You are on page 1of 20

PAPER KOROSI

KOROSI OLEH MIKROBA

Disusun oleh,
Wiwit Riyanti
K2513072

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2015

1. KOROSI AKIBAT MIKROBA (BAKTERI)


Korosi dipengaruhi oleh mikroba merupakan suatu inisiasi atau aktifitas korosi
akibat aktifitas mikroba dan proses korosi. Korosi pertama diindentifikasi hampir 100
jenis dan telah dideskripsikan awal tahun 1934. bagaimanapun korosi yang
disebabkan aktifitas mikroba tidak dipandang serius saat degradasi pemakaian sistem
industri modern hingga pertengahan tahun1970-an. Ketika pengaruh serangan
mikroba semakin tinggi, sebagai contoh tangki air stainless steel dinding dalam terjadi
serangan korosi lubang yang luas pada permukaan sehingga para industriawan
menyadari serangan tersebut. Sehingga saat itu, korosi jenis ini merupakan salah satu
faktor pertimbangan pada instalasi pembangkit industri, industri minyak dan gas,
proses kimia, transportasi dan industri kertas pulp. Selama tahun 1980 dan berlanjut
hingga awal tahun 2000, fenomena tesebut dimasukkan sebagai bahan perhatian
dalam biaya operasi dan pemeriksaan sistem industri. Dari fenomena tersebut, banyak
institusi mempelajari dan memecahkan masalah ini dengan penelitian-penelitian untuk
mengurangi bahaya korosi tersebut. Penulisan ini ditujukan untuk sebagai bahan
perhatian kembali kepada pelaku indutriawan, dosen dan pendidik secara khususnya
dan orang-orang yang berkompeten terhadap bidang, kimia, korosi dan ilmu
pengetahuan alam pada umumnya, bagaimana bahayanya korosi bakteri di lingkungan
bebas baik air, udara dan tanah di sekitar kita. Mikroba korosi Mikroba merupakan
suatu mikroorganisme yang hidup di lingkungan secara luas pada habitat-habitatnya
dan membentuk koloni yang pemukaanya kaya dengan air, nutrisi dan kondisi fisik
yang memungkinkan pertumbuhan mikroba terjadi pada rentang suhu yang panjang
biasa ditemukan di sistem air, kandungan nitrogen dan fosfor sedikit, konsentrat serta
nutrisi-nutrisi penunjang lainnya. Mikroorganisme yang mempengaruhi korosi antara
lain bakteri, jamur, alga dan protozoa. Korosi ini bertanggung jawab terhadap
degradasi material di lingkungan. Pengaruh inisiasi atau laju korosi di suatu area,
mikroorganisme umumnya berhubungan dengan permukaan korosi kemudian
menempel pada permukaan logam dalam bentuk lapisan tipis atau biodeposit.
Lapisan film tipis atau biofilm. Pembentukan lapisan tipis saat 2 4 jam
pencelupan sehingga membentuk lapisan ini terlihat hanya bintik-bintik dibandingkan
menyeluruh di permukaan. Lapisan film berupa biodeposit biasanya membentuk
diameter beberapa centimeter di permukaan, namun terekspos sedikit di permukaan
sehingga dapat meyebabkan korosi lokal. Organisme di dalam lapisan deposit
mempunyai efek besar dalam kimia di lingkungan antara permukaan logam/film atau

