Professional Documents
Culture Documents
I.
PENDAHULUAN
Kehamilan adalah suatu fenomena fisiologis yang dimulai dengan pembuahan
dan diakhiri dengan proses persalinan. Selama masa kehamilan, ibu dan janin adalah
unit fungsi yang tak terpisahkan. Pada masa kehamilan terjadi perubahan anatomi
maupun fisiologi dan saluran kemih yang menjadi faktor timbulnya berbagai masalah
pada kehamilan, salah satunya adalah infeksi saluran kemih.1,2
Infeksi saluran kemih (ISK) dapat simptomatik maupun asimptomatik.
Bakteriuria simptomatik meliputi sistitis, uretritis dan yang menimbulkan gejala
sistemik yaitu pielonefritis akut dan kronik. Pada sebuah studi yang melibatkan 4290
sampel kultur urin positif dilaporkan bahwa bakteri patogen tersering pada ISK
adalah Escherichia coli, diikuti dengan Klebsiella pneumoniae. Pada penelitian ini
juga dilaporkan bahwa bakteri gram positif yang paling sering ditemukan pada ISK
adalah stafilokokus koagulase negatif.3
ISK telah diketahui berhubungan dengan akhir kehamilan yang buruk, seperti
persalinan preterm, pertumbuhan janin terhambat, bahkan janin lahir mati.
Komplikasi ini bukan hanya akibat ISK bergejala, tetapi bakteriuria asimtomatik juga
dapat menyebabkan komplikasi tersebut. Oleh sebab itu, sangat penting bagi seorang
dokter dapat melakukan upaya skrining, diagnosis, serta pemberian terapi yang sesuai
pada ibu hamil dengan ISK.3
II.
DEFINISI
Infeksi saluran kemih adalah keadaan klinis akibat berkembang biaknya
Dikatakan ISK bila pada pemeriksaan urin ditemukan bakteri yang jumlahnya
lebih dari 10.000/ml, atau terdapatnya pertumbuhan 100.000 koloni bakteri atau lebih
per milimeter jumlah urin midstream dengan teknik clean-catch. Beberapa peneliti
berpendapat bahwa jumlah bakteri 20.000-50.000 telah menunjukkan infeksi aktif.1,4
Masuknya kuman tersebut dapat tanpa gejala dan disebut bakteriuria
asimptomatik maupun menimbulkan gejala yang disebut bakteriuria simptomatik.
Bakteriuria simptomatik meliputi sistitis, uretritis dan yang menimbulkan gejala
sistemik yaitu pielonefritis akut dan kronik.4
III.
EPIDEMIOLOGI
Secara umum, infeksi saluran kemih 14 kali lebih sering pada wanita
dibanding pria. Perbedaan ini dikarenakan oleh panjang uretra wanita yang lebih
pendek dibanding pria, sepertiga bagian terbawah uretra wanita secara terus-menerus
terkontaminasi dengan patogen dari vagina dan rektum, wanita cenderung tidak
benar-benar mengosongkan kandung kemihnya seperti yang dilakukan pria, sistem
urogenital wanita terpapar dengan bakteri saat melakukan hubungan seksual. Sekitar
50-60% wanita pernah mengalami ISK selama hidupnya.4,5,6
Infeksi saluran kemih dalam kehamilan merupakan infeksi yang terbanyak
terjadi selama kehamilan (4-10%). Frekuensi bakteriuria pada wanita hamil (2-7%)
tidak jauh berbeda dengan wanita tidak hamil. Perbedaan antara wanita hamil dan
tidak hamil adalah prevalensi bakteriuria asimptomatik pada wanita hamil adalah 2,511%, dan 3-8% pada wanita tidak hamil. Pada 40% kasus, bakteriuria asimptomatik
dapat berkembang menjadi infeksi saluran kemih bagian atas simptomatik atau
