You are on page 1of 10

BAB V

HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Rumah Sakit Bhayangkara Makassar yang berada di Jalan MappaOudang, berdiri pertama kali pada tanggal 2 November 1965 yang
merupakan perubahan bekas Sekolah Polisi Negara Djongaya. Pada
awalnya unit layanan yang tersedia terbatas pada Poliklinik Umum dan
Kebidanan.

Setelah

beberapa

puluh

tahun

kemudian,

terjadi

peningkatan unit layanan hingga pada 10 Oktober 2001 berubah


status menjadi Rumah Sakit Bhayangkara tingkat II.
Pada tahun 2010, Rumah Sakit Bhayangkara Makassar ditetapkan
menjadi satker Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PK
BLU).
B. Analisis Univariat
Penelitian yang di laksanakan ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh latihan range of motion (ROM) terhadap peningkatan
kekuatan otot pada pasien pasca bedah laparatomi di RS Bhayangkara
Makassar. Penelitian di laksanakan mulai
dengan 11 Juni

2016,

tanggal 11 April sampai

untuk mengumpulkan

data

dengan

menggunakan lembar observasi.


1. Distribusi Responden Berdasarkan Umur
Umur responden dikategorikan menjadi tiga, yaitu dewasa
muda (18 25 tahun), dewasa penuh (26 65 tahun) dan lanjut

usia (> 65 tahun). Hasil penelitian menunjukkan, distribusi


responden berdasarkan umur dapat dilihat bahwa sebagian besar
responden pada kelompok intervensi adalah dewasa penuh yaitu
10 orang (31,2%). Hal ini juga terlihat pada kelompok kontrol
dimana sebagian besar umur responden adala dewasa penuh yaitu
11 orang (34,4%).
Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur Pada Pasien
Pasca Laparatomy di RS Bhayangkara Makassar
Umur
Dewasa muda

Intervensi
3
(9.4%)
Dewasa penuh
10
(31,2%)
Lanjut Usia
3
(9,4%)
Total
16
(50%)
Sumber: Data sekunder 2016

Kontrol
3
(9,4%)
11
(34,4%)
2
(6,2%)
16
(50%)

Total
6
(18,8%)
21
(65,6%)
5
(15,6%)
32
(100%)

2. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin


Jenis kelamin responden dikategorikan menjadi dua, yaitu
laki-laki dan perempuan. Hasil penelitian menunjukkan, Hasil
penelitian menunjukkan, distribusi responden berdasarkan jenis
kelamin dapat dilihat bahwa sebagian besar responden pada
kelompok intervensi adalah perempuan yaitu 10 responden
(31,2%). Hal ini berbeda dengan kelompok kontrol dimana
sebagian besar jenis kelamin responden adalah laki-laki yaitu 14
responden (43,8%).

Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Pada


Pasien Pasca Laparatomy di RS Bhayagkara Makassar
Jenis
Kelamin
Laki-laki

Eksperimen

6
(18,8%)
Perempuan
10
(31,2%)
Total
16
(50%)
Sumber: Data sekunder 2016

Kontrol

Total

14
(43,8%)
2
(6,2%)
16
(50%)

20
(62,5%)
12
(37,5%)
32
(100%)

3. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan


Pendidikan responden dikategorikan menjadi empat, yaitu SD,
SMP,

SMA

dan

Perguruan

menunjukkan bahwa

Tinggi

responden

(PT).

Hasil

penelitian

terbanyak adalah dengan

pendidikan SD sebanyak 15 (46,9%) dan terendah Perguruan


Tinggi (PT) sebanyak 3 (9,4%).
Tabel 5.3. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Pada
Pasien Pasca Laparatomy di RS Bhayangkara Makassar
Pendidikan
SD

Kasus
4
(12,5%)
4
(12,5%)

Kontrol
3
(9,4%)
11
(34,4%)

Total
7
(21,9%)
15
(46,9%)

5
(15,6%)
PT
3
(9,4%)
Total
16
(50%)
Sumber: Data Sekunder 2016

2
(6,2%)
0
(0%)
16
(50%)

7
(21,9%)
3
(9,4%)
54
(100%)

