Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
2 Istilah komentator (commentator) atau pengulas Aristoteles adalah gelar yang diberikan
oleh Dante (1265-1321 M) bagi Ibn Rusyd dalam bukunya Divina Commedia. Di lain pihak,
disebutkan bahwa gelar tersebut diberikan oleh Thomas Aquinas. Barnes & Nobel, New American
Encyclopedia, jil. II, (New York: Grolier, 1991), 370.
dan
pernah
menjabat
sebagai
pemangku
hukum
syariat
(Qd).
Rusyd,
4 Ab Ysuf Yaqb Ibn Ishq al-Kind, lahir di Kuffah 184 H/801 M dan wafat tahun 250
H/ 865 M. Dalam filsafat ia lebih condong kepada pemikiran Aristoteles. Halwi, Maws ah, jil. II,
277-283.
Dr
Ab
Ridah,
Rislah,
372.
Hal yang berbeda antara al-Frbi7 dan Ibn Sna8 ialah bahwa keduanya
beranggapan bahwa apabila terjadi pertentangan antara akal dan wahyu, maka
akal memiliki posisi yang lebih tinggi untuk diambil sebagai kesimpulan
kebenaran. Kendati terdapat perbedaan kesimpulan mengenai hubungan dan
pertentangan antara akal dan wahyu, di antara para filosof tersebut terdapat
kesamaan tentang keharusan adanya takwil apabila terjadi ketidak sesuaian
antara keduanya.
Di belahan dunia Barat Islam muncul Ibn Tufayl 9 melalui tulisan
fenomenalnya Hay Ibn Yaqzn, secara konsisten ia tetap mencari solusi bagi
keterhubungan filsafat dan agama. Secara sungguh-sungguh dalam Hay Ibn
Yaqzn, Ibn Tufayl berusaha membuktikan bahwa rasionalitas filsafat tidaklah
bertentangan dengan wahyu dan syariat.10 Namun, novel filsafat ini tidak
memberi pengaruh yang besar bagi pengembalian supremasi filsafat, karena
bahasa dan metode pemaparannya tidak mampu dipahami oleh semua
kalangan.
7 Ab NaDsr al-Frb Lahir 870 M dan wafat 339 H/950 M. Filosof
Muslim
yang
diberi
gelar al-mu allim al-thn, yang mencoba menggabungkan filsafat Plato dan
filsafat
Aristoteles.
UHalwi,
Mawsah,
jil.
II,
126
8
Ab Al al-Husayn Ibn Abdillah Ibn Sn, lahir 370 H/980 M dan wafat di Hamzan
Iran 428 H/1037 M. diberi gelar syaykh al-ras. Halwi, Maws ah, jil. I, 29.
9
Ab Bakr MuhDammad Ibn Abd Mlik Ibn Tufayl al-Qays. Lahir di Qadis 393
H/1100 M dan wafat di Marakusy 580 H/1185 M. Membuat karya fenomenal di
bidang filsafat UHay Ibn YaqUzn. Novel filsafat ini penuh dengan pengembaraan
rasionalitas tentang proses penciptaan alam semesta. Halwi, Maws ah, 3 3.
10
Atif al-Irq, Al-Nuzah, 268-269.
11
Ab Hmid MuDhammad bin MuDhammad bin bin ADhmad al-Ghazl lahir di
kota Thus daerah Khurasan 450 H/1059 M dan wafat 504 H/1111 M. Ia seorang
Muslim yang kompleks dengan berbagai karya fenomenal dan berpengaruh dalam
sejarah dunia Islam. Di antara karyanya yang berpengaruh adalah Tahfut alFalsifah (Filsafat dan Kalam), Ihy Ulm al-Dn (Tasawwuf). UHalwi,
Mawsah, jil. II, 94-105.