pielonefritis; nilai ini secara signifikan lebih tinggi pada wanita hamil dibanding yang
tidak hamil. Prevalensi ISK selama kehamilan meningkat seiring dengan usia
kehamilan.1,3
ETIOLOGI
Agen penyebab bakteriuria pada wanita hamil dan tidak hamil didapatkan
mirip. Uretra wanita yang relatif pendek sering menjadi tempat kolonisasi organisme
dari traktus gastrointestinal. Escherichia coli merupakan bakteri tersering yang
dikaitkan dengan bakteriuria simptomatik maupun asimptomatik, mencakup 80-90%
dari semua kasus. Patogen lain termasuk: Klebsiella pneumoniae (5%), Proteus
mirabilis (5%), Enterobacter spesies (3%), Staphylococcus saprophyticus (2%),
Streptococcus beta-hemolitikus grup B (GBS; 1%), Proteus spesies (2%).4,6,7
Organisme gram positif, terutama Enterococcus faecalis dan GBS (Grup Beta
Streptococus), merupakan patogen yang penting secara klinis. Infeksi oleh
Streptococcus saprophyticus dapat menyebabkan penyakit traktus urinarius atas, dan
infeksi ini lebih sering menjadi persisten atau rekuren.2,4
Bakteri yang mengurai urea, termasuk Proteus, Klebsiella, Pseudomonas, dan
Staphylococcus koagulase negatif membasakan urin dan dikaitkan dengan batu
sturvit. Infeksi Chlamidia dikaitkan dengan piuria yang steril dan mencakup lebih
dari 30% patogen atipikal.4
Kolonisasi GBS memiliki implikasi yang penting selama kehamilan. Infeksi
GBS dikaitkan dengan ketuban pecah dini dan kelahiran prematur. Transmisi
intrapartum juga dapat menyebabkan infeksi GBS neonatus dapat menyebabkan
pneumonia, meningitis, sepsis, dan kematian. Pedoman saat ini merekomendasikan
skrining vagina dan rektum universal pada semua wanita hamil pada umur kehamilan
35-37 minggu daripada pengobatan berdsarkan faktor resiko.4
Organisme anaerobik dan mikroorganisme fastidious (mikroorganisme yang
hanya tumbuh pada medium yang memenuhi nutrien spesifik mereka) dapat
diidentifikasi dalam urin dengan presentasi yang besar pada wanita hamil tetapi
signifikansi dari organisme ini yang diisolasi dari urin dan hasil perinatal tidak
diketahui. Saat ini, tidak ada bukti untuk secara rutin memeriksa urin untuk
organisme-organisme ini.8
V.
PATOFISIOLOGI
Urin normalnya dianggap steril dari bakteri, virus, dan jamur namun
mengandung cairan, garam, dan produk sisa. Pertahanan utama terhadap ISK adalah
seluruh proses pengosongan kandung kemih saat buang air kecil. Mekanisme
tambahan untuk menjaga sterilitas saluran kemih termasuk keasaman urin, katup
vesikouretral, dan berbagai pertahanan imunologik dan mukosa. Infeksi terjadi saat
organisme, yang paling sering bakteri dari vagina, perineum dan flora feses melekat
pada pembukaan uretra dan mulai berkembang biak.1,4,9
Kehamilan menyebabkan banyak perubahan dalam tubuh wanita. Faktorfaktor seperti perubahan struktural dan hormonal meningkatkan resiko ISK pada
kehamilan. Faktor-faktor anatomi seperti hidro-ureter, hidronefrosis dan refluks
vesikouretra dapat meningkatkan kejadian ISK pada kehamilan. 5
Hidroureter pada kehamilan telah dicirikan dengan peningkatan diameter