SMP

SMA

4. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan


Pekerjaan responden dikategorikan menjadi tujuh, yaitu tidak
bekerja, IRT, Pelajar, Pegawai negeri, Pensiunan, Pegawai swasta,
dan Wiraswasta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

distribusi

responden berdasarkan pekerjaan yang terbanyak adalah IRT yaitu


9 responden (28,1%) dan terendah Pelajar, Pegawai negeri dan
Pensiunan masing masing sebanyak 2 responden (6,2%).
Tabel 5.4. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan Pada
Pasien Pasca Laparatomy di RS Bhayangkara Makassar.
Pekerjaan
Tidak Bekerja
IRT
Pelajar/Mahasisw
a
Pegawai Negeri
Pensiunan
Pegawai Swasta

Wiraswasta
Total

Kasus
2
(6,2%)
8
(25,0%)
2
(6,2%)
1
(3,1%)
2
(6,2%)
1
(3,1%)

Kontrol
4
(12,5)
1
(3,1%)
0
(0%)
1
(3,1%)
0
(0%)
6
(18,8%)

Total
6
(18,8%)
9
(28,1%)
2
(6,2%)
2
(6,2%)
2
(6,2%)
7
(21,9%)

0
(0%)
16
(50%)

4
(12,5%)
16
(50%)

4
(12,5%)
32
(100%)

Sumber: Data sekunder 2016


5. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Laparatomy
Jenis Laparatomy responden dikategorikan menjadi lima, yaitu
Apendektomi,

Herniotomi,

Spelenektomi,

Seksio

cesar

dan

Kolisistektomi. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa distribusi


responden berdasarkan jenis laparatomy yang terbanyak adalah
apendektomi yaitu 22 responden (68,8%) dan terendah Seksio
cesar adalah 1 responden (3,1%).
Tabel 5.5. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Laparatomy
Pada Pasien Pasca Laparatomy di RS Bhayangkara Makassar.
Jenis Laparatomi
Apendektomi
Herniotomi
Spelenektomi
Seksio cesar
Kolisistektomi
Total

Eksperimen
9
(28,1%)
2
(6,2%)
3
(9,4%)
1
(3,1%)
1
(3,1%)
16
(50,0%)

Kontrol
13
(40,6%)
1
(3,1%)
1
(3,1%)
0
(0%)
1
(3,1%)
16
(50,0%)

Total
22
(68,8%)
3
(9,4%)
4
(12,5%)
1
(3,1%)
2
(6,2%)
32
(100%)

Sumber: Data sekunder 2016

6. Distribusi Frekuensi Skala Kekuatan Otot Sebelum dan


Sesudah Pemberian Latihan ROM pada Kelompok Intervensi
Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Kekuatan Otot Pasien Pasca Bedah
Laparatomy Sebelum dan Sesudah Pemberian Latihan ROM Pada
Kelompok Intervensi di RS Bhayangkara Makassar.
Kekuatan Otot
Paralisis total
Trace/sedikit
Poor/Buruk
Fair/Sedang
Good/Baik
Normal
Total

Pretest
F
0
4
11
1
0
0
16

%
0
25,0
68,8
6,2
0
0
100

Posttest
F
0
0
0
2
6
8
16

%
0
0
0
12,5
37,5
50,0
100

Sumber: Data sekunder 2016


Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa dari 16
responden yang didapatkan pada kelompok intervensi sebelum
dilakukan latihan ROM yaitu, responden dengan skala kekuatan
otot trace sebanyak 4 orang (25,0%), responden dengan skala
kekuatan otot poor sebanyak 11 orang (68,8%), serta responden
dengan skala kekuatan otot fair sebanyak 1 orang (6,2%),
sedangkan setelah dilakukan latihan ROM yaitu didapatkan
responden dengan skala kekuatan otot fair sebanyak 2 orang (12,5
%), responden dengan skala kekuatan otot good sebanyak 6 orang
(37,5%), dan responden dengan skala kekuatan otot normal
sebanyak 8 orang (50,0%)

7. Distribusi Frekuensi Skala Kekuatan Otot Sebelum dan


Sesudah Pemberian Latihan ROM pada Kelompok Kontrol
Tabel 5.7. Distribusi Frekuensi Kekuatan Otot Pasien Pasca Bedah
Laparatomy Sebelum dan Sesudah Pemberian Latihan ROM Pada
Kelompok Kontrol di RS Bhayangkara Makassar
Kekuatan Otot
Paralisis total
Trace/sedikit
Poor/Buruk
Fair/Sedang
Good/Baik
Normal
Total

