You are on page 1of 24

TUGAS TERSTRUKTUR MATA KULIAH KEPERAWATAN ANAK

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


PADA KLIEN DENGAN
PURPURA TROMBOSITOPENIK IDIOPATI
( ITP )
Dosen Pengampu: Wahyudi, S Kep Ns

Disusun Oleh

WAHYUNINGRUM
P 10220206077

DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN SEMARANG
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
PURWOKERTO
2008

KONSEP DASAR
IDIOPATHIC TROMBOCYTOPENIC PURPURA ( ITP )

A. PENGERTIAN
1.

Idiopathic Trombocytopenia Purpura ( ITP ) ialah suatu keadaan perdarahan


yang disifatkan oleh timbulnya petekia atau ekimosis di kulit ataupun pada
selaput lendir dan adakalanya terjadi pada berbagai jaringan dengan
penurunan jumlah trombosis karena sebab yang tidak diketahui. ( FKUI,
1991: 479 ).

2.

ITP adalah penyakit yang etiologinya tidak diketahui, dengan manifestasi


hematologist berupa penurunan hitung trombosit dan waktu perdarahan
memanjang; secara klinis ditandai dengan memar memar dan seringkali
terjadi perdarahan terutama pada kulit dan membrane mukosa. ( John Rendle,
1994 : 172 ).

3.

ITP adalah sindrom yang didalamnya terdapat penurunan jumlah trombosit


yang bersikulasi dalam keadaan sumsum normal. ( Cecily. L Betz, 1997 :
240).

4.

ITP akut, purpura trombositopeni yang paling sering pada masa anak,
dihubungkan dengan petekie, perdarahan mukokutan, dan kadang kadang
perdarahan ke dalam jaringan. Ada penurunan berat pada trombosit sirkulasi,
meskipun terdapat cukup jumlah megakariosit dalam sumsum tulang.
( Behreman, 1999 ).

B. ETIOLOGI
Penyebab yang pasti belum diketahui, tatapi dikemukakan berbagai kemungkinan
diantaranya ialah :
1.

Hipersplenisme

2.

Infeksi virus ( demam berdarah, morbili, varisela, rubella, dsb ).

3.

Intoksikasi makanan atau obat ( asetosal, PAS, fenilbutazon, diamox, kina,


sedormid )

4.

Bahan kimia.

5.

Pengaruh fisis ( radiasi, panas ).

6.

Kekurangan faktor pematangan ( misalnya malnutrisi ).

7.

DIC ( misalnya pada DSS, leukimia, respiratory distress syndrome pada


neonatus ).

8.

Mekanisme imun yang menghancurkan trombosit.

9.

Kelemahan pada endotel pembuluh darah.

C. PATOFISIOLOGI
Sebagai kelaimam yang bersifat autoimun, ITP sangat sering terjadi sebagai
gangguan terisolasi, tetapi kadang kadang sebagai manifestasi pertama SLE.
Meskipun bentuk akut diketahui pada anak anak, sebagian besar penderita
adalah wanita dewasa berumur antara 20 dan 40 tahun.
IgG antitrombosit reaktif dengan glikoprotein permukaan sel telah diidentifikasi
dalam serum kebanyakan kasus ITP.

Dengan teknik teknik khusus,

immunoglobulin juga dapat ditunjukan terikat pada permukaan trombosit. Limpa

memainkan peran penting dalam patogenesis kelainan ini. Limpa merupakan


tempat utama produksi antibodi antitrombosit dan destruksi trombosit yang
dilapisi IgG. Pada lebih dari dua pertiga penderita, splenektomi akan dikuti
kembalinya hitung trombosit menjadi normal dan remisi lengkap penyakitnya.
Limpa biasanya nampak normal sekali, atau mungkin disertai sedikit pembesaran
saja. Splenomegali demikian yang mungkin terjadi sebagai akibat bendungan
sinusoid dan pembesaran folikel folikel limfoid, yang memeliki sentra germina
mencolok.

Secara histologi sumsum tampak normal, tetapi biasanya dapat

menunjukan peningkatan jumlah megakariosit, kebanyakan megakariosit hanya


berinti satu dan diduga masih muda. Gambaran sumsum serupa dicatat dalam
berbagai bentuk trombositopeni sebagai akibat perusakan trombosit yang
dipercepat.

Kepentingan pemeriksaan susmsum ialah untuk menyimgkirkan

trombositopeni sebagai akibat kegagalan sumsum. Entu saja temuan penting pada
umumnya terbatas pada perdarahan sekunder.