lumen ureter, hipotonisitas dan hipomotilitas dari otot ureter. Tortuositas anatomi
telah diketahui terjadi pada trimester kedua dan ketiga, ureter kanan lebih sering
berdilatasi dibanding ureter kiri. Pelebaran yang tidak simetris ini mungkin
disebabkan oleh perubahan uterus yang membesar dan mengalami dekstrorotasi,
relaksasi otot polos akibat peningkatan kadar progesteron, atau karena terjadinya
penekanan fisiologik karena pembesaran vena ovarium kanan yang terletak di atas
ureter, sedangkan pada yang sebelah kiri tidak terdapat karena adanya sigmoid
sebagai bantalan. Dilatasi ureter ini memungkinkan timbulnya refluks air kemih dari
kandung kemih ke dalam ureter. Peningkatan berat dari uterus yang membesar dapat
menyebabkan retensi urin dan relaksasi otot polos uretra yang diinduksi oleh
progesteron dapat menyebabkan stasis urin. Ekspansi volume darah disertai dengan
peningkatan laju filtrasi glomerulus dan output urin. Peningkatan volume output urin
bersama dengan hilangnya tonus ureter dapat menyebabkan stasis urin, yang dapat
menyebabkan dilatasi ureter, pelvis ginjal, dan kaliks. Stasis urin dan adanya refluks
umum,
pasien
hamil
diangggap
sebagai
host
ISK
yang
MANIFESTASI KLINIS
Bakteriuria Asimptomatik
Sistitis
6
Sistitis adalah peradangan yang melibatkan saluran kemih bagian bawah, hal
ini ditandai dengan peradangan kandung kemih tanpa disertai radang bagian atas
saluran kemih. Sistitis ini cukup sering dijumpai dalam kehamilan dan nifas. Kuman
penyebab utama adalah E. coli, di samping dapat pula oleh kuman-kuman lain. Faktor
predisposisi adalah uretra perempuan yang pendek, sistokel, adanya sisa air kemih
yang tertinggal, di samping penggunaan kateter yang sering diapkai dalam usaha
mengeluarkan air kemih dalam pemeriksaan ginekologi atau persalinan. Penggunaan
kateter ini akan mendorong kuman-kuman yang ada di uretra distal untuk masuk ke
dalam kandung kemih. Dianjurkan untuk tidak menggunakan kateter, bila tidak
benar-benar diperlukan.1
Gejala-gejala sistitis khas sekali, yaitu disuria terutama pada akhir berkemih,
meningkatnya frekuensi berkemih dan kadang-kadang disertai nyeri di bagian atas
simfisis, perasaan ingin berkemih, perasaan ingin berkemih yang tidak dapat ditahan,
air kemih kadang terasa panas, suhu badan mungkin normal atau meningkat, dan
nyeri di daerah suprasimfisis. Pada pemeriksaan laboratorium, biasanya ditemukan
banyak leukosit dan eritrosit dan kadang-kadang juga ada bakteri. Kadang dijumpai
hematuria, sedangkan proteinuria biasanya tidak ada.1
Walaupun infeksi asimptomatik menyebabkan bakteriuria ginjal pada separuh
kasus, lebih dari 90% kasus sistitis terbatas di kandung kemih. Walaupun sistitis
biasanya tidak berpenyulit, saluran kemih bagian atas dapat terkena akibat infeksi
asendens. Kurang lebih 40% wanita hamil dengan pielonefritis akut sebelumnya
mengalami gejala-gejala infeksi saluran kemih bawah.6
Diagnosis banding uretritis gonokokus dan uretritis non-gonokokus harus
dipertimbangkan. Sindrom uretra akut ini muncul dengan disuria, frekuensi berkemih,
