You are on page 1of 4

Terdapat kesepakatan yang bagus diantara para penelaah tentang keparahan GERD sebelum PEG (k Z

0.643; 95% confidence interval, 0294e0.992). nilai k adalah 0.694 (95 % confidence interval
0.547e0.841) untuk keparahan GERD setelah PEG. Kecocokan klasifikasi hill untuk katup
gastroesophageal memiliki nilai k 0.6 (95% confidence interval, 0.193e1.0).
Tabel 1 menunjukkan karakteristik demografis dari 47 pasien penerima PEG. Sebelum PEG 21
(44,7%) dari 47 pasien NGTfeeding mendapatkan EE. Rata-rata waktu tindak lanjutnya adalah
45.7 bulan (kisaran, 6e147 bulan). Erosi esofagitis tampak di 9 pasien setelah PEG. Waktu
pemberhentian sebelum pasca evaluasi dari kondisi GERD berjarak antara 2 minggu sampai 2
bulan. Tabel 2 daftar perubahan pada kejadian dan perarahan dari EE sebelum dan sesudah PEG.
Tingkat kejadian (p < 0.01) dan tingkat keparahan (p < 0.05) EE setelah PEG secara signifikan
mengalami peningkatan, dibandingkan dengan sebelum PEG. Tabel 3 menggambarkan faktor
resiko dari hadirnya EE setelah PEG. Hanya klasifikasi katup gastroesophageal hill yang
berkaitan dengan munculnya EE setelah operasi PEG (p < 0.01).
URAIAN HASIL
Terdapat 47 pasien NGT-feeding penerima PEG. Dari 47 pasien hanya 21 pasien yang
mendapatkan EE sebelum PEG. 9 pasien mengalami erosi esofagus setelah pemberian PEG.
Waktu pemberian PEG berselang antara 2 minggu sampai 2 bulan. Pada tabel 2 menunjukkan
adanya peningkatan setelah diberikan PEG daripada sebelum diberikan PEG. Tabel 3
menunjukkan faktor resiko adanya EE setelah PEG. Klasifikasi hill menunjukkan adanya EE
setelah operasi PEG.

Diskusi
Kami mendeskripsikan pengaruh penggantian PEG terhadap EE pada pasien penderita
gangguan dalam menelan dengan pengujian endoskopik. Pada studi ini 21 (44,7%) dari 47
pasien NGT-feeding memiliki EE sebelum mereka menjalani operasi PEG (Tabel 1). Erosi
esofagitis terjadi hanya pada sembilan (19.1%) pasien setelah menerima PEG, dan tidak ada
pasien yang tanpa ada EE muncul EE setelah menerima PEG (Tabel 2). Hasil studi kami
mengartikan bahwa sekitar setengah dari pasien NGT-feeding memiliki EE sebelum menerima
PEG, dan PEG tidak memperburuk atau menimbulkan EE.
Dalam seri kami > 90% pasien yang memiliki gangguan neurologis (Tabel 1). Diagnosa
dari esofagitis refluks lebih sulit pada pasien dengan gangguan neurologis karena gejala khas
dari esofagitis mungkin tidak tampak, dan beberapa gejala halus esofagitis seperti
ketidaknyamanan dada dan mulas mungkin sulit untuk dideteksi pada pasien Penyandang Cacat
[10,13,17]. Bahkan di sebuah populasi pada umumnya, gejala klinis tidak dapat dijadikan
andalan untuk memprediksi GERD. Tinjauan sistematis melaporkan bahwa tingkat sensitifitas
gejala klinis untuk mendiagnosa EE hanya 30e76% dan spesifiknya adalah 62e96% [18].
Kecocokan diagnostik yang rendah antara pH metry dan histologis esofagitis yang juga telah
dilaporkan [19].
Salvatore et al [20] melaporkan tidak adanya hubungan antara hasil studi pH metry dan
temuan-temuan dari histologis esofagitis. Endoskopi adalah sebuah pemeriksaan penting dalam
mendiagnosis GERD dan komplikasi terkait GERD seperti Barrett di esophagus. Oleh karena itu,

