You are on page 1of 23

BAB I

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Anak merupakan hal yang penting artinya bagi sebuah keluarga. Selain
sebagai penerus keturunan, anak pada akhirnya juga sebagai generasi penerus bangsa.
Oleh karena itu tidak satupun orang tua yang menginginkan anaknya jatuh sakit,
lebih-lebih bila anaknya mengalami kejang demam.
Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering
dijumpai pada anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Penyebab
demam terbanyak adalah infeksi saluran pernapasan bagian atas disusul infeksi
saluran pencernaan. (Ngastiyah, 1997; 229).
Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6
bulan sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah
menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-laki
daripada perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita didapatkan
maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki.
(ME. Sumijati, 2000;72-73)
Bangkitan kejang berulang atau kejang yang lama akan mengakibatkan
kerusakan sel-sel otak kurang menyenangkan di kemudian hari, terutama adanya
cacat baik secara fisik, mental atau sosial yang mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan anak. (Iskandar Wahidiyah, 1985 : 858) .
Kejang

demam

merupakan

kedaruratan

medis

yang

memerlukan

pertolongan segera. Diagnosa secara dini serta pengelolaan yang tepat sangat
diperlukan untuk menghindari cacat yang lebih parah, yang diakibatkan bangkitan
kejang yang sering.

Untuk itu tenaga perawat/paramedis dituntut untuk berperan aktif dalam


mengatasi keadaan tersebut serta mampu memberikan asuhan keperawatan kepada
keluarga dan penderita, yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif secara terpadu dan berkesinambungan serta memandang klien sebagai
satu kesatuan yang utuh secara bio-psiko-sosial-spiritual. Prioritas asuhan
keperawatan pada kejang demam adalah : Mencegah/mengendalikan aktivitas
kejang, melindungi pasien dari trauma, mempertahankan jalan napas, meningkatkan
harga diri yang positif, memberikan informasi kepada keluarga tentang proses
penyakit, prognosis dan kebutuhan penanganannya.
2. Tujuan
2.1 Tujuan Umum
Penulis mampun melaporkan asuhan keperawatan pada pasien kejang demam
dan mampu mengaplikasikan Kompres Air Hangat Terhadap penurunan Suhu Tubuh
Pada anak Kejang Demam Dalam Asuhan Keperawatan Anak A Di Ruang Ismail 2
Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang.
1.2.1 Tujuan Khusus
1. Mampu melaksanakan pengkajian pada An.A usia 2tahun dengan kejang
demam.
2.

Mampu mengidentifikasi masalah dan analisis kebutuhan dari data yang


terkumpul pada An.D usia 2 tahun dengan kejang demam.

3. Mampu mengantisipasi masalah dan diagnosa pada An.A usia 2 tahun


4. Mampu menetapkan tindakan segera pada An.A usia 2 Tahun dengan kejang
demam.
5. Mampu membuat rencana tindakan An.A usia 2 tahun dengan kejang demam.
6. Mampu mengevaluasi hasil pelaksanaan yang dilakukan An A usia 2 tahun
dengan kejang demam.

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. PENGERTIAN
1. Kejang demam : bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
tubuh rectal di atas 38o C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
(Mansjoer, A.dkk. 2000: 434)
2. Kejang demam : kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi yang disebabkan
oleh kelainan ekstrakranium. (Lumban tobing, 1995: 1)
3. Kejang demam : ganguan sementara yang terjadi pada anak-anak yang ditandai
dengan demam. (Wong, D.T. 1999: 182)
4. Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang
mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang bersifat
sementara. (Hudak and Gallo,1996).
5. Kejang demam adalah serangan pada anak yang terjadi dari kumpulan gejala dengan
demam. (Walley and Wongs edisi III,1996).
6. Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal di atas 38 c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang
demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada
anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan
hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price,
Latraine M. Wikson, 1995).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan kejang
yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yaitu 38o C yang sering di jumpai pada
usia anak dibawah lima tahun.