piuria, dan kadang hematuria tanpa bakteriuria yang signifikan pada kultur. Satusatunya gejala klinis yang membedakannya adalah adanya duh tubuh. Uretritis nongonokokus dapat disebabkan oleh Chlamydia, Mycoplasma dan, lebih jarang, bakteri
gram negatif.2
Pielonefritis Akut
7
Pielonefritis merupakan tipe infeksi saluran kemih yang paling serius, dengan
insiden hampir mencapai 2 %. Penyakit ini biasanya disebabkan oleh Escherichia
coli, dan dapat pula oleh kuman-kuman lain seperti Staphylococcus aureus, Bacillus
proteus, dan Pseudomonas aeruginosa. Kuman dapat menyebar secara hematogen
atau limfogen, akan tetapi terbanyak berasal dari kandung kemih. Predisposisinya
antara lain yaitu penggunaan kateter untuk mengeluarkan air kemih sewaktu
persalinan atau kehamilan, air kemih yang tertahan karena rasa sakit waktu berkemih
akibat trauma persalinan, atau luka pada jalan lahir. Dianjurkan tidak menggunakan
kateter untuk mengeluarkan air kemih, bila tidak benar-benar diperlukan. Penderita
yang menderita pielonefritis kronik atau glomerulonefritis kronik yang sudah ada
sebelum kehamilan, sangat mendorong terjadinya pielonefritis akut ini.1,4
Gejala penyakit biasanya timbul mendadak. Perempuan yang sebelumnya
merasa sakit pada kandung kemih, malaise, menggigil, badan panas, dan rasa nyeri di
angulus kostovertebralis, terutama daerah lumbal atas. Nafsu makan berkurang, mual,
muntah, dan kadang diare, dan dapat pula ditemukan banyak sel leukosit dan sering
bergumpal, silinder sel darah, dan kadang ditemukan bakteri seperti Escherichia coli
pada 77% kasus, Klebsiella pneumonia pada 11%, dan Enterobacter atau Proteus
masing-masing 4%. Kebanyakan pasien menunjukkan tanda-tanda gangguan fungsi
ginjal, seperti peningkatan BUN serum dan kreatinin serta kreatinin klirens yang
rendah pada kehamilan. Kultur urin menunjukan hasil positif. Walaupun diagnosis
biasanya mudah, pielonefritis dapatdi di-differential diagnosis dengan proses
persalinan, korioamnionitis, apendisitis akut, solutio plasenta, atau infark mioma, dan
pada masa nifas di-differential diagnosis sebagai endometritis dengan selulitis
panggul.1,2
Pielonefritis akut selama kehamilan dapat menimbulkan konsekuensi yang
serius. Beberapa di antaranya dapat menyebarkan endotoksin, yang dapat
menyebabkan syok sepsis atau trauma pulmo. Hemolisis akibat endotoksin juga
sering terjadi, dan sekitar sepertiga dari para wanita ini mengalami anemia akut.
Bukti terakhir menunjukkan bahwa pielonefritis akut tidak mempengaruhi produksi
eritropoetin baik secara akut maupun dalam beberapa hari setelah infeksi. Ada
kejadian pada literatur yang mengindikasikan bahwa perempuan hamil mendapat
endotoksin yang lebih besar daripada perempuan tidak hamil.1,2
Standar baku emas untuk diagnosis pielonefritis adalah biposi ginjal namun
hal ini tidak praktis dalam praktek klinis. Kombinasi gejala, hitung darah lengkap,
marker inflamasi, tes fungsi ginjal, kultur darah, kultur urin dan tes sensitivitas
digunakan untuk mendiagnosis pielonefritis akut.9
II.
DIAGNOSIS
Pemeriksaan yang paling ideal untuk deteksi adanya ISK adalah kultur urin.
