Professional Documents
Culture Documents
post test. Populasi pada penilitian ini adalah seluruh pasien pra operasi seksio
sasarea dengan sampel 20 orang responden. dengan menggunakan teknik
Accidental Sampling. Hasil penelitian didapatkan bahwa terdapat pengaruh dzikir
terhadap penurunan tingkat kecemasan pada pasien pra operasi seksio sesarea, yang mana
frekuensinya dari cemas ringan menjadi tidak cemas 20%, dari cemas sedang menjadi
cemas ringan 30%, dari cemas berat menjadi cemas sedang 30%,dari cemas berat menjdai
cemas ringan 20%.
Kesimpulan penelitian, yakni zikir merupakan terapi yang mampu menurunkan
tingkat kecemasan pada pasien pra operasi seksio sesarea. Saran Bagi praktisi dan
institusi pelayanan kesehatan untuk menjadikan dzikir sebagai tindakan mandiri
keperawatan dalam menurunkan tingkat kecemasan sebelum pasien melakukan operasi.
%
40
35
25
100
BeratSedang
Beratringan
Sedangringan
Ringantidak ada
Jumlah
Persentase
(%)
17-25
40
26-35
35
36-45
25
Total
20
100
ringan. Masing-masing usia 17-25 tahun sebanyak 2 orang (10%), 26-35 tahun
sebanyak 1 orang (5%), dan 36-45 tahun terdapat 1 orang (5%). Untuk penurunan
tingkat kecemasan dari cemas ringan menjadi tidak cemas,memiliki jumlah yang
sama yaitu 4 orang (20%) dengan usia 26-35 tahun berjumlah 1 orang dan usia
36-45 tahun sebanyak 3 orang (15%).
Tabel 4.4 Distribusi frekuensi penurunan tingkat kecemasan berdasarkan
pendidikan (n=20)
Pendidikan
Penurunan tingkat kecemasan pre dan post
Berat
Sedang
Beratringan
Sedangringan
SD
SMP
SMA
PT
Total
Jumlah
Persentase
(%)
Ringantidak
ada
0
25
10
11
55
10
20
100
Post
Cemas ringan
20
Cemas sedang
Cemas ringan
30
Cemas berat
Cemas sedang
30
Cemas berat
Cemas ringan
20
20
100
Total
Rerata
Perbedaan rerata
IK 95%
12,506,44
15,56-9,53
0,00
20 13,50
PEMBAHASAN
1. Tingkat kecemasan pada pasien pra operasi seksio sesarea berdasarkan
usia dan pendidikan
1.1 Berdasarkan usia
Tingkat kecemasan yang dirasakan oleh setiap responden berbeda-beda, hal
ini tergantung dari setiap responden dalam menghadapi peristiwa yang
mengancam jiwa. Tidak semua orang yang mengalami sressor psikososial akan
menderita gangguan cemas, hal ini tergantung pada struktur kepribadiannya.
Orang dengan kepribadian pencemas lebih rentan (vulnerale) untuk menderita
gangguan cemas. Atau dengan kata lain orang dengan kepribadian pencemas
resiko untuk menderita gangguan cemas lebih besar dari orang yang tidak
berkeperibadian pencemas (Hawari, 2011).
Berdasarkan hasil penelitian yang tercantum pada tabel 4.1 dan 4.3,
menunjukkan bahwa dari 20 jumlah responden terdapat 8 orang (40%) yang
berusia 17-25 tahun mengalami tingkat kecemasan lebih tinggi dibandingkan usia
lainnya. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti, bahwa rentang
usia tersebut rata-rata mempersepsikan cemas sedikit lebih tinggi dibandingkan
responden yang berusia diatas 26 tahun. Hal ini terbukti dari 20 responden
diantara usia 17-25 tahun, 6 orang mengalami cemas berat dan setelah berzikir 4
orang mengalami penurunan tingkat kecemasan menjadi cemas sedang dan 2
orang responden menjadi cemas ringan. Sedangkan 2 orang responden mengalami
cemas sedang dan setelah berdzikir, tingkat kecemasannya menurun menjadi
cemas ringan. Sedangkan pada usia 26-35 tahun terdapat 7 orang dari 20
responden yang mengalami tingkat kecemasan yang berbeda-beda. Terdapat 3
orang responden mengalami cemas berat dan setelah berdzikir 2 responden
menurun tingkat kecemasannya menjadi cemas sedang dan 1 responden lagi
menjadi cemas ringan. 3 orang responden mengalami cemas sedang dan setelah
berdzikir menjadi cemas ringan. Sedangkan 1 orang responden mengalami cemas
ringan dan setelah berdzikir responden tidak merasakan cemas lagi. Sisanya pada
usia 36-45 tahun terdapat 5 orang responden yang mengalami tingkat kecemasan
yang berbeda-beda pula. Terdapat 1 orang responden mengalami cemas berat dan
setelah berdzikir menurun tingkat kecemasannya menjadi cemas ringan dan 1
orang responden lagi mengalami cemas sedang dan setelah berdzikir menjadi
cemas ringan. Sedangkan 3 orang responden mengalami cemas ringan dan setelah
berdzikir responden tidak merasakan cemas lagi.
