You are on page 1of 23

TUGAS TERSTRUKTUR

KEPERAWATAN ANAK

HIRSCHPRUNG

Disusun Oleh :
Utami Dewi Rahayu
P10220206076

DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DEPKES SEMARANG
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
PURWOKERTO
2008

LAPORAN PENDAHULUAN
HIRSCHPRUNG

1. Pengertian
1. Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel sel
ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidak adaan ini
menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya
evakuasi usus spontan ( Betz, Cecily & Sowden : 2000 ).
2. Penyakit Hirschsprung atau Mega Kolon adalah kelainan bawaan penyebab
gangguan pasase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada
bayi aterm dengan berat lahir 3 Kg, lebih banyak laki laki dari pada
perempuan. ( Arief Mansjoeer, 2000 ).
3. Hirschprung adalah penyakit akibat tidak adanya sel sel ganglion di dalam
usus yang terbentang ke arah proksimal mulai dari anus hingga jarak tertentu.
(Behrman & vaughan,1992:426)
4. Hirschprung adalah aganglionosis ditandai dengan tidak terdapatnya neuron
mienterikus dalam sengmen kolon distal tepat disebelah proksimal sfingter ani
(Isselbacher,dkk,1999:255)
5. Penyakit hirschprung adalah suatu kelainan yang tidak adanya sel ganglion
parasimpatis pada usus, dapat dari kolon sampai usus halus ( Ngastiyah,
1997:198)

2. Klasifikasi
Penyakit hirschprung segmen pendek. Segmen aganglionosis mulai dari anus
sampai sigmoid; ini merupakan 70% dari kasus penyakit hirschsprung dan
lebih sering ditemukan pada anak laki- laki dibanding anak perempuan.

Penyakit hirschprung segmen panjang. Kelainan dapat melebihi sigmoid,


bahkan dapat mengenai seluruh kolon atau usus halus. Ditemukan sama banyak
baik laki laki maupun perempuan.

3. Etiologi
Adapun yang menjadi penyebab Hirschsprung atau Mega Colon itu sendiri
adalah diduga terjadi karena :
o Faktor genetik dan lingkungan, sering terjadi pada anak dengan Down
syndrom.
o Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi,
kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus.

B. Patofisiologi
Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya
kerusakan primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa
kolon distal. Segmen aganglionic hampir selalu ada dalam rectum dan bagian
proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau
tidak adanya gerakan tenaga pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya evakuasi
usus spontan serta spinkter rectum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah
keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan
distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada
Mega Colon ( Betz, Cecily & Sowden, 2002:197).
Isi usus mendorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah
tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah
itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar
( Price, S & Wilson, 1995 : 141 ).

Aganglionic mega colon atau hirschprung dikarenakan karena tidak adanya


ganglion parasimpatik disubmukosa (meissher) dan mienterik (aurbach) tidak
ditemukan pada satu atau lebih bagian dari kolon menyebabkan peristaltik usus
abnormal. Peristaltik usus abnormal menyebabkan konstipasi dan akumulasi sisa
pencernaan di kolon yang berakibat timbulnya dilatasi usus sehingga terjadi
megakolon dan pasien mengalami distensi abdomen. Aganglionosis mempengaruhi
dilatasi sfingter ani interna menjadi tidak berfungsi lagi, mengakibatkan
pengeluaran feses, gas dan cairan terhambat. Penumpukan sisa pencernaan yang
semakin banyak merupakan media utama berkembangnya bakteri. Iskemia saluran
cerna berhubungan dengan peristaltik yang abnormal mempermudah infeksi
kuman ke lumen usus dan terjadilah enterocolitis. Apabila tidak segera ditangani
anak yang mengalami hal tersebut dapat mengalami kematian (kirscher dikutip
oleh Dona L.Wong,1999:2000)