logam/deposit tanpa melihat efek dari sifat bulk electrolyte. Mikroorganisme


dikatagorikan berdasarkan kadar oksigen yaitu : 1. Jenis anaerob, berkembang biak
pada kondisi tidak adanya oksigen 2. Jenis Aerob, berkembang biak pada kondisi kaya
oksigen. 3. Jenis anaerob fakultatif, berkembang biak pada dua kondisi. Mikroaerofil,
berkembang biak menggunakan sedikit oksigen Fenomena korosi yang terjadi dapat
disebabkan adanya keberadaan dari bakteri. Jenis-jenis bakteri yang berkembang yaitu
: 1. Bakteri reduksi sulfat Bakteri ini merupakan bakteri jenis anaerob membutuhkan
lingkungan bebas oksigen atau lingkungan reduksi, bakteri ini bersirkulasi di dalam
air aerasi termasuk larutan klorin dan oksidiser lainnya, hingga mencapai kondisi
ideal untuk mendukung metabolisme. Bakteri ini tumbuh pada oksigen rendah.
Bakteri ini tumbuh pada daerah-daerah kanal, pelabuhan, daerah air tenang tergantung
pada lingkungannya. Bakteri ini mereduksi sulfat menjadi sulfit, biasanya terlihat dari
meningkatnya kadar H_2S atau Besi sulfida. Tidak adanya sulfat, beberapa turunan
dapat berfungsi sebagai fermenter menggunakan campuran organik seperti pyruvnate
untuk memproduksi asetat, hidrogen dan CO_2, banyak bakteri jenis ini berisi enzim
hidrogenase yang mengkonsumsi hidrogen. 2. Bakteri oksidasi sulfur-sulfida Bakteri
jenis ini merupakan bakteri aerob yang mendapatkan energi dari oksidasi sulfit atau
sulfur. Bebarapa tipe bakteri aerob dapat teroksidasi sulfur menjadi asam sulfurik dan
nilai pH menjadi 1. bakteri Thiobaccilus umumnya ditemukan di deposit mineral dan
menyebabkan drainase tambang menjadi asam. 3. Bakteri besi mangan oksida Bakteri
memperoleh energi dari oksidasi Fe^(2+) atau Fe^(3+) dimana deposit berhubungan
dengan bakteri korosi. Bakteri ini hampir selalu ditemukan di Tubercle (gundukan
Hemispherikal berlainan ) di atas lubang pit pada permukaan baja. Umumnya
oksidaser besi ditemukan di lingkungan dengan filamen yang panjang.
Masalah biokorosi di dalam suatu sistem lingkungan mempunyai beberapa
variabel-variabel yaitu : 1.Temperatur, umumnya kenaikan suhu dapat meningkatkan
laju korosi tergantung karakteristik mikroorganisme yang mempunyai suhu optimum
untuk tumbuh yang berlainan 2. Kecepatan alir, jika kecepatan alir biofilm rendah
akan mudah terganggu sedangkan kecepatan alir tinggi menyebabkan lapisan lebih
tipis dan padat 3. pH, umumnya pH bulk air dapat mempengaruhi metabolisme
mikroorganisme 4. Kadar Oksigen, banyak bakteri membutuhkan O2 untuk tumbuh,
namun pada Organisme fakultatif jika O2 berkurang maka dengan cepat bakteri ini
mengubah metabolismenya menjadi bakteri anaerob 5. Kebersihan, dimaksud air yang
kadar endapan padatan rendah, padatan ini menciptakan keadaan di permukaan untuk

tumbuhnya aktifitas mikroba. Pada korosi bakteri secara umum merupakan gabungan
dan pengembangan sel diferensial oksigen, konsentrasi klorida dibawah deposit
sulfida, larutan produk korosi dan depolarisasi katodik lapisan proteksi hidrogen.
Biofilm bakteri merupakan agen dari proses inisiasi dan propagasi pertumbuhan
korosi bakteri terlihat pada Gambar 1, sehingga korosi mikroba tidak terjadi dengan
absennya biofilm. Biofilm menyediakan kondisi kondisi local. lingkungan misalnya
pH yang rendah, sel difernsial oksigen untuk inisiasi atau propagasi aktifitas korosi.
Korosi dapat terjadi karena proses fisis, kimiawi, maupun biologis. Korosi
oleh mikrobiologi merupakan korosi yang disebabkan oleh mikroorganisme,
khususnya oleh bakteri, yang disebut juga dengan MIC (Microbiologically Influenced
Corrosion). Korosi jenis ini cukup berbahaya karena dapat terjadi pada kondisi range
pH disekitar pH netral, yaitu antara pH 4 sampai 9 dengan suhu lingkungan berkisar
antara 10 C hingga 50C. Korosi jenis ini biasanya terjadi pada tempat-tempat yang
terbuat dari logam dengan kondisi konstan/stagnan. Logam-logam yang dapat
terkorosi oleh mikrobiologi antara lain baja karbon, stainless steel, dan logam paduan
aluminium-tembaga.
Awal kemunculan dari MIC sering kali tidak terduga, korosi berat dari
sejumlah logam terjadi pada temperatur lingkungan normal atau larutan encer dimana
laju korosi biasanya rendah. Ciri khas terjadinya MIC adalah adanya endapan yang
berlebihan atau terjadi penebalan lapisan (gumpalan) disekitar MIC.

Gambar 1. Korosi MIC[2]


2. Jenis-jenis Mikrobiologi Penyebab Korosi
Mikroorganisme hadir pada kondisi aerob, maupun anaerob. Kondisi aerob
merupakan kondisi dengan ketersediaan yang melimpah, sebaliknya anaerob
merupakan kondisi dengan tanpa adanya oksigen. Berikut adalah tabel jenis bakteri
aerobik dan anaerobik penyebab korosi.
Tabel 1. Bakteri Aerobik Penyebab Korosi[4]
Genus atau Spesies

Range
pH

Range
Suhu
C

Logam

yang

Dapat

Terkorosi

Aksi Korosif
Mengoksidasi

Thiobacillus
thiooxidans
Thiobacillus
ferrooxidans

Gallionella

0.5-8

1-7

7-10

10-40

10-40

20-40

Besi dan baja, paduan sulfur


tembaga

sulfida

dan
menjadi

H2SO4,
Mengoksidasi

Besi dan baja

Fe2+ menjadi Fe3+


Mengoksidasi

Besi dan baja, stainless Fe2+ dan Mn2+


menjadi Fe3+ dan

steel

Mn3+
Mengoksidasi
Sphaerotilus

7-10

20-40

Pseudonomas

4-9

20-40

P. aeruginosa

4-8

20-40

Besi dan baja, stainless Fe2+ dan Mn2+


menjadi Fe3+ dan

steel

Mn3+
Besi dan baja, stainless Mereduksi
steel
Paduan aluminium

Fe3+

menjadi Fe2+
...

