Professional Documents
Culture Documents
Abstract
This research aimed to test the effect Bio T10, Bio P60, and chemical fungicide
with their combination toward bacterial leaf blight and their effect on growth and
yield of rice Lusi. This research was carried out at the laboratory of Plant Protection,
Faculty of Agriculture, Jenderal Soedirman University, Purwokerto and the rice field
Kedung Wuluh Village, Kalimanah Subdistrict, Purbalingga Regency, from January
to June 2016. Randomized block design was used with three replicates anda eleven
treatments, the treatments were control, Bio P60, Bio T10, fungicide with active
ingredient of tebuconazole, trifloxystrobin, propineb, azoxystrobin and
difenoconazole. Variables observed were incubation period, disease intensity,
infection rate, crop height, number of leaves, number of productive leaves, weight of
1000 grains, fresh and dry weight of grains. Result of the research showed that
spraying treatment of Bio T10, tebuconazole and trifloxystrobin and also
combination spraying treatment of Bio P60, tebuconazole and trifloxystrobin were
able to suppress the incubation period as 24,96%. Combination spraying treatment of
Bio P60, tebuconazole, trifloxystrobin and also spraying treatment of tebuconazole
and trifloxystrobin able to increas fresh weight of grains as 27,42 and 28,65%.
Spraying treatment of propineb, tebuconazole and trifloxystrobin able to increas dry
weight of grains as 19,66%. Treatment Bio P60, Bio T10, and chemical fungicide
alone or in combination was not able to suppress disease intensity and infection rate
of bacterial leaf blight, neither increase crop height, number of leaves, number of
productive leaves and weight of 1000 grains of rice Lusi.
Keywords: rice, bacterial leaf blight, Bio P60, Bio T10.
PENDAHULUAN
mengingat
bahwa
akan
terus
bertambahnya jumlah penduduk. Salah
satu kendala dalam peningkatan
produksi padi disebabkan karena
adanya penyakit hawar daun bakteri
yang dapat menyebabkan penurunan
hasil hingga 36% (Sudarma, 2013).
Upaya pengendalian penyakit
hawar daun bakteri pada umumnya
dilakukan
dengan
mengguakan
pestisida kimia. Fungisida merupakan
salah satu jenis pestisida yang diduga
dapat mengendalikan penyakit hawar
daun bakteri. Penggunaan pestisida
kimia secara terus-menerus dapat
menyebabkan timbulnya permasalahan
lain, yaitu pencemaran lingkungan dan
Tanaman
Fakultas
Pertanian,
Universitas
Jenderal
Soedirman,
Purwokerto, dan lahan sawah di Desa
Kedung
Wuluh,
Kecamatan
Kalimanah, Kabupaten Purbalingga.
Penyiapan Bio P60
Pseudomonas fluorescens P60
(Soesanto et al., 2010) diperbanyak
dengan menggunakan medium kaldu
keong mas. Keong mas disiapkan,
dipecahkan cangkangnya, dagingnya
dicuci bersih, dan ditimbang sebanyak
400 g untuk satu liter air daging keong
mas direbus dan ditambahkan terasi 2
g. kaldu dalam kondisi panas
dimasukkan kedalam jerigen steril dan
ditutup rapat sampai dingin, isolat P.
fluorescens
P60
ditambahkan.
Selanjutnya
antagonis
dihitung
kepadatannya sebelum digunakan
yaitu sebanyak 1x109 upk/mL larutan.
Penyiapan Bio T10
Trichoderma sp. isolat jahe
(Soesanto et al., 2005) ditumbuhkan
pada medium Potato Dextrose Agar
(PDA) dan diinkubasi hingga miselium
memenuhi cawan petri sekitar 10-12
hari, kemudian diperbanyak di
medium jagung pecah dan diinkubasi
selama 7 hari. Medium campuran air
leri dan air kelapa (8:2) serta 10 g gula
pasir per liter campuran (Ramadhana,
2015)
disiapkan.
20
bungkus
Trichoderma sp. dalam medium
jagung pecah dilarutkan dalam satu
liter medium tersebut dan diaduk.
Larutan tersebut disaring dan air hasil
saringan ditutup rapat dan dikocok
hingga homogen selama 7 hari,
kemudian dihitung sampai kepadatan
105 konidium per mL larutan.
