Hess dan R. Deitz (1960) menggunakan beberapa bukti yang
menguatkan bahwa arus konveksi dari mantel bumi itu memang ada (Gambar 9).
Bukti ini ditunjang dengan penemuan- penemuan seperti pematang tengah samudra
di lantai samudra dan beberapa temuan anomali geomagnetik. Hipotesa tersebut
menganggap bahwa bagian kulit bumi ada di dasar Atlantik tepatnya di pematang
tenga samudra mengalami pemekaran yang diakibatkan oleh gaya tarikan yang
digerakkan oleh arus konveksi yang berada di bagian mantel bumi.
Dalam teori ini dijelaskan tiga hal utama, yaitu:
A. Proses gerakan permukaan bumi oleh arus konveksi pada astenosfir

(Gambar 10).
Pergerakan lantai samudra (litosfir) ke arah kiri dan kanan di sepanjang sumbu
pemekaran Pematang Tengah Samudra lebih disebabkan oleh arus konveksi yang
berasal dari lapisan mantel bumi (astenosfir). Arus konveksi inilah yang
menggerakan kerak samudra (lempeng samudra) yang berfungsi sebagai ban
berjalan (conveyor-belt).

2.7 Teori Tektonik Lempeng


Litosfer terletak di atas zona atau material yang lebih lemah dan lebih panas, yang
disebut astenosfer. Dengan demikian, lempeng-lempeng litosfer yang sifatnya padat
dilapisbawahi oleh material yang lebih plastis. Nampaknya ada hubungan antara ketebalan
dari lempeng-lempeng litosfer dengan sifat dari material kerak yang menutupinya.
Lempeng-lempeng samudera sifatnya lebih tipis, dengan variasi ketebalan antara 80
sampai 100 km atau lempeng atau blok kontinen mempunyai ketebalan 100 km atau lebih,
bahkan pada beberapa daerah dapat mencapai 400 km.
Salah satu prinsip utama dari teori tektonik lempeng adalah bahwa setiap lempeng
bergerak-gerak sebagai satu unit terhadap unit lempeng lainnya. Jika sebuah lempeng
bergerak, maka jarak antara dua kota yang berada dalam satu lempeng, seperti New York
dan Denver, akan tetap sama, sedangkan jarak antara New York dan London yang berada
pada dua lempeng yang berbeda, akan berubah. Karena setiap lempeng bergerak sebagai
satu unit, maka banyak interaksi yang dapat terjadi antara satu lempeng dengan lempeng
lainnya di sepanjang batas-batas dari lempeng-lempeng tersebut. Berdasarkan hal inilah,
maka sebagian besar aktivitas seismik, volkanisma dan pembentukan pegunungan terjadi di
sepanjang batas-batas yang dinamis tersebut.

Berdasarkan teori ini, litosfer terdiri dari tujuh lempeg besar dan 18 lempeng kecil
yang saling bergerak dan berinteraksi. Batas-batas lempeng yang saling berinteraksi,
seperti konvergen, divergen, dan transform, membentuk aktivitas seismik bumi dan
vulkanisme (Sapiie, 2010).
Berikut adalah penjelasan batas-batas lempeng yang saling berinteraksi (Sapiie,
2010):
a. Divergen
Divergen merupakan pergerakan lempeng yang saling menjauh satu dengan yang
lainnya (Gambar 11), kemudian terbentuk rekahan pada lantai samudra dan
keluarnya magma yang berasal dari mantel bumi.
b. Konvergen
Konvergen merupakan gerak antara dua lempeng yang saling mendekat
(Gambar 11). Gerak lempeng yang konvergen dapat dibagi lagi menjadi tiga
bagian, berdasarkan jenis lempeng yang saling bergerak relatif, yaitu:

Konvergen benua-benua
Ketika dua lempeng benua saling bertemu maka keduanya akan menunjukkan
bentukan yang tinggi di permukaan bumi, karena komposisi dari keedua lempeng
tersebut yang sama beratnya. Bentukan tersebut akan membentuk pegunungan
di sepanjang jalur subduksi tersebut.

Konvergen benua-samudra
Jika samudra dan benua bergerak saling mendekat, maka lempeng samudra akan
terletak pada bagian bawah lempeng benua yang masanya lebih ringan dari
lempeng samudra, salah satu contohnya ialah terbentuknya trench.
Tapi bisa juga terjadi peristiwa lempeng samudra berada di atas lempeng benua
yang dikenal dengan koalisi.

Konvergen samudra-samudra
Saat dua lempeng samudra saling bertemu maka salah satunya akan menyubduksi
lempeng yang lainnya. Hasil dari pergerakan lempeng tersebut akan dapat
menghasilkan busur kepulauan di bawah laut yang kemudian menghasilkan
magma yang dapat membentuk gunung bawah laut.

c. Transform
Transform merupakan zona antara kedua lempeng yang saling bergerak horizontal
yang dikenal dengan gerak transform (Gambar 11). Pada umumnya, jenis transform
ini ditemukan pada dasar samudra, yang membentuk punggungan samudra.

Gambar1 Jenis-jenis pergerakan


lempeng

DAFTAR PUSTAKA
Meinesz, F. A. V., 1947, Major Tectonic Phenomena and The Hypothesis of
Convection currents in The Earth, Third William Smith Lecture, 1947.
(http://jgslegacy.lyellcollection.org/content/103/1-4/191.short diakses pada
23 Januari
2016)
Pichon, X. L., 2013, The Revolution of Plate Tectonics in Earth Sciences and the
Relationship Between Science, Reason, and Truth, Euresis Journal Vol. 5
Summer 2013 (http://www.euresisjournal.org/public/article/pdf/LePichon.pdf
diakses pada 19 Januari
2016)
Saleeby, J., Saleeby, Z., Le Pourhiet, L., 2013, Epeirogenic Transients Related to
Mantle Lithosphere Removal in The Southern Sierra Nevada Region,
California: Part II. Implication of Rock Uplift and Basin Subsidence
Relations, Geology Society of America 2013, p. 394-425.
(http://tectonics.caltech.edu/publications/pdf/Saleeby_GEOS2013.pdf
diakses pada 23
Januari 2016)
Sapiie, B., 2010, Catatan Kuliah Tektonofisik, Bandung: Penerbit ITB
Teixell, A., Bertotti, G., de Lamotte, D. F., Charroud, M., 2009, The Geology of
Vertical Movements of The Lithosphere: An Overview, ScienceDirect
Tectonophysics, p. 1-8, Elsevier.

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS HALU OLEO
FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
MAKALAH GEODINAMIKA

OLEH :
SUMA FITRA ALDILLAH
F1G1 13 005

KENDARI
2016

You might also like