You are on page 1of 7

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Semakin kompleknya kebutuhan manusia menyebabkan semakin bervariasi

pula aktivitas yang berkembang di masyarakat. Aktivitas-aktivitas tersebut


tentunya membutuhkan tanah sebagai wadah pelaksanaannya. Di atas tanah
tersebut akan dibangun gedung-gedung, bangunan dan segala jenis infrastruktur
yang ditujukan sebagai sarana pendukung aktivitas manusia. Fungsi dan peran
tanah dalam berbagai sektor kehidupan manusia memiliki tiga aspek yang
sangat strategis, yaitu aspek ekonomi, politik dan hukum, dan aspek sosial.
Tanah menjadi suatu objek penggerak ekonomi negara yang penggunaannya
tidak dapat dipisahkan dari politik dan hukum, sekaligus memiliki fungsi untuk
mewujudkan kemanfaatan bersama. Namun yang menjadi masalah, jumlah
tanah yang ada tidak seimbang dengan besarnya kebutuhan masyarakat untuk
melakukan pembangunan demi terlaksananya aktivitas-aktivitas tersebut. Tanah
memiliki sifat permanen, yang artinya tidak bisa bertambah.
Dalam mengatasi permasalahan ini, pemerintah membentuk

suatu

mekanisme pengadaan tanah bagi kepentingan umum yang selanjutnya diatur


dalam Undang Undang Nomor

2 Tahun 2012. Undang-undnag tersebut

mengatur bahwa demi kepentingan umum, tanah perlu dibebaskan dari hak
perseorangan yang membebaninya melalui serangkaian prosedur dan berujung
pada pemberian ganti rugi bagi pihak pengemban hak atas tanah sebelumnya.
Hal ini bersesuaian dengan semangat hukum pertanahan Indonesia yang
menyatakan bahwa tanah harus memiliki fungsi sosial. Fungsi sosial ini
menuntut adanya keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan
kepentingan umum. Adanya keseimbangan natara kedua kepentingan tersebut
diharapkan dapat tercapai keadilan dan kesejahteraan seluruh rakyat. Hal
tersebut yang kemudian menjadi justifikasi untuk melakukan pengadaan tanah,
dalam konteks memprioritaskan kepentingan umum di atas kepentingan
perseorangan

sehubungan

dengan

penggunaan

tanah.

Pada

prinsipnya,

pengadaan tanah dilakukan dengan cara musyawarah antara pihak yang


memerlukan tanah dan pemegang hak atas tanah yang tanahnya diperlukan
untuk kegiatan pembangunan.
Namun sayangnya Undang Undang Nomor 2 Tahun 2012 tersebut belum
dapat berlaku secara efektif karena masih banyak penyelewengan dalam
pelaksanaannya. Praktik serupa munculnya calo-calo pembeli tanah masyarakat,
1

penentuan besaran ganti rugi yang dianggap tidak adil, pembayaran yang tidak
tepat waktu, eksekusi pembebasan tanah dengan cara keras, adalah hal-hal
yang mudah ditemukan dalam praktik pengadaan tanah.
1.2
Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses pengadaan tanah untuk kepentingan umum?
2. Permasalahan apa saja yang dihadapi dalam rangka pembebasan tanah untuk
kepentingan umum?

BAB II
PEMBAHASAN
2.1

Proses Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum


Pasal 1 angka 3 Perpres Nomor 65 Tahun 2006 menyebutkan bahwa

pengadaan tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi


ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak karena telah
melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda
yang

tidak

terpisahkan

dengan

tanah.

Pengadaan

ini

ditujukan

bagi

terselenggaranya kepentingan umum, yaitu kepentingan masyarakat sebagai


keseluruhan

yang

memiliki

perlindungan

hak-hak

ciri-ciri

individu

tertentu,

sebagai

warga

antara

lain

menyangkut

negara,

dan

menyangkut

pengadaan serta pemeliharaan sarana publik, dan pelayanan kepada publik.


Tujuan dari pengadaan tanah ini adalah untuk meningkatkan kesejahteraan dan
kemakmuran

bangsa,

negara,

dan

masyarakat

dengan

tetap

menjamin

kepentingan hukum pihak yang berhak.


Mekanisme pengadaan tanah yang diatur dalam Undang Undang Nomor 2
Tahun 2012 menyempurnakan mekanisme yang sebelumnya diatur dalam
Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum dan Peraturan Presiden
Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 36
Tahun 2005, juga Peraturan Kepala BPN Nomor 3 Tahun 2007 tentang Ketentuan
Pelaksana Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005. Dalam instrumen hukum
sebelumnya, pengadaan tanah dapat dilakukan melalui pencabutan hak atau
secara paksa dan melalui musyawarah untuk mencapai persetujuan antara
pemegang hak dengan calon penerima hak. Pengadaan tanah untuk kepentingan
umum

melalui

pencabutan

hak

merupakan

kewenangan

Presiden

yang

diwujudkan melalui Keputusan Presiden.


