You are on page 1of 14

UJI APLIKASI BIO T10 DAN BIO P60 SERTA FUNGISIDA KIMIA

UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT HAWAR DAUN BAKTERI


PADA PADI VARIETAS LUSI
Application Test of Bio T10, Bio P60 and Chemical Fungicide to Control
Bacterial Leaf Blight of Rice Lusi Variety
Oleh:
Monica Regina, Loekas Soesanto, dan Ponendi Hidayat
Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman
Jl. Dr. Suparno 73, Purwokerto, 53122
Alamat Korespondensi: monicaregina729@gmail.com
Abstrak
Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian Bio T10, Bio P60,
dan fungisida kimia serta kombinasinya terhadap penyakit hawar daun bakteri serta
pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman padi varietas Lusi. Penelitian
dilaksanakan di Laboratorium Perlindungan Tanaman Fakultas Pertanian, Universitas
Jenderal Soedirman, Purwokerto, dan lahan sawah desa Kedung Wuluh, Kecamatan
Kalimanah, Kabupaten Purbalingga, pada bulan Januari sampai Juni 2016. Penelitian
menggunakan Rancang Acak Kelompok Lengkap dengan 3 ulangan dan 11
perlakuan, terdiri atas kontrol, Bio P60, Bio T10, fungisida berbahan aktif
tebuconazole, trifloxystrobin, propineb, azoxystrobin, dan difenoconazole. Variabel
pengamatan meliputi masa inkubasi, intensitas penyakit, laju infeksi, tinggi tanaman,
jumlah anakan, jumlah anakan produktif, bobot 1000 butir, bobot gabah basah dan
kering. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan penyemprotan Bio T10,
tebuconazole dan trifloxystrobin serta penyemprotan Bio P60 gabungan tebuconazole
dan trifloxystrobin mampu menekan masa inkubasi sebesar 24,96%. Perlakuan
penyemprotan Bio P60 gabungan tebuconazole dan trifloxystrobin serta
penyemprotan propineb, tebuconazole dan trifloxystrobin mampu meningkatkan
bobot basah gabah sebesar 27,42 dan 28,65%. Perlakuan penyemprotan propineb,
tebuconazole dan trifloxystrobin mampu meningkatkan bobot kering gabah sebesar
19,66%. Namun perlakuan penyemprotan Bio P60, Bio T10 dam fungisida kimia baik
tunggal ataupun gabungan tidak mampu menekan intensitas penyakit dan laju infeksi
hawar daun bakteri, serta tidak mampu meningkatkan tinggi tanaman, jumlah anakan,
jumlah anakan produktif, dan bobot 1000 butir tanaman padi varietas Lusi.
Kata Kunci: Padi, hawar daun bakteri, Bio P60, Bio T10.

Abstract
This research aimed to test the effect Bio T10, Bio P60, and chemical fungicide
with their combination toward bacterial leaf blight and their effect on growth and
yield of rice Lusi. This research was carried out at the laboratory of Plant Protection,
Faculty of Agriculture, Jenderal Soedirman University, Purwokerto and the rice field
Kedung Wuluh Village, Kalimanah Subdistrict, Purbalingga Regency, from January
to June 2016. Randomized block design was used with three replicates anda eleven
treatments, the treatments were control, Bio P60, Bio T10, fungicide with active
ingredient of tebuconazole, trifloxystrobin, propineb, azoxystrobin and
difenoconazole. Variables observed were incubation period, disease intensity,
infection rate, crop height, number of leaves, number of productive leaves, weight of
1000 grains, fresh and dry weight of grains. Result of the research showed that
spraying treatment of Bio T10, tebuconazole and trifloxystrobin and also
combination spraying treatment of Bio P60, tebuconazole and trifloxystrobin were
able to suppress the incubation period as 24,96%. Combination spraying treatment of
Bio P60, tebuconazole, trifloxystrobin and also spraying treatment of tebuconazole
and trifloxystrobin able to increas fresh weight of grains as 27,42 and 28,65%.
Spraying treatment of propineb, tebuconazole and trifloxystrobin able to increas dry
weight of grains as 19,66%. Treatment Bio P60, Bio T10, and chemical fungicide
alone or in combination was not able to suppress disease intensity and infection rate
of bacterial leaf blight, neither increase crop height, number of leaves, number of
productive leaves and weight of 1000 grains of rice Lusi.
Keywords: rice, bacterial leaf blight, Bio P60, Bio T10.
PENDAHULUAN

mengingat
bahwa
akan
terus
bertambahnya jumlah penduduk. Salah
satu kendala dalam peningkatan
produksi padi disebabkan karena
adanya penyakit hawar daun bakteri
yang dapat menyebabkan penurunan
hasil hingga 36% (Sudarma, 2013).
Upaya pengendalian penyakit
hawar daun bakteri pada umumnya
dilakukan
dengan
mengguakan
pestisida kimia. Fungisida merupakan
salah satu jenis pestisida yang diduga
dapat mengendalikan penyakit hawar
daun bakteri. Penggunaan pestisida
kimia secara terus-menerus dapat
menyebabkan timbulnya permasalahan
lain, yaitu pencemaran lingkungan dan