Tabel 2. Bakteri Anaerobik Penyabab Korosi[4]


Genus atau Spesies
Desulfovibrio
desulfuricans

Range
pH
4-8

Range
Suhu
C
10-40

Logam

yang

Dapat Tindakan

Terkorosi

Korosif

Besi dan baja, stainless

Memanfaatkan

steel, aluminium seng, hidrogen

dalam

mereduksi SO42paduan tembaga

Desulfotomaculum
nigrificans

10-40
6-8

dan 4575

Desulfomonas

...

10-40

Besi dan baja, stainless


steel

Besi dan baja

menjadi S2- dan


H2S
Mereduksi SO42menjadi S2- dan
H2S
Mereduksi SO42menjadi S2- dan
H2S

Selain bakteri-bakteri pada Tabel 1. dan Tabel 2. terdapat mikroorganisme


berupa jamur yang juga dapat berperan menyebabkan MIC, yaitu jamur
Cladosporium resinae yang bekerja pada range pH 3-7 dengan temperatur lingkungan
10C-45C dan dapat mengkorosi logam paduan aluminium dengan memproduksi
asam organik dalam proses metabolismenya.
3. Mekanime Korosi Mikrobiologi
a. Mekanisme Korosi Oleh Bakteri Anaerobik pada Besi
Bakteri anaerob ini dikenal dengan bakteri pereduksi sulfat (SRB). Dalam
metabolismenya, bakteri ini mengeluarkan enzim hidrogenase yang dapat
melakukan depolarisasi pada daerah yang sekitar mikroba. Depolarisasi terjadi
karena pasokan oksigen ke daerah katoda bereaksi dengan ion hidrogen. Adanya
bakteri ini pada besi akan menyebabkan terjadinya reaksi reduksi katodik
2H+ + 2e- -->2H -->H2
yang bertambah cepat reaksinya ketika H yang baru terbentuk bereaksi dengan O
yang terbentuk dari reduksi sulfat
SO42- -->S2- + 4O
Sulfida yang terbentuk, baik sulfida terlarut maupun sulfida padat, akan
mempercepat proses korosi.
S2- + Fe2+ --> FeS
FeS yang terbentuk merupakan produk korosi. Film FeS dapat menjadi
pelindung pada daerah sulfida netral, dimana hidrogenase dapat membantu
penghapusan hidrogen pada atau dari dalam film sulfida. Selain FeS produk
samping yang dihasilkan adalah Fe (OH)2
3 Fe2+ + 6 (OH)- --> 3 Fe (OH)2

yang akan membentuk gumpalan kerak besi.

Gambar 2. Korosi Bakteri Anaerobik pada Besi[2]


b. Mekanisme Korosi Oleh Bakteri Aerobik pada Besi
Dari sudut pandang korosi, konsumsi oksigen oleh bakteri aerobik dapat
mengakibatkan terjadinya satu atau beberapa hal seperti pembentukan lendir,
oksidasi sulfida, oksidasi besi, dan terbentuknya asam sebagai hasil metabolisme.
Bakteri pengoksidasi sulfida akan menghasilkan asam belerang yang korosif,
namun dapat juga menghasilkan lendir. Sedangkan bakteri pengoksidasi besi akan
mengoksidasi ion besi Fe2+ yang mudah terlarut menjadi ion yang sulit terlarut,
ion Fe3+. Rendahnya aktivitas Fe2+ akan meningkatkan laju reaksi anodik.
Fe --> Fe2+ + 2eHasil dari oksidasi ini adalah berubah gumpalan tak terlarut yang terbuat
dari oksida ferik hidrat dan ekskresi lendir biologis yang tumbuh pada permukaan
besi. Daerah dibawah endapan (gumpalan) hasil oksidasi akan terlindung dan
menjadi anoda. Dengan oksigen yang semakin berkurang disekeliling logam
tersebut, maka akan terjadi reaksi
O2 + 2H2O + 4e- --> 4OH-.
Peningkatan kosentrasi OH- pada permukaan akan memicu terbentuknya endapan
Fe(OH)3 atau Fe2(CO)3.

c. Mekanisme Korosi Oleh Mikroorganisme pada Stainless Steel dan logam lainnya
MIC pada stainless steel sering kali terlihat pada logam las-an. Serangan
paling besar terjadi pada logam las itu sendiri atau pada heat affected zone (HAZ)
di dekat daerah pengelasan. Pada aluminium, korosi dapat terjadi pada air dengan
pH netral. Mikroba, misalnya jamur, memproduksi asam yang larut dalam air
sebagai fase pengkotaminasi dan menyerang aluminium tersebut. Bakteri
Thiobacillus thiooxidans mengkorosi tembaga dan tahan terhadap racunnya
hingga konsentrasi 2% tembaga.
4. Tempat tempat yang Dapat Terserang Korosi Mikrobiologi
Korosi mikrobiologi berbahaya karena dapat terjadi pada rentang pH asam,
basa, bahkan netral. Korosi tersebut dapat terjadi dimana saja dengan kondisi
lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan mikroba penyebab korosi,
termasuk pada berbagai jenis industri. Korosi yang terjadi pada peralatan industri
perlu dihindari karena dapat mempengaruhi kualitas proses dan dapat menyebabkan
kegagalan proses. Berikut adalah tempat-tempat yang biasanya dapat terjadi korosi
mikrobiologi pada beberapa jenis industri.
Tabel 3. Industri yang Berpotensi Adanya Korosi Mikrobiologi[4]
Jenis Industri
Industri proses kimia
Pembagkit nuklir
Industri minyak dan gas onshore dan
offshore
Industri dengan jalur pipa bawah tanah
Industri water treatment
Industri pemeliharaan jalan raya
Industri aviasi

