You are on page 1of 15

SUMMARY

PENGARUH DZIKIR TERHADAP PENURUNAN TINGKAT


KECEMASAN PADA PASIEN PRA OPERASI SEKSIO SESAREA
(Suatu Penelitian di Ruang Kebidanan RSUD. Prof. Dr. Hi. Aloei Saboe
Kota Gorontalo)
Nursatriati 1, Sunarto Kadir 2, Iqbal Husain 3
Email: t_nursatriati@yahoo.com
1. Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Negeri
Gorontalo
2. Dosen Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan dan Keolahragaan UNG
3. Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Negeri Gorontalo
ABSTRAK
Nursatriati. 2014. Pengaruh Dzikir terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan
pada Pasien Pra Operasi Seksio Sesarea (Suatu Penelitian di ruang Kebidanan RSUD.
Prof. Dr. HI. Aloei Saboei Kota Gorontalo ). Skripsi. Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan
Keolahragaan Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Negeri Gorontalo.
Pembimbing 1 Dr. Sunarto Kadir, Drs., M.Kes dan Pembimbing 2 Ns. Iqbal Husain
S.Kep, M.Kep, Sp. KMB.
Pasien pra operasi seksio sesarea akan mengalami kecemasan. Kecemasan yang
dialami membuat seseorang menjadi tidak tenang. Dzikir merupakan salah satu cara
untuk membuat seseorang merasa tenang. Adapun rumusan masalah dalam penelitian,
yaitu apakah ada pengaruh dzikir terhadap penurunan tingkat kecemasan pada pasien pra
operasi seksio sesarea.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dzikir terhadap penurunan
tingkat kecemasan pada pasien pra opearsi seksio sesarea.
Desain yang digunakan yaitu rancangan pra eksperimen one group pre test

post test. Populasi pada penilitian ini adalah seluruh pasien pra operasi seksio
sasarea dengan sampel 20 orang responden. dengan menggunakan teknik
Accidental Sampling. Hasil penelitian didapatkan bahwa terdapat pengaruh dzikir
terhadap penurunan tingkat kecemasan pada pasien pra operasi seksio sesarea, yang mana
frekuensinya dari cemas ringan menjadi tidak cemas 20%, dari cemas sedang menjadi
cemas ringan 30%, dari cemas berat menjadi cemas sedang 30%,dari cemas berat menjdai
cemas ringan 20%.
Kesimpulan penelitian, yakni zikir merupakan terapi yang mampu menurunkan
tingkat kecemasan pada pasien pra operasi seksio sesarea. Saran Bagi praktisi dan
institusi pelayanan kesehatan untuk menjadikan dzikir sebagai tindakan mandiri
keperawatan dalam menurunkan tingkat kecemasan sebelum pasien melakukan operasi.

Kata Kunci: Dzikir, kecemasan, Pra Oprasi, seksio sesarea.


Daftar Pustaka: 29 Buah, (1992-2013).

Nursatriati, 841410061, Jurusan Keperawatan FIKK UNG.