Perdarahan dapat tampak

menyebar ke seluruh tubuh, khususnya dalan lapisan lapisan serosa dan mukus.

D. MANIFESTASI KLINIS
1.

Masa prodroal keletihan, demam, dan nyeri abdomen.

2.

Secara spontan timbul petekia dan ekimosis pada kulit.

3.

Mudah memar.

4.

Epistaksis ( gejala awal pada sepertiga anak ).

5.

Perdarahan traktus genitrourinarius ( menoragia, hematuria ) jarang.

6.

Traktus digestivus ( hematemesis, melena ).

7.

Perdarahan rongga mulut ( jarang ).

8.

Pada mata ( konjungtiva, retina ).

9.

Pada ITP akut dan berat dapat timbul pula pada selaput lendir yang berisi
darah ( bula hemoragik ).

10. Perdarahan pada SSP ( perdarahan subdural dan lain lain ). Jarang terjadi.
11. Demam ringan 1 6 minggu sebelum tinbul gejala bila terdapat perdarahan
berat atau perdarahan traktus gastrointestinalis.
12. Renjatan ( shock ) dapat terjadi bila kehilangan banyak darah.
E. KLASIFIKASI
1.

2.

Akut
a.

Awalnya dijumpai trombositopenia pada anak.

b.

Paling sering, 90% sembuh sendiri dalam satu tahun.

c.

Jumlah trombosit kembali normal dalam 6 bulan setelah diagnosa.

d.

Tidak dijumpai kekambuhan berikutnya.

Kronik
a.

10 %, kasusnya dapat dianggap kronis apabila trombositopenia


berlangsung lebih dari 100 hari.

b.

Trombositopenia berlangsung lebih dari 6 bulan setelah diagnosa.

c.

Awitan tersembunyi dan berbahaya.

d.

Jumlah trombosit tetap dibawah normal selama penyakit.

e.

Bentuk ini terutema terjadi pada orang dewasa.

f.

Keadaannya berlangsung dengan keadaan remisi dan relaps berganti


ganti.

g.

Selama relaps, terjadi memar memar yang dapat besar sekali, dan dapat
terjadi perdarahan melalui hidumg, milut, uterus, atau saluran kemih.

3.

h.

Limpa teraba pada kurang dari sepertiga kasus.

i.

Relaps dapat berakhir kira kira dalam 1 tahun.

Kambuhan
a.

Mula mula terjadi trombositopenia.

b.

Relaps berulang.

c.

Jumlah trombosit kembali normal diantara waktu kambuh.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Uji Laboratorium dan Diagnostik :
1.

Jumlah trombosit menurun sampai kurang dari 40.000 mm3.

2.

Hitung darah lengkap ( CBC ) anemia karena ketidakmampuan sel darah


merah ( SDM ) menggunakan zat besi.

3.

Aspirasi susmsum tulang peningkatan megakariosit.

4.

Jumlah leukosit leukosits ringan sampai sedang : eosinofilia ringan.

5.

Uji antibodi trombosit dilakukan bila diagnosis diragukan.


a.

Biopsi jaringan pada kulit dan gusi diagnostik.

b.

Uji antibodi antinuklir untuk menyingkirkan kemungkinan lupus


eritematosus sistemik ( SLE ).

c.

Pemeriksaan dengan slit lamp untuk melihat adanya uveitis.

d.

Biopsi ginjal untuk mendiagnosis keterlibatan ginjal.

e.

Foto toraks dan uji fungsi paru diagnostik untuk manifestasi paru
( efusi, fibrosis interstitial paru ).

G. KOMPLIKASI
1.

Reaksi transfusi.

2.

Relaps.

3.

Perdarahan susunan saraf pusat ( kurang dari 1 % kasus yang terkena ).

H. PENATALAKSANAAN
1.

Penatalaksanaan Medis
Tujuan pengobatan pada gangguan ini adalah mengurangi produksi antibodi
dan destruksi trombosit, seerta meningkatkan dan mempertahankan jumlah
trombosit.
a.

Gamma Globulin
Infus gamma globulin intravena ( sandoglobin; Gamium N ) diikuti
dengan kenaikan hitung teombosit yang bertahan. Dosis besar gamma
globulin gamma intravena ( 400 mg/ kg selama 5 hari ) menginduksi
remisi pada banyak kasus ITP akut dan kadang kadang pada ITP kronis.
Percobaan terkendali acak menunjukan efektifitas globulin G imun
( IGIV ), 19/kg/ 24 jam selama 1 atau 2 hari berturut turut dalam
mengurangi frekuensi trombositopenia berat ( hitung trombosit kurang
lebih 20 x 10

b.