Lingkup Permasalahan
Tangki stainless steel, jalur pipa dan sambungan,
daerah las-an setelah menjalani hydrotest
Tangki dan perpiapaan baja karbon dan stainless
steel, pipa dan tabung air pendingin
Sistem handling minyak dan gas
Tanah

dekat

dengan

bahan

membusuk
Heat exchanger dan perpipaan
Pipa gorong-gorong
Tangki penyimpanan bahan bakar

organik

yang

Gambar 3. Sedimen lendir korosi yang terbentuk pada permukaan di dalam


pipa (I), Produk korosi yang terbentuk pada bagian bawah atap tangki penyimpanan
berbahan paduan aluminium selama hydrotest (II), Korosi pada radiator elbow diesel
engine cooling system (IIIa), pembungkus thermostat (IIIb), dan radiator housing
(IIIc).[3]
5. Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Korosi Mikrobiologi
Masalah korosi mikrobiologis di dalam suatu sistem lingkungan mempunyai
beberapa variabel-variabel yaitu :
a. Temperatur, umumnya kenaikan suhu dapat meningkatkan laju korosi tergantung
karakteristik mikroorganisme yang mempunyai suhu optimum untuk tumbuh yang
berlainan.
b. pH, umumnya pH bulk air dapat mempengaruhi metabolisme mikroorganisme.
c. Kadar Oksigen, banyak bakteri membutuhkan O 2 untuk tumbuh, namun pada
organisme fakultatif jika O2 berkurang maka dengan cepat bakteri ini mengubah
metabolismenya menjadi bakteri anaerob.
6. Penanggulangan Korosi Mikrobiologi

Pencegahan MIC dapat dilakukan dengan cara melakukan pembersihan


permukaan secara mekanis berkala dan perawatan dengan biocides untuk mengontrol
populasi bakteri. Biocides adalah formulasi dari satu atau lebih substansi aktif yang
dapat membunuh atau mengendalikan virus, bakteri, ganggang, jamur atau ragi.
Selain itu, selama penyimpanan atau setelah dilakukannya hydrotest, air tidak boleh
dipertahankan sampai beberapa hari. Untuk menghindari kemungkinan terjadinya
MIC, pengurasan total dan pengelapan hingga kering perlu dilakukan.

7. Bakteri Penyebab Korosi


Fenomena korosi yang terjadi dapat disebabkan adanya keberadaan dari
bakteri. Jenis-jenis bakteri yang berkembang yaitu :
a. Bakteri reduksi sulfat
Bakteri ini merupakan bakteri jenis anaerob membutuhkan lingkungan
bebas oksigen atau lingkungan reduksi, bakteri ini bersirkulasi di dalam air
aerasi termasuk larutan klorin dan oksidiser lainnya, hingga mencapai kondisi
ideal untuk mendukung metabolisme. Bakteri ini tumbuh pada oksigen rendah.
Bakteri ini tumbuh pada daerah-daerah kanal, pelabuhan, daerah air tenang
tergantung pada lingkungannya.
Bakteri ini mereduksi sulfat menjadi sulfit, biasanya terlihat dari
meningkatnya kadar H2S atau Besi sulfida.Tidak adanya sulfat, beberapa
turunan dapat berfungsi sebagai fermenter menggunakan campuran organik
seperti pyruvnate untuk memproduksi asetat, hidrogen dan CO2, banyak
bakteri jenis ini berisi enzim hidrogenase yang mengkonsumsi hidrogen.
b. Bakteri oksidasi sulfur-sulfida
Bakteri jenis ini merupakan bakteri aerob yang mendapatkan energi
dari oksidasi sulfit atau sulfur. Bebarapa tipe bakteri aerob dapat teroksidasi
sulfur menjadi asam sulfurik dan nilai pH menjadi 1. bakteriThiobaccilus
umumnya ditemukan di deposit mineral dan menyebabkan drainase tambang
menjadi asam.

c. Bakteri besi mangan oksida


Bakteri memperoleh energi dari osidasi Fe2+ Fe3+ dimana deposit
berhubungan dengan bakteri korosi. Bakteri ini hampir selalu ditemukan di
Tubercle (gundukan Hemispherikal berlainan ) di atas lubang pit pada
permukaan baja. Umumnya oksidaser besi ditemukan di lingkungan dengan
filamen yang panjang.