B. ETIOLOGI
Menurut Mansjoer, dkk (2000: 434) Lumban Tobing (1995: 18-19) dan Whaley
and Wong (1995: 1929)
1. Demam itu sendiri
Demam yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media,
pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih, kejang tidak selalu timbul pada
suhu yang tinggi.
2. Efek produk toksik daripada mikroorganisme
3. Respon alergik atau keadaan umum yang abnormal oleh infeksi.
4. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit.
5. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan, yang tidak diketahui atau
enselofati toksik sepintas.
Menurut staf pengajar ilmu kesehatan anak FKUI (1985: 50), faktor presipitasi
kejang demam: cenderung timbul 24 jam pertama pada waktu sakit demam atau dimana
demam mendadak tinggi karena infeksi pernafasan bagian atas. Demam lebih sering
disebabkan oleh virus dari pada bakterial.
C. PATOFISIOLOGI
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel/organ otak diperlukan energi
yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yaitu glukosa sifat
proses ini adalah oksidasi dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak
melalui sestem kardiovaskuler.
Dari uraian di atas, diketahui bahwa sumber energi otak adalah glukosa yang
melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel yang dikelilingi oleh membran
yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam
keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K +)
dan sangat sulit oleh natrium (Na+) dan elektrolit lainnya kecuali ion klorida (Cl-).
Akibatnya konentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan ion Na + rendah, sedang di luar sel
neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena keadaan tersebut, maka terjadi perbedaan
potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na - K Atp
ase yang terdapat pada permukaan sel.
4

Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh perubahan konsentrasi


ion di ruang ekstraseluler. Rangsangan yang datangnya mendadak seperti mekanis,
kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya dan perubahan patofisiologi dan membran
sendiri karena penyakit atau keturunan.
Pada demam, kenaikan suhu 1o C akan mengakibatkan metabolisme basal 10 - 15
% dan kebutuhan O2 meningkat 20 %.
Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh
tubuh dibandingkan dengan orang dewasa (hanya 15%) oleh karena itu, kenaikan suhu
tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat
terjadi difusi dari ion kalium dan natrium melalui membran listrik. Ini demikian besarnya
sehingga meluas dengan seluruh sel dan membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan
yang tersebut neurotransmitter dan terjadi kejang.
Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu 38 o
C dan anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 o C atau lebih,
kejang yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai apnea. Meningkatnya
kebutuhan O2 dan untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, denyut jantung yang tidak teratur dan makin meningkatnya suhu tubuh
karena tingginya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak
meningkat. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan
hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul oedema otak yang
mengakibatkan kerusakan sel neuron otak (Hasan dan Alatas, 1985: 847 dan Ngastiyah,
1997: 229)

Infeksi bakteri
Virus dan parasit

rangsang mekanik dan biokimia.


gangguan keseimbangan cairan&elektrolit

Reaksi inflamasi

perubahan konsentrasi ion


di ruang ekstraseluler

Proses demam
Hipertermia

Ketidakseimbangan

kelainan neurologis

potensial membran

perinatal/prenatal

ATP ASE
Resiko kejang berulang
difusi Na+ dan K+
Pengobatan perawatan
Kondisi, prognosis, lanjut

kejang

resiko cedera

Dan diit
Kurang informasi, kondisi
Prognosis/pengobatan

kurang dari
15 menit

Dan perawatan

perubahan suplay
Tidak menimbulkan

Kurang pengetahuan

lebih dari 15 menit

Darah ke otak

gejala sisa

Inefektif
Penatalaksanaan kejang

resiko kerusakan sel

Cemas

Neuron otak
Cemas
Perfusi jaringan cerebral tidak efektif

D. MANIFESTASI KLINIS
Kebanyakan kejang demam berlangsung singkat, bilateral, serangan berupa klonik
atau tonik-klonik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak
memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak
terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf. Kejang demam dapat
berlangsung lama dan atau parsial. Pada kejang yang unilateral kadang-kadang diikuti
oleh hemiplegi sementara (Todds hemiplegia) yang berlangsung beberapa jam atau
bebarapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiplegi yang menetap.
(Lumbantobing,SM.1989:43)
Menurut Behman (2000: 843) kejang demam terkait dengan kenaikan suhu yang
tinggi dan biasanya berkembang bila suhu tubuh mencapai 39 o C atau lebih ditandai
dengan adanya kejang khas menyeluruh tonik klonik lama beberapa detik sampai 10
menit. Kejang demam yang menetap > 15 menit menunjukkan penyebab organik seperti
proses infeksi atau toksik selain itu juga dapat terjadi mata terbalik ke atas dengan
disertai kekakuan dan kelemahan serta gerakan sentakan terulang.