Dr.Sunarto Kadir,Drs.,M.Kes, Ns.Iqbal Husain,S.Kep,M.Kep,Sp.KMB

Seksio sesarea telah menjadi tindakan bedah kebidanan kedua tersering


yang digunakan di Indonesia dan diluar negeri. Tindakan ini mengikuti ekstraksi
vakum dengan frekuensi yang dilaporkan 6 sampai 15 persen. Alasan terpenting
untuk perkembangan sectio caesaria (SC) adalah peningkatan prevalen
primigravida, peningkatan usia ibu, peningkatan insiden insufisiensi plasenta,
perbaikan pengamatan kesejahteraan fetus, peningkatan keengganan melakukan
tindakan persalinan pervaginam yang sukar, dan perluasan indikasi untuk seksio
sesarea yang mencakup resiko fetus yang mungkin ada dalam gravid beresiko
tinggi.
Seksio sesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding rahim (Mansjoer, 2009). Angka kesakitan
dan kematian karena operasi seksio sesarea lebih tinggi dibandingkan dengan
persalinan pervaginam. Menurut Benson dan Pernoll (2008), angka kematian
operasi seksio sesarea berkisar 4080 orang tiap 100.000 kelahiran hidup. Pasien
seksio sesarea mempunyai risiko 25 kali lebih besar mengalami kematian
dibandingkan persalinan pervaginam. Angka kesakitan seksio sesarea sebesar 27,3
per 1.000 kejadian jauh berbeda dengan angka kesakitan pada persalinan normal
yang hanya 9 per 1.000 kejadian (Bobak, dkk, 2005).
Perluasan indikasi melakukan seksio sesarea dan kemajuan dalam teknik
operasi dan anestesi serta obat-obat antibiotika menyebabkan angka kejadian
seksio sesarea dari periode ke periode meningkat. Hal ini tergambar dari frekuensi
seksio sesarea, pada tahun 2008 dilaporkan di dunia ini wanita melahirkan
dengan seksio sesarea meningkat 4 kali di bandingkan 10 tahun sebelumnya, di
lihat dari angka kejadian seksio sesarea dilaporkan di Amerika serikat persalinan
dengan seksio sesarea sebanyak 35% dari seluruh persalinan dan Asia 28%, di
Indonesia berdasarkan survai demografi dan kesehatan tahun 2009-2010 mencatat
angka persalinan seksio sesarea secara nasional berjumlah kurang lebih 20,5%
dari total persalinan. Seksio sesarea berdampak terhadap perkembangan walau
tidak memiliki kondisi medis paling banyak disebabkan oleh adanya ketakutan
menghadapi persalinan normal, selain itu juga karena faktor usia, dan paritas
(Anggreni, 2012). Hasil survey peneliti di RSUD Prof. Dr. Hi. Aloe Saboe
berdasarkan tiga tahun terakhir yaitu, pada tahun 2010 ada sekitar 881 ibu hamil
yang melakukan operasi sesar dengan rata-rata setiap bulan berjumlah 73,4 orang
dan pada tahun 2011 berjumlah 1159 dengan rata-rata setiap bulannya berjumlah
96,58 orang, sedangkan pada tahun 2012 meningkat lagi menjadi 1.347 orang
dengan rata-rata setiap bulannya yaitu 112,25 orang. Berdasarkan data di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa, kejadian seksio sesarea terus meningkat setiap
tahunnya.
Penelitian Heryanti & Dara (2009) membuktikan ibu yang bersalin dengan
metode seksio sesarea memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan
ibu yang bersalin normal.
Respon fisiologis tubuh terhadap kecemasan adalah dengan mengaktifkan
saraf otonom (simpatis dan parasimpatis). Sistem saraf simpatis akan
mengaktivasi proses tubuh, sedangkan sistem saraf parasimpatis akan

meminimalkan respon tubuh. Ketika saraf simpatis diaktifkan maka terjadi


peningkatan sekresi adrenalin dan sekresi noradrenalin ke dalam sirkulasi darah
yang akan menyebabkan meningkatnya denyut jantung dan tekanan darah baik
sistolik maupun diastolik. Hal ini sangat berbahaya bagi pasien yang akan di
lakukan operasi, karena peningkatan tekanan darah pada saat operasi, akan
berdampak terjadinya perdarahan hebat yang akan mengancam jiwa.
Peran perawat dalam mengintervensi kecemasan pasien pra operasi dapat
melakukan tindakan mandiri keperawatan. Menurut Potter & Perry (2005)
tindakan mandiri keperawatan yang dapat dilakukan antara lain membina
hubungan yang efektif, mendengarkan keluhan pasien secara aktif dan penyuluhan
pra operasi. Pasien akan dapat bekerjasama dengan baik dan berpartisipasi dalam
perawatan jika perawat memberikan informasi yang adekuat tentang prosedur pra
operasi, pada saat operasi dan post operasi. Salah satu intervensi mandiri
keperawatan yang dapat dilakukan yaitu dengan memberikan terapi spritualitas
kepada pasien pra operasi.
Dzikir diharapkan mampu menurunkan tingkat kecemasan pada pasien,
khususnyal pra operasi seksio sesarea, namun berdasarkan hasil wawancara
peneliti dengan perawat yang ada di ruang kebidanan RSUD Prof. Dr. Hi. Aloei
Saboe, bahwa mereka belum pernah memberikan dzikir kepada pasien yang akan
melakukan operasi seksio sesarea.
Berdasarkan latar beakang diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul Pengaruh Dzikir terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan
pada Pasien Pra Operasi Seksio Sesarea.
METODE PENELITIAN
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan pra
eksperimen one group pre test post test, yang mana rancangan ini tidak ada
kelompok pembanding (kontrol) tetapi paling tidak sudah dilakukan observasi
pertama (pre test) yang memungkinkan peneliti dapat menguji perubahan yang
terjadi setelah adanya eksperimen (Setiadi, 2013). Populasi pada penilitian ini
adalah seluruh pasien pra operasi seksio sasarea pada tiga bulan terakhir,
berjumlah 332 orang dan sampel 20 orang responden di ruang kebidanan Rumah
Sakit Umum Daerah (RSUD) Prof. Dr. Hi. Aloei Saboe Kota Gorontalo dengan
menggunakan teknik Accidental Sampling.
HASIL PENELITIAN
Tabel 4.1 Distribusi responden berdasarkan usia responden pasien pra operasi
seksio sesarea di ruang kebidanan RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe
Usi (Tahun)
Jumlah
17-25
8
26-35
7
36-45
5
20
Total
Sumber: Data Primer, 2014