Padi merupakan tanaman pangan


utama sebagai penghasil beras yang
merupakan bahan makanan pokok bagi
warga Indonesia (Sudarma, 2013).
Berdasarkan data dari BPS (2015),
produksi padi tahun 2015
mengalami peningkatan 4,70 juta ton
(6,64%) dibandingkan tahun 2014,
yang mana produksi padi tahun 2014
sebanyak 70,85 juta ton gabah kering
giling (GKG) sedangkan produksi padi
pada
tahun
2015
diperkirakan
sebanyak 75,55 juta ton GKG.
Pemerintah terus mengupayakan
untuk meningkatkan produksi padi

gangguan kesehatan pada manusia.


Berdasarkan hal tersebut, maka perlu
dikembangkan usaha pengendalian
hayati yang relatif lebih murah dan
mudah dilakukan, serta bersifat ramah
lingkungan (Soesanto et al., 2010).
Bio P60 merupakan biopestisida
yang
berbahan
aktif
bakteri
Pseudomonas
fluorescens
P60
merupakan bakteri antagonis yang
dapat dimanfaatkan sebagai angensia
hayati untuk jamur maupun bakteri
patogen tanaman (Soesanto, 2008).
Aplikasi P. fluorescens P60 terbukti
mampu
menurunkan
intensitas
penyakit layu Fusarium pada tomat
dan
mampu
meningkatkan
pertumbuhan dan hasil tanaman tomat
(Soesanto et al., 2010).
Trichoderma sp. isolat jahe yang
digunakan dalam Bio T10 secara alami
menyerang jamur patogen dan bersifat
menguntungkan bagi tanaman. Sebagai
agensia hayati, mekanisme yang
dilakukan Trichoderma sp. terhadap
patogen adalah mikoparasit dan
antibiosis (Arwiyanto, 2003).
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui
pengaruh
pemberian
formula Bio P60, Bio T10 dan
fungisida kimia serta kombinasinya
dalam
menekan
perkembangan
penyakit hawar daun bakteri serta
pengaruhnya terhadap pertumbuhan
dan hasil pada padi varietas Lusi.

Tanaman
Fakultas
Pertanian,
Universitas
Jenderal
Soedirman,
Purwokerto, dan lahan sawah di Desa
Kedung
Wuluh,
Kecamatan
Kalimanah, Kabupaten Purbalingga.
Penyiapan Bio P60
Pseudomonas fluorescens P60
(Soesanto et al., 2010) diperbanyak
dengan menggunakan medium kaldu
keong mas. Keong mas disiapkan,
dipecahkan cangkangnya, dagingnya
dicuci bersih, dan ditimbang sebanyak
400 g untuk satu liter air daging keong
mas direbus dan ditambahkan terasi 2
g. kaldu dalam kondisi panas
dimasukkan kedalam jerigen steril dan
ditutup rapat sampai dingin, isolat P.
fluorescens
P60
ditambahkan.
Selanjutnya
antagonis
dihitung
kepadatannya sebelum digunakan
yaitu sebanyak 1x109 upk/mL larutan.
Penyiapan Bio T10
Trichoderma sp. isolat jahe
(Soesanto et al., 2005) ditumbuhkan
pada medium Potato Dextrose Agar
(PDA) dan diinkubasi hingga miselium
memenuhi cawan petri sekitar 10-12
hari, kemudian diperbanyak di
medium jagung pecah dan diinkubasi
selama 7 hari. Medium campuran air
leri dan air kelapa (8:2) serta 10 g gula
pasir per liter campuran (Ramadhana,
2015)
disiapkan.
20
bungkus
Trichoderma sp. dalam medium
jagung pecah dilarutkan dalam satu
liter medium tersebut dan diaduk.
Larutan tersebut disaring dan air hasil
saringan ditutup rapat dan dikocok
hingga homogen selama 7 hari,
kemudian dihitung sampai kepadatan
105 konidium per mL larutan.