E. PENATALAKSANAAN
Menurut Ngastiyah (1997: 232-235) dan Hassan & Alatas (195: 850-854) ada 4 faktor
yang perlu dikerjakan :
1. Segera diberikan diezepam intravena
atau diazepam rektal
Bila kejang tidak berhenti
tunggu 15 menit

dosis rata-rata 0,3mg/kg


dosis 10 kg = 5mg/kg
10 kg = 10 mg

dapat diulangi dengan dosis/cara yang sama


Kejang berhenti
berikan dosis awal fenobaritol
neonatus =30 mg IM
1 bln-1 thn=50 mg IM
>1 thn=75 mg IM
Pengobatan rumat
4 jam kemudian
Hari I+II = fenobaritol 8-10 mg/kg dibagi dlm 2 dosis
Hari berikutnya = fenobaritol 4-5 mg/kg dibagi dlm 2 dosis
Bia diazepam tidak tersedia langsung memakai fenobarbital dengan dosis awal
selanjutnya diteruskan dengan dosis rumat.
2. Membebaskan jalan nafas, oksigenasi secukupnya
3. Meurunkan panas bila demam atau hipereaksi, dengan kompres seluruh tubuh dan
bila telah memungkinkan dapat diberikan parasetamol 10 mg/kgBB/kali
kombinasi diazepam oral 0,3 mg/kgBB
4. Memberikan cairan yang cukup bila kejang berlangsung cukup lama (> 10 menit)
dengan IV : D5 1/4, D5 1/5, RL.

Ada juga penatalaksanaan yang lain yaitu:


a. Bila etiologi telah diketahui pengobatan terhadap penyakit primer segera
dilakukan. Bila terdapat hipogikemia, beri larutan glukosa 20 % dengan dosis
2 - 4 ml/kg BB secara intravena dan perlahan kemudian dilanjutkan dengan
larutan glukosa 10 % sebanyak 60 - 80 ml/kg secara intravena. Pemberian Ca
- glukosa hendaknya disertai dengan monitoring jantung karena dapat
menyebabkan bradikardi. Kemudian dilanjutkan dengan peroral sesuai
kebutuhan. Bila secara intravena tidak mungkin, berikan larutan Ca glukosa
10 % sebanyak 10 ml per oral setiap sebelum minum susu.
b. Bila kejang tidak hilang, harus pikirkan pemberian magnesium dalam bentuk
larutan 50% Mg SO4 dengan dosis 0,2 ml/kg BB (IM) atau larutan 2-3 % mg
SO4 (IV) sebanyak 2 6 ml. Hati-hati terjadi hipermagnesemia sebab gejala
hipotonia umum menyerupai floppy infant dapat muncul.
c. Pengobatan dengan antikonvulsan dapat dimulai bila gangguan metabolik
seperti hipoglikemia atau hipokalsemia tidak dijumpai. Obat konvulsan
pilihan utama untuk bayi baru lahir adalah Fenobarbital (Efek mengatasi
kejang, mengurangi metabolisme sel yang rusak dan memperbaiki sirkulasi
otak sehingga melindungi sel yang rusak karena asfiksia dan anoxia).
Fenobarbital dengan dosis awal 20 mg . kg BB IV berikan dalam 2 dosis
selama 20 menit.
Banyak penulis tidak atau jarang menggunakan diazepam untuk
memberantas kejang pada BBL dengan alasan efek diazepam hanya sebentar dan
tidak dapat mencegah kejang berikutnya. Disamping itu pemberian bersama-sama
dengan fenobarbital akan mempengaruhi pusat pernafasan karena zat pelarut
diazepam mengandung natrium benzoat yang dapat menghalangi peningkatan
bilirubin dalam darah