Dalam pengaturan yang baru, pengadaan tanah ini dilakukan oleh
pemerintah

dengan

dana

yang

juga

disediakan

oleh

pemerintah

untuk

pembayaran ganti rugi. Pelaksanaannya harus memperhatikan keseimbangan


antara kepentingan pembangunan dan kepentingan masyarakat, sehingga harus
melaui proses perencanaan dengan melibatkan para pemangku kepentingan.
Selain perencanaan, pengadaan tanah harus melalui tahapan persiapan,
pelaksanaan dan penyerahan hasil.
3

Perencanaan harus dibuat berdasarkan Rencana Tata Ruang dan Tata


Wilayah dengan membuat dokueman perencanaan yang mengandung data
terperinci mengenai pengadaan tanah yang akan dilakukan. Setelah melalui
tahap perencanaan, dilakukan tahap persiapan yang meliputi pemberitahuan
rencana pembangunan, pendataan awal lokasi rencana pembangunan, dan
konsultasi publik. Dalam hal tercapai kesepakatan, maka pengadaan tanah
berlanjut pada tahap pelaksanaan. Apabila masih ada keberatan, akan dibentuk
tim pengkaji yang nantinya akan menghasilkan segala pertimbangan sebagai
dasar dikeluarkannya penetapan lokasi untuk pengadaan tanah oleh Gubernur.
Tahapan selanjutnya adalah pelaksanaan yang meliputi kegiatan inventarisasi
dan identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah,
penilaian ganti kerugian, musyawarah penetapan ganti rugi, dan pelepasan
tanah instansi. Apabila musyawarah tidak mencapai hasil, pihak-pihak pemangku
kepentingan dapat mengajukan keberatan hingga akhrnya muncul penetapan
dari pemerintah. Setelahnya, dilakukan pembayaran ganti-rugi kepada pihak
yang berhak. Apabila pihak yang berhak tidak mau menerimanya, pembayaran
ganti rugi dapat dititipkan kepada pengadilan negeri setempat. Setelahnya,
tanah harus dilepaskan dan statusnya berubah menjadi tanah negara. Instansi
yang membutuhkan tanah tersebut harus mengajukan permohonan hak terlebih
dahulu sebelum dapat menggunakan tanah hasil pengadaan tanah.
2.2

Permasalahan yang Dihadapi dalam Rangka Pembebasan Tanah


untuk Kepentingan Umum
Pengadaan tanah dengan cara pembebasan hak atas tanah disertai dengan

pembayaran ganti rugi banyak diterapkan di wilayah-wilayah lain untuk


pembangunan berbagai jenis infrastruktur. Hampir di semua wilayah pula,
pengadaan tanah selalu menimbulkan masalah dan ketidakadilan.
1. Munculnya calo-calo tanah (spekulan)
Calo-calo tanah seringkali hadir di tengah-tengah masyarakat yang tanahnya
akan terkena gusur. Calo-calo tanah inilah yang menyebabkan harga tanah
semakin tinggi sehingga biaya yang dikeluarkan untuk pembebasan tanah
semakin besar.
2. Pemilik tanah tergusur dan dirugikan karena harus pindah
Adanya pembebasan tanah untuk kepentingan umum memiliki dampak bagi
pemilik tanah yang akhirnya tergusur dan harus pindah ke tempat yang baru.
3. Pemilik tanah yang semula di belakang menjadi di pinggir jalan dan dapat
keuntungan tanpa berkeringat karena harga tanah meningkat signifikan
Bagi pemilik tanah yang semula di belakang tentu mendapatkan berkah
tersendiri dikarenakan harga tanah akan meningkat berkali-kali lipat.
4

4. Pembebasan tanah membebani anggaran pemerintah


5. Sosialisasi yang memakan waktu cukup lama
Musyawarah antara pihak pengembang dan msyarakat yang terkena
tanahnya biasanya akan memakan waktu cukup lama. Hal ini berkaitan
dengan kesepakatan harga, jadi selama harga belum menemui titik temu
maka akan semakin lama proses pengadaan tanah untuk kepentingan
umum.
6. Biaya yang sangat tinggi
Biaya pengadaan tanah untuk kepentingan umum memerlukan biaya yang
tinggi. Selain itu pembangunannya, tentu saja proses pembebasan lahan
juga memakan biaya yang cukup tinggi.

BAB III
PENUTUP
Pengadaan tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara
memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak karena
telah melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman, dan bendabenda yang tidak terpisahkan dengan tanah. Pengadaan ini ditujukan bagi
terselenggaranya kepentingan umum, yaitu kepentingan masyarakat sebagai
keseluruhan

yang

memiliki

perlindungan

hak-hak

ciri-ciri

individu

tertentu,

sebagai

warga

antara

lain

menyangkut

negara,

dan

menyangkut

pengadaan serta pemeliharaan sarana publik, dan pelayanan kepada publik.


Tujuan dari pengadaan tanah ini adalah untuk meningkatkan kesejahteraan dan
kemakmuran

bangsa,

negara,

dan

masyarakat

dengan

tetap

menjamin

kepentingan hukum pihak yang berhak. pengadaan tanah ini dilakukan oleh
pemerintah

dengan

dana

yang

juga

disediakan

oleh

pemerintah

untuk

pembayaran ganti rugi. Pelaksanaannya harus memperhatikan keseimbangan


antara kepentingan pembangunan dan kepentingan masyarakat, sehingga harus
melaui proses perencanaan dengan melibatkan para pemangku kepentingan.
Selain perencanaan, pengadaan tanah harus melalui tahapan persiapan,
pelaksanaan dan penyerahan hasil.
Pengadaan tanah selalu menimbulkan masalah dan ketidakadilan antara
lain, munculnya calo-calo tanah (spekulan), pemilik tanah tergusur dan dirugikan
karena harus pindah, pemilik tanah yang semula di belakang menjadi di pinggir
jalan dan dapat keuntungan tanpa berkeringat karena harga tanah meningkat
signifikan, pembebasan tanah membebani anggaran pemerintah, sosialisasi
yang memakan waktu cukup lama, biaya yang sangat tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk


Kepentingan Umum.
Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006.

You might also like