12
Ibn Rusyd dalam buku Tahfut al-Tahfut, selalu menyebut raUdiya Allah anhu
atau raUhimahu Allah setelah menyebut nama al-Ghazl setiap memulai kritik
terhadap argumen-argumen al-Ghazl, dengan tanpa mengurangi hasratnya untuk
menyalahkan al-Ghazl dalam buku Tahfut al-Falsifah. MuDhammad LuDtf
Jamah, Trkh Falsifat al-Islam f al-Masyriq wa al-Maghrib, (Beirut: Al-Kutub
al-Ilmiyyah, tt), 200-201
Usaha Ibn Rusyd ini adalah warisan yang berharga bagi dunia Islam
dalam menyatukan intelektualitas dan spiritualitas, walau tidak mendapat
respon yang cukup luas dalam dunia Islam. Bahkan, Averroesme13 telah
secara keliru memahami pemikirannya dengan mendistorsi aspek harmonis
antara agama dan filsafat. Dunia filsafat Barat mengambil penggalan karyanya
berupa otonomi akal, keharusan berfilsafat, keniscayaan hukum sebab-akibat,
sebagai
bangunan
epistemologis
ilmu
pengetahuan
mereka,
namun
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pandangan Ibn Rusyd terhadap Agama dan Filsafat ?
2. Bagaimana Harmonisasi Antara Filsafat Dan Agama Dalam Islam ?
3. Pososi Strategis Agama dan Filsafat ?
BAB II
PEMBAHASAN
Ia
adalah
Abu
al-Walid
Muhammad
Ibnu
15
Ibnu Rusyd, Tahafut al-Tahafut, Sulaiman Dunya (Cairo: Dar el-Maarif,
1964), h. 9. Lihat juga Sudarsono, Filsafat Islam (Cet. I; Jakarta: PT Rineka Cipta,
1997), h. 93
besar
yang
terkenal
di
dalam
dunia
menjadi
hakim
di
Sevilla
dan
Cordova.
Karena
intelektualitas
keluarganya
dan
berhasil
16
Zainal Abidin Ahmad, op. cit., h. 26.
17
Sirajuddin Zar, Filsafat Islam Filosof dan Filsafatnya (Cet. I; Jakarta: PT Raja Grafindo, 2004), h.
221. Lihat juga, Taufik Abdullah,(et al.). Ensiklopedi Tematis Dunia Islam ( Jilid. I; Jakarta: PT.
Ichtiar Baru Van Houve, 2002), h. 241.
matang
pendidikan
agamanya,
juga
periode
perkembangan
filsafat
Islam
mencapai
terhadap
perkembangan
pemikiran
di
Barat.
Filsafatnya merembes dari Andalusia ke seluruh negerinegeri Eropa, yang pada akhirnya menjadi pokok pangkal
kebangkitan bangsa-bangsa Barat. Tahafut adalah reaksi
atas buku al-Ghazali Tahaful al-Falasifah. Dalam bukunya itu,
Ibnu
Rusyd
membela
kembali
pendapat-pendapat
ahli
18
Usman Abdul Muthi Allam, Muhadarat Falsafiyyah (Kairo: Matbaah
Jamiah al-Azhar, 2000), h. 197.
Ibnu
pengulas
Rusyd
yang
adalah
dalam
seorang
terhadap
ulama
filsafat
besar
dan
Aristoteles.
10
pada
malam
ayahnya
meninggal
dan
dalam
perkawinan dirinya.20
Selanjutnya pada tahun 1182 ia bertugas sebagai
dokter
khalifah
di
istana
al-Muwahhidin
Maroko,
Islam,
diasingkan
ke
Sebagai
suatu
akibatnya,
tempat
ia
ditangkap
bernama
Lucena
dan
derah
Cordova.21
Tindakan kaum ulama dan fuqaha tidak hanya
sampai
disitu,
bahkan
membawa
pengaruh
yang
menyebabkan kaum filosof tidak lagi disenangi. Dan bukubukunya tentang filsafat dibakar. Pada saat itu Ibnu Rusyd di
20
Usman Abdul Muthi Allam, op. cit,. h. 197. Lihat juga Hasyimsyah Nasution,
Filsafat Islam (cet. II; Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001), h. 113.
21
Harun Nasution, Filsafat dan Mistisme Dalam Islam (Cet. II; Jakarta: Bulan
Bintang, 1978), h. 47.
