You are on page 1of 15

I .

Anatomi pernafasan

II . fisiologi penafasan
1. Rongga Hidung
Hidung meliputi bagian eksternal yang menonjol dari wajah dan bagian
internal berupa rongga hidung sebagai alat penyalur udara. Hidung bagian
luar tertutup oleh kulit dan disupport oleh sepasang tulang hidung. Rongga
hidung terdiri atas :

Vestibulum yang dilapisi oleh sel submukosa sebagai proteksi

Dalam rongga hidung terdapat rambut yang berperan sebagai penapis


udara

Struktur konka yang berfungsi sebagai proteksi terhadap udara luar


karena strukturnya yang berlapis

Sel silia yang berperan untuk mlemparkan benda asing ke luar dalam
usaha untuk membersihkan jalan napas

Bagian internal hidung adalah rongga berlorong yang dipisahkan menjadi


rongga hidung kanan dan kiri oleh pembagi vertikal yang sempit, yang
disebut septum. Masing-masing rongga hidung dibagi menjadi 3 saluran
oleh penonjolan turbinasi atau konka dari dinding lateral. Rongga hidung
dilapisi dengan membran mukosa yang sangat banyak mengandung vaskular
yang disebut mukosa hidung. Lendir di sekresi secara terus-menerus oleh
sel-sel goblet yang melapisi permukaan mukosa hidung dan bergerak ke
belakang ke nasofaring oleh gerakan silia.
Rongga hidung dimulai dari Vestibulum, yakni pada bagian anterior ke
bagian posterior yang berbatasan dengan nasofaring. Rongga hidung terbagi
atas 2 bagian, yakni secara longitudinal oleh septum hidung dan secara
transversal oleh konka superior, medialis, dan inferior.
Hidung berfungsi sebagai saluran untuk udara mengalir ke dan dari paruparu. Jalan napas ini berfungsi sebagai penyaring kotoran dan melembabkan
serta menghangatkan udara yang dihirupkan ke dalam paru-paru. Hidung
bertanggung jawab terhadap olfaktori atau penghidu karena reseptor olfaksi
terletak dalam mukosa hidung. Fungsi ini berkurang sejalan dengan
pertambahan usia.
Terdapat 3 fungsi Rongga Hidung, antara lain :
a. Dalam hal pernafasan, udara yang diinspirasi melalui rongga hidung akan
menjalani tigs proses yaitu penyaringan (filtrasi), penghangatan, dan
pelembaban. Penyaringan dilakukan oleh membran mukosa pada rongga
hidung yang sangat kaya akan pembuluh darah dan glandula serosa yang
mensekresikan mukus cair untuk membersihkan udara sebelum masuk ke

Oropharynx. Penghangatan dilakukan oleh jaringan pembuluh darah yang


sangat kaya pada ephitel nasal dan menutupi area yang sangat luas dari
rongga hidung. Dan pelembaban dilakukan oleh concha, yaitu suatu area
penonjolan tulang yang dilapisi oleh mukosa.
b. Epithellium olfactory pada bagian meial rongga hidung memiliki fungsi
dalam penerimaan sensasi bau.
c. Rongga hidung juga berhubungan dengan pembentukkan suara-suara
fenotik dimana ia berfungsi sebagai ruang resonansi.
2. Faring
Faring merupakan saluran yang memiliki panjang kurang lebih 13 cm yang
menghubungkan nasal dan rongga mulut kepada larynx pada dasar
tengkorak. Faring terdiri atas:
a. Nasopharinx

ada saluran penghubung antara nasopharinx dengan telinga bagian


tengah, yaitu Tuba Eustachius dan Tuba Auditory

ada Phariyngeal tonsil (adenoids), terletak pada bagian posterior


nasopharinx, merupakan bagian dari jaringan Lymphatic pada
permukaan posterior lidah

b. Oropharynx
Merupakan bagian tengah faring antara palatum lunak dan tulang hyoid.
Refleks menelan berawal dari orofaring menimbulkan dua perubahan,
makanan terdorong masuk ke saluran pencernaan (oesephagus) dan secara
simultan katup menutup laring untuk mencegah makanan masuk ke dalam
saluran pernapasan
c. Laringopharynx