Menurut Varcoralis (2000) Seseorang yang mempunyai usia lebih mudah
ternyata lebih rentan mengalami gangguan kecemasan dari pada seseorang yang
lebih tua, tetapi ada juga yang berpendapat sebaliknya. Pendapat ini sejalan
dengan hasil penelitian yang telah dilakukan pada pasien pra operasi seksio
sesarea di ruang kebidanan RSUD Prof Dr. Hi. Aloei Saboe, bahwa rentang usia
17-25 tahun paling banyak merasakan cemas dibanding usia 26-45 tahun. Dan
terlihat jelas pada tabel 4.3 yang paling banyak mengalami cemas berat berada
pada rentang usia 17-25 tahun, sedangkan pada rentang usia 26-35 tahun hanya 2
orang responden dan pada rentang usia 36-45 tahun tidak ada responden yang
mengalami cemas berat. Sedangkan untuk responden yang paling banyak
mengalami cemas ringan berada pada rentang usia 36-45 tahun, yakin berjumlah 3
orang, dan untuk rentang usia 26-35 tahun hanya 1 orang yang mengalami cemas
ringan, serta rentang usia 17-25 tahun tidak yang mengalami cemas ringan, ratarata respondennya mengalami cemas berat. Namun setelah pemberian dzikir pada
20 orang responden, rata-rata mengalami penurunan tingkat kecemasan.
Penurunan tingkat kecemasan setelah diintervensi dzikir dari responden yang satu
dengan responden lainnya berbeda-beda. Hal ini tergantung bagaimana responden
mampu meyakini tentang manfat dari dzikir yang dilakukan. Ada beberapa hal
yang membuat dzikir bisa efektif dalam menurunkan tingkat kecemasan, yakni
keyakinan dari responden yang besar kepada Allah SWT, fokus dan bersungguhsungguh dalam berdzikir. Sehingga ketika responden mampu berdzikir dengan
efektif, maka akan terjadi penurunan tingkat kecemasan. Hal inilah yang membuat
kenapa ada responden yang rentang usianya lebih muda, yakni 17-25 tahun
mengalami penurunan tingkat kecemasan yang drastis setelah diberikan dzikir,
yakni dari cemas berat menjadi cemas ringan karena mereka yakin dan
bersungguh-sungguh dalam berdzikir, ikhlas, fokus serta berkonsentrasi pada saat
berdzikir. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Quran surat Ar-Radu
ayat 28 Ingatlah hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenang.
1.2
Berdasarkan pendidikan
Berdasarkan hasil penelitian yang tercantum pada tabel 4.2 dan 4.4,
menunjukkan bahwa dari 20 jumlah responden terdapat 11 orang (55%) yang
berpendidikan sekolah menengah atas (SMA) mengalami tingkat kecemasan lebih
tinggi dibandingkan tingkat pendidikan lainnya. Yakni terdapat 11 orang (55%)
dari 20 responden mengalami tingkat kecemasan yang berbeda-beda. 6 orang
mengalami cemas berat dan setelah berzikir 3 orang mengalami penurunan tingkat
kecemasan menjadi cemas sedang dan 3 orang responden menjadi cemas ringan.
Sedangkan 3 orang responden lagi mengalami cemas sedang dan setelah
berdzikir, tingkat kecemasannya menurun menjadi cemas ringan, Sedangkan 2
orang responden mengalami cemas ringan dan setelah berdizkir tidak ada lagi
kecemasan yang dirasakan. Selanjutnya pada tingkat pendidikan SD terdapat 5
orang responden dengan tingkat kecemasan yang berbeda-beda, yakni 3 orang
mengalami cemas berat, dan setelah pemberian dzikir 2 orang mengalami
penurunan tingkat kecemasan menjadi cemas sedang, sedangkan 1 orang menjadi
cemas ringan. 2 orang mengalami cemas sedang dan setelah intevensi dzikir
diberikan menjadi cemas ringan. Sedangkan pada tingkat pendidikan SMP,
terdapat 2 orang responden, 1 responden mengalami cemas berat dan setelah
diintervensi dzikir menjadi cemas ringan, dan satu responden lagi mengalami
cemas ringan dan setelah diintevensi dzikir menjadi tidak ada cemas. Serta pada
pendidikan perguruan tinggi (PT) terdapat 2 orang responden yang cemas, yakni
satu orang responden mengalami cemas sedang dan setelah berdzikir mengalami
penurunan menjadi cemas ringan, serta responden yang satu lagi mengalami
cemas ringan, setelah di berikan dzikir responden menjadi tidak cemas lagi.