%
40
35
25
100

Berdasarkan tabel 4.1, Menunjukkan bahwa dari 20 jumlah responden


yang diteliti dilihat dari segi usia, ternyata interval umur responden terbanyak
berumur 17-25 tahun sebanyak 8 orang (40%), umur 26-35 tahun sebanyak 7
orang (35%), dan yang terendah umur 36-45 tahun terdapat 5 orang (25%).
Tabel 4.2 Distribusi responden berdasarkan pendidikan pasien pra operasi seksio
sesarea di ruang kebidanan RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe
Pendidikan
Jumlah
%
SD
5
25
SMP
2
10
SMA
11
55
PT
2
10
20
100
Total
Sumber: Data Primer, 2014
Berdasarkan pada tabel 4.2 untuk tingkat pendidikan tertinggi adalah SMA
sebanyak 11 orang (55%), SD sebanyak 5 orang (25%), SMP sebanyak 2 orang
(10%) dan PT sebanyak 2 orang (10%).
Tabel 4.3 Distribusi frekuensi penurunan tingkat kecemasan berdsarkan usia
(n=20)
Usia
Penurunan tingkat kecemasan
Pre
Post

BeratSedang

Beratringan

Sedangringan

Ringantidak ada

Jumlah

Persentase
(%)

17-25

40

26-35

35

36-45

25

Total

20

100

Sumber: Data Primer, 2014


Berdasarkan hasil penelitian seperti pada tabel 4.3 menunjukkan
bahwa dari 20 jumlah responden dilihat dari usia diperoleh sebanyak 6 orang
responden (30%) mengalami penurunan kecemasan dari cemas berat menjadi
cemas sedang. Masing-masing usia 17-25 tahun sebanyak 4 orang dan usia 26-35
tahun sebanyak 2 orang.
Selain itu diperoleh nilai yang sama yakni sebanyak 6 orang (30%) mengalami
penurunan tingkat kecemasan dari cemas sedang menjadi cemas ringan. Masingmasing usia 17-25 tahun sebanyak 2 orang (10%) dan 26-35 tahun terdapat 3
orang (15%) serta usia 36-45 berjumlah 1 orang. Terdapat pula sebanyak 4 orang
(20%) mengalami penurunan tingkat kecemasan dari cemas berat menjadi cemas

ringan. Masing-masing usia 17-25 tahun sebanyak 2 orang (10%), 26-35 tahun
sebanyak 1 orang (5%), dan 36-45 tahun terdapat 1 orang (5%). Untuk penurunan
tingkat kecemasan dari cemas ringan menjadi tidak cemas,memiliki jumlah yang
sama yaitu 4 orang (20%) dengan usia 26-35 tahun berjumlah 1 orang dan usia
36-45 tahun sebanyak 3 orang (15%).
Tabel 4.4 Distribusi frekuensi penurunan tingkat kecemasan berdasarkan
pendidikan (n=20)
Pendidikan
Penurunan tingkat kecemasan pre dan post
Berat
Sedang

Beratringan

Sedangringan

SD

SMP

SMA
PT
Total

Jumlah

Persentase
(%)

Ringantidak
ada
0

25

10

11

55

10

20

100

Sumber: Data Primer, 2014


Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.3 menunjukkan bahwa dari 20
responden dilihat dari tingkat pendidikan diperoleh sebanyak 6 orang responden
(30%) mengalami penurunan tingkat kecemasan dari cemas sedang menjadi
cemas ringan . Masing-masing SD sebanyak 2 orang, SMA 3 orang, dan PT 1
orang. Sedangkan yang lainnya sebanyak 5 orang (25%) mengalami penurunan
tingkat kecemasan dari cemas berat menjadi cemas sedang. Maisng-masing SD
sebanyak 2 orang dan SMA sebanyak 3 orang, selain itu sebanyak 5 (25%) orang
pula mengalami
Penurunan tingkat kecemasan dari cemas berat menjadi cemas ringan. Masingmasing SD 1 orang, SMP 1 orang dan SMA sebanyak 3 orang. Serta sebanyak 4
orang (20%)mengalami penurunan kecemasan dari cemas ringan menjadi tidak
cemas lagi. Masing-masing SMP 1 orang, SMA 2 orang dan PT 1 orang.