G. KLASIFIKASI
Menurut Ngastiyah ( 1997: 231), klasikfikasi kejang demam adalah
1. Kejang demam sederhana
yaitu kejang berlangsung kurang dari 15 menit dan umum. Adapun pedoman untuk
mendiagnosa kejang demam sederhana dapat diketahui melalui criteria Livingstone,
yaitu :
a. umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun
b. kejang berlangsung hanya sebentar, tidak lebih dari 15 menit.
c. Kejang bersifat umum
d. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbul demam.
e. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
f. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal
tidak menunjukan kelainan.
g. Frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali
2. Kejang kompleks
Kejang kompleks adalah tidak memenuhi salah satu lebih dari ketujuh criteria
Livingstone. Menurut Mansyur ( 2000: 434) biasanya dari kejang kompleks diandai
dengan kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit, fokal atau multiple ( lebih dari 1
kali dalam 24jam). Di sini anak sebelumnya dapat mempunyai kelainan neurologi
atau riwayat kejang dalam atau tanpa kejang dalam riwayat keluarga.
H. KOMPLIKASI
Menurut Lumbantobing ( 1995: 31) Dan Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI
(1985: 849-850). Komplikasi kejang demam umumnya berlangsung lebih dari 15 menit
yaitu :
1. Kerusakan otak
Terjadi melalui mekanisme eksitotoksik neuron saraf yang aktif sewaktu kejang
melepaskan glutamat yang mengikat resptor MMDA ( M Metyl D Asparate ) yang
mengakibatkan ion kalsium dapat masuk ke sel otak yang merusak sel neuoran secara
irreversible.

10

2. Retardasi mental
Dapat terjadi karena deficit neurolgis pada demam neonatus.
I.

PENCEGAHAN
Menurut Ngastiyah ( 1997: 236-239) pencegahan difokuskan pada pencegahan
kekambuhan berulang dan penegahan segera saat kejang berlangsung.
1. Pencegahan berulang
a. Mengobati infeksi yang mendasari kejang
b. Penkes tentang
1) Tersedianya obat penurun panas yang didapat atas resep dokter
2) Tersedianya obat pengukur suhu dan catatan penggunaan termometer, cara
pengukuran suhu tubuh anak, serta keterangan batas-batas suhu normal
pada anak ( 36-37C)
3)

Anak diberi obat anti piretik bila orang tua mengetahuinya pada saat
mulai demam dan jangan menunggu sampai meningkat

4)

Memberitahukan pada petugas imunisasi bahwa anaknya pernah


mengalami kejang demam bila anak akan diimunisasi.

2. Mencegah cedera saat kejang berlangsung kegiatan ini meliputi :


a. Baringkan pasien pada tempat yang rata
b. Kepala dimiringkan unutk menghindari aspirasi cairan tubuh
c. Pertahankan lidah untuk tidak menutupi jalan napas
d. Lepaskan pakaian yang ketat
e. Jangan melawan gerakan pasien guna menghindari cedera
J.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Komite Medik RSUP Dr. sardjito ( 2000:193) dan Lumbantobing dan Ismail
(1989 :43), pemeriksaannya adalah :
1. EEG
Pemeriksaan EEG dibuat 10-14 hari setelah bebas panas tidak menunjukan
kelainan likuor. Gelombang EEG lambat didaerah belakang dan unilateral
menunjukan kejang demam kompleks.

11

2. Lumbal Pungsi
Tes ini untuk memperoleh cairan cerebrospinalis dan untuk mengetahui keadaan
lintas likuor. Tes ini dapat mendeteksi penyebab kejang demam atau kejang
karena infeksi pada otak.
-

Pada kejang demam tidak terdapat gambaran patologis dan pemeriksaan


lumbal pungsi

Pada kejang oleh infeksi pada otak ditemukan :


1) Warna cairan cerebrospinal : berwarna kuning, menunjukan pigmen
kuning santokrom
2) Jumlah cairan dalam cerebrospinal menigkat lebih dari normal (normal
bayi 40-60ml, anak muda 60-100ml, anak lebih tua 80-120ml dan
dewasa 130-150ml)
3) Perubahan biokimia : kadar Kalium meningkat ( normal dewasa 3.5-5.0
mEq/L, bayi 3.6-5.8mEq/L)

12

BAB III
PENGKAJIAN DATA
Nama bidan

: Mahasiswa

Tanggal

: 25-04-2012

Tempat

: Rumah Sakit Rawa Lumbu

1. PENGKAJIAN
1.1 Anamnesa
a. Identitas Pasien
Nama

: An. D

Umur

: 1 bulan 13 hari

Jenis Kelamin : Laki Laki


Keluhan utama pasien pada waktu masuk/ alasan datang:
Anak datang dengan keluhan panas dengan suhu 39,9o C dan kejang, serta
batuk sudah 2 minggu.
Identitas Penanggung Jawab
Nama