METODE PENELITIAN
Tempat dan waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan Januari sampai dengan Juni
2016 di Laboratorium Perlindungan

Pemeliharaan dan panen


Pemeliharaan tanaman meliputi
beberapa kegiatan seperti penyulaman,
penyiangan gulma, dan pengendalian
hama dengan pemberian insektisida.
Panen dilakukan dengan melihat ciriciri dan umur panen dari tanaman padi.
Tanda penampilan tanaman siap panen
adalah ukuran gabah sesuai dengan
ukuran normal, warna gabah sudah
mulai menguning, dan kisaran umur
116 hst hingga 125 hst. Waktu
pemanenan yang baik adalah pagi hari
dengan memperhatikan cara panen
yang baik agar gabah tidak rusak.

penyemprotan
difenoconazole.

azoxystrobin

dan

Rancangan percobaan
Penelitian ini menggunakan
Rancangan Acak Kelompok Lengkap
(RAK) non-faktorial, dengan 11
perlakuan dan jumlah ulangan 3 kali.
Perlakuan terdiri atas P0 = kontrol, P1
= 9 kali penyemprotan Bio P60, P2 =
9 kali penyemprotan Bio T10, P3 = 5
kali penyemprotan Bio P60 dan 2 kali
penyemprotan
tebuconazole
dan
trifloxystrobin,
P4
=
5
kali
penyemprotan Bio T10 dan 2 kali
penyemprotan
tebuconazole
dan
trifloxystrobin,
P5
=
2
kali
penyemprotan Bio P60 dan 2 kali
penyemprotan
tebuconazole
dan
trifloxystrobin,
P6
=
2
kali
penyemprotan Bio T10 dan 2 kali
penyemprotan
tebuconazole
dan
trifloxystrobin,
P 7=
2
kali
penyemprotan
tebuconazole
dan
trifloxystrobin,
P8
=
2
kali
penyemprotan tebuconazole, P9 = 1
kali penyemprotan propineb dan 2 kali
penyemprotan
tebuconazole
dan
trifloxystrobin, P10 = 2 kali

Keterangan I= intensitas penyakit, n=


jumlah rumpun yang terserang dalam
setiap kategori serangan, v= nilai
(skor) hasil pengukuran satuan
pengamatan, Z= nilai hasil pengukuran
tertinggi yang mungkin digunakan,
dan N= jumlah rumpun yang diamati.
Menurut IRRI (2013), kategori
penyakit
hawar
daun
bakteri
berdasarkan nilai skoring ditentukan
sebagai berikut: 1 = 1-5%, 3 = 6-12%,
5 = 13-25%, 7 = 26-50%, dan 9 = 51100%. Pengamatan laju infeksi
dihitung berdasarkan rumus menurut
Suradji
(2003),
yaitu:
R
=
Xt
Xo
log
log
, ke
( 1Xt )
( 1X 0 )
terang
2,3

Variabel pengamatan
Komponen patosistem
Komponen patosistem yang
diamati adalah masa inkubasi (hst),
intensitas penyakit (%), dan laju
infeksi (unit/hari). Masa inkubasi
dihitung saat mulai tanam hingga padi
melihatkan gejala penyakit. Intensitas
penyakit
dihitung
dengan
menggunakan rumus (Rahim et al.,
(n x v )
x ( 100 ) .
2012): I =
Z xN

an: r = laju infeksi, 2,3 = Bilangan


hasil konversi logaritma alami ke
logaritma biasa, t = Waktu selang
pengamatan, Xt = Proporsi daun sakit
pada waktu t, dan Xo = Proporsi daun
sakit pada awal pengamatan.

Komponen pertumbuhan dan hasil


Komponen
pertumbuhan
meliputi tinggi tanaman dan jumlah
anakan sedangkan komponen hasil
meliputi jumlah anakan produktif,
bobot 1000 butir, bobot gabah basah,
dan bobot gabah kering.