Tabel 4.5 Distribusi frekuensi penurunan tingkat kecemasan sebelum dan


setelah perlakuan (n=20)
Penurunan tingkat kecemasan
n
%
Pre

Post

Cemas ringan

Tidak ada cemas

20

Cemas sedang

Cemas ringan

30

Cemas berat

Cemas sedang

30

Cemas berat

Cemas ringan

20

20

100

Total

Sumber: Data Primer, 2014


Berdasarkan hasil penelitian seperti pada tabel 4.5 menunujukkan bahwa
dari 20 responden yang diteliti semuanya mengalami penurunan tingkat
kecemasan. Dimana level paling tinggi yaitu penurunan tingkat kecemasan dari
cemas sedang menjadi cemas ringan dengan jumlah responden sebanyak 6 orang
(30%). Dan dengan jumlah yang sama yaitu 6 orang (30%) responden mengalami
penurunan tingkat kecemasan dari cemas berat ke cemas sedang, 4 orang (20%)
responden lainnya mengalami penurunan tingkat kecemasan dari cemas berat
menjadi cemas ringan, dengan jumlah yang sama pula sebanyak 4 orang (20%)
responden mengalami penurunan dari cemas ringan menjadi tidak cemas.
Tabel 4.6 Pengaruh dzikir terhadap skor kecemasan sebelum dan sesudah
diberikan intevensi pada pasien pra operasi seksio sesarea di ruang kebidanan
RSUD. Prof. Dr. Hi Aloei Saboe Kota Gorontalo
N

Rerata

Sebelum pemberian dzikir 20 26,05


Sesudah pemberian dzkir

Perbedaan rerata

IK 95%

12,506,44

15,56-9,53

0,00

20 13,50

Sumber: Data Primer, 2014


Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah responden (n) yaitu
20 orang, dengan rerata sebelum pemberian dzikir yaitu 26,05 dan sesudah
pemberian berdzikir bernilai 13,50. Perbedaan rerata sebelum pemberian dzikir
dan setelah pemberian dzikir bernilai 12,506,44. Nilai indeks kepercayaan (IK)
95% sebelum pemberian dzikir dan setelah pemberian dzikir adalah 15,56-9,53,
dan hasil signifikan 0,00. Maka nilai probabilitas/p value t Test Paired: Hasil =
0,01. Artinya, ada perbedaan antara sebelum dan sesudah diberikan dzikir. Sebab
nilai p value adalah 0,00<0,05 (95% kepercayaan). Sehingga terdapat pengaruh
dzikir terhadap penurunan tingkat kecemasan pada pasien pra operasi seksio
sesarea.

PEMBAHASAN
1. Tingkat kecemasan pada pasien pra operasi seksio sesarea berdasarkan
usia dan pendidikan
1.1 Berdasarkan usia
Tingkat kecemasan yang dirasakan oleh setiap responden berbeda-beda, hal
ini tergantung dari setiap responden dalam menghadapi peristiwa yang
mengancam jiwa. Tidak semua orang yang mengalami sressor psikososial akan
menderita gangguan cemas, hal ini tergantung pada struktur kepribadiannya.
Orang dengan kepribadian pencemas lebih rentan (vulnerale) untuk menderita
gangguan cemas. Atau dengan kata lain orang dengan kepribadian pencemas
resiko untuk menderita gangguan cemas lebih besar dari orang yang tidak
berkeperibadian pencemas (Hawari, 2011).
Berdasarkan hasil penelitian yang tercantum pada tabel 4.1 dan 4.3,
menunjukkan bahwa dari 20 jumlah responden terdapat 8 orang (40%) yang
berusia 17-25 tahun mengalami tingkat kecemasan lebih tinggi dibandingkan usia
lainnya. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti, bahwa rentang
usia tersebut rata-rata mempersepsikan cemas sedikit lebih tinggi dibandingkan
responden yang berusia diatas 26 tahun. Hal ini terbukti dari 20 responden
diantara usia 17-25 tahun, 6 orang mengalami cemas berat dan setelah berzikir 4
orang mengalami penurunan tingkat kecemasan menjadi cemas sedang dan 2
orang responden menjadi cemas ringan. Sedangkan 2 orang responden mengalami
cemas sedang dan setelah berdzikir, tingkat kecemasannya menurun menjadi
cemas ringan. Sedangkan pada usia 26-35 tahun terdapat 7 orang dari 20
responden yang mengalami tingkat kecemasan yang berbeda-beda. Terdapat 3
orang responden mengalami cemas berat dan setelah berdzikir 2 responden
menurun tingkat kecemasannya menjadi cemas sedang dan 1 responden lagi
menjadi cemas ringan. 3 orang responden mengalami cemas sedang dan setelah
berdzikir menjadi cemas ringan. Sedangkan 1 orang responden mengalami cemas
ringan dan setelah berdzikir responden tidak merasakan cemas lagi. Sisanya pada
usia 36-45 tahun terdapat 5 orang responden yang mengalami tingkat kecemasan
yang berbeda-beda pula. Terdapat 1 orang responden mengalami cemas berat dan
setelah berdzikir menurun tingkat kecemasannya menjadi cemas ringan dan 1
orang responden lagi mengalami cemas sedang dan setelah berdzikir menjadi
cemas ringan. Sedangkan 3 orang responden mengalami cemas ringan dan setelah
berdzikir responden tidak merasakan cemas lagi.
Menurut Varcoralis (2000) Seseorang yang mempunyai usia lebih mudah
ternyata lebih rentan mengalami gangguan kecemasan dari pada seseorang yang
lebih tua, tetapi ada juga yang berpendapat sebaliknya. Pendapat ini sejalan
dengan hasil penelitian yang telah dilakukan pada pasien pra operasi seksio
sesarea di ruang kebidanan RSUD Prof Dr. Hi. Aloei Saboe, bahwa rentang usia
17-25 tahun paling banyak merasakan cemas dibanding usia 26-45 tahun. Dan
terlihat jelas pada tabel 4.3 yang paling banyak mengalami cemas berat berada
pada rentang usia 17-25 tahun, sedangkan pada rentang usia 26-35 tahun hanya 2
orang responden dan pada rentang usia 36-45 tahun tidak ada responden yang
mengalami cemas berat. Sedangkan untuk responden yang paling banyak
mengalami cemas ringan berada pada rentang usia 36-45 tahun, yakin berjumlah 3