11
seorang
filosof
yang
menentang
al-Ghazali.
Falasifah.
Rusyd
melandaskan pemikirannya
pada
sebuah
logika
12
24
Ibn Rusyd, Fasl al-Maql, 23
25
Burhn dalam pengertian umum adalah setiap aktivitas rasional untuk
menentukan kebenaran suatu premis. Sedangkan dalam istilah mantiq (bersifat
logis), burhn adalah pendalaman atau kritik terhadap suatu proposisi, yakni,
usaha rasional untuk menentukan validitas premis dalam proses konklusi, dengan
terikat kepada premis-premis sebelumnya atau premis terdahulu yang sudah
diakui kebnarannya. bid al-Jbir, Bunyah al-Aql al-Arab, cet. III, (Beirt: alMarkaz al-Thaqf al-Arab, 1993), 383.
13
umat
manusia
dalam
tiga
tingkatan
intelektualitas
harus
27
Ibn Rusyd, Fasl al-Maql, 55-59
28
Ibn Rusyd, Fasl al-Maql, 59
14
15
filosoflah
untuk
memperlihatkan
bagaimana
sesungguhnya
kebenaran wahyu dan kebenaran akal itu menjadi sinergi yang harmonis.32
Dalam masyarakat Islam sendiri sejak awal, setelah filsafat Yunani
diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dan beredar secara bergelombang
dalam masyarakat Islam,33 muncul reaksi kontra produktif terhadap filsafat
yang dianggap sebagai ancaman bagi akidah Islam. Tantangan kuat datang
dari kelompok konservatif, khususnya dari kelompok ulama fikih yang
31
Gary E. Kessler, Philosophy of Religion: Toward a Global Perspective, (Toronto:
Wadsworth Publishing Company, 1999), 431
32
Kessler, Philosophy of Religion, 431
17
34
Abd al-MaqsD Dd abd al-Ghan Abdul MaqsD Dd, Al-Tauq bayna al-Dn wa
al-Falsafah; Inda Falsifah al-Islm f al-Andalus, (Kairo: Maktabah al-Zuhar,
1993), 5.
18
masih berpola pikir tasub, pola pikir yang picik dan cenderung
primordial. Di samping itu, di Timur tidak ada represi politik dari penguasa
yang menentang filsafat, karena sebagaimana diketahui, khususnya pada
zaman Abbsiyyah, para Penguasa juga memahami filsafat. Sedangkan di
Barat Islam, doktrin keagamaan yang sempit masih menguasai pola pikir
kaum Muslim yang cenderung fundamental dan ekslusif Di bagian Timur
Islam, situasi yang kondusif tidak terlalu memaksa para pencinta filsafat
untuk mengkhususkan bahasan pada usaha harmonisasi secara khusus,
berbeda dengan yang terjadi di Barat Islam yang hidup di bawah
kekuasaan al-MurabitDn dan al-MuwahDhDidn yang masih berpikir
sempit dan menentang kebebasan berpikir.
Pola pikir yang sempit ini sampai pada titik nadir yang memaksa
para Penguasa mengikuti mereka untuk mendapatkan dukungan, dan
terpaksa meninggalkan para filosof yang sebelumnya dekat dengan
Penguasa, seperti yang dialami oleh Ibn Bajjah dan Ibn Rusyd.35 Dalam
situasi inilah para filosof terpaksa berupaya membangun pemikiran yang
mempertemukan antara Islam dan filsafat, yang bertujuan untuk
menyelamatkan posisi mereka sekaligus menerangkan kepada masyarakat
bahwa filsafat tidaklah bertentangan dengan agama.
Sebagian filosof ada yang membangun argumen berbentuk novel
filsafat seperti yang dihasilkan Ibn Tufayl (w. 581 H), dengan novel
filosofisnya Hai Ibn Yaqzn36, ia secara konsisten mencari solusi bagi
35
Abd al-Maqsd, Al-Taufq, 8
36
Hay Ibn Yaqzn telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris pada abad ke-17; mengisahkan
seorang manusia bisa mencapai pengetahuan terhadap Allah walau dilahirkan sendirian di satu
pulau terpencil yang tidak dihuni oleh suatu masyarakat. Kisah ini bermula dari penerapan
rasionalitas dan berakhir dengan pandangan tentang olah jiwa melalui kasyf. Abbs Aqqd, Ibn
Rusyd, (Kairo: Dr al-Marif, tt), 15.
