Professional Documents
Culture Documents
HIPOSPADIA
Disusun Oleh :
Dinar Agustin Kusumawardani
P 10220206053
II B
BAB I
KONSEP DASAR
HIPOSPADIA
A.
PENGERTIAN
1. Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan congenital dimana
meatus uretra externa terletak di permukaan ventral penis dan
lebih ke proksimal dari tempatnya yang normal (ujung glans
penis). (Arif Mansjoer, 2000 : 374).
2. Hipospadia adalah suatu keadaan dimana terjadi hambatan
penutupan uretra penis pada kehamilan miggu ke 10 sampai ke 14
yang mengakibatkan orifisium uretra tertinggal disuatu tempat
dibagian ventral penis antara skrotum dan glans penis. (A.H
Markum, 1991 : 257).
3. Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan berupa lubang uretra
yang terletak di bagian bawah dekat pangkal penis. (Ngastiyah,
2005 : 288).
4. Hipospadia adalah keadaan dimana uretra bermuara pada suatu
tempat lain pada bagian belakang batang penis atau bahkan pada
perineum ( daerah antara kemaluan dan anus ). (Davis Hull, 1994 )
5. Hipospadia adalah salah satu kelainan bawaan pada anak-anak
yang sering ditemukan dan mudah untuk mendiagnosanya, hanya
pengelolaannya harus dilakukan oleh mereka yang betul-betul ahli
supaya
mendapatkan
hasil
yang
memuaskan.
(http://photos1.blogger.com/blogger/4603/1833/1600/op.jpg).
B. ETIOLOGI
1. Embriologi.
2. Maskulinisasi inkomplit dari genetalia karena involusi yang prematur
dari sel intersitisial testis.
C. KLASIFIKASI
Hipospadia dibagi menjadi beberapa tipe menurut letak orifisium uretra
eksternum yaitu :
1. Tipe sederhana adalah tipe grandular, disini meatus terletak pada
pangkal glands penis. Pada kelainan ini secara klinis umumnya
bersifat asimtomatik.
2. Tipe penil, meatus terletak antara glands penis dan skortum.
3. Tipe penoskrotal dan tipe perineal, kelainan cukup besar, umumnya
pertumbuhan penis akan terganggu.
D.
MANIFESTASI KLINIS
1. Pancaran air kencing pada saat BAK tidak lurus, biasanya kebawah,
menyebar, mengalir melalui batang penis, sehingga anak akan jongkok
pada saat BAK.
2.
3.
4.
E. PATOFISIOLOGI
Fusi dari garis tengah dari lipatan uretra tidak lengkap terjadi sehingga
meatus uretra terbuka pada sisi ventral dari penis. Ada berbagai derajat
kelainan letak meatus ini, dari yang ringan yaitu sedikit pergeseran pada
glans, kemudian disepanjang batang penis, hingga akhirnya di perineum.
Prepusium tidak ada pada sisi ventral dan menyerupai topi yang
menutup sisi dorsal dari glans. Pita jaringan fibrosa yang dikenal
sebagai chordee, pada sisi ventral menyebabkan kurvatura (lengkungan)
ventral dari penis.
F. PATHWAY
Maskulinasi inkomplit
Embriologi
dari genetalia
Operasi
Managemen
regimen terapeutik
tidak efektif
Perubahan
eliminasi
urin (Retensi
urin)
Perubahan
eliminasi urin
Nyeri
Kesiapan dalam
penigkatan
manajemen regien
terapeutik
Cemas
Resiko
tinggi infeksi
G. DERAJAT KEPARAHAN
1.
2.
Lokasinya.
3.
Derajat chordee.
H. KOMPLIKASI
1. Pseudohermatroditisme (keadaan yang ditandai dengan alat-alat
kelamin dalam 1 jenis kelamin tetapi dengan satu beberapa ciri sexsual
tertentu )
2. Psikis ( malu ) karena perubahan posisi BAK.
3. Kesukaran saat berhubungan sexsual, bila tidak segera dioperasi saat
dewasa.
Komplikasi paska operasi yang terjadi :
1. Edema / pembengkakan yang terjadi akibat reaksi jaringan besarnya
dapat bervariasi, juga terbentuknya hematom / kumpulan darah
dibawah kulit, yang biasanya dicegah dengan balut tekan selama 2
sampai 3 hari paska operasi.
2. Striktur, pada proksimal anastomosis yang kemungkinan disebabkan
oleh angulasi dari anastomosis.
3. Rambut dalam uretra, yang dapat mengakibatkan infeksi saluran
kencing berulang atau pembentukan batu saat pubertas.