C. Manifestasi Klinis
Bayi baru lahir tidak bisa mengeluarkan Meconium dalam 24 28 jam
pertama setelah lahir. Tampak malas mengkonsumsi cairan, muntah bercampur
dengan cairan empedu dan distensi abdomen. (Nelson, 2000 : 317).
Gejala Penyakit Hirshsprung adalah obstruksi usus letak rendah, bayi
dengan Penyakit Hirshsprung dapat menunjukkan gejala klinis sebagai berikut.
Obstruksi total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketidakadaan
evakuasi mekonium. Keterlambatan evakuasi mekonium diikuti obstruksi
konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala rigan berupa konstipasi selama beberapa
minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut. Konstipasi ringan
entrokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam. Adanya feses yang
menyemprot pas pada colok dubur merupakan tanda yang khas. Bila telah timbul

enterokolitis nikrotiskans terjadi distensi abdomen hebat dan diare berbau busuk
yang dapat berdarah ( Nelson, 2002 : 317 ).
Gejala Penyakit Hirshprung menurut ( Betz Cecily & Sowden, 2002 : 197)
1. Masa neonatal
a.

Gagal mengeluarkan mekonium dalam 48 jam setelah lahir

b.

Muntah berisi empedu

c.

Enggan minum

d.

Distensi abdomen

2. Masa bayi dan anak anak


a Konstipasi
b Diare berulang
c Tinja seperti pita dan berbau busuk
d Distenssi abdomen
e Adanya masa difecal dapat dipalpasi
f Gagal tumbuh
g Biasanya tampak kurang nutrisi dan anemi

D. Komplikasi
Menurut Corwin (2001:534) komplikasi penyakit hirschsprung yaitu
gangguan elektrolit dan perforasi usus apabila distensi tidak diatasi.
Menurut

Mansjoer

(2000:381)

menyebutkan

komplikasi

penyakit

hirschprung adalah:
a.

Pneumatosis usus
Disebabkan oleh bakteri yang tumbuh berlainan pada daerah kolon yang
iskemik distensi berlebihan dindingnya.

b.

Enterokolitis nekrotiokans
Disebabkan oleh bakteri yang tumbuh berlainan pada daerah kolon yang
iskemik distensi berlebihan dindingnya.

c.

Abses peri kolon


Disebabkan oleh bakteri yang tumbuh berlainan pada daerah kolon yang
iskemik distensi berlebihan dindingnya.

d.

Perforasi
Disebabkan aliran darah ke mukosa berkurang dalam waktu lama.

e.

Septikemia
Disebabkan karena bakteri yang berkembang dan keluarnya endotoxin karena
iskemia kolon akibat distensi berlebihan pada dindinng usus.

Sedangkan komplikasi yang muncul pasca bedah antara lain:


a.

Gawat pernafasan (akut)


Disebabkan karena distensi abdomen yang menekan paru paru sehingga
mengganggu ekspansi paru.

b.

Enterokolitis (akut)
Disebabkan karena perkembangbiakan bakteri dan pengeluaran endotoxin.

c.

Stenosis striktura ani


Gerakan muskulus sfingter ani tak pernah mengadakan gerakan kontraksi dan
relaksasi

karena

ada

colostomy

sehingga

terjadi

kekakuan

ataupun

penyempitan.

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan dengan barium enema, dengan pemeriksaan ini akan bisa
ditemukan:
a

Daerah transisi

Gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian usus yang menyempit

Entrokolitis padasegmen yang melebar

Terdapat retensi barium setelah 24 48 jam


Pada bayi baru lahir, barium enema tidak selalu memperlihatkan

gambaran yang jelas dari penyakit apabila seluruh kolon tidak mempunyai sel
ganglion. Hal ini terjadi meskipun pengeluaran barium terlambat 24 jam
setelah pemeriksaan diagnostik.
2. Biopsi isap rektum
Hendaknya tidak dilakukan kurang dari 2 cm dari linea dentata untuk
menghindari daerah normal hipogang lionosis dipinggir anus. Biopsi ini
dilakukan untuk memperlihatkan tidak adanya sel sel ganglion di sub mukosa
atau pleksus saraf intermuskular.
3. Biopsi rektum
Biopsi rektum dilakukan dengan cara tusukan atau punch atau sedotan 2 cm
diatas garis pektinatus memperlihatkan tidak adanya sel sel ganglion di sub
mukosa atau pleksus saraf intermuskular.
4.