orang, dan untuk rentang usia 26-35 tahun hanya 1 orang yang mengalami cemas
ringan, serta rentang usia 17-25 tahun tidak yang mengalami cemas ringan, ratarata respondennya mengalami cemas berat. Namun setelah pemberian dzikir pada
20 orang responden, rata-rata mengalami penurunan tingkat kecemasan.
Penurunan tingkat kecemasan setelah diintervensi dzikir dari responden yang satu
dengan responden lainnya berbeda-beda. Hal ini tergantung bagaimana responden
mampu meyakini tentang manfat dari dzikir yang dilakukan. Ada beberapa hal
yang membuat dzikir bisa efektif dalam menurunkan tingkat kecemasan, yakni
keyakinan dari responden yang besar kepada Allah SWT, fokus dan bersungguhsungguh dalam berdzikir. Sehingga ketika responden mampu berdzikir dengan
efektif, maka akan terjadi penurunan tingkat kecemasan. Hal inilah yang membuat
kenapa ada responden yang rentang usianya lebih muda, yakni 17-25 tahun
mengalami penurunan tingkat kecemasan yang drastis setelah diberikan dzikir,
yakni dari cemas berat menjadi cemas ringan karena mereka yakin dan
bersungguh-sungguh dalam berdzikir, ikhlas, fokus serta berkonsentrasi pada saat
berdzikir. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Quran surat Ar-Radu
ayat 28 Ingatlah hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenang.
1.2

Berdasarkan pendidikan
Berdasarkan hasil penelitian yang tercantum pada tabel 4.2 dan 4.4,
menunjukkan bahwa dari 20 jumlah responden terdapat 11 orang (55%) yang
berpendidikan sekolah menengah atas (SMA) mengalami tingkat kecemasan lebih
tinggi dibandingkan tingkat pendidikan lainnya. Yakni terdapat 11 orang (55%)
dari 20 responden mengalami tingkat kecemasan yang berbeda-beda. 6 orang
mengalami cemas berat dan setelah berzikir 3 orang mengalami penurunan tingkat
kecemasan menjadi cemas sedang dan 3 orang responden menjadi cemas ringan.
Sedangkan 3 orang responden lagi mengalami cemas sedang dan setelah
berdzikir, tingkat kecemasannya menurun menjadi cemas ringan, Sedangkan 2
orang responden mengalami cemas ringan dan setelah berdizkir tidak ada lagi
kecemasan yang dirasakan. Selanjutnya pada tingkat pendidikan SD terdapat 5
orang responden dengan tingkat kecemasan yang berbeda-beda, yakni 3 orang
mengalami cemas berat, dan setelah pemberian dzikir 2 orang mengalami
penurunan tingkat kecemasan menjadi cemas sedang, sedangkan 1 orang menjadi
cemas ringan. 2 orang mengalami cemas sedang dan setelah intevensi dzikir
diberikan menjadi cemas ringan. Sedangkan pada tingkat pendidikan SMP,
terdapat 2 orang responden, 1 responden mengalami cemas berat dan setelah
diintervensi dzikir menjadi cemas ringan, dan satu responden lagi mengalami
cemas ringan dan setelah diintevensi dzikir menjadi tidak ada cemas. Serta pada
pendidikan perguruan tinggi (PT) terdapat 2 orang responden yang cemas, yakni
satu orang responden mengalami cemas sedang dan setelah berdzikir mengalami
penurunan menjadi cemas ringan, serta responden yang satu lagi mengalami
cemas ringan, setelah di berikan dzikir responden menjadi tidak cemas lagi.
Menurut Stuart dan sundeen (1998) kemampuan individu dalam merespon
terhadap penyebab kecemasan ditemukan oleh beberapa faktor salah satunya
pendidikan dan status ekonomi. Tingkat pendidikan dan status ekonomi yang
rendah akan menyebabkan orang tersebut mudah mengalami kecemasan. Tingkat