Pretest
F
0
5
9
2
0
0
16

%
0
31,2
56,2
12,5
0
0
100

Posttest
F
0
0
1
6
6
3
16

%
0
0
6,2
37,5
37,5
18,8
100

Sumber: Data sekunder 2016


Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa dari 16
responden yang didapatkan pada kelompok control sebelum
dilakukan latihan ROM yaitu, responden dengan skala kekuatan
otot trace sebanyak 5 orang (31,2%), responden dengan skala
kekuatan otot poor sebanyak 9 orang (56,2%), serta responden
dengan skala kekuatan otot fair sebanyak 2 orang (12,5%),
sedangkan setelah dilakukan latihan ROM pada kelompok kontrol
yaitu didapatkan responden dengan skala kekuatan otot poor
sebanyak 1 orang (6,2%) responden dengan skala kekuatan otot
fair sebanyak 6 orang (37,5 %), responden dengan skala kekuatan
otot good sebanyak 6 orang (37,5%), dan responden dengan skala
kekuatan otot normal sebanyak 3 orang (18,8%)

C. Analisis Bivariat
1. Perbedaan Kekuatan Otot sebelum dan sesudah Latihan ROM
pada kelompok intervensi
Tabel 5.8. Perbedaan Kekuatan Otot sebelum dan sesudah Latihan
ROM pada kelompok Intervensi di RS Bhayangkara Makassar
Variabel

Perlakuan

Mean

Kekuatan
Otot

Sebelum

16

1,81

Standar
Deviation
0,544

Sesudah

16

4,38

0,719

p-value

0,00

Sumber : Data sekunder 2016


Berdasarkan table diatas , dapat diketahui bahwa kelompok
intervensi, rata-rata derajat kekuatan otot pasien pasca bedah
laparatomy sebelum dilakukan latihan ROM sebesar 1,81, kemudian
bertambah menjadi 4,38 setelah dilakukan latihan ROM. Berdasarkan
uji t, diperoleh p-value sebesar 0,000. Terlihat bahwa p-value 0,000<
(0,05), ini menunjukkan bahwa ada perbedaan secara bermakna
tingkat skala kekuatan otot pasien pasca bedah laparatomy sebelum
dan sesudah dilakukan latihan ROM pada kelompok intervensi di RS
Bhayangkara Makassar.
2. Perbedaan Kekuatan Otot sebelum dan sesudah Latihan ROM
pada kelompok kontrol.
Tabel 5.9. Perbedaan Kekuatan Otot sebelum dan sesudah Latihan
ROM pada kelompok Kontrol di RS Bhayangkara Makassar
Variabel

Perlakuan

Mean

Kekuatan
Otot

Sebelum

16

1,81

Standar
Deviation
0,655

Sesudah

16

3,69

0,873

Sumber : Data Sekunder 2016

p-value

0,00

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa kelompok


kontrol, rata-rata derajat kekuatan otot pasien pasca bedah laparatomy
sebelum dilakukan latihan ROM sebesar 1,81, kemudian bertambah
menjadi 3,69 setelah dilakukan latihan ROM. Berdasarkan uji t,
diperoleh p-value sebesar 0,000. Terlihat bahwa p-value 0,000<
(0,05), ini menunjukkan bahwa ada perbedaan secara bermakna
tingkat skala kekuatan otot pasien pasca bedah laparatomy sebelum
dan sesudah dilakukan latihan ROM pada kelompok kontrol di RS
Bhayangkara Makassar.

3. Perbedaan Kekuatan Otot Sesudah Perlakuan pada Kelompok


Intervensi dan Kelompok Kontrol di RS Bhayangkara Makassar
Tabel 5.10. Perbedaan Kekuatan Otot sesudah Latihan ROM pada
kelompok Kontrol di RS Bhayangkara Makassar
Variabel

Kelompok

Mean

Kekuatan
Otot

Intervensi

16

4,38

Standar
Deviation
0,719

Kontrol

16

3,69

0,873

Sumber : Data Sekunder 2016

p-value
0,021

Berdasarkan uji t, didapatkan p-value sebesar 0,021. Karena pvalue 0,021 < (0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan
secara bermakna kekuatan otot pasien pasca bedah laparatomy
sesudah dilakukan latihan ROM antara kelompok intervensi dan
kelompok kontrol di RS Bhayangkara Makassar.

You might also like