19
yang
berpikir:
Mereka
mendapat
gambaran
berdasarkan
37
Muhammad Atf al-Irq, Qissah al-Niz bayna al-Dn wa al-Falsafah, (Kairo: Maktabah Misr,
tt.), 268-269.
20
38
AtDf al-Irq, Al-Nuzah, 12-13.
21
40
Madjd Fakhr, A History, 177.
41
M. E. Marmura (ed.), Islamic Theology and Philosophy, (Albany: State University of New York
Press, 1984), 192.
22
(2)
metode
jadaliyyah
(dialektik)
dan
(3)
metode
khattbiyyah (retorika).44
42
Ibn Rusyd, FaUsl al-Maql fm bayna al- Hikmah wa al-Syar`ah min al-Ittisl, ed. M. Imrah,
(Kairo: Dr al-Marif, 1972), 54.
43
Ibn Rusyd, FaUsl al-Maql, 55.
23
44
Ibn Rusyd, FaUsl al-Maql, 55.
24
yakni,
metode
yang
kebenarannya)
dalam
pembentukan
bersifat
konsep
yaqn
(dipastikan
maupun
pembuktian
25
takwil-takwil
yang
dilakukan
kaum
Asyariyyah
dan
26
27
28
kebenaran tidak dapat menentang kebenaran, dan oleh karena itu, adalah
sah untuk menyatukan apa yang telah diterima oleh akal (maql) dan hal
hal yang ditunjukkan oleh wahyu (manql).51 Untuk melengkapi ini, Ibn
Rusyd mengambil perbedaan yang digambarkan oleh ahli mistik antara
makna jelas dan makna batin dengan penafsiran alegoris (takwil) sebagai
suatu akibat yang wajar. Sunguhpun, penafsiran itu sendiri masih dalam
kerangka rasionalitas, dan secara sederhana bertujuan menghindarkan
ketidak-salihan dan bidah yang lahir dari faham anthropomorphisme.
Proses penakwilan itu sendiri (1) hanya mungkin jika kata-kata dari teks
tersebut jika diletakkan dalam pengertian literalnya, tidak mempunyai
makna yang jelas. Kemudian, beberapa dogma yang dikemukakan ini tidak
menampilkan masalah linguistik, dengan demikian jauh di luar komentar
literalnya; (2) harus mengikuti dengan tepat aturan-aturan normal bahasa
Arab mengenai metafora, dan (3) penerapannya bergantung baik pada
tingkatan intelektualitas dari orang-orang yang terlibat maupun pada tipe
metafora yang dipersoalkan. Jika ide yang diungkapkan dengan citra yang
sulit dipahami, maka penafsiran hanya diperkenankan kepada pribadipribadi yang terdidik. Jika hal itu mudah untuk dipahami, setiap orang wajib
mempelajarinya.
al-Qurn
tentang
persemayaman
Tuhan
di
atas
singgasana (Q.7:54; 20:5) dan dapatnya Tuhan dilihat pada hari kiamat
(Q.75:23), untuk menyebut dua contoh penting dari ayat-ayat yang
51
Ibn Rusyd, Fa Dsl, 33.
29
golongan
persemayaman
Mutazilah
(istiw)
dan
penerus-penerusnya
sebagai
simbol
dari
menakwilkan
kemenyendirian
oleh
adanya
ayat-ayat
yang
mengandung
tasybh
53
Makna takwil adalah makna yang dimunculkan dari pengertian suatu lafaz (kata) yang keluar dari
konotasinya yang hakiki (real/substansial) kepada makna majaz (metafora/essensial) dengan suatu
cara yang tidak melanggar tata bahasa Arab dalam membuat metafora. Ibn Rusyd, Fasl al-Maql,
33.