Untuk menegakkan diagnosis ISK bergejala (sistitis akut dan pielonefritis), nilai
ambang batas yang digunakan adalah 103 Colony Forming Units/ml (cfu/mL). Untuk
ISK tak bergejala (bakteriuria asimtomatik), nilai ambang batas yang digunakan
adalah 105 cfu/mL. Dalam diagnosis bakteriuria asimtomatik pada perempuan,
termasuk ibu hamil, harus digunakan sampel yang berasal dari urin pancar tengah
yang diambil secara bersih (mid-stream, clean-catch urine sample).Masalah yang ada
di negara yang sedang berkembang umumnya adalah layanan kesehatan dengan
fasilitas yang terbatas. Pada layanan tersebut, umumnya fasilitas untuk kultur urin
tidak ada. Masalah lain dalam penggunaan kultur urin sebagai teknik skrining
bakteriuria asimtomatik adalah biaya yang cukup tinggi dan waktu yang cukup lama
untuk mendapatkan hasil.3
Diagnosis ISK dapat ditegakkan dengan metode tidak langsung untuk deteksi
bakteri atau hasil reaksi inflamasi. Metode yang sering dipakai adalah tes celup urin,
yang dapat digunakan untuk deteksi nitrit, esterase leukosit, protein, dan darah di
dalam urin. 3
Telah dilakukan berbagai penelitian terhadap nilai diagnostik uji nitrit dengan
tes celup urin dalam deteksi bakteriuria asimtomatik. Hasil penelitian tersebut sangat
beragam, dengan didapatkannya sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif, dan
nilai prediksi negatif uji nitrit secara berturut-turut berkisar antara 15-57%, 78-99%,
50-94%, dan 23-97%. Hasil telaah sistematik terhadap beberapa penelitian
menyimpulkan bahwa tes celup urin tidak cukup sensitif untuk deteksi bakteriuria
asimtomatik pada ibu hamil. Studi lain menemukan bahwa kombinasi uji esterase
leukosit dan uji nitrit memiliki akurasi yang lebih rendah dibandingkan kultur urin
dan pemeriksaan tersebut memang sebaiknya hanya dilakukan pada pelayanan
kesehatan yang tidak memiliki fasilitas kultur urin. Idealnya, semua Uji Nitrit
memberikan hasil positif untuk diagnosis ISK pada kehamilan harus dilanjutkan
dengan pemeriksaan kultur urin pancar tengah yang diambil secara bersih. Mengingat
komplikasi akibat ISK pada kehamilan, maka pada pelayanan kesehatan yang
sarananya terbatas untuk dapat melakukan kultur urin, hasil uji nitrit sudah dapat
dijadikan dasar diagnosis dan terapi ISK pada kehamilan.3
Untuk pemeriksaan kultur urin dan tes celup urin, sampel urin harus diambil
dengan teknik pancar tengah yang diambil secara bersih untuk menghindari
kontaminasi. Khusus untuk pemeriksaan uji nitrit dengan tes celup urin, sampel urin
yang digunakan harus berasal dari urin pertama pada pagi hari segera sesudah pasien
bangun tidur. Kalau pemeriksaan bukan pagi hari, ibu diminta untuk menahan buang
air kecil minimal 2 jam sebelum urin diambil untuk diperiksa. Ini penting diingat
karena diperlukan waktu yang cukup untuk berubahnya nitrat menjadi nitrit di dalam
kandung kemih. Tahapan pengambilan sampel urin pancar tengah yang diambil
secara bersih adalah sebagai berikut. 3
Cuci labia dan perineum dengan air dan sabun.
Duduk atau jongkok di toilet dengan posisi kaki mengangkang, buka
dengan
muara
uretra
tanpa
menyentuh
daerah
Gambar 2. Pengambilan sampel urin pancar tengah yang diambil secara bersih.
(a) Pasien membersihkan vulva dengan kapas/kasa/tisu steril/DTT dari arah orifisium uretra ke vagina. (b) Pasien
membuka labia dengan dua jari sebelum mengeluarkan sedikit urin tanpa ditampung. (c) Menampung urin pada
wadah yang diletakkan sedekat mungkin dengan muara uretra tanpa menyentuh daerah genitalia.
(Dikutip dari Jurnal Tatalaksana dan Pencegahan Infeksi Saluran Kemih pada Kehamilan, Vol: 62, No: 12, Karangan Ocviyanti
D, Fernando D, 2012, hal 484)
III.