Analisis data
Data yang diperoleh dianalisis
dengan menggunakan uji F dengan
ketelitian 95%. Apabila berbeda nyata,
dilanjutkan dengan DMRT (Duncan
Multiple Rank Test) pada tingkat
kesalahan 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Pengaruh Aplikasi Bio T10, Bio P60 serta Fungisida Kimia Terhadap
Komponen Patosistem
Tabel 1. Pengaruh perlakuan Bio T10, Bio P60 serta fungisida kimia komponen
patosistem
Masa Inkubasi
Intensitas Penyakit
Laju Infeksi
Perlakuan
(hst)
(%)
(unit/hari)
P0
49,00 a
40,25 a
0,0583
P1
60,67 b
40,08 a
0,0987
P2
65,33 b
37,94 a
0,0648
P3
65,33 b
37,28 a
0,0514
P4
65,33 b
28,07 a
0,0487
P5
58,33 b
40,08 a
0,0958
P6
64,00 b
33,17 a
0,1038
P7
65,33 b
33,99 a
0,0490
P8
64,00 b
38,44 a
0,0978
P9
64,00 b
37,61 a
0,0966
P10
63,00 b
36,63 a
0,0369
Keterangan: Angka diikuti huruf sama pada kolom sama tidak berbeda nyata pada
DMRT 5%. P0= kontrol, P1= 9 kali penyemprotan Bio P60, P2= 9 kali penyemprotan
Bio T10, P3= 5 kali penyemprotan Bio P60 dan 2 kali penyemprotan tebuconazole
dan trifloxistrobin, P4= 5 kali penyemprotan Bio T10, dan 2 kali penyemprotan
tebuconazole dan trifloxistrobin, P5= 2 kali penyemprotan Bio P60, dan 2 kali
penyemprotan tebuconazole dan trifloxistrobin, P6= 2 kali penyemprotan Bio T10,
dan 2 kali penyemprotan tebuconazole dan trifloxistrobin, P7= 2 kali penyemprotan
tebuconazole dan trifloxistrobin, P8= 2 kali penyemprotan tebuconazole, P9=
penyemprotan propinep serta penyemprotan tebuconazole dan trifloxistrobin, P10=
penyemprotan azoxistrobin dan difenoconazole, hst= hari setelah tanam.
1. Masa Inkubasi

2.
statistika

Hasil
analisis
(Tabel
1)

menunjukkan bahwa perlakuan


berpengaruh nyata terhadap
masa inkubasi dibandingkan
dengan
kontrol.
Hasil
menunjukkan bahwa perlakuan
9 kali penyemprotan Bio T10
(P2), 5 kali penyemprotan Bio
P60 dan 2 kali penyemprotan
tebuconazole
dan
trifloxistrobin (P3), 5 kali
penyemprotan Bio T10, dan 2
kali
penyemprotan
tebuconazole
dan
trifloxistrobin (P4), dan 2 kali
penyemprotan
tebuconazole
dan
trifloxistrobin
(P7)
cenderung mampu menunda
masa inkubasi hawar daun
bakteri masing-masing sebesar
24,96% dibandingkan dengan
kontrol.
3.
Hal ini diduga
karena metabolit sekunder P.
fluorescens
P60
dan
Trichoderma sp. serta senyawa
aktif
tebuconazole
dan
trifloxistrobin
mampu
menghambat
pertumbuhan
patogen, sehingga patogen
membutuhkan waktu lebih
lama
untuk
menginfeksi
tanaman.
Sesuai
dengan
pendapat Soesanto (2008), P.
fluorescens
mampu
menghasilkan antibiotika 2,4diasetilfloroglusinol
yang
mempunyai sifat antibakteri
serta
dapat
mengaktifkan
sistem pertahanan tanaman
inang.
Sementara
itu
Sulistiyono (2014) melaporkan
bahwa Trichoderma sp. mampu
menghasilkan enzim protease,

1,3 glukanase, selulase, dan


kitinase yang dapat menggangu
pertumbuhan patogen.
4. Intensitas Penyakit
5.
Berdasarkan
hasil analisis statistika (Tabel
1) terhadap intensitas penyakit
menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan
nyata
antarperlakuan yang diberikan. Hal
ini
menunjukkan
bahwa
metabolit
sekunder
tidak
mampu menekan intensitas
penyakit.
Ketidak-mampuan
metabolit
sekunder
P.
fluorescens
P60
serta
Trichoderma
sp.
dalam
menekan intensitas penyakit
diduga disebabkan karena
bakteri patogen Xoo yang
virulen serta didukung dengan
kondisi iklim yang sesuai untuk
perkembangan bakteri patogen.
6.
Agrios (2005)
menyatakan
bahwa
perkembangan
penyakit
dipengaruhi oleh virulensi
patogen, kondisi lingkungan
yang mendukung serta tanaman
inang yang rentan. Didukung
oleh hasil penelitian Sudir et
al. (2012) serta Herlina dan
Silitonga (2011) bahwa varietas
rentan dan lingkungan yang
lembab menyebabkan hawar
daun bakteri berkembang lebih
cepat dan padi varietas Lusi
termasuk dalam kategori agak
tahan terhadap infeksi bakteri
Xoo strain IV dan VIII.