pendidikan seseorang atau individu akan berpengaruh terhadap kemampuan


berfikir, semakin mudah berfikir rasional dan menangkap informasi baru termasuk
dalam menguraikan masalah yang baru.
Pada penelitian yang dilakukan di ruang kebidanan RSUD Prof. Dr. Hi.
Aloei Saboe dengan jumlah repsonden 20 orang, telah didapatkan bahwa yang
lebih banyak mengalami kecemasan adalah pada tingkat pendidikan SMA. Hal ini
disebabkan karena responden tersebut mempunyai kepribadian yang pencemas,
maka ketika iya mengalami stressor psikososial iya akan menderita gangguan
cemas. Setiap individu mempunyai tingkat kecemasan yang berbeda-beda,
tergantung pada strukutur kepribadiannya. Sehingga walaupun individu tersebut
hanya berpendidikan SD, bahkan tidak lulus SD sama sekali, namun jika individu
tersebut mempunyai kepribadian yang tidak pencemas, maka ketika individu
tersebut mengalami stressor psikososial, iya akan mudah mengatasinya.
Begitupun dengan orang yang tingkat pendidikannya tinggi, namun iya
mempunyai kepribadian yang pencemas, maka ketika iya mengalami stressor
psikososial iya akan menderita gangguan cemas. Hal ini sesuai dengan pendapat
Hawari (2011) Orang dengan kepribadian pencemas lebih rentan (vulnerale)
untuk menderita gangguan cemas. Atau dengan kata lain orang dengan
kepribadian pencemas resiko untuk menderita gangguan cemas lebih besar dari
orang yang tidak berkeperibadian pencemas.
Sehingga tingkat pendidikan bukanlah jalan satu-satunya dalam
menentukan tingkat kecemasan yang dialami pasien, dalam artian orang yang
berpendidikan tinggi belum tentu tidak mengalami kecemasan begitupun
sebaliknya, orang yang berpendidikan rendah tidak selamnya mengalami tingkat
kecemasan yang berat.
Pengukuran tingkat kecemasan yang dilakukan menggunakan skala ukur
Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) yang merupakan alat pengukuran tingkat
kecemasan, dimana klien diminta untuk mengisi pernyataan yang ada dalam
kuesioner sesuai dengan perasaan dan keadaan yang dialami saat itu juga.
2.

Pengaruh dzikir terhadap penurunan tingkat kecemasan pada pasien


para operasi seksio sesarea
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, didapatkan bahwa semua
pasien yang dijadikan sampel penelitian, menyatakan bahwa setelah berdzikir
tingkat kecemasan mereka menurun, bahkan dari 20 jumlah responden ada 4
responden (20%) yang tidak lagi merasakan cemas.
Hasil analisis statistik didapatkan nilai signifikan 0,00. Maka nilai
probabilitas/p value t Test Paired: Hasil = 0,00. Artinya, ada perbedaan antara
sebelum dan sesudah diberikan dzikir. Sebab nilai p value adalah 0,00<0,05 (95%
kepercayaan). Sehingga terdapat pengaruh dzikir terhadap penurunan tingkat
kecemasan pada pasien pra operasi seksio sesarea.
Penurunan tingkat kecemasan yang dialami pasien disebabkan karena pasien
yakin dan bersungguh-sungguh dalam berdzikir, ikhlas, fokus serta berkonsentrasi
pada saat berdzikir, Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT. (Yaitu) orangorang yang breiman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah.