METODE PENELITIAN
Tempat dan waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan Januari sampai dengan Juni
2016 di Laboratorium Perlindungan
penyemprotan
difenoconazole.
azoxystrobin
dan
Rancangan percobaan
Penelitian ini menggunakan
Rancangan Acak Kelompok Lengkap
(RAK) non-faktorial, dengan 11
perlakuan dan jumlah ulangan 3 kali.
Perlakuan terdiri atas P0 = kontrol, P1
= 9 kali penyemprotan Bio P60, P2 =
9 kali penyemprotan Bio T10, P3 = 5
kali penyemprotan Bio P60 dan 2 kali
penyemprotan
tebuconazole
dan
trifloxystrobin,
P4
=
5
kali
penyemprotan Bio T10 dan 2 kali
penyemprotan
tebuconazole
dan
trifloxystrobin,
P5
=
2
kali
penyemprotan Bio P60 dan 2 kali
penyemprotan
tebuconazole
dan
trifloxystrobin,
P6
=
2
kali
penyemprotan Bio T10 dan 2 kali
penyemprotan
tebuconazole
dan
trifloxystrobin,
P 7=
2
kali
penyemprotan
tebuconazole
dan
trifloxystrobin,
P8
=
2
kali
penyemprotan tebuconazole, P9 = 1
kali penyemprotan propineb dan 2 kali
penyemprotan
tebuconazole
dan
trifloxystrobin, P10 = 2 kali
Variabel pengamatan
Komponen patosistem
Komponen patosistem yang
diamati adalah masa inkubasi (hst),
intensitas penyakit (%), dan laju
infeksi (unit/hari). Masa inkubasi
dihitung saat mulai tanam hingga padi
melihatkan gejala penyakit. Intensitas
penyakit
dihitung
dengan
menggunakan rumus (Rahim et al.,
(n x v )
x ( 100 ) .
2012): I =
Z xN
Analisis data
Data yang diperoleh dianalisis
dengan menggunakan uji F dengan
ketelitian 95%. Apabila berbeda nyata,
dilanjutkan dengan DMRT (Duncan
Multiple Rank Test) pada tingkat
kesalahan 5%.
2.
statistika
Hasil
analisis
(Tabel
1)
7. Laju Infeksi
9.
0.35
8.
Laju
infeksi
penyakit hawar daun bakteri di
lapangan
mengalami
perkembangan
yang
berfluktuasi
pada
setiap
pengamatan
di
semua
perlakuan
(Gambar
2).
Berdasarkan pengujian rerata
laju infeksi penyakit hawar
daun bakteri menunjukkan
bahwa perlakuan Bio T10, Bio
P60 serta fungisida kimia tidak
dapat menekan laju infeksi
HDB pada tanaman. Hal ini
diduga
karena,
mikroba
antagonis
tidak
mampu
menghasilkan
senyawa
metabolit sekunder secara
maksimal
sehingga
perkembangan patogen meluas
secara cepat.
10.
0.3
P0
P1
Laju Infeksi
(Unit/hari)
0.25
P2
0.2
0.15
0.1
0.05
0
11.
12. Keterangan: P0= kontrol, P1= 9 kali penyemprotan Bio P60, P2= 9 kali
penyemprotan Bio T10, P3= 5 kali penyemprotan Bio P60 dan 2 kali
penyemprotan tebuconazole dan trifloxistrobin, P4= 5 kali penyemprotan Bio
T10, dan 2 kali penyemprotan tebuconazole dan trifloxistrobin, P5= 2 kali
penyemprotan Bio P60, dan 2 kali penyemprotan tebuconazole dan
trifloxistrobin, P6= 2 kali penyemprotan Bio T10, dan 2 kali penyemprotan
tebuconazole dan trifloxistrobin, P7= 2 kali penyemprotan tebuconazole dan
trifloxistrobin, P8= 2 kali penyemprotan tebuconazole, P9= penyemprotan
propinep serta penyemprotan tebuconazole dan trifloxistrobin, P10=
penyemprotan azoxistrobin dan difenoconazole.
13.
B. Pengaruh Aplikasi Bio T10, Bio P60 serta Fungisida Kimia Terhadap
Komponen Pertumbuhan
14.