7. Laju Infeksi

9.
0.35

8.
Laju
infeksi
penyakit hawar daun bakteri di
lapangan
mengalami
perkembangan
yang
berfluktuasi
pada
setiap
pengamatan
di
semua
perlakuan
(Gambar
2).
Berdasarkan pengujian rerata
laju infeksi penyakit hawar
daun bakteri menunjukkan
bahwa perlakuan Bio T10, Bio
P60 serta fungisida kimia tidak
dapat menekan laju infeksi
HDB pada tanaman. Hal ini
diduga
karena,
mikroba
antagonis
tidak
mampu
menghasilkan
senyawa
metabolit sekunder secara
maksimal
sehingga
perkembangan patogen meluas
secara cepat.

10.

0.3
P0

P1

Laju Infeksi
(Unit/hari)

0.25
P2
0.2
0.15
0.1
0.05
0

Tinggi rendahnya laju infeksi


diduga
karena
adanya
perbedaan infeksi patogen
terhadap
tanaman.
Sesuai
dengan pendapat Manengkey
dan Senewe (2011), infeksi
patogen
tidak
selalu
mendukung
perkembangan
penyakit, sehingga terjadi
fluktuasi infeksi dari waktu ke
waktu.

Gambar 1. Laju infeksi penyakit hawar daun bakteri.

11.
12. Keterangan: P0= kontrol, P1= 9 kali penyemprotan Bio P60, P2= 9 kali
penyemprotan Bio T10, P3= 5 kali penyemprotan Bio P60 dan 2 kali
penyemprotan tebuconazole dan trifloxistrobin, P4= 5 kali penyemprotan Bio
T10, dan 2 kali penyemprotan tebuconazole dan trifloxistrobin, P5= 2 kali
penyemprotan Bio P60, dan 2 kali penyemprotan tebuconazole dan
trifloxistrobin, P6= 2 kali penyemprotan Bio T10, dan 2 kali penyemprotan
tebuconazole dan trifloxistrobin, P7= 2 kali penyemprotan tebuconazole dan
trifloxistrobin, P8= 2 kali penyemprotan tebuconazole, P9= penyemprotan
propinep serta penyemprotan tebuconazole dan trifloxistrobin, P10=
penyemprotan azoxistrobin dan difenoconazole.
13.
B. Pengaruh Aplikasi Bio T10, Bio P60 serta Fungisida Kimia Terhadap
Komponen Pertumbuhan
14.

P3

P4

P5

1. Tinggi Tanaman dan Jumlah


1. Perlakuan
6. P0
9. P1
12. P2
15. P3
18. P4
21. P5
24. P6
27. P7
30. P8
33. P9
36. P10

(Plant

2. Tinggi Tanaman
3. (cm)
7. 66,48 a
10. 65,25 a
13. 70,03 a
16. 67,29 a
19. 65,36 a
22. 68,19 a
25. 65,61 a
28. 66,37 a
31. 65,49 a
34. 66,91 a
37. 68,49 a

Growth

Promoting

4. Jumlah
5. Anakan
8.
4,18 a
11. 4,92 a
14. 5,56 a
17. 5,19 a
20. 4,92 a
23. 5,06 a
26. 5,21 a
29. 5,56 a
32. 5,77 a
35. 5,73 a
38. 5,45 a

Anakan
Fungi)
untuk
memacu
2. Berdasarkan
hasil
pertumbuhan tanaman.
analisis statistika (Tabel 2)
3.
Kedua
terhadap
variabel
tinggi
mekanisme tersebut bekerja
tanaman dan jumlah anakan
dengan
cara
bersimbiosis
menunjukkan perbedaan yang
dengan akar, namun pada
tidak nyata. Hal ini diduga
penelitian ini perlakuan Bio
karena P. fluorescens P60
T10 dan Bio P60 diaplikasikan
belum mampu menghasilkan
dengan cara disemprotkan pada
hormon tumbuh atau yang
bagian daun sehingga metaboli
dikenal dengan Plant Growth
sekunder yang terkandung
Promoting
Rhizobacteria
membutuhkan
penyesuaian
(PGPR) (Soesanto et al., 2010).
dengan lingkungan baru untuk
Selain itu menurut Latifah et
merangsang
pertumbuhan
al. (2011) T. harzianum
tanaman.
mempunyai mekanisme PGPF
4.
5. Tabel 2. Pengaruh perlakuan Bio T10, Bio P60 serta fungisida kimia terhadap
komponen pertumbuhan
6.
7.
8.
9.
10.

