Professional Documents
Culture Documents
A. Pengertian
Trauma Brain Injury atau cedera kepala merupakan trauma
mekanik
terhadap kepala baik secara langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan
gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik
bersifat temporer maupun permanent (PERDOSI,2006).
Trauma Brain Injury adalah salah satu bentuk trauma yang dapat
mengubah kemampuan otak dalam menghasilkan keseimbangan fisik, intelektual,
emosional, gangguan traumatik yang dapat menimbulkan perubahan-perubahan
fungsi otak (Pedoman Penaggulangan Gawat Darurat Ems 119 Jakarta, 2008).
Cedera kepala adalah adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau
penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan
(accelerasi - decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh
perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan percepatan, serta
notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat
perputaran pada tindakan pencegahan (Mufti, 2009).
B. Patofisiologi
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui
proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran
darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian
pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh
kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa
sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa
plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan
oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi
pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi
penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan
asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml / menit /
100 gr. jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.
cairan
ditampung dan diperhatikan gumpalan yang ada. Bila ada CSF maka akan terlihat
darah berada dibagian tengah dari cairan dan dibagian luarnya nampak berwarna
kuning mengelilingi darah (Holo/Ring Sign).
Komplikasi yang cenderung terjadi pada fraktur tengkorak adalah infeksi
intracranial dan hematoma sebagai akibat adanya kerusakan menigen dan jaringan
otak. Apabila terjadi fraktur frontal atau orbital dimana cairan CSF disekitar
periorbital (periorbital ecchymosis. Fraktur dasar tengkorak dapat meyebabkan
ecchymosis pada tonjolan mastoid pada tulang temporal (Battles Sign),
perdarahan konjunctiva atau edema periorbital.
3. Commotio serebral :
Concussion/commotio serebral adalah keadaan dimana berhentinya sementara
fungsi otak, dengan atau tanpa kehilangan kesadaran, sehubungan dengan aliran
darah keotak. Kondisi ini biasanya tidak terjadi kerusakan dari struktur otak dan
merupakan keadaan ringan oleh karena itu disebut Minor Head Trauma. Keadaan
phatofisiologi secara nyata
reticular
segera
akan
terjadi.
Manifestasi
lain
yaitu
nyeri
kepala,
D. Komplikasi
1. Epidural hematoma.
Sebagai akibat perdarahan pada lapisan otak yang terdapat pada permukaan
bagian dalam dari tengkorak. Hematoma epidural sebagai keadaan neurologis yang
bersifat emergensi dan biasanya berhubungan dengan linear fracture yang
memutuskan arteri yang lebih besar, sehingga menimbulkan perdarahan. Venous
epidural hematoma berhubungan dengan robekan pembuluh vena dan berlangsung
perlahan-lahan. Arterial hematoma terjadi pada middle meningeal artery yang
terletak di bawah tulang temporal. Perdarahan masuk kedalam ruang epidural. Bila
terjadi perdarahan arteri maka hematoma akan cepat terjadi. Gejalanya adalah
penurunan kesadaran, nyeri kepala, mual dan muntah. Klien diatas usia 65 tahun
dengan peningkatan ICP berisiko lebih tinggi meninggal dibanding usia lebih
mudah.
2. Subdural Hematoma.
Terjadi perdarahan antara dura mater dan lapisan arachnoid pada lapisan
meningen yang membungkus otak. Subdural hematoma biasanya sebagai akibat
adanya injury pada otak dan pada pembuluh darah. Vena yang mengalir pada
permukaan otak
Pupil dilatasi.
subarachnoid
hemorrhage.
E. Collaborative Care
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk memonitor hemodinamik dan
mendeteksi edema serebral. Pemeriksaan gas darah guna mengetahui kondisi
oksigen dan CO2.
Okdigen yang adekuat sangat diperlukan untuk mempertahankan metabolisma
serebral. CO2 sangat beepengaruh untuk mengakibatkan vasodilator yang dapat
mengakibatkan edema serebral dan peningkatan ICP. Jumlah sel darah, glukosa
serum dan elektrolit diperlukan untuk memonitor kemungkinan adanya infeksi
atau kondisi yang berhubungan dengan lairan darah serebral dan metabolisma.