8. JENIS-JENIS MIKROORGANISME
Jenis-jenis mikroorganisme yang berperan dalam korosi mikrobial termasuk
alga, jamur dan bakteri.3 Alga dapat ditemukan dalam hampir semua perairan mulai
dari badan air tawar sampai dengan badan air asin. Mikroorganisme ini menghasilkan
oksigen ketika mendapatkan cahaya matahari (berfotosintesis) dan menggunakan
oksigen ketika tidak mendapatkan sinar matahari. Ketersediaan oksigen telah
ditemukan sebagai salah satu faktor utama dalam peristiwa korosi logam yang
digunakan di badan air asin. Alga tumbuh dengan baik pada temperatur 32 - 104 oF
dan pH 6 9. Jamur terdiri atas struktur seperti jala yang disebut miselium; yang
sebetulnya merupakan hasil pertumbuhan dari satu sel tunggal atau spora. Miselium
tidak dapat bergerak dan dapat mencapai skala makroskopik pada jamur-jamur yang
berumur cukup tua. Jamur hidup dengan memetabolisme bahan-bahan organik dan
menghasilkan asam-asam organik yang diekskresikan sebagai limbah atau
disekresikan sebagai salah satu mekanisme adaptasi terhadap habitatnya. Jamur
ditemukan di tanah dan perairan. Bakteri biasanya dikelompokkan berdasarkan
ketertarikannya kepada oksigen. Spesies yang aerob memerlukan oksigen bebas untuk
menjalankan fungsi-fungsi metabolismenya sedangkan spesies yang anaerob tidak
memerlukannya. Meski demikian, karena salah satu ciri makhluk hidup adalah
melakukan respirasi; yaitu menggunakan oksigen selama hidupnya, bakteri anaerob
pun memerlukan oksigen untuk hidup. Akan tetapi, oksigen yang diperlukan bukanlah
oksigen bebas seperti pada bakteri aerob, melainkan oksigen yang terdapat dalam
bentuk oksida. Paparan terhadap oksigen bebas dalam jumlah besar justeru akan
membuat bakteri anaerob beralih ke keadaan tidak aktif (dorman) dengan menurunkan
dan menghentikan beberapa fungsi metabolismenya sampai kondisi oksigen di

lingkungan tempat hidupnya kembali menjadi cukup anaerob untuk bakteri tersebut
menjadi aktif kembali.
Selain bakteri aerob dan anaerob, dikenal pula jenis bakteri fakultatif aerob;
yaitu bakteri yang dapat tumbul baik dalam kondisi aerob maupun anaerob, walaupun
kondisi aerob biasanya lebih disukai. Meskipun demikian, biasanya kadar oksigen
bebas yang diperlukan untuk kehidupan bakteri semacam ini tidaklah sebesar yang
diperlukan oleh bakteri aerob sehingga bakteri fakultatif aerob dapat dijumpai hidup
pada habitat yang sama dengan bakteri anaerob, khususnya di lingkungan dengan
kadar oksigen yang rendah. Hal ini dimungkinkan karena bakteri aerob menurunkan
kadar oksigen setempat dengan menggunakannya untuk proses respirasi sehingga
kondisi lingkungan menjadi cukup anaerob untuk pertumbuhan bakteri anaerob.
Berdasarkan bentuknya, bakteri digolongkan menjadi bakteri berbentuk batang
(basil), bulat (coccus), tanda koma (vibrio) dan berserabut (mises).
9. MIKROORGANISME YANG MEMPERCEPAT LAJU KOROSI
Ketika suatu mikroorganisme telah membentuk biofilm atau endomembran
pada permukaan atau celah (pit) dari suatu bahan, terbentuk sebuah lingkungan mikro
di dalam lapisan film atau membran tadi yang kondisi pH, kadar oksigen, kadar
oksigen terlarut (DO) dan bahan organiknya dapat sangat berbeda dengan kondisi
paramater-parameter tersebut di bagian luarnya (bulk material). Perubahan parameterparameter tersebut tadi di dalam lingkungan mikro bentukan mikroorganisme dapat
memicu terjadinya reaksi-reaksi elektrokimia yang meningkatkan laju korosi.
Mikroorganisme pada umumnya memiliki kemampuan untuk membentuk membran
ekstrasel yang dapat melindungi mikroorganisme tersebut dari paparan terhadap
bahan-bahan beracun dari sekitarnya namun tetap memungkinkan nutrisi untuk masuk
menembusnya.6 Endomembran atau biofilm yang dibentuk oleh mikroorganisme
bersifat tahan terhadap bermacam-macam zat kimia (termasuk bakterisida) karena
memang tujuan dihasilkannya lapisan tersebut adalah sebagai perisai bagi
mikroorganisme yang bernaung di dalamnya. Hasil penelitian bahkan menunjukkan
ada pula lapisan pelindung mikroorganisme yang mampu menguraikan zat-zat kimia
penghambat korosi seperti senyawa-senyawa amina alifatik dan nitrit sehingga
menurunkan efektivitas penggunaan bahan-bahan tersebut. Reaksi metabolisme
mikroorganisme yang berperan dalam korosi logam antara lain adalah produksi

