You are on page 1of 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Mempelajar hadits merupakan ilmu pengetahuan yang penting dalan
kehidupan kita, karena hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Quran.
Ilmu Hadits merupakan ilmu pengetahuan yang membicarakan cara-cara
persambungan hadits sampai kepada Rasulullah SAW., dari segi hal ihwal para
perawinya, yang menyangkut kedabitan dan keadilannya dan dari segi
bersambung dan terputusnya sanad dan sebagainya.
Ilmu hadits terbagi dua, yang pertama Ilmu Hadits Riwayah, dan yang kedua
Ilmu Hadits Dirayah.
Ilmu Hadits Riwayah ialah Ilmu pengetahuan yang mempelajari haditshadits yang di sandarkan kepada Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan,
taqrir, tabiat maupun tingkah lakunya.
Ilmu Hadits Dirayah ialah Ilmu pengetahuan yang membahas tentang
kaidah-kaidah, dasar-dasar, peraturan-peraturan, yang dengannya kami dapat
membedakan antara hadits dan Salih yang disandarkan kepada Rasul SAW dan
hadits yang diragukan penyandarannya kepadanya.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian Ilmu Hadits ?
2. Bagaimana penjelasan Ilmu Hadits Riwayah ?
3. Bagaimana penjelasan Ilmu Hadits Dirayah ?

BAB II
1

PEMBAHASAN

A. ILMU HADITS
1.
PENGERTIAN
Yang dimaksud dengan Ilmu Hadits, menurut Ulama Mutaqaddimin adalah:
Ilmu pengetahuan yang membicarakan cara-cara persambungan hadits sampai
kepada Rasulullah SAW. dari segi hal ihwal para perawinya, yang menyangkut
kedabitan dan keadilannya dan dari segi bersambung dan terputusnya sanad, dan
sebagainya.
Pada perkembangan selanjutnya, Ulama Mutaakhirin, membagi Ilmu Hadits
ini dipecah menjadi dua, yaitu Ilmu Hadits Riwayah dan Ilmu Hadits Dirayah.
Mereka memasukkan pengertian yang diajukan oleh Ulama Mutaqaddim ke
dalam pengertian Ilmu Hadits Dirayah.1

B. ILMU HADITS RIWAYAH


1. PENGERTIAN
Yang dimaksud dengan Ilmu Hadits Riwayah, ialah: Ilmu pengetahuan
yang mempelajari hadits-hadits, yang disandarkan kepada Nabi Muhammad
SAW., baik berupa perkataan, perbuatan taqrir, tabiat, maupun tingkah lakunya.
Menurut Ibn Al-Akfani, sebagaimana yang dikutip oleh Al-sayuthi, bahwa
yang dimaksud dengan ilmu hadits Riwayah adalah Ilmu hadits yang khusus
berhubungan dengan riwayah adalah ilmu yang meliputi pemindahan
(periwayatan) perkataan Nabi SAW dan perbuatannya, dan penguraian lafazlafaznya.2

1 Drs. H. Mudasuir, Ilmu Hadis, (Bandung: CV Pustaka Setia.1999), hal 41


2 Dr. Nawir Yuslem. MA, Ulumul Hadits, (Jakarta: PT Mutiara Sumber Widya. 2001), hal
3

Sedangkan pengertiannya menurut Muhammad Ajjaj al-Khathib yaitu:


Ilmu yang membahas tentang pemindahan, (periwayatan) segala sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi SAW, berupa perkataan, perbuatan, taqrir (ketetapan
dan pengakuan), sifat jasmaniah, atau tingkah laku (akhlak) dengan cara yang
teliti dan terperinci3
Definisi yang hampir senada dikemukakan oleh Zhafar Ahmad Ibnu Lathif
al-Utsmani al-Tahanawi di dalam Qawaid fi Ulum al-Hadits yaitu: Ilmu
Hadits yang khusus dengan riwayah adalah ilmu yang dapat diketahui dengannya
perkataan, perbuatan dan keadaan Rasul SAW serta periwayatan, pencatatan,
dan pengurauian lafaz-lafaznya.
Dari ketiga definisi di atas dapat di pahami bahwa Ilmu Hadits Riwayah
adalah membahas tentang tata cara periwayatan, pemeliharaan, dan penulisan atau
pembukuan hadits Nabi SAW.4
Yang dimaksud dengan Ilmu Hadits Riwayah, ialah: Ilmu pengetahuan
yang mempelajari hadits-hadits yang disandarkan kepada Nabi SAW, baik berupa
perkataan, perbuatan, taqrir, tabiat maupun tingkah lakunya.5
Ilmu hadits Riwayah ini sudah ada sejak Nabi SAW masih hidup, yaitu
bersamaan dengan mulainya periwayatan Hadits itu sendiri. Para Sahabat Nabi
SAW menaruh perhatian yang tinggi terhadap Hadits Nabi SAW. Mereka
berupaya untuk memperoleh Hadits-Hadits Nabi SAW dengan cara mendatangi
majelis Rasul SAW serta mendengar dan menyimak pesan atau nasehat yang
disampaikan beliau. Sedemikian besar perhatian mereka, sehingga kadang-kadang
mereka berjanji satu sama lainnya untuk secara bergantian menghadiri majelis
3 Dr. Nawir Yuslem. MA, Ulumul Hadits, (Jakarta: PT Mutiara Sumber Widya. 2001), hal
3