30
31
konotasi
orang Arab
dalam
refresentatif
bagi
seorang
pemilik
metode
burhn
untuk
32
56
Al-Qurn; Ali Imrn: 7
33
terjadi melalui proses yang tidak pasti dan meyakinkan, maka boleh saja
cara-cara di atas dilakukan.57
Sejarah sendiri mengungkapkan bahwa banyak ulama generasi
pertama yang berpendapat bahwa syariat memang mengandung makna
eksoteris dan makna esoteris. Dan bagi mereka yang berkemampuan
kurang memadai dalam memahami makna-makna itu, tidak diharuskan
mempelajarinya. Dalam hal ini, contohnya adalah berita yang diriwayatkan
oleh Bukhri dari sahabat Al bin Abi Tlib, bahwa Allah berkata:
Berbicaralah kepada manusia berdasarkan kapasitas pengetahuan mereka.
Apakah kalian ingin agar Allah dan Rasulnya didustakan orang?
Demikian pula riwayat lain yang disampaikan oleh sekelompok orangorang salaf.58
Karena itu, bagaimana mungkin dapat dibayangkan adanya ijmak
mengenai satu permasalahan teoritik yang benar-benar sampai ke masa
yang jauh sesudahnya. Padahal tidak ada dalam sejarah, di mana para
ulamanya, tidak seorang pun berpendapat bahwa dalam syariat itu sendiri
sebenarnya tidak perlu diketahui maknanya secara esensial. Sebaliknya
berbeda dengan yang terjadi di bidang amaliah (praktis-aplikatif). Semua
orang berpendapat tentang perlunya suatu kesepahaman umum untuk
menyebarluaskannya kepada semua kalangan secara sama. Untuk
meyakinkan telah terjadinya ijmak dalam hal ini, sudah cukup apabila
beredar luas, dan tidak ada informasi yang menyatakan terjadi perselisihan
dalam masalah tersebut. Cara seperti ini adalah memadai bagi terjadinya
57
Ibn Rusyd, FaUsl al-maql, 34
58
Ibn Rusyd, FaUsl al-Maql, 35
34
ijmak dalam hal-hal yang bersifat amaliah, tapi tidak demikian terhadap
hal-hal yang bersifat teoritik.
Kompetensi Ibn Rusyd dalam membicarakan takwil beserta
partikularisasinya berkaitan dengan upayanya untuk menerapkan kaedah
dan metode ini terhadap isu sentral yang menjadi ajang konflik antara para
filosof dan mutakallimn. Jadi ketika menyinggung bahwa kaum Asyar
dan Mutazil melakukan takwil sebagian teks syariat, juga ketika ia
menukilkan al-Ghazl yang dalam kitabnya Faisal al-Tafriqah bayna alIslm wa al-Zindqiyyah berbicara mengenai lima tingkatan wujud: dht
(esensi) hiss (inderawi) khayyl (imaginatif), aql (rasional) dan syabah
(metaforik), dengan semua ini seolah-olah Ibn Rusyd ingin mengatakan
bahwa yang urgen bukanlah sah atau tidaknya melakukakan takwil
ataukah bersifat wajib, juga bukan pada jumlah tingkatan wujud yang
menyebabkan kafir tidaknya seseorang, yang misalnya menerima
kebenaran berita-berita ukhrawi menurut satu tingkatan tertentu.
Proses penakwilan menurut Ibn Rusyd adalah memunculkan
pengertian suatu lafadz dari konotasi rielnya untuk mendapatkan konotasi
metaforiknya. Proses penakwilan juga dalam koridor tradisi gramatika dan
kultur filologi masyarakat Arab dalam membuat ungkapan-ungkapan yang
bersifat metaforik. Misalnya, menyebutkan sesuatu dengan sebutan
tertentu lainnya karena adanya faktor kemiripan atau menjadi sebab atau
akibatnya, atau sesuatu tersebut menjadi bandingannya,
faktor
lain
yang
diuraikan
secara
rinci
atau
faktor-
35
konklusi
tersebut,
maka
argumen-argumen
filosofis
61
Ibn Rusyd, Fasl al-Maql, 2.