Terapi kortikosteroid

Meskipun kortikosteroid tidak menunjukan jumlah kasus kronis,


kortikosteroid

bermanfaat

karena

menngurangi

keparahan

dan

menyingkirkan lama sakit pada fase awal. Pada kasus yang lebih berat,
tatapi dengan kortikosteroid, seperti prednison dengan dosis 1 2
mg/kg/24 jam dalam dosis terbagi atau ekuivalensinya terindikasi.
Beberapa ahli menganjurkan pemeriksaan sumsum tulang untuk
menyingkirkan leukimia sebelum memulai prednison. Keperluan akan
terapi kortikosteroid diperdebatkan, meskipun hitung tromosit kembali ke
tingkat hemostatis lebih cepat dengan terapi seperti itu.

Terapi ini

diteruskan sampai hitung trombosit normal atau selama 3 minggu, mana


saja yang terjadi pertama.

Pada titik ini terapi steroid sebaiknya

dihentikan, meskipun hitung trombosit tetap rendah. Tetapi kortikosteroid


berkepanjangan tidak terindikasi dan dapat menekan sumsum tulang,
disamping menyebabkan perubahan cushingoid dan gagal tumbuh. Jika
trombositopenia menetap selama 4 6 bulan, pemberian singkat kedua
terapi kortikosteroid atau imunoglobulin intravena dapat diberikan.
c.

Transfusi darah
Transfusi darah atau suspensi trombosit sedikit saja gunanya, karena
trombosit yang ditransfusikan akan capat sekali menghilang.

d.

Steriod
Sangat berguna pada kasus akut jika perdarahannya berat. Pengobatan
rumat mungkin diperlukan selama kira kira 4 minggu untuk menaikkan
kadar trombosit sampai mencapai 50 x 10 /L.

Karena efeknya yang

terbaik adalah pada minggu pertama, maka steroid harus diberikan pada
saat itu ( bila memang diputuskan untuk diberikan ) atau tidak sama sekali.
e.

Splenektomi
Berbahaya dan tidak perlu pada kasus akut. Kira kira 60 70 % kasus
kronis dapat sembuh dengan splenektomi, teapi harus diingat :
1)

Hanya diprlukan bila kecenderungan perdarahan tidak dapat


dikendalikan engan steroid. ( nilai aktual trombosit tidak penting ).

2)

Selanjutnya dapat mengakibatkan infeksi.

3)

Jika gangguan ini berlangsung lebih dari satu tahun atau anak itu

berusia lebih dari 5 tahun.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA


PURPURA TROMBOSITOPENI IDIOPATI

A. PENGKAJIAN
1. Hematologi
a. Tanda tanda vital
1) Nadi cepat
2) Pernapasan
b.Tamplan umum
1)Tanda tanda gagal jantung kongesif
2) Gelisah
c.Kulit
1)Warna kulit pucat, ikterus
2)Petekie
3)Memar
4)Perdarahan dari membran mukosa atau dari luka suntikan atau pungsi vena.
d.Abdomen
1)Pembesaran hati
2)Pembesaran limpa
3)Tentukan lokasi daerah purpura
4)Tentukan tempat perdarahan
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan perubaan sirkulasi (ekimosis ).

2. Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan anemia.


3. Resiko injuri berhubungan dengan perdarahan.
4. Nyeri berubungan dengan epistaksis.
5. Nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan akumulasi lemak.
6. Resiko infeksi berhubungan dengan luka.
7. intoleransi aktifitas berhubungan dengan immobilisasi.

C. INTERVENSI
DX I
Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan


selama proses keperawatan diharapkan integritas kulit kembali baik dan
iritasi kulit minimal.

NOC

: Tissue Integritas : Skin and mucus membrane

Kriteria Hasil

1.

Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan.

2.

Tidak ada luka / lesi pada kuit

3.

Perfusi jarinngan baik

4.

Menunjukan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah


terjadinya cedera beerulang

5.

Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan


perawatan alami

Indikator skala
1

: Kompromi luar biasa

: Kompromi sekali

: Kompromi baik

: Kompromi sedang

: Tidak ada kompromi

NIC

: Pressure Management
Intervensi :
1.

Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar

2.

Hindari kerutan pada tempat tidur

3.

Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering

4.

Mobilisasi pasien tiap 2 jam sekali

5.

Monitor kulit akan adanya kemerahan

6.

Oleskan lotion / minyak baby oil pada daerah yang tertekan

7.