CT Scan diperlukan untuk mendeteksi adanya contusio atau adanya diffuse axonal
injury. Pemeriksaan lain adalah MRI, EEG, dan lumbal functie untuk mengkaji
kemungkinan adanya perdarahan.Sehubungan dengan contusio, klien perlu
diobservasi 1 2 jam di bagian emergensi. Kehilangan tingkat kesadaran terjadi
lebih dari 2 menit, harus tinggal rawat di rumah sakit untuk dilakukan observasi.
Klien yangmengalami DAI atau cuntusio sebaiknya tinggal rawat di rumah
sakit dan dilakukan observasi ketat. Monitor tekanan ICP, monitor terapi guna
menurunkan
edema
otak
dan
mempertahankan
perfusi
otak.pemberian
posisi dan
mempertahankan mobilitas.
ROM
exercise
untuk
mensegah
konraktur
dan
Kaji adanya benda asing, sekret, sputum, cairan pada saluran pernapasan.
Kaji apakah lidah jatuh ke belakang sehubungan dengan penurunan kesadaran.
perdarahan,
Kaji suara nafas. Apakah ada suara nafas tambahan seperti wheezing, ronchi,
atau ralez.
Kaji gerakan dada. Apakah simetris atau tidak.
Kaji irama pernafasan. Apakah teratur atau tidak, dangkal atau dalam.
Lakukan perkusi bila memungkinkan.
Auskultasi suara nafas.
Dx : Tidak efektifnya pola nafas b/d depresi pada pusat nafas di otak.
Tujuan :
Pola nafas kembali efektif.
Ekspansi paru maksimal.
Kriteria hasil :
Frekuensi pernafasan 16-20 X/menit
Tidak ada suara nafas tambahan.
Irama pernaasan teratur.
Intervensi dan rasional :
1) Hitung pernapasan dalam 1 menit.
R/ pernapasan yang cepat dari pasien dapat menimbulkan alkalosis respiratori
dan pernapasan lambat meningkatkan tekanan Pa Co2 dan menyebabkan
asidosis respiratorik.
2) Observasi ratio inspirasi dan ekspirasi.
R/ pada fase ekspirasi biasanya 2 x lebih panjang dari inspirasi, tapi dapat
lebih panjang sebagai kompensasi terperangkapnya udara terhadap gangguan
pertukaran gas.
3) Cek ventilasi setiap waktu (15 menit)
R/ adanya obstruktif dapa menimbulkan tidak adekuatnya pengaliran volume
dan menimbulkan penyebaran udara yang tidak adekuat.
4) Siapkan ambu bag tetap berada pada dekat pasien.
R/ membantu memberikan ventilasi yang adekuat bila ada gangguan pada
ventilator.
5) Beri oksigen.
R/ memaksimalkan oksigen darah dalam arteri dan mencegah hipoksia.
3. Circulation
Pengkajian :
Pada pasien dengan trauma kepala sedang sampai berat dapat mengalami
penurunan kesadaran. Namun pada pasien dengan cedera kepala sedang
mengalami penurunan kesadaran kurang dari 24 jam (GCS 9-12), sedangkan
pada pasien cedera kepala berat dapat mengalami koma (GCS 3- 8).
Kejang dapat terjadi akibat kerusakan lobus frontalis dan juga akibat dari
manifestasi klinis peningkatan TIK.
DAFTAR KEPUSTKAAN
Alexander (2008). Care of the patient in Surgery. (10 th ed.), St Louis ; Mosby.
Doenges, Moorehouse & Geisser (2009). Nursing Care Plans ; Guidelines for
planning and dokumenting patient care. (3rd ed) philadelphia ; F.A.Davis
Company.
Lemone & burke. (2006). Medical-Surgical Nursing ; critical thinking in client
care. California : Addison-Wesley.
Lewis, Heitkemper & Dirkssen (2000). Medical Surgical Mursing ; Assessment
and management ofg clinical problems. St.louis : Mosby.