11.
12.
13.
14.
15.
16.
17. Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata pada DMRT 5%. P0= kontrol, P1= 9 kali
penyemprotan Bio P60, P2= 9 kali penyemprotan Bio T10, P3= 5 kali
penyemprotan Bio P60 dan 2 kali penyemprotan tebuconazole dan
trifloxistrobin, P4= 5 kali penyemprotan Bio T10, dan 2 kali penyemprotan
tebuconazole dan trifloxistrobin, P5= 2 kali penyemprotan Bio P60, dan 2 kali
penyemprotan tebuconazole dan trifloxistrobin, P6= 2 kali penyemprotan Bio
T10, dan 2 kali penyemprotan tebuconazole dan trifloxistrobin, P7= 2 kali
penyemprotan tebuconazole dan trifloxistrobin, P8= 2 kali penyemprotan
tebuconazole, P9= penyemprotan propinep serta penyemprotan tebuconazole
dan trifloxistrobin, P10= penyemprotan azoxistrobin dan difenoconazole.
Data Jumlah Anakan merupakan transformasi.
C. Pengaruh Aplikasi Bio T10, Bio P60 serta Fungisida Kimia Terhadap
Komponen Hasil
18.
1. Jumlah Anakan Produktif dan
Bobot 1000 Butir
2.
Berdasarkan
hasil analisis statistika (Tabel
3),
pengaruh
perlakuan
terhadap pengamatan jumlah
anakan produktif dan bobot
1000
butir
menunjukkan
perbedaan yang tidak nyata.
Hal ini diduga karena tidak
terbentuknya hormon tumbuh
atau PGPR pada tanaman dan
juga disebabkan karena adanya
infeksi bakteri Xoo.
3.
Khaeruni et al.
(2014) melaporkan bahwa
4.

serangan bakteri Xoo yang


menyebabkan hawar daun
bakteri pada padi menyebabkan
menurunnya jumlah malai yang
terbentuk serta penghambatan
pengisian bulir padi. Selain itu,
diduga serangan hama pada
lokasi penelitian menyebabkan
hasil bobot gabah tidak
maksimal. Walang sangit,
burung, dan tikus merupakan
hama utama yang menyerang
pertanaman padi pada waktu
menjelang panen.

5.

Tabel 3. Pengaruh perlakuan


terhadap komponen hasil
8. B
o
b
o
t
6. P
7. Jumla
1
er
h
0
la
Anak
0
k
an
0
ua
Produ
B
n
ktif
u
ti
r
(
g
)
13. P
14.11,67
15. 1
0
a
7,83 a
19. P
20.13,80
21. 1
1
a
9,89 a
25. P
26.16,12
27. 1
2
a
8,59 a
31. P
32.12,24
33. 2
3
a
0,07 a
37. P
38.13,94
39. 1
4
a
9,36 a
43. P
44.14,95
45. 1
5
a
8,54 a
49. P
50.13,89
51. 1
6
a
9,25 a
55. P
56.13,59
57. 1
7
a
8,50 a
61. P
62.12,64
63. 1
8
a
8,58 a
67. P
68.12,86
69. 1
9
a
9,59 a
73. P
1
74.13,56
75. 1
0
a
7,08 a

Bio T10, Bio P60 serta fungisida kimia

9. Bobot
Gaba
h
Basah
(g)

10. Bob
ot
Gab
ah
Ker
ing
(g)

16. 423,3
3 a
22. 456,6
7 a
28. 433,3
3 a
34. 583,3
3 b
40. 470,0
0 ab
46. 420,0
0 a
52. 433,3
3 a
58. 433,3
3 a
64. 473,3
3 ab
70. 593,3
3 b

17.
ab
23.
abc
29.
abc
35.
bc
41.
abc
47.
abc
53.
a
59.
abc
65.
abc
71.
c

76. 476,6
7 ab

77. 421,33
abc

10

401,67
436,67
413,33
494,67
467,33
406,33
372,67
417,67
437,00
500,00

11. Gab
ah
Ker
ing
12.
(Kg
)

18.
,5
24.
,0
30.
,1
36.
,2
42.
,2
48.
,0
54.
,0
60.
,0
66.
,9
72.
,1
78.
,0

7
8
8
8
8
8
8
8
7
8
8

79. Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata pada DMRT 5%. P0= kontrol, P1= 9 kali
penyemprotan Bio P60, P2= 9 kali penyemprotan Bio T10, P3= 5 kali penyemprotan
Bio P60 dan 2 kali penyemprotan tebuconazole dan trifloxistrobin, P4= 5 kali
penyemprotan Bio T10, dan 2 kali penyemprotan tebuconazole dan trifloxistrobin,
P5= 2 kali penyemprotan Bio P60, dan 2 kali penyemprotan tebuconazole dan
trifloxistrobin, P6= 2 kali penyemprotan Bio T10, dan 2 kali penyemprotan
tebuconazole dan trifloxistrobin, P7= 2 kali penyemprotan tebuconazole dan
trifloxistrobin, P8= 2 kali penyemprotan tebuconazole, P9= penyemprotan propinep
serta penyemprotan tebuconazole dan trifloxistrobin, P10= penyemprotan
azoxistrobin dan difenoconazole.
80. Bobot Gabah Basah dan Bobot
Gabah Kering