Menurut Stuart dan sundeen (1998) kemampuan individu dalam merespon
terhadap penyebab kecemasan ditemukan oleh beberapa faktor salah satunya
pendidikan dan status ekonomi. Tingkat pendidikan dan status ekonomi yang
rendah akan menyebabkan orang tersebut mudah mengalami kecemasan. Tingkat
Ingatlah hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenang (QS. ArRadu:28).
Dewasa ini banyak teori-teori yang mendukung tentang pengaruh dzikir
terhadap penurunan tingkat kecemasan, diantaranya: Najati (2005) menyatakan
bahwa, dzikir dan doa mengurangi kecemasan dengan cara membantu individu
membentuk persepsi yang lain selain ketakutan yaitu keyakinan bahwa stresor
apapun akan dapat dihadapi dengan baik dengan bantuan Allah. Saat seorang
muslim membiasakan dzikir, ia akan merasa dirinya dekat dengan Allah, berada
dalam penjagaan dan lindungan-Nya, yang kemudian akan membangkitkan
percaya diri, kekuatan, perasaan aman, tenteram, dan bahagia. Taufiq pasiak
sebagai seorang ahli kedokteran dan agamawan juga menyatakan bahwa dalam
makna sempit dzikir dimaksudkan untuk menyebut nama Allah secara berulangulang. Bila kegiatan ini dilakukan secara serius, sangat efektif sebagai pereda
ketegangan dan kecemasan. Saleh (2010) menyatakan bahwa dzikir akan
membuat seseorang merasa tenang sehingga kemudian menekan kerja sistem
syaraf simpatetis dan mengaktifkan kerja sistem syaraf parasimpatis.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti bahwa berdizkir
yang dilakukan dengan ikhlas dan yakin serta bersungguh-sungguh akan
memberikan efek tenang pada pasien. Adanya rasa tenang yang dialami pasien
menyebabkan penekanan pada kerja sistem syaraf simpatetis dan mengaktifkan
kerja sistem syaraf parasimpatetis. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Herbert
Benson sebagaimana dikutip Taufiq Pasiak, Menunjukkan bahwa kata-kata zikir
itu dapat menjadi salah satu frasa fokus (kata-kata yang menjadi titik fokus
perhatian) dalam proses penyembuhan diri klien dari kecemasan, ketakutan
bahkan dari keluhan fisik seperti sakit kepala, nyeri dada dan hipertensi. Apalagi
jika frasa fokus tersebut dikombinasikan dengan respon relaksasi dalam diri dapat
menghambat kerja sistem syaraf simpatis yang mengatur kecepatan denyut
jantung, pernapasan dan metabolisme individu (klien) yang berzikir.
Hasil penelitian yang diperoleh sejalan dengan penelitian yang telah
dilakukan oleh Sutrisno (2006). Yang dilakukan di RSUD Swadana Pare Kediri.
Subyek penelitian adalah pasien pre operasi di RSUD Swadana Pare Kediri, Hasil
penelitian membuktikan bahwa pemberian doa dan dzikir efektif menurunkan
tingkat kecemasan pasien pra operasi. Penelitian berkaitan dengan dzikir juga
telah di lakukan oleh Sitepu dan Nunung (2009), dimana hasilnya menunjukkan
nilai yang signifikan pada pasien dengan operasi bedah pada bagian perut.
Penelitian tersebut menggunakan kalimat Subhannallah, Alhamdullillah dan La
illahaillah sebanyak 33 x selama 10 menit yang dilakukan pada hari pertama dan
kedua pasca operasi. Penelitian yang dilakukan oleh Mardiyono (2007) yang
meneliti tentang efek dzikir terhadap kecemasan pasien yang akan dioperasi
menggunakan kata Subhannallah selama 25 menit sebelum dilakukan operasi
dimana seluruh pasien menunjukkan hasil tidak cemas.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti pada pasien pra
operasi seksio sesarea di RSUD. Prof. Dr. Hi. Aloei Saboe serta peneliti-peneliti
sebelumnya dengan responden yang berbeda dan tempat yang berbeda pula, telah
membuktikan bahwa dzikir merupakan terapi yang baik dalam menurunkan
tingkat kecemasan, hal ini dikarenakan pada saat seseorang fokus berdzikir, maka
dirinya merasa sedang dijaga oleh Allah Swt. Dan segala sesuatunya telah
ditetapkan oleh Allah. Pada saat dirinya terus melafazkan asma-asma Allah yang
indah dengan penuh keyakinan, maka hatinya akan bergetar dan merasa bahwa
Allah bersamanya. Keyakinan inilah yang membuat rasa khawatir ataupun cemas
bisa menurun bahkan tidak ada lagi kecemasan yang dirasakannya.