senyawa-senyawa sulfida, asam dan amoniak serta pemindahan (deposisi) logam dan
reaksi reduksi atau oksidasi logam.
Berdasarkan mekanisme penyebab korosi, mikroorganisme dapat
dikelompokkan sebagai berikut :
a. Bakteri Pereduksi Sulfat (Sulphate Reducing Bacteria / SRB)
Contohnya Desulfovibrio sp. Mereduksi anion sulfat menjadi asam sulfida
menurut reaksi 2H3O+(aq) + 3SO42-(aq) 3H2S(g) + 7O2(g) pada kondisi anaerob. Khas
karena menghasilkan endapan logam sulfida yang berwarna hitam dan aroma uap
hidrogen sulfida.
b. Bakteri Pengoksidasi Sulfur dan Sulfida (Sulphur and Sulphide Oxidizing
Bacteria / SOB)
Contohnya Acidithiobacillus thiooxidans. Mengoksidasi sulfur dan anion
sulfida pada kondisi aerob menjadi anion sulfat yang sangat korosif karena dapat
menurunkan pH sampai mendekati 1 sehingga dapat melarutkan bermacammacam logam. Reaksi yang berlangsung sebagai berikut :
2H3O+(aq) + S2-(aq) SO2(g) + 3H2(g)
2SO2(g) + O2(g) 2SO3(g)
2SO3(g) + 4H2O(l) 2H3O+(aq) + 2HSO3-(aq) + O2(g)
2HSO3-(aq) + O2(g) 2SO42-(aq) + H2(g)

c. Bakteri Pengoksidasi Besi dan Mangan (Iron and Manganese Oxidizing Bacteria)
Contohnya Gallionella sp. Mengoksidasi Fe & Mn pada kondisi aerob
menjadi Fe3+(aq) & Mn2+(aq).
d. Bakteri Penghasil Asam (Acid Producing Bacteria)
Contohnya Pseudomonas aeruginosa. Bakteri termofilik aerob fakultatif
yang menghasilkan campuran asam lemah yang jenisnya bergantung pada bahan
organik yang dikonsumsi.

e. Jamur Penghasil Asam (Acid Producing Fungi)


Contohnya Cladosporium resinae. Koloni termofilik berbentuk lapisan seperti
gel, menghasilkan asam lemah yang jenisnya bergantung pada bahan organik yang
dikonsumsi.
Contoh dari mikroorganisme dalam kategori di atas terdapat pada Tabel 2.

10. LOGAM-LOGAM YANG RENTAN MENGALAMI KOROSI MIKROBIAL


Karena korosi mikrobial adalah mekanisme yang meningkatkan laju korosi,
semestinya masalah ini akan lebih sering ditemui pada campuran logam yang lebih
rentan terhadap bentuk-bentuk korosi pada umumnya (jenis korosi lain selain korosi
mikrobial seperti telah disebutkan sebelumnya). Logam-logam yang ditampilkan pada
Tabel 1 termasuk baja lunak, baja tahan karat, campuran logam tembaga, campuran
logam nikel dan campuran logam titanium. Secara umum, baja lunak dapat
menunjukkan beragam gejala mulai dari korosi menyeluruh sampai dengan keretakan.
Baja lunak, baja tahan karat, campuran aluminium, tembaga dan nikel seluruhnya
rentan terhadap korosi mikrobial sedangkan campuran titanium umumnya tahan
terhadap korosi mikrobial dalam kondisi lingkungan yang normal.

a. Baja Lunak
Kendala akibat korosi mikrobial telah didokumentasikan secara luas dalam
sistem pemipaan, tangki penyimpanan dan bangunan dalam air. Baja lunak
sering digunakan dalam aplikasi tersebut karena biayanya rendah namun
sayangnya termasuk logam yang mudah terkorosi. Baja lunak biasanya dilapisi
untuk melindunginya dari korosi sedangkan perlindungan katoda dapat pula
digunakan dalam aplikasi tertentu. Galvanisasi (pelapisan dengan seng) jamak
digunakan untuk melindungi baja pada kondisi atmosfer. Pelapisan dengan
pencelupan pada ter batu bara dan aspal kerap digunakan pada bagian luar
pipa dan tangki yang dibenamkan di dalam tanah sedangkan pelapisan dengan
polimer digunakan pada lingkungan atmosfer dan perairan. Akan tetapi,
biofilm atau endomembran cenderung terbentuk pada kerusakan berupa celah
pada permukaan lapisan. Apalagi, mikroorganisme yang menghasilkan asam
ditemukan mampu melarutkan seng dan beberapa lapisan polimer.11 Sejumlah
kasus juga telah didokumentasikan ketika mikroorganisme mengakibatkan
pengelupasan pelapis dari logam yang dilapisinya. Peristiwa ini disebut
delaminasi lapisan (coating delamination). Kejadian ini mengakibatkan logam
yang dilapisi terpapar kondisi lingkungan sehingga dapat ditumbuhi
mikroorganisme.
Sistem pengairan yang kurang berkualitas dan komponen-komponen
dengan bagian yang dapat mengakumulasi air yang tidak bergerak serta debu
sangat rentan terhadap korosi mikrobial. Dalam kondisi ekstrem, air yang
dibiarkan diam tanpa pengolahan di dalam pipa baja lunak telah
mengakibatkan korosi menyeluruh di sepanjang bagian bawah pipa. Peristiwa
ini teramati pada pipa-pipa bawah tanah yang telah tidak digunakan lagi
selama kurun waktu tertentu.11 Banyak kerusakan pipa pembangkit listrik juga
ditemukan terjadi akibat menggunakan air yang belum diolah. Bakteri
Pereduksi Sulfat (Sulphate Reducing Bacteria / SRB) biasanya merupakan
pelaku utama dalam kasus-kasus seperti itu. Perubahan dengan menggunakan
bahan yang lebih tahan korosi tidaklah selalu menjadi solusi yang paling tepat
manakala masalahnya adalah korosi mikrobial. Misalnya, penggantian baja
karbon menjadi baja tahan karat pada sebuah pembangkit tenaga nuklir
walaupun mampu mengurangi korosi akibat pengaruh kondisi atmosfer, hanya
mengakibatkan perubahan masalah korosi mikrobial yang boleh jadi justeru