Merupakan posisi terendah dari faring. Pada bagian bawahnya, sistem


respirasi menjadi terpisah dari sistem digestil. Makanan masuk ke bagian
belakang, oesephagus dan udara masuk ke arah depan masuk ke laring.
3. Laring
Laring tersusun atas 9 Cartilago ( 6 Cartilago kecil dan 3 Cartilago besar ).
Terbesar adalah Cartilago thyroid yang berbentuk seperti kapal, bagian
depannya mengalami penonjolan membentuk adams apple, dan di dalam
cartilago ini ada pita suara. Sedikit di bawah cartilago thyroid terdapat
cartilago cricoid. Laring menghubungkan Laringopharynx dengan trachea,
terletak pada garis tengah anterior dari leher pada vertebrata cervical 4
sampai 6.
Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi.
Laring juga melindungi jalan napas bawah dari obstruksi benda asing dan
memudahkan batuk. Laring sering disebut sebagai kotak suara dan terdiri
atas:
a. Epiglotis : daun katup kartilago yang menutupi ostium ke arah laring
selama menelan
b. Glotis : ostium antara pita suara dalam laring
c. Kartilago Thyroid : kartilago terbesar pada trakea, sebagian dari kartilago
ini membentuk jakun ( Adams Apple )
d. Kartilago Krikoid : satu-satunya cincin kartilago yang komplit dalam
laring ( terletak di bawah kartilago thyroid )
e. Kartilago Aritenoid : digunakan dalam gerakan pita suara dengan kartilago
thyroid

f. Pita suara : ligamen yang dikontrol oleh gerakan otot yang menghasilkan
bunyi suara; pita suara melekat pada lumen laring.
Ada 2 fungsi lebih penting selain sebagai produksi suara, yaitu :
a. Laring sebagai katup, menutup selama menelan untuk mencegah aspirasi
cairan atau benda padat masuk ke dalam tracheobroncial
b. Laring sebagai katup selama batuk
4. Trakea
Trakea merupakan suatu saluran rigid yang memeiliki panjang 11-12 cm
dengan diametel sekitar 2,5 cm. Terdapat pada bagian oesephagus yang
terentang mulai dari cartilago cricoid masuk ke dalam rongga thorax.
Tersusun dari 16 20 cincin tulang rawan berbentuk huruf C yang terbuka
pada bagian belakangnya. Didalamnya mengandung pseudostratified ciliated
columnar epithelium yang memiliki sel goblet yang mensekresikan mukus.
Terdapat juga cilia yang memicu terjadinya refleks batuk/bersin.
Trakea mengalami percabangan pada carina membentuk bronchus kiri dan
kanan.
III . PEMERIKSAN DIAGNOSTIK PADA SISTEM PERNAFASAN
Pengkajian Diagnostik pada Sistem Pernapasan
Prosedur diagnostik membantu dalam pengkajian klien dengan gangguan
pernapasan. Penting untuk mengklarifikasi kapan pemeriksaan diagnostik
diperlukan dan untuk tujuan apa, sehingga tindakan yang dilakukan pada
pasien akan lebih terarah dan lebih berguna, serta tidak merugikan karena
harus mengeluarkan biaya untuk hal-hal yang sebenarnya dapat dihindari.
Pemeriksaan kultur dan biopsi adalah prosedur yang paling sering digunakan

dalam menegakkan diagnosis gangguan saluran pernapasan atas. Namun


demikian, bisa saja dibutuhkan pemeriksaan diagnostik yang lebih ekstensif,
jika memang kondisinya mengharuskan.
A. Kultur : Kultur tenggorok dapat dilakukan untuk mengidentifikasi
organisme yang menyebabkan faringitis. Selain itu kultur tenggorok juga
dapat membantu dalam mengidentifikasi organisme yang menyebabkan
infeksi pada saluran pernapasan bawah. Dapat juga dilakukan apusan hidung
untuk tujuan yang sama.
B. Biopsi : Prosedur biopsi mencakup tindakan mengeksisi sejumlah kecil
jaringan tubuh. Dilakukan untuk memungkinkan pemeriksaan sel-sel dari
faring, laring, dan rongga hidung. Dalam tindakan ini pasien mungkin saja
mendapat anestesi lokal, topikal atau umum bergantung pada tempat
prosedur dilakukan.
Pemeriksaan pencitraan termasuk didalamnya pemeriksaan sinar-X jaringan
lunak
C. Ctscan : pemeriksaan dengan zat kontras, dan MRI (pencitraan resonansi
magnetik). Pemeriksaan tersebut mungkin dilakukan sebagai bagian integral
dari pemeriksaan diagnostik untuk menentukan keluasan infeksi pada
sinusitis atau pertumbuhan tumor dalam kasus tumor.
Pemeriksaan diagnostik pada saluran pernapasan bawah sedikit lebih banyak
dan lebih rumit dibandingkan pemeriksaan diagnostik saluran pernapasan
atas. Namun demikian bukan berarti bahwa pemeriksaan tersebut tidak
saling berkaitan. Untuk pemeriksaan diagnostik saluran pernapasan bawah
akan dijelaskan dalam suatu kerangka kerja yang sistematis sehingga lebih
memberikan gambaran yang jelas tentang apa yang akan dilakukan dan