Ingatlah hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenang (QS. ArRadu:28).
Dewasa ini banyak teori-teori yang mendukung tentang pengaruh dzikir
terhadap penurunan tingkat kecemasan, diantaranya: Najati (2005) menyatakan
bahwa, dzikir dan doa mengurangi kecemasan dengan cara membantu individu
membentuk persepsi yang lain selain ketakutan yaitu keyakinan bahwa stresor
apapun akan dapat dihadapi dengan baik dengan bantuan Allah. Saat seorang
muslim membiasakan dzikir, ia akan merasa dirinya dekat dengan Allah, berada
dalam penjagaan dan lindungan-Nya, yang kemudian akan membangkitkan
percaya diri, kekuatan, perasaan aman, tenteram, dan bahagia. Taufiq pasiak
sebagai seorang ahli kedokteran dan agamawan juga menyatakan bahwa dalam
makna sempit dzikir dimaksudkan untuk menyebut nama Allah secara berulangulang. Bila kegiatan ini dilakukan secara serius, sangat efektif sebagai pereda
ketegangan dan kecemasan. Saleh (2010) menyatakan bahwa dzikir akan
membuat seseorang merasa tenang sehingga kemudian menekan kerja sistem
syaraf simpatetis dan mengaktifkan kerja sistem syaraf parasimpatis.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti bahwa berdizkir
yang dilakukan dengan ikhlas dan yakin serta bersungguh-sungguh akan
memberikan efek tenang pada pasien. Adanya rasa tenang yang dialami pasien
menyebabkan penekanan pada kerja sistem syaraf simpatetis dan mengaktifkan
kerja sistem syaraf parasimpatetis. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Herbert
Benson sebagaimana dikutip Taufiq Pasiak, Menunjukkan bahwa kata-kata zikir
itu dapat menjadi salah satu frasa fokus (kata-kata yang menjadi titik fokus
perhatian) dalam proses penyembuhan diri klien dari kecemasan, ketakutan
bahkan dari keluhan fisik seperti sakit kepala, nyeri dada dan hipertensi. Apalagi
jika frasa fokus tersebut dikombinasikan dengan respon relaksasi dalam diri dapat
menghambat kerja sistem syaraf simpatis yang mengatur kecepatan denyut
jantung, pernapasan dan metabolisme individu (klien) yang berzikir.
Hasil penelitian yang diperoleh sejalan dengan penelitian yang telah
dilakukan oleh Sutrisno (2006). Yang dilakukan di RSUD Swadana Pare Kediri.
Subyek penelitian adalah pasien pre operasi di RSUD Swadana Pare Kediri, Hasil
penelitian membuktikan bahwa pemberian doa dan dzikir efektif menurunkan
tingkat kecemasan pasien pra operasi. Penelitian berkaitan dengan dzikir juga
telah di lakukan oleh Sitepu dan Nunung (2009), dimana hasilnya menunjukkan
nilai yang signifikan pada pasien dengan operasi bedah pada bagian perut.
Penelitian tersebut menggunakan kalimat Subhannallah, Alhamdullillah dan La
illahaillah sebanyak 33 x selama 10 menit yang dilakukan pada hari pertama dan
kedua pasca operasi. Penelitian yang dilakukan oleh Mardiyono (2007) yang
meneliti tentang efek dzikir terhadap kecemasan pasien yang akan dioperasi
menggunakan kata Subhannallah selama 25 menit sebelum dilakukan operasi
dimana seluruh pasien menunjukkan hasil tidak cemas.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti pada pasien pra
operasi seksio sesarea di RSUD. Prof. Dr. Hi. Aloei Saboe serta peneliti-peneliti
sebelumnya dengan responden yang berbeda dan tempat yang berbeda pula, telah
membuktikan bahwa dzikir merupakan terapi yang baik dalam menurunkan
tingkat kecemasan, hal ini dikarenakan pada saat seseorang fokus berdzikir, maka

dirinya merasa sedang dijaga oleh Allah Swt. Dan segala sesuatunya telah
ditetapkan oleh Allah. Pada saat dirinya terus melafazkan asma-asma Allah yang
indah dengan penuh keyakinan, maka hatinya akan bergetar dan merasa bahwa
Allah bersamanya. Keyakinan inilah yang membuat rasa khawatir ataupun cemas
bisa menurun bahkan tidak ada lagi kecemasan yang dirasakannya.
PENUTUP
1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa:
1) Tingkat kecemasan pada pasien pra operasi seksio sesarea berbeda-beda
sesuai dengan umur dan pendidikannya. Dari 20 jumlah responden
Sebelum diintervensi (diberi dizikir) responden yang paling banyak
mengalami kecemasan yaitu pada usia 17-25 tahun. Dengan rata-rata
berada pada skala cemas berat, dan untuk tingkat pendidikan, responden
yang paling banyak mengalami cemas berada pada jenjang pendidikan
SMA.
2) Setelah diintervensi (diberikan dzikir) semua responden mengalami
penurunan tingkat kecemasan, dari cemas berat menjadi cemas sedang dan
cemas ringan, dan dari cemas sedang menjadi cemas ringan serta dari
cemas ringan menjadi tidak ada lagi kecemasan.
3) Dzikir merupakan terapi yang mampu menurunkan tingkat kecemasan
pada pasien pra operasi seksio sesarea.
2. Saran
1) Bagi praktisi dan institusi pelayanan kesehatan, khususnya RSUD. Prof.
Dr. Hi. Aloei Saboe, untuk menjadikan dzikir sebagai tindakan mandiri
keperawatan dalam menurunkan tingkat kecemasan sebelum pasien
melakukan operasi.
2) Penelitian ini hanya dibatasi pada pasien pra operasi seksio sesarea. Oleh
karena itu, disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk meneliti lebih
dalam lagi yang berhubungan dengan dzikir pada pasien-pasien yang lain,
baik yang pra operasi maupun yang post operasi atau pada pasien lain
yang mengalami kecemasan pada penyakitnya.