: Ny. D

Umur

: 30 tahun

Kebangsaan

: Indonesia

Agama

: Islam

Pendidikan

: S1

Pekerjaan

: Guru

Alamat rumah : Jl. Narogong

13

b. Riwayat kehamilan ibu


Paritas

:1

Usia gestasi

: 39 minggu

Frekwensi pemeriksaan kehamilan

: 9x pemeriksaan

Tempat pemeriksaan kehamilan

: BPS

Imunisasi TT

: Lengkap

Komplikasi kehamilan

: Tidak ada

Obat obatan yang digunakan

: Fe, kalk

c. Riwayat kelahiran
Lahir tanggal

: 12-03-2012

Pukul

: 06.30 wib

Jenis kelamin

: Laki laki

Jenis persalinan

: Spontan

Ditolong oleh

: Dokter

Tempat persalinan

: RS Kesdam

Lama kala I-IV

: 10 jam

Komplikasi/ penyulit persalinan

: Tidak ada

d. Pola nutrisi
Lamanya setiap pemberian ASI

: 30 menit.

Frekwensi pemberian ASI

: Sesering mungkin, setiap 2 jam

Makanan/minuman yang sedang dikonsumsi anak ( jenis, selera, masalah


pola makan, frekwensi, dan jumlah ) : ASI saja
e. Pola eliminasi
BAK

: Warna kuning jernih

Frekwensi

: 6x sehari

BAB

: Konsistensi lembek

Frekwensi

: 2x sehari

14

f. Riwayat kesehatan bayi


Bayi batuk pilek sejak 2 minggu lalu sudah diberi obat baby cough tetapi
belum sembuh,dan sehari yang lalu mengalami panas tinggi mencapai suhu
39, 9o C dan 30 menit yang lalu kejang selama 5 menit, sehingga bayi
dibawa ke rumah sakit.
g. Vaksinasi
Jenis imunisasi

Tanggal diberikan imunisasi


II
III
-

I
12-04-2012

BCG
HEPATITIS B
DPT
POLIO
CAMPAK

12-04-2012

IV

h. Pola tumbuh kembang


Sesuai dengan perkembangan anak, anak mampu tersenyum spontan,
mengangkat kaki dan tangan, sesuai dengan pola tumbuh kembang pada
anak usia 1 bulan.
1.2 pemeriksaan fisik
a. kesadaran

: composmentis

b. BB saat ini

: 3600 gram, sebelumnya 3800 gram

c. PB saat ini

: 49 cm,sebelumnya 49 cm

d. Pols

: 200 x/m

e. RR

: 80 x/m

f. Suhu

: 39,9 o C

g. Kepala

: Lingkar kepala 35 cm, kepala tidak ada pembesaran

h.

Mata : simetris, bersih, konjungtiva tidak pucat, sklera


tidak ikterik, reflek pupil(+)

i. Telinga: simetris, bersih


j. Hidung

: simetris, tidak ada polip dan sinus, produksi secret ( +)

k. Mulut

: simetris, tidak kotor, bibir kering

l. Leher

:simetris, tidak ada pembesaran

m.

Dada (jantung & paru): simetris, LD 34 cm,


15

terdapat penggunaan otot aksesorus dalam


bernafas, auskultasi terdengar bunyi weezing saat
bernafas.
n. Abdomen

: konsistensi tegang/distensi

o. Alat kelamin ( genital )


Laki laki

: bersih, testis sudah turun pada skrotum, lubang


penis pada ujung.

p.

Anus : (+) berlubang

q.

Punggung

:simetris, tidak ada kelainan tulang

belakang, tidak ada spina bifida


r. Bahu,lengan, tangan : simetris, jumlah jari normal, pergerakan aktif

1.3

s. Tungkai dan kaki

: simetris, jumlah jari normal, pergerakan aktif

t. Kulit

: warna kulit kebiruan, tidak ada daerah ikterik

Pemeriksaan penunjang
a. HB

: 12 gr %

b. Gol. Darah

: AB/ +

c. Trombosit

: 300.000 /mm3

d. Leukosit

: 10.000 /mm3

16

Bayi D berusia 1 bulan 13 hari, dengan keadaan kejang, demam dan pneumonia.
Masalah

: Gangguan perfusi jaringan.