gambaran hasil yang didapatkan, didalamnya mencakup pengkajian


diagnostik status fungsional, anatomi, dan spesimen.
D . RADIOLOGI
Klien pada umumnya sudah terbiasa dengan pemeriksaan radiologi rutin.
Namun belakangan ini, terdapat suatu peningkatan kesadaran tentang
pemajanan berlebihan terhadap radiasi. Hendaknya klien diberikan
penjelasan yang lengkap tentang tipe pemeriksaan yang akan dilakukan dan
manfaatnya dalam hubungannya dengan risiko akibat pemajanan terhadap
radiasi. Pemeriksaan radiologi memberikan informasi mengenai :
(1) status sangkar iga, termasuk tulang rusuk, pleura, dan kontur diafragma
dan jalan napas atas
(2) ukuran, kontur, dan posisi mediastinum dan hilus paru, termasuk
jantung, aorta, nodus limfe, dan percabangan bronkhial
(3) tekstur dan tingkat penyebaran udara dari parenkim paru
(4) dan ukuran, bentuk, jumlah, dan lokasi lesi pulmonal, termasuk kavitasi,
area fibrosis, dan daerah konsolidasi.
Pemeriksaan radiologi dada diindikasikan untuk :
(1) mendeteksi perubahan paru yang disebabkan oleh proses patologis,
seperti tumor, inflamasi, fraktur, akumulasi cairan atau udara
(2) menentukan terapi yang sesuai
(3) mengevaluasi kesangkilan pengobatan
(4) menetapkan posisi selang dan kateter
(5) memberikan gambaran tentang suatu proses progresif dari penyakit paru.
Pemeriksaan ronsen dada sebaiknya dilakukan di bagian radiologi.

E . SINAR X
Pemeriksaan sinar-X standar lebih dipilih dengan posisi berdiri, meskipun
posisi duduk atau berbaring dapat dilakukan. Pemajanan standar untuk
pemeriksaan ini adalah :
(1) posterio-anterior (PA)-sinar-X menjalar melalui punggung ke bagian
depan tubuh,
(2) lateral-sinar-X menembus bagian samping tubuh (biasanya sebelah kiri).
Selain pemeriksaan standar mungkin diperlukan juga pemajanan
spesifik untuk melihat bagian-bagian spesifik dada. Pemajanan tersebut
termasuk :
(1) oblique-film sinar-X diarahkan miring dengan sudut spesifik
(2) lordotis-film sinar-X dimiringkan dengan sudut 45 derajat dari bawah
untuk melihat kedua apeks paru
(3) dekubitus- film sinar-X diambil dengan posisi pasien berbaring miring
(kiri atau kanan) untuk memperlihatkan cairan bebas dalam dada.
Prosedur
Pemeriksaan ronsen dada dilakukan dengan posisi berdiri atau duduk tegak
menghadap film sinar-X. Hantaran gelobang sinar-X ditembuskan dari arah
posterior (posisi PA). Radiograf biasanya diambil saat inspirasi penuh, yang
menyebabkan diafragma bergerak ke arah bawah. Radiograf yang diambil
saat ekspirasi kadang dilakukan untuk mengetahui tingkat gerakan
diafragma atau untuk membantu dalam pengkajian dan diagnosa
pneumotoraks.

Perawatan Praposedur
Jelaskan klien tentang pemeriksaan ini. Pemeriksaan ini tidak menimbulkan
nyeri dan pemajanan pada radiasi adalah minimal. Klien harus melepaskan
semua perhiasan dan pakaian dalamnya lalu mengenakan gaun. Kaji status
kehamilan klien (untuk klien wanita); wanita hamil seharusnya tidak boleh
terpajan pada radiasi.