PENATALAKSANAAN
Karena bahaya komplikasi ibu dan janin, perawatan akut harus fokus pada
11
teratogenik. Penting untuk mengetahui apakah obat-obat yang digunakan pada ibu
hamil aman untuk ibu dan janin.4,7
(Dikutip dari Jurnal Urinary tract infections in pregnancy: old and new unresolved diagnostic and therapeuetic
problems, Karangan Matuszkiewicz-Rowinska J, Matyszko J, Wieliczko M, 2015, hal 69)
12
Bakteriuria Asimptomatik
Wanita dengan bakteriuria asimptomatik dapat diberi pengobatan dengan
salah satu dari beberapa regimen antimikroba. Pemilihan dapat didasarkan pada
sensitivitas in vitro, tetapi umumnya dilakukan secara empiris. Terapi selama 10 hari
dengan makrokristal nitrofurantoin, 100 mg per hari, terbukti efektif untuk sebagian
besar wanita. Regimen lain adalah ampisilin, amoksisilin, sefalosporin, atau
sulfonamid yang diberikan empat kali sehari selama 3 hari. Sulfonamid dapat
diberikan pada trimester pertama dan kedua, tetapi pada trimester ketiga penggunaan
sulfonamide dapat menimbulkan risiko terjadinya kern icterus terutama pada bayi
prematur. Terapi antimikroba dosis tunggal untuk bakteriuria juga pernah dilaporkan
berhasil. Fosfomycin merupakan antibiotik yang digunakan dalam dosis tunggal.
Hasil terapi seharusnya dikonfirmasi dengan pengulangan kultur urin dan terapi
seharusnya diteruskan sampai bakteriuria berkurang. Tes kultur urin harus negatif 1
2 minggu setelah terapi.1,2
Angka kekambuhan untuk semua regimen ini adalah sekitar 30%. Kegagalan
regimen dosis tunggal mungkin merupakan petunjuk adanya infeksi saluran bagian
atas dan perlunya terapi yang lebih lama, misalnya nitrofurantoin 100 mg sebelum
tidur selama 21 hari. Bagi wanita dengan bakteriuria yang menetap atau sering
kambuh, mungkin diindikasikan terapi supresif sepanjang sisa kehamilannya. Salah
satu regimen yang telah terbukti berhasil adalah nitrofurantoin 100 mg sebelum tidur.
Antibiotik lain seperti floroquinolon dan tetrasiklin adalah kontraindikasi karena akan
menimbulkan efek toksik pada janin. Terapi harian yang terus-menerus juga penting
pada pasien yang mengalami reinfeksi oleh spesies bakteri yang berbeda.2
Tabel 2. Obat Antimikroba yang digunakan untuk wanita hamil dengan bakteriuria asimptomatik.2
Dosis Tunggal
Amoksisilin, 3 g
13
Ampisilin, 2 g
Sefalosporin, 2 g
Nitrofurantoin, 200 mg
Sulfonamid, 2 g
Trimetoprim-sulfametoksazol, 320/1600 mg
Pemberian tiga hari
Amoksisilin, 500 mg tiga kali sehari
Ampisilin, 250 mg empat kali sehari
Sefalosporin, 250 mg empat kali sehari
Nitrofurantoin, 50 100 mg empat kali sehari; 100 mg dua kali sehari
Sulfonamid, 500 mg empat kali sehari
Lain-lain
Nitrofurantoin, 100 mg empat kali sehari selama 10 hari
Nitrofurantoin, 100 mg sebelum tidur selama 10 hari
Kegagalan Pengobatan
Nitrofurantoin, 100 mg empat kali sehari selama 21 hari
Supresi terhadap persistensi atau kekambuhan bakteriuria
Nitrofurantoin, 100 mg sebelum tidur selama sisa masa kehamilan
(Dikutip dari Textbook William Obstetrics Edisi 24, Karangan Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Spong
CY, Dashe JS, Hoffman BL, et.al, 2014, hal 1053)
Sistitis
Wanita dengan sistitis cepat berespons dengan salah satu dari beberapa
regimen, antara lain sulfonamid, ampisilin, eritromisin. Dilaporkan angka
kesembuhan 97% pada regimen ampisilin 10 hari. Sulfonamid, nitrofurantoin, atau
sefalosporin juga efektif apabila diberikan selama 10 hari. Baru-baru ini, seperti pada
bakteriuria asimptomatik, timbul kecenderungan pemberian terapi selama 3 hari.
Regimen-regimen pada tabel di atas umumnya terbukti memuaskan untuk sistitis.