Tindakan Segera

Pemberian oksigen

Pemberian stesolid ( diazepam )

Pemberian antipiretik
Pukul: 07.30 WIB

1. Memberikan oksigen sebanyak 1 liter.


2. Melakukan pengkajian TTV hasilnya : suhu 39,90c, Nadi 200 x/menit, RR
80x/menit.
3. Memberikan obat stesolid ( diazepam ) 50 mg secara suppositoria untuk
mengatasi kejang.
4. Memberikan pyrexin sup 80 mg , untuk menurunkan demam anak.
5. Inform concent kepada orang tua untuk dilakukan pengambilan darah dan
akan dilakukan rontgen kepada bayinya .
6. Melakukan kolaborasi dengan petugas laboratorium dan petugas radiologi.
7. Mendampingi pasien saat dilakukan pengambilan darah oleh petugas lab
dan mengantarkan ke ruang radiologi.
8. Memberitahu pada keluarga tentang keadaan bayi, bahwa bayi mengalami
kejang demam, dan Pneumonia.
9. Melakukan terapi inhalasi ( nebulizer )untuk membuka jalan nafas dan
mengencerkan secret.
10. Menganjurkan ibu, agar bayinya dirawat untuk observasi lebih lanjut.
11. Mengobservasi TTV dan keadaan bayi hasilnya TTV : Nadi 140 x/menit,
RR 50 x/menit, suhu : 38,20C.

17

Pukul : 08.30 WIB


1. Keadaan Umum baik, kesadaran composmentis, TTV: nadi 140 x/menit,
RR 50 x/menit, suhu : 38,2 0 C.
2. Bayi sudah diberikan oksigen sebanyak 1 liter.
3. Bayi sudah diberikan obat stesolid ( diazepam ) 50 mg secara suppositoria
untuk mengatasi kejang, dan kejang anak sudah berhenti.
4. Bayi sudah diberikan pyrexin sup 80 mg , untuk menurunkan demam
anak, suhu anak dari 39,9oC menjadi 38,2oC.
5. Sudah dilakukan inform concent kepada orang tua dan orang tua
menyetujui dilakukan pengambilan darah dan rontgen kepada bayinya.
6.

Bayi sudah dilakukan pemeriksaan lab dan rontgen.


Hasil pemeriksaan lab: HB

: 12 gr %

Gol. Darah

: AB/ +

Trombosit

: 300.000 /mm3

Leukosit

: 10.000 /mm3

7. Ibu dan keluarga sudah mengetahui bayinya mengalami kejang demam


dan Pneumonia.
8. Bayi sudah diberi terapi inhalasi ( nebulizer ), pernafasan bayi kembali
normal dari 80x / menit menjadi 50x / menit.
9. Ibu dan keluarga menyetujui bayinya dirawat untuk penanganan lebih
lanjut.

18

BAB IV
PEMBAHASAN
Teori menyebutkan kenaikan suhu tubuh yang mencapai 39, 9 0C
mengakibatkan anak mengalami kejang demam dan sering dijumpai pada anak-anak
usia di bawah 5 tahun. An. D berusia 1 bulan datang dengan keluhan mengalami
panas tinggi 39,90 C selama 1 hari yang mengakibatkan anak kejang . Sesuai dengan
teori Sylvia A. Price dan Latraine M. Wikson, 1995 kejang demam terjadi pada
kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 C) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang
ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul mendadak pada
infeksi bakteri atau virus.
Menurut teori tanda gejala kejang demam adalah kedua kaki dan tangan
kaku disertai gerakan-gerakan kejut yang kuat dan kejang-kejang, bola mata berbalik
ke atas, gigi terkatup, muntah, kadang tidak bisa mengontrol buang air besar/kecil,
tidak sadarkan diri pada kasus berat. ( A. Azimul Hidayat, 2008 ). Anak D mengalami
kedua kaki dan tangan kaku disertai gerakan kejut yang kuat dan kejang-kejang, bola
mata terbalik ke atas, gusi terkatup, dan sesak nafas ( frekuensi RR: 200x /menit ).
Hal ini terdapat perbedaan antara teori dan gejala yang dialami An.D , setelah
dilakukan pengkajian lebih lanjut ternyata An.D mengalami pneumonia. Pneumonia
adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan jaringan interstisial.
Tanda gejala batuk pneumonia adalah demam tinggi, batuk, gelisah, rewel, dan sesak
napas. (A. Azimul Hidayat, 2008).
Penatalaksaan kejang demam meliputi, membuka jalan nafas, pemberian
diazepam dosis awal