Biopsi otot rektum


Pengambilan

otot

rektum,

dilakukan

bersifat

traumatik,

menunjukan

aganglionosis otot rektum.


5. Manometri anorektal
Dilakukan dengan distensi balon yang diletakan di dalam ampula rektum.
Balon akan mengalami penurunan tekanan di dalam sfingter ani interna pada
pasien yang normal. Sedangkan pada pasien yang megacolon akan mengalami
tekanan yang luar biasa.
6. Pemeriksaan colok anus
Pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan dan pada waktu tinja yang
menyemprot. Pemeriksaan ini untuk mengetahu bahu dari tinja, kotoran yang
menumpuk dan menyumbat pada usus di bagian bawah dan akan terjadi
pembusukan.

7. Foto rontgen abdomen


Didasarkan pada adanya daerah peralihan antara kolon proksimal yang melebar
normal dan colon distal tersumbat dengan diameter yang lebih kecil karena
usus besar yang tanpa ganglion tidak berelaksasi. Pada pemeriksaan foto polos
abdomen akan ditemukan usus melebar / gambaran obstruksi usus letak rendah.

F. Penatalaksanaan
1. Medis
Penatalaksaan operasi adalah untuk memperbaiki portion aganglionik di
usus besar untuk membebaskan dari obstruksi dan mengembalikan motilitas
usus besar sehingga normal dan juga fungsi spinkter ani internal.
Ada dua tahapan dalam penatalaksanaan medis yaitu :
a

Temporari ostomy dibuat proksimal terhadap segmen aganglionik untuk


melepaskan obstruksi dan secara normal melemah dan terdilatasinya usus
besar untuk mengembalikan ukuran normalnya.

Pembedahan koreksi diselesaikan atau dilakukan lagi biasanya saat berat


anak mencapai sekitar 9 Kg ( 20 pounds ) atau sekitar 3 bulan setelah
operasi pertama
Ada beberapa prosedur pembedahan yang dilakukan seperti Swenson,

Duhamel, Boley & Soave. Prosedur Soave adalah salah satu prosedur yang
paling sering dilakukan terdiri dari penarikan usus besar yang normal bagian
akhir dimana mukosa aganglionik telah diubah.

2. Perawatan
Perhatikan

perawatan

tergantung

pada

umur

anak

dan

tipe

pelaksanaanya bila ketidakmampuan terdiagnosa selama periode neonatal,


perhatikan utama antara lain :

Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital pada


anak secara dini

Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak

Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis ( pembedahan )

Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana pulang


( FKUI, 2000 : 1135 )

PATHWAYS
Aganglionik
saluran cerna
Peristaltik menurun

Perubahan pola eliminasi


(konstipasi)
Akumulasi isi usus

Proliferasi bakteri

Dilatasi usus

Pengeluaran endotoksin
inflamasi

Enterokolitis

Prosedur operasi

Nyeri akut

diare

Feses membusuk produks gas meningkat

Mual & muntah

Anoreksia

Drainase gaster

Ketidakseimba
ngan nutrisi <
dari kebutuhan
tubuh

Resiko
kekurangan
volume cairan

Imunitas menurun

Perubahan
tumbuh kembang

Resiko tinggi
infeksi

Distensi abdomen
Penekanan pada diafragma
Ekspansi paru
menurun

Pola nafas tidak efektif

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KASUS HIRSCHPRUNG / MEGA COLON

A. PENGKAJIAN
Menurut Suriadi (2001:242) fokus pengkajian yang dilakukan pada penyakit
hischprung adalah :
1. Riwayat pengeluaran mekonium dalam 24 jam pertama setelah lahir,
biasanya ada keterlambatan
2. Riwayat tinja seperti pita dan bau busuk.
3. Pengkajian status nutrisi dan status hidrasi.
a. Adanya mual, muntah, anoreksia, mencret
b. Keadaan turgor kulit biasanya menurun
c. Peningkatan atau penurunan berat badan.
d. Penggunaan nutrisi dan rehidrasi parenteral
4. Pengkajian status bising usus untuk melihat pola bunyi hiperaktif pada
bagian proximal karena obstruksi, biasanya terjadi hiperperistaltik usus.
5. Pengkajian psikososial keluarga berkaitan dengan
a. Anak : Kemampuan beradaptasi dengan penyakit, mekanisme koping
yang digunakan.
b. Keluarga : Respon emosional keluarga, koping yang digunakan
keluarga, penyesuaian keluarga terhadap stress menghadapi penyakit
anaknya.
6. Pemeriksaan laboratorium darah hemoglobin, leukosit dan albumin juga
perlu dilakukan untuk mengkaji indikasi terjadinya anemia, infeksi dan
kurangnya asupan protein.