DAFTAR PUSTAKA
A. Aziz Alimuh H, 2012. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : Salemba Medika
Abdul Bari Saifudin, 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatab Maternal
dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustka Sarwono Prawirihardjo
Anisah Maimunah, 2011. Pengaruh Pelatihan Relaksasi Dengan Dzikir untuk
Mengatasi Kecemasan Ibu Hamil Pertama. 4-7.
Arifin Ilham, 2012. The Miracle Of Dzikir. Jakarta: Zikrul
Arif Mansjoer, 2009. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
Eni Nur rahmawati, 2011. Ilmu Kebidanan. Surabaya: Victory Inti Cipta.
Erni
Midwifery.
2011.
Seksio
sesarea
http://mulandari.wordpress.com/2011/05/05/seksio-sesarea/, diunduh pada
tanggal 02 Desember 2013.
Gerhard Martius, 1997. Bedah Kebidanan Martius. Jakarta: EGC
Hawari, 2011. Manajemen Stress Cemas dan Depresi. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI
2012. Riset Al Quran & Psikologi: Doa & Dzikir Sebagai Penyembuhan
Penyakit. (Online) http://terapi.dzikrullah.org/2012/08/riset-al-quranpsikologi-doa-dzikir.html, diunduh pada tanggal 2 desember 2013.
2012. Zikir Sebagai Solusi Dalam Menghadapi Depresi Dan Stress.
(Online). http://terapi.dzikrullah.org/2012/08/riset-al quranpsikologi-doadzikir.html. diunduh pada tanggal 2 desember 2013.
2012.
Definisi
dan
Dalil
Zikir.
http://terapi.dzikrullah.org/2012/08/dzikir-atau-zikir.html, diunduh pada
tanggal 02 Desember 2013.
2012. Manfaat Dzikir dan Doa sebagai Psikoterapi Kesehatan
Mental.http://rakasyaharaonline.wordpress.com/psikoterafi/dzikir-dandoa-sebagai-psikoterapi-dalam-perspektif-alquran-dan-hadist/,
diunduh
pada tanggal 02 Desember 2013.
Iyus Yosep, 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: 2007
Junita, Nunung. 2012. Pengaruh Dzikir terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan
Pasien Pre Operatif Kanker Serviks: 1-4.
Mochtar, 1992. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC.
Najati, M. U. 2005. Al-Quran dan Psikologi (Terjemahan). Jakarta: Aras Pustaka
Notoatmojo, S. 2010. Metode Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka
Cipta
Nursalam, 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan, Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
Potter, P. A, dan Perry, A.G, 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan
Konsep, Proses dan Praktik (terjemah: komalasari et.al). Jakarta: EGC.
Purwanto, S. 2006. Pengaruh Pelatihan Relaksasi Religius untuk Mengurangi
Gangguan Insomnia. Tesis. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas
Gajah Mada.
Setiadi, 2013. Konsep dan Praktik Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta:
Graha Ilmu.

Siti Masiroh, 2013. Keperawatan Obstetri dan Ginekologi. Yogyakarta:


Imperium.
Smeltzer SC. dan Bare BG, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah
Bruner dan Duddarth,(ed 8). Jakarta: EGC.
Sholeh, M. 2010. Terapi Shalat Tahajjud: Menyembuhkan Berbagai Penyakit.
Jakarta: Hikmah, PT Mizan Publika.
Suhaimie, Muhammad Yasin, 2005. Dzikir dan Doa. Malang: Universitas
Muhammadiyah.
Suliswati, 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC
Sutrisno, J. 2006. Pengaruh Bimbingan Doa dan Dzikir Terhadap Kecemasan
Pasien Pre Operasi di RSUD Swadana Pare Kediri. Laporan Hasil
Penelitian Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Darul Ulum
Jombang.
Tarwoto dan Wartonoh, 2011. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

You might also like