menjadi lebih parah. Tanah basah yang mengandung lumpur berperan besar
dalam terjadinya masalah akibat korosi mikrobial di bawah tanah. Biasanya
dalam kasus-kasus yang demikian itu, konstruksi logam bawah tanah telah
mengalami delaminasi dan korosi sebagai akibat pertumbuhan biofilm atau
endomembran.
b. Baja Tahan Karat
Baja tahan karat juga mengalami masalah korosi mikrobial pada
kondisi yang sama dengan baja lunak, terutama kondisi ketika air terakumulasi
pada permukaan logam. Terdapat dua masalah yang teramati akibat terjadinya
korosi mikrobial pada baja tahan karat. Pertama, baja tahan karat terkorosi
pada laju yang lebih cepat terutama melalui korosi pada celah atau lubang
(pits) atau retakan (cracks) yang terjadi pada bagian persambungan, sudut dan
bawah perangkat. Kasus ini terjadi pada produk tangki dan pipa yang sebelum
digunakan, diuji dengan diisikan air tanah ke dalamnya kemudian disimpan
tanpa pencucian dengan bahan disinfektan atau tanpa pengeringan yang
sempurna.11 (Dalam pengertian ilmu material, celah atau lubang (pits) berbeda
dengan retakan (cracks). Pits adalah lubang atau celah pada permukaan logam
yang terbentuk akibat proses pengolahan yang kurang baik sedangkan cracks
adalah celah atau retakan pada permukaa logam yang terbentuk akibat adanya
ketegangan (stress) karena tekanan, regangan atau puntiran yang dialami oleh
badan logam.9). Kedua, korosi terjadi pada bagian yang bersebelahan dengan
sambungan yang

dilas. Mikroorganisme menyerang bagian di sekitar

sambungan yang dilas karena sifat logam yang tidak seragam di bagian
tersebut. Baja tahan karat yang mengandung 6% atau lebih molibdenum,
ditemukan tahan terhadap korosi mikrobial.
c.

Campuran Aluminium

Kasus korosi mikrobial yang paling sering terjadi terhadap aluminium


adalah pada tangki penyimpanan bahan bakar.11 Masalah biasanya terjadi pada
bagian bawah tangki dan antarmuka bahan bakar dengan air. Pencemar dalam
bahan bakar seperti surfaktan dan garam-garam larut air dapat memfasilitasi
pembentukan biofilm atau endomembran pada sistem ini. Jamur dan bakteri
adalah penyebab utamanya. Sebagian besar korosi pada tangki bahan bakar
disebabkan oleh jamur Cladosporium resinae. Keberadaan jamur ini
Campuran Aluminium

menurunkan pH sampai sekitar 4 yang dapat merusak lapisan pelindung


sekaligus logam yang dilapisinya. Bakteri yang berperan dalam korosi ini
ialah Pseudomonas aeruginosa.
d. Campuran Tembaga
Campuran tembaga banyak digunakan pada sistem pemipaan bawah air
dan rentang terhadap korosi mikrobial. Produk mikroorganisme yang dapat
merusak campuran tembaga antara lain karbon dioksida, hidrogen sulfida,
amoniak, asam organik dan anorganik serta senyawa sulfida lainnya. 11 Korosi
mikrobial teramati dalam campuran tembaga dalam bentuk korosi pada celah
atau lubang (pitting corrosion), pemisahan campuran logam (dealloying) dan
keretakan karena tegangan akibat korosi (stress corrosion cracking). Semakin
banyak kadar tembaga dalam suatu campuran logam, biasanya campuran itu
semakin tidak tahan terhadap korosi. Dalam kaitan dengan ilmu metalurgi,
senyawa amoniak dan sulfida telah banyak dipelajari karena sifat korosifnya
terhadap campuran tembaga.
e. Campuran Nikel
Nikel dipilih sebagai salah satu komponen campuran logam dalam
pembuatan pompa air, bilah turbin, katup dan mesin penguap karena lebih
tahan terhadap gerusan daripada campuran tembaga saja. 11 Namun, beberapa
campuran nikel juga rentan mengalami korosi pada celah atau lubang (pitting
corrosion) jika cukup lama terkena air yang tidak bergerak. Dengan partisipasi
Bakteri Pereduksi Sulfat (Sulphate Reducing Bacteria / SRB), teramati adanya
korosi pada celah atau lubang (pitting corrosion), pemisahan campuran logam
(dealloying) dan korosi antarpartikel (intergranular corrosion). Campuran
nikel yang sejauh ini diketahui paling tahan terhadap korosi mikrobial adalah
campuran Ni-Cr; lazim disebut nikrom.