P3
P4
P5
(Plant
2. Tinggi Tanaman
3. (cm)
7. 66,48 a
10. 65,25 a
13. 70,03 a
16. 67,29 a
19. 65,36 a
22. 68,19 a
25. 65,61 a
28. 66,37 a
31. 65,49 a
34. 66,91 a
37. 68,49 a
Growth
Promoting
4. Jumlah
5. Anakan
8.
4,18 a
11. 4,92 a
14. 5,56 a
17. 5,19 a
20. 4,92 a
23. 5,06 a
26. 5,21 a
29. 5,56 a
32. 5,77 a
35. 5,73 a
38. 5,45 a
Anakan
Fungi)
untuk
memacu
2. Berdasarkan
hasil
pertumbuhan tanaman.
analisis statistika (Tabel 2)
3.
Kedua
terhadap
variabel
tinggi
mekanisme tersebut bekerja
tanaman dan jumlah anakan
dengan
cara
bersimbiosis
menunjukkan perbedaan yang
dengan akar, namun pada
tidak nyata. Hal ini diduga
penelitian ini perlakuan Bio
karena P. fluorescens P60
T10 dan Bio P60 diaplikasikan
belum mampu menghasilkan
dengan cara disemprotkan pada
hormon tumbuh atau yang
bagian daun sehingga metaboli
dikenal dengan Plant Growth
sekunder yang terkandung
Promoting
Rhizobacteria
membutuhkan
penyesuaian
(PGPR) (Soesanto et al., 2010).
dengan lingkungan baru untuk
Selain itu menurut Latifah et
merangsang
pertumbuhan
al. (2011) T. harzianum
tanaman.
mempunyai mekanisme PGPF
4.
5. Tabel 2. Pengaruh perlakuan Bio T10, Bio P60 serta fungisida kimia terhadap
komponen pertumbuhan
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17. Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata pada DMRT 5%. P0= kontrol, P1= 9 kali
penyemprotan Bio P60, P2= 9 kali penyemprotan Bio T10, P3= 5 kali
penyemprotan Bio P60 dan 2 kali penyemprotan tebuconazole dan
trifloxistrobin, P4= 5 kali penyemprotan Bio T10, dan 2 kali penyemprotan
tebuconazole dan trifloxistrobin, P5= 2 kali penyemprotan Bio P60, dan 2 kali
penyemprotan tebuconazole dan trifloxistrobin, P6= 2 kali penyemprotan Bio
T10, dan 2 kali penyemprotan tebuconazole dan trifloxistrobin, P7= 2 kali
penyemprotan tebuconazole dan trifloxistrobin, P8= 2 kali penyemprotan
tebuconazole, P9= penyemprotan propinep serta penyemprotan tebuconazole
dan trifloxistrobin, P10= penyemprotan azoxistrobin dan difenoconazole.
Data Jumlah Anakan merupakan transformasi.
C. Pengaruh Aplikasi Bio T10, Bio P60 serta Fungisida Kimia Terhadap
Komponen Hasil
18.
1. Jumlah Anakan Produktif dan
Bobot 1000 Butir
2.
Berdasarkan
hasil analisis statistika (Tabel
3),
pengaruh
perlakuan
terhadap pengamatan jumlah
anakan produktif dan bobot
1000
butir
menunjukkan
perbedaan yang tidak nyata.
Hal ini diduga karena tidak
terbentuknya hormon tumbuh
atau PGPR pada tanaman dan
juga disebabkan karena adanya
infeksi bakteri Xoo.
3.
Khaeruni et al.
(2014) melaporkan bahwa
4.
5.
9. Bobot
Gaba
h
Basah
(g)
10. Bob
ot
Gab
ah
Ker
ing
(g)
16. 423,3
3 a
22. 456,6
7 a
28. 433,3
3 a
34. 583,3
3 b
40. 470,0
0 ab
46. 420,0
0 a
52. 433,3
3 a
58. 433,3
3 a
64. 473,3
3 ab
70. 593,3
3 b
17.
ab
23.
abc
29.
abc
35.
bc
41.
abc
47.
abc
53.
a
59.
abc
65.
abc
71.
c
76. 476,6
7 ab
77. 421,33
abc
10
401,67
436,67
413,33
494,67
467,33
406,33
372,67
417,67
437,00
500,00
11. Gab
ah
Ker
ing
12.
(Kg
)
18.
,5
24.
,0
30.
,1
36.
,2
42.
,2
48.
,0
54.
,0
60.
,0
66.
,9
72.
,1
78.
