You are on page 1of 5

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan sedimen urin, mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau

inflamasi pada saluran kemih.


Pemeriksaan kultur urin, untuk mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi

dan menentukan sensitivitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan.


Pemeriksaan sitologi urin, untuk memeriksa sitopatologi sel-sel urotelium yang

terlepas dan terbawa urin.


Pemeriksaan gula darah, untuk mendeteksi adanya diabetes mellitus yang dapat

menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli.


Pemeriksaan darah elektrolit, ureum (blood urea nitrogen) dan kreatinin, untuk
mengetahui fungsi ginjal. Obstruksi uretra menyebabkan bendungan saluran
kemih sehingga menganggu faal ginjal karena adanya penyulit seperti

hidronefrosis yang menyebabkan infeksi dan urolithiasis.


Prostate Specific Antigen (PSA) 4, sebagai penanda tumor prostat, diperiksa
apabila dicurigai adanya keganasan.
2. Pemeriksaan Radiologi
Foto polos abdomen, untuk mencari batu di saluran kemih, batu prostat atau

menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh terisi urin (retensi urin).


Pielografi Intravena, untuk melihat kelainan pada ginjal atau ureter (hidroureter
atau hidronefrosis), serta memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang
ditunjukkan dengan indentasi prostat(pendesakan buli-buli oleh kelenjar prostat)
atau ureter bagian distal yang berbentuk seperti mata kail (hooked fish).
Pemeriksaan ini menjadi sulit jika terjadi trabekulasi, divertiken atau salukasi

pada buli-buli.
Pemeriksaan USG secara Trans Rectal Ultra Sound (TRUS), untuk mengetahui
besar dan volume prostat, serta melihat adanya kemungkinan pembesaran prostat
maligna sebagai petunjuk untuk melakukan biopsi aspirasi prostat, dan juga
menentukan jumlah residual urin dan mencari kelainan lain pada buli-buli.

Pemeriksaan USG secara Trans Abdominal Ultra Sound (TAUS) dapat


mendeteksi adanya hidronefrosis ataupun kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH
yang lama.

3. Pemeriksaan Lain
Pemeriksaan residual urin, diukur dengan kateterisasi setelah miksi atau dengan
pemeriksaan ultrasonografi setelah miksi, untuk menentukan derajat obstruksi

prostat.
Pemeriksaan pancaran urin (flow rate), dengan menghitung jumlah urin dibagi
dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik) atau dengan uroflowmetri., untuk
menentukan derajat obstruksi prostat.

Systocopy, untuk mengukur besar prostat dengan mengukur panjang uretra


parsprostatika dan melihat penonjolan prostat ke dalam rektum.

Daftar Pustaka

Purnomo.(2007). Dasar-Dasar Urologi. Edisi Kedua. Halaman: 69-85. Jakarta: CV.Sagung Seto.
Soeparman. (2000). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2. Jakarta: FKUI.

Komplikasi

Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain:

Retensi urin akut, terjadi apabila buli-buli menjadi dekompensasi.


Seiring dengan semakin beratnya BPH, dapat terjadi obstruksi saluran kemih, karena urin

tidak mampu melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksi saluran kemih.
Infeksi saluran kemih apabila tidak diobati, dapat mengakibatkan gagal ginjal.
Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik mengakibatkan
penderita harus mengejan pada miksi, dan menyebabkan peningkatan tekanan intra

abdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid.


Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan dalam buli-buli yang

mengakibatkan keluhan iritasi dan hematuria.


Stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme, yang

dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis.


Incolusi kontraksi kandung kemih.
Refluks kandung kemih
Hidroureter dan hidronefrosis dapat terjadi karena produksi urin terus berlanjut maka
pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi menampung urin yang akan mengakibatkan
tekanan intravesika meningkat.

Daftar Pustaka
Sjamsuhidayat, (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC.

You might also like