kami menyarankan melakukan Endoskopi untuk mengevaluasi perubahan jangka panjang dari
EE setelah PEG pada studi ini.
Ada bukti yang bertentangan dalam literatur tentang hubungan antara PEG dan GERD
(Tabel 4). Beberapa studi telah menunjukkan bahwa GERD tidak mengendap setelah PEG
[8,9,11,12], tetapi kesimpulan ini bertentangan dengan penelitian lain [10,21].
Beberapa studi melaporkan potensi faktor risiko yang berkontribusi untuk peristiwa atau
memburuknya GERD setelah penggantian PEG. Dalam studi skintigrafi, infus bolus gastronomy
yang cepat dapat mengakibatkan penurunan tekanan esofagus bawah ke tingkat yang tidak
kompeten dan meningkatkan gastroesophageal reflux[22]. Razehgi et al [11] menyarankan
bahwa lokasi tabung PEG dapat mempengaruhi terjadinya gastroesophageal reflux, dan
menempatkan PEG di antrum terkait dengan peningkatan gastroesophageal reflux yang
dibandingkan dengan penempatan PEG di corpus [11]. Dalam temuan studi kami, Semua
prosedur PEG dilakukan di dalam korpus perut. Sebagaimana ditunjukkan Tabel 3, kami
menemukan bahwa tingkatan IV gastroesophageal katup Hill berkaitan secara signifikan dengan
terjadinya EE setelah PEG (p < 0.01). Korelasi antara hernia hiatus dan esofagitis refluks telah
dilaporkan pada pasien umum [23]. Kehadiran hernia hiatus dapat meningkatkan frekuensi
relaksasi sementara sfingter esofagus bagian bawah yang disebabkan oleh distensi lambung pada
pasien refluks. Nishiwaki et al [13] juga melaporkan bahwa kehadiran hernia hiatus berkaitan
dengan gastroesophageal reflux yang setelah gastrostomy.
Penelitian kami memiliki tiga keterbatasan utama. Pertama, ukuran sampel terbatasi pada
jumlah pasien yang telah menyelesaikan pemeriksaan Endoskopi pra dan pasca PEG. Namun,
tindak lanjut jangka panjang dari 47 pasien yang memiliki penilaian Endoskopi sama dari
kondisi GERD sebelum dan sesudah operasi PEG mewakili salah satu seri terbesar di pusat
tunggal. Kebanyakan pasien yang menerima PEG yang lemah, dan 31.5e61.9% pasien
meninggal karena penyakit utama mereka di tahun pertama setelah PEG [2,3]. Kedua, kita tidak
melakukan pengukuran pH pada tindak lanjut studi pasien; oleh karena itu, eperistiwa asam
refluks tidak dapat dievaluasi dalam studi ini. Ketiga, ini adalah sebuah studi retrospektif, dan
ada bias pada pemilihan pasien dalam studi ini. Prospektif lebih lanjut, studi acak kontrol
diperlukan guna memberikan bukti-bukti yang lebih kuat untuk keterkaitan antara PEG dan
GERD
Kesimpulannya, kami melaporkan bahwa EE terjadi sekitar setengah dari pasien pada
NGT feeding, dan kejadian dan tingkat keparahan EE secara signifikan meningkat setelah
konversi ke PEG feeding. gradasi Endoskopi katup gastroesophageal memberikan informasi
yang berguna untuk memprediksi terjadinya EE setelah PEG. Kami menyarankan bahwa pasien
NGT-feeding harus dievaluasi untuk hadirnya EE sebelum dan sesudah penempatan PEG
menggunakan endoskopi

URAIAN DISKUSI
Peneliti ingin mendiskripsikan pengeruh penggantian PEG terhadap munculnya EE pada
pasien penderita gangguan menelan makanan. Sebanyak 21 pasien dari 47 pasien NGT-feeding
memiliki EE sebelum mereka menjalani operasi PEG (tabel 1). Hanya ditemukan 9 pasien yang
mengalami EE setelah menerima PEG. Tidak ditemukan pasien yang sebelumya tidak
mengalami EE muncul EE ketika menerima PEG. Studi mengartikan bahwa sekitar setengah dari