4. Fitula uretrokutan, merupakan komplikasi yang sering dan digunakan
sebagai parameter untuyk menilai keberhasilan operasi. Pada prosedur
satu tahap saat ini angka kejadian yang dapat diterima adalah 5-10 %.
5. Residual chordee/rekuren chordee, akibat dari rilis korde yang tidak
sempurna, dimana tidak melakukan ereksi artifisial saat operasi atau
pembentukan skar yang berlebihan di ventral penis walaupun sangat
jarang.
6. Divertikulum, terjadi pada pembentukan neouretra yang terlalu lebar,
atau adanya stenosis meatal yang mengakibatkan dilatasi yang lanjut.
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Rontgen
2. USG sistem kemih kelamin.
3. BNO-IVP
Karena biasanya pada hipospadia juga disertai dengan kelainan
kongenital ginjal.
J. PENATALAKSANAAN
1. Tujuan utama dari penatalaksanaan bedah hipospadia adalah
merekomendasikan penis menjadi lurus dengan meatus uretra
ditempat yang normal atau dekat normal sehingga aliran kencing
arahnya ke depan dan dapat melakukan coitus dengan normal.
2. Operasi harus dilakukan sejak dini, dan sebelum operasi dilakukan
bayi atau anak tidak boleh disirkumsisi karena kulit depan penis
digunakan untuk pembedahan nanti.
3. Dikenal banyak teknik operasi hipospadia yang umumnya terdiri dari
beberapa tahap yaitu :
a. Operasi
Hipospadia
satu
tahap
ONE
STAGE
URETHROPLASTY )
Adalah tekhnik operasi sederhana yang sering digunakan,
terutama untuk hipospadia tipe distal. Tipe distal ini meatusnya
letak anterior atau yang middle. Meskipun sering hasilnya kurang
begitu bagus untuk kelainan yang berat. Sehingga banyak dokter
lebih memilih untuk melakukan 2 tahap. Untuk tipe hipospadia
proksimal yang disertai dengan kelainan yang jauh lebih berat,
maka one stage urethroplasty nyaris dapat dilakukan. Tipe
hipospadia proksimal seringkali di ikuti dengan kelainan-kelainan
yang berat seperti korda yang berat, globuler glans yan bengkok
kearah ventral ( bawah ) dengan dorsal; skin hood dan propenil
bifid scrotum. Intinya tipe hipospadia yang letak lubang air
seninya lebih kearah proksimal ( jauh dari tempat semestinya )
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
HIPOSPADIA
A.
PENGKAJIAN
1. Kaji biodata pasien
2. Kaji riwayat masa lalu: Antenatal, natal,
3. Kaji riwayat pengobatan ibu waktu hamil
4. Kaji keluhan utama
5. Kaji skala nyeri (post operasi)
B.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Inspeksi kelainan letak meatus uretra
2. Palpasi adanya distensi kandung kemih.
C.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pasien pre operasi
1. Manajemen regimen terapeutik tidak efektif berhubungan dengan pola
perawatan keluarga.
2. Perubahan eliminasi (retensi urin) berhubungan dengan obstruksi mekanik
3. Kecemasan berhubungan dengan akan dilakukan tindakan operasi baik
keluarga dan klien.
Pasien post operasi
1. Kesiapan dalam peningkatan manajemen regimen terapeutik berhubungan
dengan petunjuk aktivitas adekuat.
2. Nyeri berhubungan dengan post prosedur operasi
3. Resiko tingggi infeksi berhubungan dengan invasi kateter
4. Perubahan eliminasi urine berhibingan dengan trauma operasi
D.
INTERVENSI
Diagnosa pre operasi
1. Diagnosa : Manajemen regimen terapeutik tidak efektif berhubungan
dengan pola perawatan keluarga.
Tujuan
a.
b.
c.
d.
e.
Keterangan skala :
1 = Tidak pernah dilakukan
2 = Jarang dilakukan
3 = Kadang dilakukan
4 = Sering dilakukan
5 = Selalu dilakukan
NIC
: Family mobilization
Intervensi
a.
:
Jadilah pendengar yang baik untuk anggota
keluarga
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Dukung
kelurga
dalam
merencanakan
dan
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Keterangan skala :
1 = Tidak pernah menunjukan
2 = Jarang menunjukan
3 = Kadang menunjukan
4 = Sering menunjukan
5 = Selalu menunjukan
NIC
Intervensi
a.
:
Melakukan pencapaian secara komperhensif jalan
b.
c.
d.
Menyediakan
waktu
yang
cukup
untuk
f.
g.
h.
i.
j.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Hubungan sosial
g.
Tidur adekuat
h.