Menurut Wong (2004:507) mengungkapkan pengkajian pada penyakit


hischprung yang perlu ditambahkan selain uraian diatas yaitu :
1. Lakukan pengkajian melalui wawancara terutama identitas, keluhan utama,
pengkajian pola fungsional dan keluhan tambahan.
2. Monitor bowel elimination pattern : adanya konstipasi, pengeluaran
mekonium yang terlambat lebih dari 24 jam, pengeluaran feses yang
berbentuk pita dan berbau busuk.
3. Ukur lingkar abdomen untuk mengkaji distensi abdomen, lingkar abdomen
semakin besar seiring dengan pertambahan besarnya distensi abdomen.
4. Lakukan pemeriksaan TTV, perubahan tanda viatal mempengaruhi keadaan
umum klien.
5. Observasi manifestasi penyakit hirschprung
a. Periode bayi baru lahir
1. Gagal mengeluarkan mekonium dalam 24 -48 jam setelah lahir
2. Menolak untuk minum air
3. Muntah berwarna empedu
4. Distensi abdomen
b. Masa bayi
1. Ketidakadekuatan penembahan berta badan
2. Konstipasi
3. Distensi abdomen
4. Episode diare dan muntah
5. Tanda tanda ominous (sering menandakan adanya enterokolitis :
diare berdarah, letargi berat)
c. Masa kanak kanak
1. Konstipasi
2. Feses berbau menyengat dan seperti karbon

3. Distensi abdomen
4. Anak biasanya tidak mempunyai nafsu makan dan pertumbuhan
yang buruk
6. Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian
a) Radiasi : Foto polos abdomen yang akan ditemukan gambaran obstruksi
usus letak rendah
b) Biopsi rektal : menunjukan aganglionosis otot rektum
c) Manometri anorectal : ada kenaikan tekanan paradoks karena rektum
dikembangkan / tekanan gagal menurun.
Lakukan pengkajian fisik rutin, dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat
terutama yang berhubungan dengan pola defekasi
Kaji status hidrasi dan nutrisi umum
-

Monitor bowel elimination pattern

Ukur lingkar abdomen

Observasi manifestasi penyakit hischprung

Periode bayi baru lahir


-

Gagal mengeluarkan mekonium dalam 24 48 jam setelah lahir

Menolak untuk minum air

Muntah berwarna empedu / hijau

Distensi abdomen

Masa bayi
-

Ketidakadekuatan penambahan berat badan

Konstipasi

Distensi abdomen

Episode diare dan muntah

Tanda tanda ominous (sering menandakan adanya enterokolitis)

Diare berdarah

Demam

Letargi berat

Masa kanak kanak (gejala lebih kronis)


-

Konstipasi

Feses berbau menyengat seperti karbon

Distensi abdomen

Masa fekal dapat teraba

Anak biasanya mampu mempunyai nafsu makan & pertumbuhan yang


buruk

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru
2. Nyeri akut b.d inkontinuitas jaringan
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d masukan makanan
tak adekuat dan rangsangan muntah.
4. Perubahan pola eliminasi (konstipasi) b.d defek persyarafan terhadap aganglion
usus.
5. Resiko kekurangan volume cairan b.d muntah, diare dan pemasukan terbatas
karena mual.
6. Resiko tinggi infeksi b.d imunitas menurun dan proses penyakit
C. INTERVENSI
Dx 1
Pola tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru
NOC : Respiratory status
Kriteria hasil :
1. Frekuensi pernafasan dalam batas normal
2. Irama nafas sesuai yang diharapkan