,0
7
8
8
8
8
8
8
8
7
8
8
79. Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata pada DMRT 5%. P0= kontrol, P1= 9 kali
penyemprotan Bio P60, P2= 9 kali penyemprotan Bio T10, P3= 5 kali penyemprotan
Bio P60 dan 2 kali penyemprotan tebuconazole dan trifloxistrobin, P4= 5 kali
penyemprotan Bio T10, dan 2 kali penyemprotan tebuconazole dan trifloxistrobin,
P5= 2 kali penyemprotan Bio P60, dan 2 kali penyemprotan tebuconazole dan
trifloxistrobin, P6= 2 kali penyemprotan Bio T10, dan 2 kali penyemprotan
tebuconazole dan trifloxistrobin, P7= 2 kali penyemprotan tebuconazole dan
trifloxistrobin, P8= 2 kali penyemprotan tebuconazole, P9= penyemprotan propinep
serta penyemprotan tebuconazole dan trifloxistrobin, P10= penyemprotan
azoxistrobin dan difenoconazole.
80. Bobot Gabah Basah dan Bobot
Gabah Kering
81.
Analisis statistika pada
variabel pengamatan bobot gabah
basah menunjukkan bahwa perlakuan
5 kali penyemprotan Bio P60 dan 2
kali penyemprotan tebuconazole dan
trifloxistrobin (P3) dan perlakuan
penyemprotan propinep, tebuconazole
dan trifloxistrobin (P9) berbeda nyata
terhadap kontrol. Masing-masing
perlakuan mampu meningkatkan
bobot gabah basah sebesar 27,42 dan
28,65% dibandingkan dengan kontrol.
82.
Analisis statistika pada
variabel pengamatan bobot gabah
kering menunjukkan bahwa perlakuan
P9 berbeda nyata terhadap kontrol,
dimana
perlakuan
P9
mampu
meningkatkan bobot gabah kering
sebesar 19,66% dibandingkan dengan
kontrol. Ketidak selarasan hasil
analisis antara bobot gabah basah dan
kering
dengan
jumlah
anakan
produktif
tanaman padi diduga
disebabkan oleh karena adanya
serangan hama walang sangit, burung,
dan tikus pada saat menjelang panen.
83.
Serangan walang sangit
menyebabkan bulir padi menjadi
1. Penyemprotan
Bio
T10,
tebuconazole dan trifloxystrobin
secara tunggal serta penyemprotan
Bio T10, Bio P60 gabungan
dengan
tebuconazole
dan
trifloxystrobin mampu menekan
masa inkubasi patogen hawar
11
daun
bakteri
masing-masing
sebesar 24,96%.
2. Penyemprotan Bio P60 gabungan
dengan
tebuconazole
dan
trifloxystrobin
serta
penyemprotan
propineb,
tebuconazole dan trifloxystrobin
mampu meningkatkan bobot
basah
gabah
masing-masing
sebesar 27,42 dan 28,65%.
3. Penyemprotan
propineb,
tebuconazole dan trifloxystrobin
mampu meningkatkan bobot
kering gabah sebesar 19,66%.
4. Penyemprotan Bio P60, Bio T10
serta fungisida kimia baik tunggal
dan gabungan tidak mampu
menekan intensitas penyakit dan
laju infeksi hawar daun bakteri
pada padi varietas Lusi, serta
tidak mampu meningkatkan tinggi
tanaman, jumlah anakan, jumlah
anakan produktif dan bobot 1000
butir pada tanaman padi varietas
Lusi.
87.
88. SARAN
94.
95.
Arwiyanto,
T.
2003.
Pengendalian hayati penyakit
layu bakteri tembakau. Jurnal
Perlindungan
Tanaman
Indonesia 3(1): 54-60.
96.
97.
98.
89.
Perlu dilakukan penelitian
lanjutan mengenai dosis dan frekuensi
aplikasi Bio P60, Bio T10, serta
fungisida kima tunggal maupun
gabungan yang lebih sesuai untuk
mengendalikan penyakit hawar daun
bakteri
serta
mampu
untuk
meningkatkan pertumbuhan dan hasil
pada tanaman padi.
90.
91. DAFTAR PUSTAKA
92.
93. AAK. 1990. Budidaya Tanaman
Padi. Kanisius. Yogyakarta. 172
hal.
99.
12
112.
13
113.
114.
115.
116.
117.
118.