F . PEMERIKSAAN ULTRASONOGRAFI
Dalam pemeriksaan ini terjadi emisi dan penetrasi gelombang suara
berfrekuensi tinggi. Pemeriksaan ini relatif tidak membahayakan.
Gelombang suara dipantulkan kembali dan diubah oleh suatu transduser
untuk menghasilkan image piktorial dari area yang sedang diperiksa.
Ultrasonografi toraks dapat memberikan informasi tentang efusi pleural atau
opasitas dalam paru.
G . COMPUTED TEMOGRAPH (CT)
CT digunakan untuk mengidentifikasi massa dan perpidahan struktur
yangdisebabkan oleh neoplasma, kista, lesi inflamasi fokal, dan abses.
CTscan dapat dilakukan dengan cepat-dalam 20 menit, tidak termasuk
proses analisis.
Sebelum pemeriksaan, pastikan izin tindakan telah didapatkan dari klien,
jawab setiap pertanyaan klien dan keluarga tentang CTscan. Klien
dipuasakan, dan jelaskan bahwa pemeriksaan ini sering membutuhkan media
kontras. Karena media kontras biasanya mengandung yodium (Juga disebut
zat warna), tanyakan klien apakah ia mempunyai alergi terhadap yodium, zat
warna, atau kerang. Ingatkan agar klien tidak bergerak selama prosedur,
namun ia dapat bercakap-cakap dengan teknisinya.

H. FLUOROSKOPI
Pemeriksaan ini dilakukan jika dibutuhkan informasi tentang dinamika dada
seperti gerakan diafragmatik, ekspansi dan ventilasi paru, atau kerja jantung.
Pemeriksaan ini memungkinkan untuk mengamati dada dan struktur
intratoraks ketika mereka berfungsi secara dinamis. Flouroskopi tidak
digunakan secara rutin, namun hanya pada keadaan dimana dibutuhkan
pengamatan toraks kontinu. Penggunaan lain fluoroskopi termasuk untuk (1)
mengamati diafragma saat inspirasi dan ekspirasi, (2) mendeteksi gerakan
mediastinal selama napas dalam, (3) mengkaji jantung, pembuluh darah dan
struktur yang berkaitan, (4) mengidentifikasi abnormalitas esofagus, dan (5)
mendeteksi massa mediastinal.
Jelaskan pada klien tujuan pemeriksaan ini. Tempatkan klien dalam ruangan
yang tenang dan bercahaya redup. Kadang media radioopaque (yang tidak
mengandung yodium) diberikan secara intravena untuk membedakan
struktur yang sedang dikaji. Klien harus melepaskan semua perhiasan dan
pakaian dalamnya dan mengenakan gaun. Pemeriksaan ini membutuhkan
waktu 30 sampai 45 menit. Pemajanan terhadap radiasi minimal.
I . ANGIOGRAFI PULMONAL
Pemeriksaan ini digunakan untuk mendeteksi embolisme pulmonal dan
berbagai lesi kongenital dan didapat pada pembuluh pulmonal. Sebelumnya
pasien mendapat suntikan bahan radioopaque melalui kateter ke dalam vena
sistemik, bilik kanan jantung, arteri pulmonal, dan distribusi dari bahan ini
terekam pada film yang dihasilkan. Angiografi pulmonal mungkin dilakukan
untuk mendeteksi (1) abnormalitas kongenital percabangan vaskular
pulmonal, (2) abnormalitas sirkulasi vena pulmonal, (3) penyakit sirkulasi
vena dan arteri pulmonal didapat, (4) efek destruktif dari emfisema, (5)