3. Ekspansi dada simetris


4. Bernafas mudah
5. Keadaan inspirasi
NIC 1 : Respiratory monitoring
1. Monitor frekuensi, ritme, kedalamam pernafasan.
2. Catat pergerakan dada, kesimetrisan, penggunaan otot tambahan.
3. Monitor pola nafas bradipnea , takipnea, hiperventilasi.
4. Palpasi ekspansi paru
5. Auskultasi suara pernafasan
NIC 2 : Oxygen therapy
1. Atur peralatan oksigenasi
2. Monitor aliran oksigen
3. Pertahankan jalan nafas yang paten
4. Pertahankan posisi pasien
Dx 2
Nyeri akut b.d inkontinuitas jaringan
NOC : Pain level
Kriteria hasil :
1.

Mengenali faktor penyebab

2.

Menggunakan metode pencegahan

3.

Menggunakan metode pencegahan non analgetik


untuk mengurangi nyeri.

4.

Menggunakan analgetik sesuai kebutuhan

5.

Menganali gejala gejala nyeri

NIC 1 : Pain management


1. Kaji secara komprehensif tentang nyeri meliputi : lokasi , karakteristik dan
onset, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan faktor

faktor presipitasi
2. Observasi isyarat isyarat non verbal dari ketidaknyamana, khususnya dalam
ketidakmampuan untuk komunikasi secara efektif
3. Gunakan komunikasi terapeutik agar pasien dapat mengekspresikan nyeri
4. Kontrol faktor faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien
terhadap ketidaknyamanan (ex : temperatur ruangan , penyinaran)
5. Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi (misalnya : relaksasi, guided
imagery, distraksi, terapi bermain, terapi aktivitas)
NIC 2 : Analgetik administration
1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian
obat.
2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan frekuensi
3. Pilih analgetik yang diperlukan / kombinasi dari analgetik ketika pemberian
lebih dari satu.
4. Tentukan pilihan analgetik tergantung tipe dan beratnya nyeri.

Dx 3
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d masukan makanan tak
adekuat dan rangsangan muntah.
NOC : Status nutrisi
Kriteria hasil :
1.

Stamina

2.

Tenaga

3.

Kekuatan menggenggam

4.

Penyembuhan jaringan

5.

Daya tahan tubuh

6.

Pertumbuhan

NIC 1 : Manajemen nutrisi


1. Timbang Berat badan
2. Anjurkan pada keluarga pasien untuk memberikan ASI
3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vit C
4. Kolaborasikan dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien.
NIC 2 : Monitoring nutrisi
1. Monitor turgor kulit
2. Monitor mual dan muntah
3. Monitor intake nutrisi
4. Monitor pertumbuhan dan perkembangan

Dx 4
Perubahan pola eliminasi (konstipasi) b.d defek persyarafan terhadap aganglion
usus
NOC : Bowel elimination
Kriteria hasil :
1. Pola eliminasi dalam batas normal
2. Warna feses dalam batas normal
3. Feses lunak / lembut dan berbentuk
4. Bau feses dalam batas normal (tidak menyengat)
5. Konstipasi tidak terjadi
NIC : Bowel irigation
1. Tetapkan alasan dilakukan tindakan pembersihan sistem pencernaan.
2. Pilih pemberian enema yang tepat
3. Jelaskan prosedur pada pasien
4. Monitor efek samping dari tindakan irigasi atau pemberian obat oral

5. Catat keuntungan dari pemberian enema laxatif


6. Informasikan pada pasien kemungkinan terjadi perut kejang atau keinginan
untuk defekasi.

Dx 5
Resiko kekurangan volume cairan b.d muntah, diare dan pemasukan terbatas
karena mual.
NOC : Fluid balance
Kriteria hasil :
1. Keseimbangan intake dan output 24 jam
2. Berat badan stabil
3. Tidak ada mata cekung
4. Kelembaban kulit dalam batas normal
5. Membran mukosa lembab
NIC : Fluid management
1. Timbang popok jika diperlukan
2. Pertahankan intake dan output yang akurat
3. Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan
darah)
4. Monitor vital sign
5. Kolaborasikan pemberian cairan IV
6. Dorong masukan oral
7. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan

Dx 6
Resiko tinggi infeksi b.d imunitas menurun dan proses penyakit
NOC :Imune status
Kriteria hasil :
1. Pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi
2. Menjelaskan proses penularan penyakit
3. Menjelaskan faktor yang mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya
4. Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
5.