Monitor status nutrisi pasien

8.

mandikan pasien dengan sebun dan air hangat

DX II
Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan


diharapkan klien terbebas dari resiko injury

NOC

: Risk Control ( control resiko )

Kritera hasil

1.

Klien terbebas dari cedera

2.

Klien mampu menggunakan fasilitas kesehatan yang ada

3.

Klien mampu menjelaskan faktor resiko dari lingkungan / perilaku


personal

4.

Klien mampu menjelaskan cara atau metode untuk mencegah injury /


cedera

Skala indikator

1.

: Tidak pernah meenunjukan

2.

: Jarang menunjukan

3.

: Kadang menunjukan

4.

: Sering menunjukan

5.

: Selalu menunjukan

NIC

: Enviroment Management ( Manajemen Lingkungan )


1.

Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien

2.

Membatasi pengunjung

3.

Memberikan penerangan yang cukup

4.

Mengontrol lingkungan dari kebisingan

5.

Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih

6.

Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien

DX III
Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan


diharapkan nutrisi pasien seimbang

NOC

: Nutitional Status : food and fluid intake ( Status nutrisi :

makanan dan cairan ).

masukan

Kriteria hasil :
1.

Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan

2.

Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan

3.

Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi

4.

Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi )

Skala indikator

1: Tidak pernah menunjukan


2: Jarang menunjukan
3: Kadang menunjukan
4: sering menunjukan
5: selalu menunjukan

NIC

: Nutrition Monitoring ( Monitor nutisi )

Intervensi

:
1. BB pasien dalam batas normal
2. Monitor interaksi anak atau orang tua selama makan
3. Monitor turgor kulit
4. Monitor makanan kesukaan
5. Monitor kalori dan intake nutrisi

DX IV
Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses


keperawatan diharapkan perfusi jaringan kembali normal.

NOC

: Circulatin status ( status sirkulasi )

Kritera Hasil :
1.mendemonstasikan status sirkulasi yang ditandai dengan :
a.tekanan systole dan dyastole dalam rentang yang diharapkan
b.tidak ada ortostatikhipertensi
c.tidak ada tanda tanda peningkatan tekanan intrakranial ( tidak lebih
dari 15 mmHg )
Indikator Skala
1. Tidak pernah menunjukan
2. Jarang menunjukan
3. Kadang menunjukan
4. Sering menunjukan
5. Selalu menunjukan
NIC

: Peripheral Sensation management ( manajemen sensasi perifer )

Intervensi

:
1. Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap panas / dingin/
tajam / tumpul
2. Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada lesi atau laserasi
3. Monitor adanya tromboplebitis

DX V
Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selam aproses


keperawatan diharapkan nyeri dapat berkurang atau hilang.

NOC

: Pain Cntrol ( Kontrol nyeri )

Kriteria Hasil :
1. Mengenali faktor penyebab nyeri
2. Mengenali serangan nyeri
3. Menggunakan metode pencegahan
4. Menggunakan metode nonanalgetik
5. Mengebali gejala nyeri
6. Melaporkan nyeri sudah terkontrol
Skala Indikator
1. Tidak pernah dilakukan
2. Jarang dilakukan
3. Kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan
NIC

: Pain Management ( Manajemen nyeri )

Intervensi :
1. Kaji tentang nyeri secara komprehensif ( lokasi, karakteristik, frekuensi,
kualitas, intensitas, faktor pencetus )
2. Observasi penyebab ketudaknyamanan dari nonverbal
3. Gunakan strategi komunukasi terapeutik
4. Berikan informasi tentang nyeri, penyebab, berapa lama dan antisipasi
ketergantunagan
5. Ajarkan teknik nonfarmakologok untuk mengurangi nyeri
6. Tingkatkan istirahat atau tidur untuk memfasilitasi manajemen nyeri

Dx VI
Tujuan

: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan


diharapkan pasien tidak mengalami tanda-tanda infeksi.

NOC

: Knowledge : infectoin control

Kriteria hasil :
1. pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi
2. mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang mempengaruhi penularan
serta penatalaksanaannya.
3. menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
4. jumlah leukosit dalam batas normal
5. menunjukkan perilaku hidup sehat
keterangan skala :
1

: tidak pernah dilakukan

: jarang dilakukan

: kadang dilakukan

: serng dilakukan

: selalu dilakukan

NIC

: Infection control

Intervensi

1. batasi pengunjung bila perlu


2. gunakan sabun antimikrobia
3. cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan

4. gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung


5. tingkatkan intake nutrisi
6. berikan terapi antibiotik bila perlu.

