Professional Documents
Culture Documents
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Prevalensi tertinggi di dunia terjadi di Afrika Barat dan Tengah ( 43,37%). Area
area lainya Amerika Selatan (4,25%). Eropa Timur (3,96%), Asia Timur (3,39%),
Asia Pasifik (3,75%), dan Eropa Tengah (3,64%) (Monasta, et al, 2012). Di Asia
Tenggara, Indonesia Termasuk keempat negara dengan prevalensi gangguan
telinga tertinggi (4,6%). Tiga negara lainnya adalah Sri Lanka (8,8%). Myanmar
(8,4%) dan India (6,3%). Walaupun bukan tertinggi tetapi pravalensi 4,6%
merupakan angka yang cukup tinggi untuk menimbulkan masalah sosial di tengah
masyarakt, misal dalam borkomunikasi. Dari hasil survei yang dilaksanakan di
tujuh provinsi di indonesia menunjukan bahwa otitis media merupakan penyebab
utama morbiditas pada telinga tengah (supari, 2006). Dari data yang telah
ditemukan
kelompok
tertarik
untun
membahas
asuhan
keperawatan
Bab II
Pembahasan
A. Defenisi
Otitis media adalah suatu peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah (Djaafar ZA et al. 2007). Otitis media akut didefinisikan bila proses
peradangan pada telinga tengah yang terjadi secara cepat dan singkat (dalam
waktu kurang dari 3 minggu) yang disertai dengan gejala lokal dan sistemik
(Healy & Rosbe, 2003).
Otitis Media Akut (OMA) merupakan inflamasi akut telinga tengah yang
berlangsung kurang dari tiga minggu (Donaldson, 2010). Otitis media akut adalah
peradangan sebagian atu seluruh mukosa telinga tengah, yang terjadi secara tepat
dan singkat yang berlangsung kurang dari tiga minggu ( Djaafar ZA et al. 2007;
Healy & Rosbe, 2003; Donaldson, 2010 )
.
B. Etiologi
Otitis media akut bisa disebabkan oleh bakteri dan virus. Bakteri yang paling
sering ditemukan adalah Streptococcus pneumaniae, diikuti oleh Haemophilus
influenza, Moraxella catarrhalis, Streptococcus grup A, dan Staphylococcus
aureus.
Beberapa
mikroorganisme
lain
yang
jarang
ditemukan
adalah
D. Klasifikasi
Ada 5 stadium OMA berdasarkan pada perubahan mukosa telinga tengah,
yaitu: (Djaafar ZA et al. 2007)
1.
2.
3.
4.
5.
2.
b.
yang
menjadi
dasar
terjadinya
pembengkakan.
menyebabkan
infeksi
di
saluran
tersebut
sehingga
terjadi
pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran, dan datangnya selsel darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan membunuh
bakteri dengan mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya
terbentuklah nanah dalam telinga tengah. Selain itu pembengkakan jaringan
sekitar saluran Eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di
telinga tengah terkumpul di belakang gendang telinga.Jika lendir dan nanah
bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena gendang telinga
dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ
1.
2.
3.
4.
5.
6.
1.
2.
3.
4.
5.
( Wong et al 2008) .
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Otoskop : Dengan otoskop dapat dilihat adanya gendang telinga yang
menggembung, perubahan warna gendang telinga menjadi kemerahan atau
agak kuning dan suram, serta cairan di liang telinga
2.
oOoskop
Pneumatik
Jika
konfirmasi
dengan
otoskopi
gendang
pneumatik.
Gerakan
ada
sama
3.
timpani
dan
rantai
tulang
pendengaran.1
Timpanometri
4.
fisiologik untuk anak yang berumur >12 thn atau dewasa.. selain itu, sumber
infeksi juga harus diobati dengan memberikan antibiotik.
2) Pada stadium presupurasi, diberikan antibiotik, obat tetes hidung, dan
analgesik. Bila membran timpani sudah hiperemi difus, sebaiknya dilakukan
miringotomi. Antibiotik yang diberikan ialah penisilin atau eritromisin. Jika
terdapat resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam klavunalat atau
sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin IM agar konsentrasinya
adekuat di dalam darah. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Pada
anak
diberikan
ampisilin
4x50-100
mg/KgBB,
amoksisilin
4x40
3.
4.
11
5.
Jika anak mengalami nyeri telinga atau demam tinggi ( 38,5C) yang
menyebabkan anak gelisah, berikan parasetamol. Antihistamin tidak
diperlukan untuk pengobatan OMA, kecuali jika terdapat juga rinosinusitis
alergi.
Tindakan lanjut :
komponen amoksisilinnya).
Infeksi mungkin karena kuman penghasil betalaktamase (misalnya H.
influenzae) atau karena terdapat penyakit sistemik, misalnya alergi,
rinosinusitis, hipogamaglobulinemia. Bila dengan antibiotik lini kedua
juga gagal, dapat dirujuk untuk kemungkinan tindakan miringotomi
dengan atau tanpa pemasangan grommet.
OMA sembuh bila tidak ada lagi cairan di kavum timpani dan fungsi tuba
Eustakius sudah normal (cek dengan timpanometer). Kesembuhan yang tidak
sempurna, dapat menyebabkan berulangnya penyakit atau meninggalkan otitis
media efusi kronis dengan ketulian ringan sampai berat.
H. Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan Khususnya Otitis Media Akut
Kasus : Klien bernama anak x umur 4 tahun datang di rumah sakit
soedarso ia meringis kesakitan ibunya datang dengan sedih tampak telinga
mengeluarkan cairan berwarna putih di telinga kanan, suhunya 39 0C, nadi 110
x /menit, RR 25x/menit, ibunya mengatakan memiliki riwayat penyakit ispa 2
bulan yang lalu ia menangis karena telinganya sakit sudah 2 minggu yang lalu,
dan tidak diobati
12
Penangana awal :
1. Bersihkan cairan yang keluar dari dalam telinga untuk mecegah terjadinya
infeksi dan untuk mempermudah pengkajian
2. Berikan informasi tentang keadaan klien agar keluarga klien dapat tenang
3. Komunikasi dengan klien dengan tenang agar klien tidak cemas
1. Pengkajian :
a. Riwayat terdahulu: keluarga klien mengatakan memiliki penyakit ispa
b. Keluhan sekang : klien tampak menangis sambil memegang telinganya ,
tampak keluar cairan di telinga
c. Pemeriksaan fisik pada telinga:
1) Inspeksi : tampak ada cairan otorea di telinga bewarna putih, tampak
menangis, telinga tampak merah, tampak bengkak di sekitar telinga.
2) Palpasi : saat ditekan teraba benjolan dan saat di tekan terdapat nyeri
tekan
d. pemeriksaan Diagnostik: Lakukan pemeriksaan ostoskop
Analisa data
Data
Ds : klien tampak
menangis dan
memegang telinga
Etiologi
Masalah
Nyeri akut
Do :
- ttv : nadi
110x/menit
- tampak merah di
telingah
- tampak bengkak
di telinga
Ds : ibu klien
(proses peradangan
mengatakn
(inflamasi)
anaknya telah
demam 2 hari yang
13
Hipertermi
lalu
Do : s 39x/ menit
Mukosa bibir
tampak merah
Ds: klien mengatan
Resiko tinggi
tuntas
infeksi
2 minggu
Do : tampak
bengkaktampar
keluar cairan di
telingah
2. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut b.d inflamasi pada jaringan telinga tengah
b. Hipertermi b.d proses inflamasi
c. Resiko tinggi infeksi b.d obat yang tidak tuntas
3. Intervensi
Diagnosa
Rencana tindakan
Tujuan
o
1
keperawatan
Nyeri akut
Setelah diberi
berhubunga
asuhan
n dengan
keperawatan
dalam pemberian
proses
selama 1x 2 jam
analgetik, antibiotik,
inflamasi
nyeri berkurang
antiradang .
beri posisi nyaman
atau hilang
K.h : klien
tampak tenang
dan tidak
menangis lagi
Tak tampak
1.
2.
3.
4.
Intervensi
kolaborasikan
Rasional
1. untuk mengurangi rasa
nyeri.
3. untuk memantau nyeri
14
kemerahan pada
klien setelah 30
telinga
N 100x/menit
menit pemberian
5.
analgetik.
beri informasi
kepada klien dan
keluarga tentang
penyebab nyeri yang
dirasa
Hipertermi
Setelah
b.d proses
dilakukan
inflamasi
asuhan
vital klien.
2. kolaborasi
dalam
keperawata
pemberian obat
n 1x/2 jam
suhu tubuh
penurun panas.
3. beri kompres
klien
1. untuk memantau
tanda tanda vital
klien.
2. untuk menurun
panas tubuh klien.
3. untuk menurunkan
panas tubuh klien
hangat
menurun
atau hilang
Kh:
Klien
tampak
tenang
Do: s:36 c
Resiko
Setelah
1. Jaga kebersihan
tinggi
diberikan
infeksi b.d
asuhan
telinga
2. Kaji tanda tanda
tertundanya
keperawata
pengobatan
n 1x2 jam
perluasan
infeksi
tanda tanda
inflamasi
tidak ada
15
1. Untuk mencegah
infeksi yang kronik
pada klien
2. Untuk mendeteksi
terjadinya infeksi
Implementasi
No
Diagnosa
1.
keperawatan
Nyeri akut b/d
Implementasi
1. berkolaborasi dengan tim medis dalam
proses inflamasi
2.
Hipertermi b.d
proses inflamasi
Resiko tinggi
infeksi b.d
tertundanya
pengobatan
Viii. Evaluasi
Dx
Dx
1
Dx
Evaluasi
S: klien masih menangis, telinga kanan keluar cairan
O: klien tampak meringis
A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi lanjutkan pemerikaan secara bersekala dan berikan
antibiotik, antiradang dan analgetik secara kontinyue dan sesuai aturan.
S: klien tampak tenang,
O: s: 37 c
16
2
Dx
3
17
Daftar Pustaka
Darrow DH, Dash N, Derkay CS. 2003. Otitis media: concepts and controversies.
Curr Opin Otolaryngol Head Neck Surg.
Djaafar ZA, Helmi, Restuti RD. 2007. Kelainan telinga tengah. Dalam: Buku ajar
ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala dan leher. Edisi keenam.
Jakarta: FKUI.
Donaldson, JD. Acute Otitis Media. Updated Oct 28, 2011. Available from:
http://www.emedicine.medscape.com. Akses February 6, 2012.
Ghanie A. 2010. Penatalaksanaan otitis media akut pada anak. Palembang:
Departemen THT-KL FK Unsri/RSUP M.Hoesin.
Healy GB, Rosbe KW. 2003. Otitis media and middle ear effusions. In: Snow JB,
Ballenger JJ,eds. Ballengers otorhinolaryngology head and neck surgery.
16th edition. New York: BC Decker.
Pichichero ME. 2004. First line treatment of acute otitis media. In: Alper CM,
Bluestone CD, Caselbrant ML, Dohar JE, Mandel EM, editors. Advanced
therapy of otitis media. Hamilton:BC Decker Inc.
Wong, DL et al. 2008. Buku ajar keperawatan pediatrik. EGC: Jakarta.
18