Menunjukan perilaku hidup sehat

NIC : Infection protection


1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
2. Monitor kerentanan terhadap infeksi
3. Batasi pengunjung
4. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas dan drainase
5. Inspeksi kondisi luka / insisi bedah
6. Dorong masukan nutrisi yang cukup
7. Dorong masukan cairan
8. Dorong istirahat
D. EVALUASI
Dx
I

1.

Kriteria hasil
Frekuensi pernafasan

Skala
Keterangan skala
4
1 : Tidak pernah menunjukan

dalam batas normal


2.

2 : Jarang menunjukan

Irama nafas sesuai yang 4


diharapkan

3 : Kadang menunjukan
4 : Sering menunjukan

3.

Ekspansi dada simetris

4.

Bernafas mudah

5.

Keadaan inspirasi

5 : Selalu menunjukan

Dx
II

1.

Kriteria hasil
Mengenali faktor
penyebab

2.

4
Menggunakan metode

pencegahan
3.

Skala
Keterangan skala
4
1 : Tidak pernah dilakukan

3 : Kadang dilakukan
4

Menggunakan metode
pencegahan non analgetik untuk

2 : Jarang dilakukan

4 : Sering dilakukan
5 : Selalu dilakukan

mengurangi nyeri.
4.

Menggunakan analgetik 5
sesuai kebutuhan

5.

Menganali gejala
gejala nyeri

III

1.

Stamina

1 : Tidak pernah menunjukan

2.

Tenaga

2 : Jarang menunjukan

3.

Kekuatan

3 : Kadang menunjukan

4 : Sering menunjukan
5 : Selalu menunjukan

menggenggam

IV

4.

Penyembuhan jaringan

5.

Daya tahan tubuh

6.

Pertumbuhan

1.

Pola eliminasi dalam


batas normal

2.

1 : Luar biasa kompromi

2 : Kompromi sekali

Warna feses dalam


batas normal

3.

3 : Kompromi baik
2

Feses lunak / lembut


dan berbentuk

4 : Kompromi sedang
5 : Tidak ada kompromi

4.

Bau feses dalam batas


normal (tidak menyengat)

5.

Konstipasi tidak terjadi

Dx
V

Kriteria hasil
Keseimbangan intake

1.

Skala
Keterangan skala
2
1 : Luar biasa kompromi

dan output 24 jam

2 : Kompromi sekali

2.

Berat badan stabil

3 : Kompromi baik

3.

Tidak ada mata cekung

4 : Kompromi sedang

4.

Kelembaban kulit

5 : Tidak ada kompromi

dalam batas normal


5.

Membran mukosa

lembab
VI

1.

Pasien bebas dari tanda


dan gejala infeksi

2.

Menjelaskan proses
penularan penyakit

3.

1 : Tidak pernah dilakukan


2 : Jarang dilakukan

3 : Kadang dilakukan

Menjelaskan faktor

4 : Sering dilakukan

yang mempengaruhi penularan

5 : Selalu dilakukan

serta penatalaksanaannya
4.

Menunjukan
kemampuan untuk mencegah

timbulnya infeksi

5. Menunjukan perilaku hidup sehat

DAFTAR PUSTAKA

Betz, cecily, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik, Edisi 3. Jakarta : EGC.

Hidayat, Alimul Aziz. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, buku 2. Jakarta :
Salemba Medika

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit, Edisi 2. Jakarta : EGC

Sacharin, Rosa M. 1993. Prinsip Keperawatan Pediatrik, Edisi 2. Jakarta : EGC

Suriadi, dkk. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi 7. Jakarta : PT. Fajar
Interpratama

Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, Edisi 4. Jakarta : EGC

You might also like