Terapi dosis tunggal yang digunakan untuk bakteriuria asimptomatik terbukti efektif
untuk wanita hamil maupun tidak hamil, tetapi sebelumnya harus dipastikan tidak ada
pielonefritis. Perlu diperhatikan obat-obat lain yang baik digunakan untuk pengobatan
14
infeksi saluran kemih yang mempunyai efek yang merugikan bagi ibu maupun
janin.1,2
Penggunaan analgesia sederhana dapat digunakan untuk mengurangi gejala
rasa tidak nyaman suprapubik dan disuria namun harus dipastikan bahwa terapi yang
digunakan tidak memiliki efek teratogenik, memiliki efek samping yang minimal dan
tidak memakai melebihi dosis maksimal. Hanya sedikit bukti yang mendukung
penggunaan anestesia lokal topikal untuk mengurangi gejala disuria.9
Penggunaan agen pengalkali urin juga telah populer sebagai pengobatan
wanita dengan gejala-gejala saluran kemih, namun manfaat dari pengobatan tersebut
belum ditetapkan dan ada kekhawatiran tertentu sehubungan dengan hiponatremia
dan penggunaan natrium sitram dalam kehamilan. Saran umum yang ada adalah
untuk menghindari sediaan ini.9
Frekuensi, urgensi, disuria, dan piuria yang disertai oleh biakan urin yang
steril mungkin merupakan konsekuensi uretritis yang disebabkan oleh Chlamydia
trachomatis, suatu patogen umum di saluran kemih. Biasanya juga terdapat servisitis
mukopurulen dan efektif dengan terapi eritromisin.4,5
Pielonefritis Akut
Satu skema penatalaksanaan wanita hamil dengan pielonefritis akut
diperlihatkan pada tabel di bawah. Walaupun biasanya secara rutin melakukan biakan
dari sampel urin dan darah, baru-baru ini diperlihatkan dalam uji-uji klinis prospektif
bahwa biakan kurang bermanfaat secara klinis. Hidrasi intravena agar produksi urin
memadai merupakan hal yang esensial. Karena sering terjadi bakteriemia dan
endotoksinemia, para wanita ini harus diawasi secara ketat untuk mendeteksi syok
endotoksin atau sekuelenya. Keluaran urin, tekanan darah, dan suhu dipantau secara
ketat minimal setiap 4 jam. Demam tinggi harus diatasi, biasanya dengan selimut
pendingin. Pasien juga membutuhkan pengawasan yang berkelanjutan dengan
tekanan oksimetri. Desaturasi seharusnya diikuti dengan pemeriksaan foto thoraks
untuk mengetahui kemungkinan acute respiratory distress syndrome (ARDS).
15
16
17
dapat diterapkan pada segelintir pasien dan dalam hal ini diperlukan evaluasi ketat
sebelum dan setelah pemulangan dari rumah sakit.2
Tabel 3. Penatalaksanaan Wanita Hamil dengan Pielonefritis Akut 2
1. Rawat inap
2. Biakan urin dan darah
3. Hemogram, kreatinin serum, dan elektrolit
4. Monitor tanda-tanda vital secara sering, termasuk keluaran urin (bila perlu
pasang kateter tetap)
5. Kristaloid intravena agar keluaran urin paling sedikit 30 ml/jam
6. Terapi antimikroba intravena
7. Foto toraks apabila terjadi dispneu atau takipneu
8. Ulangi hematologi dan pemeriksaan kimiawi dalam 48 jam
9. Ganti dengan antimikroba oral apabila demam reda
10. Pulangkan setelah afebris 24 jam; pertimbangkan terapi antimikroba selama 710 hari
11. Biakan urin 1-2 minggu setelah penghentian terapi antimikroba
(Dikutip dari Textbook William Obstetrics Edisi 24, Karangan Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Spong
CY, Dashe JS, Hoffman BL, et.al, 2014, hal 1055)
IV.
PENCEGAHAN
Sekitar 15% ibu hamil akan mengalami ISK berulang sehingga dibutuhkan
19