hampa dan pengisian bulir padi tidak


penuh (Kartohardjono et al., 2009).
Hama tikus menyerang pada hampir
seluruh
bagian
tanaman
padi
sedangkan burung menyerang secara
berkelompok dan memakan biji padi
yang telah masak sehingga dalam
waktu singkat biji padi akan habis
(Aak, 1990).
84.
Walaupun terjadi ketidak
selarasan
dapat
diduga
bahwa
metabolit sekunder P. fluorescens P60
mampu memacu perkembangan hasil
tanaman padi dengan menghasilkan
hormon tumbuh IAA (Navitasari et al.,
2013), sehingga bobot gabah basah
yang dihasilkan tinggi. Kandungan
kimia dalam fungisida memiliki
kemampuan untuk meningkatkan hasil
gabah melalui penekanan infeksi
patogen.
85.
86. KESIMPULAN

81.
Analisis statistika pada
variabel pengamatan bobot gabah
basah menunjukkan bahwa perlakuan
5 kali penyemprotan Bio P60 dan 2
kali penyemprotan tebuconazole dan
trifloxistrobin (P3) dan perlakuan
penyemprotan propinep, tebuconazole
dan trifloxistrobin (P9) berbeda nyata
terhadap kontrol. Masing-masing
perlakuan mampu meningkatkan
bobot gabah basah sebesar 27,42 dan
28,65% dibandingkan dengan kontrol.
82.
Analisis statistika pada
variabel pengamatan bobot gabah
kering menunjukkan bahwa perlakuan
P9 berbeda nyata terhadap kontrol,
dimana
perlakuan
P9
mampu
meningkatkan bobot gabah kering
sebesar 19,66% dibandingkan dengan
kontrol. Ketidak selarasan hasil
analisis antara bobot gabah basah dan
kering
dengan
jumlah
anakan
produktif
tanaman padi diduga
disebabkan oleh karena adanya
serangan hama walang sangit, burung,
dan tikus pada saat menjelang panen.
83.
Serangan walang sangit
menyebabkan bulir padi menjadi

1. Penyemprotan
Bio
T10,
tebuconazole dan trifloxystrobin
secara tunggal serta penyemprotan
Bio T10, Bio P60 gabungan
dengan
tebuconazole
dan
trifloxystrobin mampu menekan
masa inkubasi patogen hawar

11

daun
bakteri
masing-masing
sebesar 24,96%.
2. Penyemprotan Bio P60 gabungan
dengan
tebuconazole
dan
trifloxystrobin
serta
penyemprotan
propineb,
tebuconazole dan trifloxystrobin
mampu meningkatkan bobot
basah
gabah
masing-masing
sebesar 27,42 dan 28,65%.
3. Penyemprotan
propineb,
tebuconazole dan trifloxystrobin
mampu meningkatkan bobot
kering gabah sebesar 19,66%.
4. Penyemprotan Bio P60, Bio T10
serta fungisida kimia baik tunggal
dan gabungan tidak mampu
menekan intensitas penyakit dan
laju infeksi hawar daun bakteri
pada padi varietas Lusi, serta
tidak mampu meningkatkan tinggi
tanaman, jumlah anakan, jumlah
anakan produktif dan bobot 1000
butir pada tanaman padi varietas
Lusi.
87.
88. SARAN

94.

Agrios, G.N. 2005. Plant


Pathology 5th ed. Elsevier
Academic Press. California. 922
page.

95.

Arwiyanto,
T.
2003.
Pengendalian hayati penyakit
layu bakteri tembakau. Jurnal
Perlindungan
Tanaman
Indonesia 3(1): 54-60.

96.

Badan Pusat Statistik. 2015.


Produksi padi, jagung, dan
kedelai. Berita Resmi Statistik
No. 62/07/ Th. XVIII. 11 hal.

97.

Herlina, L. dan S.T. Silititonga.