PENUTUP
1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa:
1) Tingkat kecemasan pada pasien pra operasi seksio sesarea berbeda-beda
sesuai dengan umur dan pendidikannya. Dari 20 jumlah responden
Sebelum diintervensi (diberi dizikir) responden yang paling banyak
mengalami kecemasan yaitu pada usia 17-25 tahun. Dengan rata-rata
berada pada skala cemas berat, dan untuk tingkat pendidikan, responden
yang paling banyak mengalami cemas berada pada jenjang pendidikan
SMA.
2) Setelah diintervensi (diberikan dzikir) semua responden mengalami
penurunan tingkat kecemasan, dari cemas berat menjadi cemas sedang dan
cemas ringan, dan dari cemas sedang menjadi cemas ringan serta dari
cemas ringan menjadi tidak ada lagi kecemasan.
3) Dzikir merupakan terapi yang mampu menurunkan tingkat kecemasan
pada pasien pra operasi seksio sesarea.
2. Saran
1) Bagi praktisi dan institusi pelayanan kesehatan, khususnya RSUD. Prof.
Dr. Hi. Aloei Saboe, untuk menjadikan dzikir sebagai tindakan mandiri
keperawatan dalam menurunkan tingkat kecemasan sebelum pasien
melakukan operasi.
2) Penelitian ini hanya dibatasi pada pasien pra operasi seksio sesarea. Oleh
karena itu, disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk meneliti lebih
dalam lagi yang berhubungan dengan dzikir pada pasien-pasien yang lain,
baik yang pra operasi maupun yang post operasi atau pada pasien lain
yang mengalami kecemasan pada penyakitnya.
DAFTAR PUSTAKA
A. Aziz Alimuh H, 2012. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : Salemba Medika
Abdul Bari Saifudin, 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatab Maternal
dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustka Sarwono Prawirihardjo
Anisah Maimunah, 2011. Pengaruh Pelatihan Relaksasi Dengan Dzikir untuk
Mengatasi Kecemasan Ibu Hamil Pertama. 4-7.
Arifin Ilham, 2012. The Miracle Of Dzikir. Jakarta: Zikrul
Arif Mansjoer, 2009. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
Eni Nur rahmawati, 2011. Ilmu Kebidanan. Surabaya: Victory Inti Cipta.
Erni
Midwifery.
2011.
Seksio
sesarea
http://mulandari.wordpress.com/2011/05/05/seksio-sesarea/, diunduh pada
tanggal 02 Desember 2013.
Gerhard Martius, 1997. Bedah Kebidanan Martius. Jakarta: EGC
Hawari, 2011. Manajemen Stress Cemas dan Depresi. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI
2012. Riset Al Quran & Psikologi: Doa & Dzikir Sebagai Penyembuhan
Penyakit. (Online) http://terapi.dzikrullah.org/2012/08/riset-al-quranpsikologi-doa-dzikir.html, diunduh pada tanggal 2 desember 2013.
2012. Zikir Sebagai Solusi Dalam Menghadapi Depresi Dan Stress.
(Online). http://terapi.dzikrullah.org/2012/08/riset-al quranpsikologi-doadzikir.html. diunduh pada tanggal 2 desember 2013.
2012.
Definisi
dan
Dalil
Zikir.
http://terapi.dzikrullah.org/2012/08/dzikir-atau-zikir.html, diunduh pada
tanggal 02 Desember 2013.
2012. Manfaat Dzikir dan Doa sebagai Psikoterapi Kesehatan
Mental.http://rakasyaharaonline.wordpress.com/psikoterafi/dzikir-dandoa-sebagai-psikoterapi-dalam-perspektif-alquran-dan-hadist/,
diunduh
pada tanggal 02 Desember 2013.
Iyus Yosep, 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: 2007
Junita, Nunung. 2012. Pengaruh Dzikir terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan
Pasien Pre Operatif Kanker Serviks: 1-4.
Mochtar, 1992. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC.
Najati, M. U. 2005. Al-Quran dan Psikologi (Terjemahan). Jakarta: Aras Pustaka
Notoatmojo, S. 2010. Metode Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka
Cipta
Nursalam, 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan, Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
Potter, P. A, dan Perry, A.G, 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan
Konsep, Proses dan Praktik (terjemah: komalasari et.al). Jakarta: EGC.
Purwanto, S. 2006. Pengaruh Pelatihan Relaksasi Religius untuk Mengurangi
Gangguan Insomnia. Tesis. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas
Gajah Mada.
Setiadi, 2013. Konsep dan Praktik Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta:
Graha Ilmu.