Respon cemas
Keterangan skala :
1 = Tidak pernah menunjukan
10
2 = Jarang menunjukan
3 = Kadang menunjukan
4 = Sering menunjukan
5 = Selalu menunjukan
NIC
: Pengurangan cemas
Intervensi
a.
b.
Sediakan
informasi
dengan
memperhatikan
d.
e.
f.
g.
Bantu
pasien
mengidentifikasi
situasi
yang
menimbulkan kecemasan.
Diagnosa post operasi
1. Diagnosa : Kesiapan dalam peningkatan manajemen regimen terapeutik
berhubungan dengan petunjuk aktivitas adekuat.
Tujuan
a.
b.
c.
d.
11
e.
Keterangan skala :
1 = Tidak pernah menunjukan
2 = Jarang menunjukan
3 = Kadang menunjukan
4 = Sering menunjukan
5 = Selalu menunjukan
NIC
Intervensi
a.
b.
Bantu
keluarga
dalam
melakukan
strategi
menormalkan situasi
c.
d.
e.
f.
a.
b.
c.
12
a.
b.
a.
b.
c.
Dapat
menggunakan
berbagai
sumber
untuk
mengontrol nyeri
d.
Keterangan skala :
1 = Tidak pernah menunjukan
2 = Jarang menunjukan
3 = Kadang menunjukan
4 = Sering menunjukan
5 = Selalu menunjukan
NIC 1 : Manajemen nyeri
Intervensi
a.
:
Kaji
secara
komperhensif
mengenai
lokasi,
c.
d.
13
e.
a.
b.
c.
d.
e.
a.
b.
:
Mengidentifikasi faktor yang dapat menimbulkan
resiko
b.
Menjelaskan
kembali
tanda
&
gejala
yang
14
a.
b.
c.
d.
a.
b.
c.
Keterangan skala :
1 = Tidak pernah menunjukan
2 = Jarang menunjukan
3 = Kadang menunjukan
4 = Sering menunjukan
5 = Selalu menunjukan
NIC 1 : Kontrol infeksi
Intervensi
a.
:
Ajarkan pasien & kelurga cara mencucitangan yang
benar
b.
c.
Batasi pengunjung
15
d.
Bersihkan
lingkungan
dengan
benar
setelah
digunakan pasien
NIC 2 : Perawatan luka
Intervensi
a.
b.
c.
d.
a.
b.
a.
b.
c.
d.
e.
16
f.
g.
Keterangan skala :
1 = Tidak pernah menunjukan
2 = Jarang menunjukan
3 = Kadang menunjukan
4 = Sering menunjukan
5 = Selalu menunjukan
NIC
Intervensi
a.
b.
c.
d.
Menyediakan
waktu
yang
cukup
untuk
f.
g.
h.
i.
j.
E.
EVALUASI
Pre operasi
17
18
h. Respon cemas
Post operasi
1. Diagnosa : Kesiapan dalam peningkatan manajemen regimen terapeutik
berhubungan dengan petunjuk aktivitas adekuat.
Indikator :
a. Ikut serta dalam perencanaan perawatan
b. Ikut serta dalam menyediakan perawatan
c. Menyediakan informasi yang relefan
d. Kolaborasi dalam melakukan latihan
e. Evaluasi keefektifan perawatan
2. Diagnosa : Nyeri berhubungan dengan post prosedur operasi
Indikator :
a. Melaporkan nyeri (frekuensi & lama)
b. Perubahan vital sign dalam batas normal
(TD 120/80 mmHg; RR 22 x/mt; N 75x/mt; S 36,8C)
c. Memposisikan tubuh untuk melindungi nyeri
d. Melaporkan kondisi fisik yang nyeman
e. Menunjukan ekspresi puas terhadap manajemen nyeri
f. Mengungkap faktor pencetus nyeri
g. Menggunakan tetapi non farmakologi
h. Dapat menggunakan berbagai sumber untuk mengontrol nyeri
i. Melaporkan nyeri terkontrol
3. Diagnosa : Resiko tingggi infeksi berhubungan dengan invasi kateter
Indikator :
a. Mengidentifikasi faktor yang dapat menimbulkan resiko
b. Menjelaskan kembali tanda & gejala yang mengidentifikasi faktor
resiko
19
BAB IV
PENUTUP
Hipospadia adalah suatu keadaan dimana lubang uretra terdapat di penis
bagian bawah, bukan di ujung penis.
20
21
pada anak dan pada saat dewasa nanti, mungkin akan terjadi gangguan dalam
melakukan hubungan seksual.
DAFTAR PUSTAKA
http://photos1.blogger.com/blogger/4603/1833/1600/op.jpg
http://www.medicastore.com
22
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. (1985). Buku Kuliah Ilmu
Kesehatan Anak. Jakarta :EGC.
23