36
kata lain, jika studi teleologis tentang dunia semesta adalah filsafat, dan
jika syariat memerintahkan studi seperti itu, maka syariat membutuhkan
filsafat.62 Premis-premis di atas bahkan secara substansial mengandung
pesan etis yang jauh kedepan, bahwa agama juga tidak bertentangan dengan
sains, sebagaimana kemudian hari John Hedley Brooke menyimpulkan
bahwa agama dan sains tidak akan bertentangan.63
Dengan kepercayaan yang konsisten bahwa filsafat tidak pernah
akan bertentangan dengan agama, bahkan agama membutuhkan filsafat,
Ibn Rusyd lalu membangun argumen rasional untuk membuktikan adanya
Tuhan, dengan menggunakan apa yang ia sebut sebagai metode rasional
yang sesuai dengan al-Qurn.
Sebagaimana terlihat, Ibn Tufayl di sejumlah tahap-tahap awal
pemikirannya, membuat kebingungan pembacanya dengan Hay Ibn Yazn
dengan mencangkok sebuah pandangan baru yang sama sekali asing -yaitu
pandangan illuminisme sebagai kombinasi rasionalisme. Sementara, Ibn
Rusyd mengambil pandangan rasionalisme dan menolak segala bentuk
pengakuan untuk mentransendenkannya,
memandang analisis
atas
63
John Hedley Brooke, Science and Religion; Some Historical Perspectives, (Cambridge: Cambridge
University Press, 1991), 18-19.
64
Dominique Urvoy, Perjalanan Intelektual Ibn Rusyd, terj. Achmad Syahid, (Surabaya: Risalah
37
BAB III
KESIMPULAN
Kebenaran pada dasarnya dapat dipertemukan secara metodologisepistemologis, karena pada hakikatnya kebenaran adalah satu. Jika ada
pemahaman tentang wahyu agama yang berbeda dengan pandangan yang
dihasilkan oleh akal, maka pemahaman terhadap wahyu tersebut dapat
disesuaikan dengan pandangan yang dihasilkan oleh akal budi.
65
Lihat Urvoy, Perjalanan Intelektual, 120
38
DAFTAR PUSTAKA
Ibn Rusyd, Tahfut al-Tahfut, jil. I, ed. Sulaimn Dunia, (Kairo: Dr al-Marif,
1968). 9; Ras Syril HDalw, Mawsah Alm al-Falsafah al-Arab wa
al-Ajnib, jil. I, (Beirt: Dr al-Kutub al-Ilmiyyah, 1992).
Zainal Abidin Ahmad, Riwayat Hidup Ibn Rusyd (Averroes; Filosuf Islam
Terbesar di Barat), (Jakarta: Bulan Bintang, 1965).
Barnes & Nobel, New American Encyclopedia, jil. II, (New York: Grolier,
1991).
Muhammad Atf al-Irq, Al-Nuzah al-Aqliyyah f Falsafah Ibn Rusyd, (Kairo:
Dr al-Marif, 1967).
Halwi, Mawsah, jil. II, 277-283.
M.A.H. Ab Ridah (ed.), Rislat al-Kind al-Falsafyyah, jil. I, (Kairo: Dr al-Fikr
al-Arab, 1950.
Muhammad Lutf Jamah, Trkh Falsifat al-Islam f al-Masyriq wa al-Maghrib,
(Beirut: Al-Kutub al-Ilmiyyah, tt). Ibn Rusyd, Fasl al-Maql f m bayna
al-Hikmah wa al-Syarah al-Ittisl, ed. M.
Imrah, (Kairo: Dr al-Marif, 1972). bid al-Jbir, Bunyah al-Aql alArab, cet. III, (Beirt: al-Markaz al-Thaqf
al-Arab, 1993). Dominique Urvoy, Perjalanan Intelektual Ibn Rusyd,
terj. Achmad Syahid,
(Surabaya: Risalah Gusti, 2000). W. Montgomery Watt, Islam dan
Peradaban Dunia, cet. II, terj. Hendro Prasetyo,
40
41