Dx VII
Tujuan

: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan


diharapkan pasiendapat beraktifitas seperti biasa.

NOC

: Activity tolerance

Kriteria hasil :
1. berpartisipasi dalam aktfitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi,
respirasi.
2. mempu melakukan aktifitas sehari-hari (ADLs) secara mandiri.
Keterangan skala :
1

: tidak dilakukan sama sekali

: jarang dilakukan

: kadang dilakukan

: sering dilakukan

: selalu dilakukan

NIC

: Activity therapy

Intervensi

1. kolaborasi dengan tenaga rehabilitasi medik dalam merencanakan program terapi


yang tepat.
2. bantu klien untuk mengidentifikasi aktifitas yang dapat dilakukan

3. bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktifitas.


4. bantu klien untuk membuat jadwal latihan di waktu luang.

D.EVALUASI
DX I. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan perubahan sirkulasi
(ekimosis)
Kriteria Hasil

1. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan.


2.Tidak ada luka / lesi pada kuit
3.Perfusi jarinngan baik
4.Menunjukan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya
cedera beerulang
5.Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan
alami

DX II. Resiko injury berhubungan dengan perdarahan


Kriteria Hasil

1.Klien terbebas dari cedera


2.Klien mampu menggunakan fasilitas kesehatan yang ada
3.Klien mampu menjelaskan faktor resiko dari lingkungan / perilaku personal
4.Klien mampu menjelaskan cara atau metode untuk mencegah injury / cedera

DX III. Nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan akumulasi lemak

Kriteria Hasil

1. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan


2. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
3. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
4. Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi )

DX IV. Perfusi jaringan ttidak efektif berhubungan denagan anemia


Kriteria Hasil

1.mendemonstasikan status sirkulasi yang ditandai dengan :


a. tekanan systole dan dyastole dalam rentang yang diharapkan
b. tidak ada ortostatikhipertensi
c. tidak ada tanda tanda peningkatan tekanan intrakranial ( tidak
lebih dari 15 mmHg )

DX V. Nyeri berhubungan dengan epistaksis


Kriteria Hasil

1.Mengenali faktor penyebab nyeri


2.Mengenali serangan nyeri
3.Menggunakan metode pencegahan
4.Menggunakan metode nonanalgetik
5.Mengebali gejala nyeri
6.Melaporkan nyeri sudah terkontrol

skala

Dx VI. Resiko infeksi berhubungan dengan luka


Kriteria hasil
1. bebas dari tanda dan gejala infeksi
2. mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang mempengaruhi penularan
serta penatalaksanaannya.
3. menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
4. jumlah leukosit dalam batas normal
5. menunjukkan perilaku hidup sehat

Dx VII. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan immobilitas


Kriteria hasil :
1. berpartisipasi dalam aktfitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi,
respirasi.
2. mempu melakukan aktifitas sehari-hari (ADLs) secara mandiri.

DAFTAR PUSTAKA

Behrman. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15. Jakarta : EGC
Betz, Cecily L. 1997. Buku Saku Keperawatan Pediatri edisi 3. Jakarta : EGC
Hidayat, Aziz Alimul. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Jakarta: Salemba
Medika.
Johnson, Marion, dkk. 2000. Nursing Outcomes classification ( NOC ). Missouri:
Mosby.
Mc.

Clostrey, Deane C, & Bulecheck, Glorid M.

1996. Nursing Intervention

Classification ( NIC ). Missouri: Mosby


Ngastiyah. 2003. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta: EGC
Robbins dan Kumar. 1995. Buku Ajar Patologi II Edisi 4. Jakarta: EGC
Santosa, Budi. 2006. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda. Prima Medika

DIC

Infeksi virus

Kadar Protrombin
Menurun

Penurunan Jumlah
Trombosit

Kerusakan trombosit

Imun

Malnutrisi
Kelemahan

Trombositopeni

Limpa
Anti bodi
anti trombosit
IgG terikat pada
permukaan trombosit
Bendungan Sinusoid

Perdarahan Sekunder

Demam
Pembesaran folikel
Limfoid

Kelainan Kulit
Ekimosis

Kerusakan
Integritas kulit

Resiko Injuri
Bula/Vesikel

Luka

Resiko Infeksi
Sumber : Robbin dan Kumar,1995

Epistaksis

Menoragia

Nyeri

Anemia

Perfusi jaringan
Tidak efektif

Intoleransi
Aktivitas

Splenomegali
Akumulasi lemak

Perubahan Nutrisi Kurang


dari kebutuhan tubuh

You might also like