0,3 0,5 mg/kgBB/dosis IV atau 0,4 - 0,6mg/KgBB dosis

rectal suppositoria, pemberian paracetamol, kompres untuk suhu > 39 C dengan air
hangat dan suhu > 38 C dengan air biasa. Penatalaksanaan yang dilakukan kepada
An.D yaitu pemberian oksigen 1 liter, pemberian diazepam 50 mg secara
suppositoria, dan pyrexin sup 80 mg dan terapi inhalasi ( nebulizer ).

19

Penatalaksanaan ini sesuai dengan teori (Ngastiyah,

1997) yaitu

penatalaksanaan pada kejang demam adalah membebaskan jalan nafas, oksigenasi


secukupnya, menurunkan panas bila demam atau hipereaksi, dengan kompres seluruh
tubuh dan bila telah memungkinkan dapat diberikan parasetamol 10 mg/kgBB,
pemberian diazepam/ phenobarbital dengan dosis untuk neonatus 30 mg, usia 1
bulan-1 tahun 50 mg, dan usia anak 1 tahun ke atas 75 mg. ( Ngastiyah 1997: 232235).

BAB V
20

PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kejang demam adalah kondisi dimana terjadi kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal >380C) yang disebabkan oleh suatu proses diluar otak dan

merupakan

kedaruratan medis yang memerlukan pertolongan segera. Kejang demam sering


terjadi pada anak kurang dari 5 tahun.
Orang tua saat menghadapi anak yang sedang kejang demam, sedapat
mungkin cobalah bersikap tenang. Hal hal yang dapat dilakukan orang tua adalah
segera memberi obat penurun panas begitu suhu tubuh anak melewati angka 37,5 C,
kompres dengan handuk hangat (yang suhunya kurang lebih sama dengan suhu
badan si kecil), agar anak tidak cedera, pindahkan benda-benda keras atau tajam
yang berada dekat anak, menahan mulut si kecil agar tetap terbuka dengan
mengganjal/ menggigitkan sesuatu di antara giginya agar lidah tidak tergigit,
miringkan posisi tubuh anak agar penderita tidak menelan cairan muntahnya sendiri
yang bisa mengganggu pernapasannya, jangan memberi minuman/makanan segera
setelah berhenti kejang karena hanya akan berpeluang membuat anak tersedak.

5.2 Saran
21

5.2.1

Bagi Rumah Sakit Rawa Lumbu

Tenaga kesehatan di Rumah Sakit Rawa Lumbu dapat lebih meningkatkan


mutu pelayanan kesehatan, khususnya dalam menangani kasus kegawat
daruratan seperti kejang demam.
5.2.2

Bagi Mahasiswa
Mahasiswa dapat menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama
pendidikan dalam praktek yang nyata. Mampu memberikan asuhan
kebidanan pada bayi dengan kejang demam.

5.2.3

Bagi Institusi Pendidikan


Institusi pendidikan diharapkan meningkatkan penyediaan fasilitas buku/
jurnal penelitian tentang kejang demam untuk menambah pengetahuan
bagi mahasiswanya.

DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 1989. Perawatan Bayi Dan Anak. Ed 1. Jakarta : Pusat Pendidikan Tenaga
Kesehatan.
22

Hidayat, aziz alimun. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba.
Lumbantobing,SM.1989.Penatalaksanaan Muthakhir Kejang Pada Anak.Jakarta : FKUI
Sachann, M Rossa. 1996. Prinsip Keperawatan Pediatric. Jakarta : EGC.
Suriadi, dkk2001. Askep Pada Anak. Jakarta. Pt Fajar Interpratama.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2000. Buku Kuliah Dua Ilmu Kesehatan
Anak. Jakarta : Percetakan Info Medika Jakarta

23

You might also like