keuntungan potensial reseksi untuk karsinoma bronkhogenik, (6) lesi


pulmonal perifer, dan (7) luasnya tromboembolisme dalam paru-paru.
Prosedur
Media kontras disuntikkan ke dalam sistem vaskular melalui kateter
indwelling. Selama angiografi pulmonal, kateter dimasukkan baik melalui
perifer atau langsung ke dalam arteri pulmonalis besar atau salah satu
cabangnya.
Perawatan praprosedur
Jelaskan klien tentang prosedur ini, dan mengapa harus ada izin tertulis dari
klien. Pemeriksaan ini sedikit menimbulkan nyeri danpemajanan terhadap
radiasi minimal. Klien akan agak merasa tidak nyaman ketika kateter
dimasukkan dengan menusukkan jarum. Klien harus melepaskan semua
perhiasan dan pakaian dalam serta mengenakan gown. Kaji status kehamilan
klien; klien hamil tidak boleh terpajan pada radiasi.
Perawatan pascaprosedur
Seperti hanya pada semua prosedur yang memerlukan pemasangan kateter
ke dalam vaskulatur sentral atau perifer, penting untuk mengamati tempat
penusukan terhadap infeksi, pembentukan hematoma, atau reaksi setempat
terhadap media kontras. Lanjutkan mengamati tanda reaksi merugikan dari
media kontras (mis. peningkatan distres pernapasan, hipotensi, stridor, dan
indikasi anafilaktik lain).
J . PEMERIKSAAN ENDOSKOPI
Laringoskopi langsung biasanya dilakukan setelah klien mendapat anestesi
lokal dengan kokain 10% atau anestesi umum. Satu jam sebelum
pemeriksaan klien diberikan sedatif (mis. sekobarbital, meperidin, atau
narkotik lainnya) dan atropin sulfat. Pemberian atropin penting sebelum

pemberian anestesi lokal maupum umum. Untuk laringoskopi langsung,


klien dibaringkan dengan posisi kepala di atas alat penyangga kepala.
Laringoskopi mikro yang menggunakan pengoperasian mikroskop sekarang
ini makin banyak digunakan. Metode ini memberikan visualisasi binokular
lebih baik.
Laringoskop adalah tube berlubang yang terbuat dari logam dan dilengkapi
dengan pemegang pada ujung proksimal dan mempunyai sumber cahaya
pada ujung distalnya, alat ini dimasukkan oleh dokter melalui mulut ke
dalam laringofaring, menaikkan epiglotis, dan membuat bagian interior
faring mudah diamati. Prosedur bedah minor seperti biopsi atau
pengangkatan tumor jinak yang kecil dapat dilakukan dengan instrumenini.
Penatalaksanaan keperawatan setelah tindakan laringoskopi termasuk (1)
pasien dalam status puasa sampai refleks muntah pulih (sekitar 2 jam), (2)
periksa refleks muntah dengan menyentuh bagian belakang lidah secara
perlahan menggunakan bilah lidah, dan (3) jika refleks muntah positif, beri
klien sedikit air sebelum diberikan cairan atau makanan lain untuk
mencegah aspirasi yang tidak diinginkan.
K . PEMERIKSAAN BRONKOSKOPI
Pemeriksaan bronkhoskopi dilakukan dengan memasukkan bronkhoskop ke
dalam trakhea dan bronkhi. Dengan menggunakan bronkoskop yang kaku
atau lentur, laring, trakhea, dan bronkhi dapat diamati. Pemeriksaan
diagnostik bronkoskopi termasuk pengamatan cabang trakheobronkhial,
terhadap abnormalitas, biopsi jaringan, dan aspirasi sputum untuk bahan
pemeriksaan. Bronkhoskopi digunakan untuk membantu dalam
mendiagnosis kanker paru.
Bronkhoskopi mungkin dilakukan untuk tujuan diagnostik atau tujuan

terapeutik. Tujuan diagnostik mencakup pemeriksaan jaringan, evaluasi


lanjut tumor untuk memungkinkan bedah reseksi, pengumpulan spesimen
jaringan untuk keperluan diagnosa, dan evaluasi tempat perdarahan.
Sementara bronkhoskopi terapeutik dilakukan untuk tujuan mengangkat
benda asing, mengangkat sekresi yang kental dan banyak, pengobatan
atelektasis pascaoperatif, dan menghancurkan dan mengangkat lesi.
Perawatan praprosedur
Jelaskan prosedur pada klien dan keluarga dan dapatkan izin tindakan dari
klien. Instruksikan klien untuk tidak makan dan minum 6 jam sebelum
pemeriksaan. Informasikan pada klien bahwa tenggoroknya mungkin akan
sakit setelah bronkhoskopi, dan mungkin terjadi kesulitan menelan pada
awal setelah pemeriksaan. Klien diberikan anestesi lokal dan sedasi
intravena untuk menekan refleks batuk, dan menghilangkan ansietas.
Pemeriksaan membutuhkan waktu 30 sampai 45 menit. Selama prosedur
klien berbaring terletang dengan kepala hiperekstensi. Perawat memantau
tanda vital, berbicara pada atau menenangkan klien, dan membantu dokter
sesuai kebutuhan.
Perawatan pascaprosedur
Setelah prosedur, tanda vital dipantau per protokol institusi. Amati klien
terhadap tanda distres pernapasan, termasuk dispnea, perubahan frekuensi
pernapasan, peng-gunaan otot aksesori pernapasan, dan perubahan bunyi
napas. Tidak ada pemberian apapun melalui mulut sampai refleks batuk dan
menelan kembali pulih, yang biasanya sekitar 1 sampai 2 jam setelah
prosedur. Bila klien sudah dapat menelan, berikan sehirup air. Bunyi napas
dipantau selama 24 jam. Adanya bunyi napas tambahan atau asimetris harus
dilaporkan pada dokter. Dapat terjadi pneumotoraks setelah bronkhoskopi.