2011. Seleksi lapang ketahanan
beberapa varietas padi terhadap
infeksi hawar daun bakteri strain
IV dan VII. Buletin Plasma
Nutfah 17 (2): 80-87.

98.

International Rice Research


Institute.
2013.
Standard
Evaluation System (SES) for
Rice
5th
Edition.
IRRI.
Philippines. 55 page.

89.
Perlu dilakukan penelitian
lanjutan mengenai dosis dan frekuensi
aplikasi Bio P60, Bio T10, serta
fungisida kima tunggal maupun
gabungan yang lebih sesuai untuk
mengendalikan penyakit hawar daun
bakteri
serta
mampu
untuk
meningkatkan pertumbuhan dan hasil
pada tanaman padi.
90.
91. DAFTAR PUSTAKA
92.
93. AAK. 1990. Budidaya Tanaman
Padi. Kanisius. Yogyakarta. 172
hal.

99.

Khaeruni, A., M. Taufik, T.


Wijayanto, dan E.A. Johan.
2014. Perkembangan penyakit
hawar daun bakteri pada tiga
varietas padi sawah yang
diinokulasi pada beberapa fase
pertumbuhan.
Jurnal
Fitopatologi Indonesia 10(4):
119-125.

100. Latifah, A., Kustantinah, dan L.


Soesanto. 2011. Pemanfaatan
beberapa isolat Trichoderma
harzianum
sebagai
agensia
pengendali hayati penyakit layu

12

fusarium pada bawang merah in


planta. Eugenia 17(2): 86-95.

busuk rimpang jahe. J. HPT


Tropika 5(1): 50-57.

101. Manengkey, G. J. S. dan E.


Senewe. Intensitas dan laju
infeksi penyakit karat daun
Uromyces
phaseoli
pada
tanaman kacang merah. Eugenia
17(3): 218-224.

106. Soesanto, L. 2008. Pengantar


Pengendalian Hayati Penyakit
Tanaman. PT Raja Grafindo
Persada. Jakarta. 573 hal.
107. Soesanto, L., E. Mugiastuti, dan
R.F. Rahayuniati. 2010. Kajian
mekanisme
antagonis
Pseudomonas fluorescens P60
terhadap Fusarium oxysporum
f.sp. Lycopersici pada tanaman
tomat in vivo. J. HPT Tropika
10(2): 108-115.

102. Navitasari, L. 2013. Aplikasi


agens
hayati
Pseudomonas
fluorescens P60 terhadap mutu
fisiologis
benih
dan
pertumbuhan bibit padi IR 64.
Jurnal Agroteknos 3(2): 109-114.
103. Rahim, A., R.A. Khaeruni, dan
T. Muhammad. 2012. Reaksi
ketahanan beberapa varietas padi
komersil
terhadap
patotipe
Xanthomonas oryzae pv. oryzae
isolat
Sulawesi
Tenggara.
Berkala Penelitian Agronomi
1(2): 132-138.

108. Sudarma, I M. 2013. Penyakit


Tanaman Padi (Oryza sativa).
Graha Ilmu. Yogyakarta. 202 hal.
109. Sudir, B. Nuryanto, dan S.K.
Triny. 2012.
Epidemiologi,
patotipe,
dan
strategi
pengendalian penyakit hawar
daun bakteri pada tanaman padi.
IPTEK Tanaman Pangan 7(2):
79-87.

104. Ramadhana, A.A. 2014. Uji


Empat Substrar Cair Organik
Terhadap Perkembangan Empat
Isolat Trichoderma sp. Dan
Pengaruhnya
Terhadap
Pertumbuhan
Dan
Hasil
Mentimun. Skripsi. Fakultas
Pertanian. Universitas Jenderal
Soedirman. Purwokerto. 59 hal.
(Tidak dipublikasikan).

110. Sulistiyono, D.S. 2014. Ciri-Ciri


Fisiologi
Dan
Biokimiawi
Beberapa Isolat Trichoderma
Spp. Yang Berpotensi Sebagai
Agensia
Hayati.
Tesis.
Universitas Jenderal Soedirman,
Purwokerto. 107 hal. (Tidak
dipublikasikan).
111. Suradji, M.S. 2003. Dasar-dasar
Ilmu
Penyakit
Tumbuhan.
Penebar Swadaya. Depok. 154
hal.

105. Soesanto, L., Soedharmono, N.


Prihatiningsih, A. Manan, E.
Iriani, dan J. Pramono. 2005.
Potensi agensia hayati dan nabati
dalam mengendalikan penyakit

112.

13

113.
114.
115.
116.
117.

118.

You might also like