pasien penderita NGT-feeding memiliki EE sebelum menerima PEG, dan PEG tidak
menimbulkan EE pasca operasinya.
Pada pasien yang memiliki gangguan neurologis, diagnosa akan esofagitis reflux lebih
sulit. Hal ini karena gejala khas dari esofagitis tidak begitu tampak, dan beberapa gejala
esofagitis seperti ketidaknyamaan di dada dan mulas akan sulit dideteksi pada pasien
penyandang cacat. Bahkan di penduduk pada umumnya gejala klinis tidak dapat dijadikan
patokan untuk memprediksi GERD. Hal ini berdasarkan dari tinjauan sistematis, yang
menyatakan bahwa tingkat sensifitas gejala klinis hanya 30e76%. Angka ini bisa dibilang terlalu
kecil jika dibandingkan dengan gejala yang spesifiknya sebesar 62e96%. Kecocokan diagnostik
yang rendah antara ph metry dan histology esofagitis yang telah dilaporkan.
Salvatore et al [20] melaporkan tidak adanya hubungan antara hasil studi pH metry dan
temuan-temuan dari histologis esofagitis. Endoskopi adalah pemeriksaan yang terpenting dalam
mendeteksi GERD dan kompilasi terkait GERD seperti Barrett di esophagus. Jadi endoskopi
dapat dijadikan sebagai penentu yang signifikan untuk diagnosis penyakit GERD. Oleh karena
itu peneliti mennyaraknan agar melakukan endoskopi untuk mengevaluasi perubahan jangka
panjang dari timbulnya EE setelah PEG.
Ada beberapa bukti dalam literatur yang bertentangan tentang hubungan PEG dan GERD
(tabel 4). Beberapa Studi telah menunjukkan bahwa GERD tidak mengendap Setelah PEG
[8,9,11,12], tetapi kesimpulan ini bertentangan dengan penelitian lain [10,21].
Beberapa studi melaporkan potensi faktor risiko lah yang berkontribusi untuk terjadi atau
memburuknya GERD setelah penggantian PEG. Dalam studi skintigrafi, infus bolus gastronomy
yang cepat dapat mengakibatkan penurunan tekanan esofagus bawah ke tingkat yang tidak
kompeten dan meningkatkan gastroesophageal reflux[22]. Razehgi et al [11] menyarankan
bahwa lokasi tabung PEG dapat mempengaruhi terjadinya gastroesophageal reflux, dan
menempatkan PEG di antrum terkait dengan peningkatan gastroesophageal reflux yang
dibandingkan dengan penempatan PEG di corpus [11]. Dalam temuan studi kami, Semua
prosedur PEG dilakukan di dalam korpus perut. Sebagaimana ditunjukkan Tabel 3, kami
menemukan bahwa tingkatan IV gastroesophageal katup Hill berkaitan secara signifikan dengan
terjadinya EE setelah PEG (p < 0.01). Korelasi antara hernia hiatus dan esofagitis refluks telah
dilaporkan pada pasien umum [23]. Kehadiran hernia hiatus dapat meningkatkan frekuensi
relaksasi sementara sfingter esofagus bagian bawah yang disebabkan oleh distensi lambung pada
pasien refluks. Nishiwaki et al [13] juga melaporkan bahwa kehadiran hernia hiatus berkaitan
dengan gastroesophageal reflux setelah gastrostomy.
Penelitian kami memiliki tiga keterbatasan utama. Pertama, ukuran sampel terbatasi pada
jumlah pasien yang telah menyelesaikan pemeriksaan Endoskopi pra dan pasca PEG. Namun,
tindak lanjut jangka panjang dari 47 pasien yang memiliki penilaian Endoskopi sama dari
kondisi GERD sebelum dan sesudah operasi PEG mewakili salah satu seri terbesar di pusat
tunggal. Kebanyakan pasien yang menerima PEG terasa lemah, dan 31.5e61.9% pasien
meninggal karena penyakit utama mereka di tahun pertama setelah PEG [2,3]. Kedua, kita tidak
melakukan pengukuran pH pada tindak lanjut studi pasien; oleh karena itu, peristiwa asam
refluks tidak dapat dievaluasi dalam studi ini. Ketiga, ini adalah sebuah studi retrospektif, dan
ada bias pada pemilihan pasien dalam studi ini. Prospektif lebih lanjut, studi acak kontrol
diperlukan guna memberikan bukti-bukti yang lebih kuat untuk keterkaitan antara PEG dan
GERD
Kesimpulannya, peneliti melaporkan bahwa EE terjadi sekitar setengah dari pasien pada
NGT feeding, dan kejadian serta tingkat keparahan EE secara signifikan meningkat setelah

konversi ke PEG feeding. gradasi Endoskopi katup gastroesophageal memberikan informasi


yang berguna untuk memprediksi terjadinya EE setelah PEG. Kami menyarankan bahwa pasien
NGT-feeding harus dievaluasi untuk hadirnya EE sebelum dan sesudah penempatan PEG
menggunakan endoskopi

Pada tabel 2 menjelaskan tentang data kemunculan EE setelah dan sesudah pemasangan PEG. Sebelum
pemasangan PEG jumah pasien tanpa EE sebanyak 26, dan untuk grade A-D didapatkan jumlah yang
berbeda-beda yakni A; 2, B; 7, C; 7, D; 5. Sedangkan setelah pemasangan PEG data yang didapatkan
yakni A; 1.1 yakni 1 pada tahap 0 dan 1 pada A, B; 6.1 yakni kemunculan EE hanya pada D, C; 5.1.1
yakni kemunculan EE pada B dan C, D; 0.3.2 yakni kemunculan EE pada B dan C. Pemasangan PEG
berpengaruh terhadap penurunan EE namun tidak menutup kemungkinan EE tersebut dapat muncul
kembali seperti tampak pada sebelum pemasangan D dan setelah pemasangan DB dan DC.

You might also like