Pemeriksaan untuk Mengevaluasi Fungsi Pernapasan


Pemeriksaan diagnostik yang mengevaluasi status fungsi sistem pernapasan
antara lain termasuk uji fungsi pulmonal, oksimetri nadi, dan analisis gas
darah arteri.
L . UJI FUNGSI PULMONAL
Pemeriksaan fungsi pulmonal memberikan informasi tentang manifestasi
klien dengan mengukur volume paru, mekanisme paru, dan kemampuan
difusi paru. Pemeriksaan ini merupakan metoda nonivasif dan tidak dapat
berdiri sendiri untuk mendiagnosa penyakit spesifik namun merupakan
bagian integral dari proses pemeriksaan diagnostik. Uji fungsi pulmonal
(UFP) digunakan untuk :
(1) skrining penyakit pulmonal
(2) evaluasi preoperatif
(3) mengevaluasi kondisi untuk melakukan penyapihan dari ventilator
(4) pemeriksaan fisiologi pulmonal
(5) mendokumentasikan kemajuan penyakit pulmonal atau efek terapi
(6) meneliti efek latihan pada fisiologi pernapasan.

Kemampuan fungsi paru-paru dikaji dengan mengukur properti yang


mempengaruhi ventilasi (statis dan dinamis) dan respirasi (difusi dan
perfusi). Penilaian fungsi pulmonal dilakukan dengan mempertimbangkan
variabel-variabel dari setiap individu yang dievaluasi termasuk: usia, jenis
kelamin, berat badan dan tinggi badan, serta upaya individu dalam
melakukan setiap pemeriksaan.

M . PEMERIKSAAN OKSIMETRI NADI


Oksimetri nadi adalah metoda noninvasif pemantauan kontinu saturasi
oksigen-hemoglobin (SaO2). Meskipun pemeriksaan ini tidak dapat
menggantikan pemeriksaan analisis gas darah, namun pemeriksaan ini
sangat efektif untuk memantau pasien terhadap perubahan mendadak atau
perubahan kecil saturasi oksigen. Oksimetri nadi digunakan dalam berbagai
lingkup perawatan, termasuk unit perawatan kritis, unit perawatan umum,
dan lingkungan diagnostik dan tindakan di mana dibutuhkan pemantauan
saturasi oksigen selama prosedur.
Pemeriksaan oksimetri nadi menggunakan alat sensor (probe) yang
dilekatkan pada ujung jari, dahi, daun telinga atau tulang hidung. Sensor
mendeteksi perubahan kadar saturasi oksigen dengan memantau sinyal
cahaya yang dibangkitkan oleh oksimeter dan direfleksikan oleh denyutan
aliran darah melalui jaringan pada probe. Nilai normal SaO2 adalah 95 %
sampai 100 %. Nilai di bawah 85 % menandakan bahwa jaringan tidak
mendapat cukup oksigen dan pasien membutuhkan evaluasi lebih lanjut.
Nilai SaO2 yang didapat dengan oksimetri nadi tidak dapat diandalkan
dalam kondisi seperti henti jantung, syok, penggunaan obat-obat
vasokontriktor, pemberian zat warna per IV (seperti metilen biru), anemia
berat, dan kadar CO2 tinggi. Diperlukan pemeriksaan lain seperti kadar
hemoglobin, gas darah arteri, dan pemeriksaan laboratorium lainnya untuk
memvalidasi nilai oksimetri nadi dalam kondisi tersebut.

You might also like