11. INHIBISI PADA KOROSI MIKROBIAL


Inhibisi korosi merupakan pelambatan reaksi korosi yang biasanya ditunjukkan oleh
substansi (inhibitor korosi) yang ketika ditambahkan sejumlah kecil dalam lingkungan
akan menurunkan laju serangan lingkungan pada logam. Salah satu inhibitor korosi
mikrobiologis yang umum digunakan di industri yaitu Natrium Hipoklorit. Senyawa
ini juga diketahuo mampu menghambat metabolism bakteri. Inhibitor akan

menghambat laju korosi bila kita masukkan dalam air karena membentuk lapisan
protektif atau pelindung inhibitor katodis akan membentuk lapisan hidroksida yang
sukar larut. Sedangkan inhibitor anodis akan membentuk anion yang dengan ion
logam dapat membentuk persenyawaan yang sukar larut. Dalam praktiknya, inhibitor
yang sering ditambahkan adalah:
a. Akali (inhibitor katodis)
Biasanya dibubuhkan NaOH yang dapat membentuk hidroksida yang sukar
larut dan dapat menetralkan lingkungan asam.
b. Persenyawaan kromat atau bikromat (inhibitor anodis)
Senyawa kromat yang sering dibubuhkan adalah Na2CrO4
c. Fosfat
Na3PO4 dapat terionisasi menjadi PO42- dimana dengan ion Fe3+ yang ada
dalam air akan membentuk garam (Fe2(PO4)3) yang merupakan lapisan tipis
tetapi merupakan pelindung terhadap terjadinya korosi
d. Silikat
Biasanya Natrium Silikat (Na2SiO3) yang jika bereaksi dengan besi dapat
membentuk besi silikat yang merupakan lapisan yang sukar larut dan
pelindung dari korosi.
Korosi juga dapat dicegah dengan cara:

Memilih logam yang tepat untuk suatu lingkungan dengan kondisi-kondisinya.

Memberi lapisan pelindung agar lapisan logam terlinding dari lingkungannya


(dicat, dilapisi logam yang lebih mulia, dilapisi logam yang lebih mudah
teroksidasi)

Memperbaiki lingkungan supaya tidak korosif

Memperbaiki konstruksi agar tidak menyimpan air, lumpur dan zat korosif
lainnya.
Peristiwa korosi pada logam merupakan fenomena yang tidak dapat dihindari,

namun dapat dihambat maupun dikendalikan untuk mengurangi kerugian dan


mencegah dampak negatif yang diakibatkannya. Penanganan masalah korosi
berkaitan dengan perawatan dan perbaikan fasilitas produksi serta peralatan
penunjang lainnya. Kegiatan ini harus dapat mengidentifikasi, mengantisipasi dan
menangani masalah korosi pada alat, mesin dan fasilitas nindustri secara keseluruhan.

Pemantauan korosi perlu dilakukan secara periodic. Upaya menghambat laju korosi
harus terintegrasi dengan program perawatan dan perbaikan sehingga diperoleh hasil
yang terbaik. Pengendalian laju korosi melalui pengendalian lingkungan umumnya
dilakukan dengan menjaga kelembaban udara dan pengendalian keasaman
lingkungan.
12. METODE DETEKSI DAN PEMANTAUAN
Deteksi awal terhadap potensi terjadinya korosi mikrobial penting sekali untuk
mencegah kegagalan fungsi perangkat dan membengkaknya biaya perawatan. Metode
deteksi yang paling umum melibatkan pengambilan cuplikan dari cairan di dalam
sistem dan memantau sifat fisik (di antaranya adalah warna, aroma, jumlah padatan
terlarut, kadar gas terlarut, kadar anion dan kation, daya hantar listrik dan temperatur),
kimia (pH) dan biologisnya (jenis dan jumlah koloni). Tujuannya adalah untuk
menemukan kondisi-kondisi yang memungkinkan pembentukan dan pertumbuhan
biofilm atau endomembran sehingga kondisi lingkungan internal sistem dapat
dikendalikan. Pemeriksaan visual pada bagian-bagian yang dapat terlihat perlu
dilakukan secara rutin. Metode tambahan yang dapat digunakan termasuk penggunaan
pengindera (sensor) elektrokimia dan yang lebih mutakhir; menggunakan pengindera
biologis (biosensor).

You might also like