4 Ibid, hal 5
5 Drs. Munzier Suparta, M.A. Ilmu Hadis, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2002), hal
24

Nabi SAW tersebut, manakala diantara mereka ada yang sedang berhalangan. Hal
tersebut seperti yang dilakukan oleh Umar r.a., yang menceritakan, Aku beserta
seorang tetanggaku dari kaum Ansar, yaitu Bani Umayyah Ibnu Zaid, secara
bergantian menghadiri majelis Rasul SAW. Apabila giliranku yang hadir, maka
aku akan menceritakan kepadanya apa yang aku dapatkan dari Rasul SAW pada
hari itu; dan sebaliknya, apabila giliran dia yang hadir, maka dia pun akan
melakukan hal yang sama.6
Mereka juga memperhatikan dengan seksama apa yang dilakukan Rasul
SAW, baik dalam beribadah maupun dalam aktivitas sosial, dan akhlak Nabi SAW
sehari-hari. Semua yang mereka terima dan dengar dari Rasul SAW mereka
pahami dengan baik dan mereka pelihara melalui hafalan mereka. Tentang hal ini,
Anas Ibnu Malik mengatakan: Manakala kami berada di majelis Nabi SAW
kami mendengarkan Hadits dari beliau; dan apabila kami berkumpul sesama
kami, kami saling mengingatkan (saling melengkapi) Hadits-Hadits yang kami
miliki sehingga kami menghafalnya.
Apa yang telah dimiliki dan dihafal oleh para sahabat dari Hadits-Hadits
Nabi SAW, selanjutnya mereka sampaikan dengan sangat hati-hati kepada Sahabat
lain yang kebetulan belum mengetahuinya, atau kepada para Tabiin. Para Tabiin
pun melakukan hal yang sama, yaitu memahami, memelihara dan menyampaikan
Hadits-Hadits Nabi SAW kepada Tabiin lain atau Tabi al-Tabiin. Hal ini selain
dalam rangka memelihara kelestarian Hadits Nabi SAW, juga dalam rangka
menunaikan pesan yang terkandung di dalam Hadits Nabi SAW, yang diantaranya
ialah: (semoga) Allah membaguskan rupa seseorang yang mendengar sesuatu
(Hadits) dari kami, lantas ia menyampaikannya sebagaimana yang ia dengar,
kadang-kadang orang yang menyampaikan lebih hafal daripada orang yang
mendengar.7

6 Dr. Nawir Yuslem. MA, Ulumul Hadits. . ., hal 6


7 Dr. Nawir Yuslem. MA, Ulumul Hadits. . ., hal 7

Demikianlah periwayatan dan pemelihara Hadits Nabi SAW berlangsung


hingga usaha penghimpunan Hadits secara resmi dilakukan pada masa pemerintah
Khalifah Umar Ibnu Abd al-Aziz. Usaha tersebut di antaranya dipelopori oleh
Abu Bakar Muhammad Ibnu Syihab al-Zuhri. Al-Zuhri dengan usahanya tersebut
dipandang sebagai pelopor Ilmu Hadits Riwayah; dan dalam sejarah
perkembangan hadits, dia dicatat sebagai Ulama pertama yang menghimpun
Hadits Nabi SAW atas perintah Khalifah Umar Ibnu Abd al-Aziz.8
Usaha penghimpunan, penyeleksian, penulisan, dan pembukuan Hadits
secara besar-besaran terjadi pada abad ke-3 H yang dilakukan oleh para Ulama,
seperti Imam al-Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Dawud, Imam al-Tarmidzi,
dan lain-lain. Dengan telah dibukukannya Hadits-Hadits Nabi SAW oleh para
Ulama di atas, dan buku-buku mereka pada masa selanjutnya telah menjadi
rujukan bagi para Ulama yang datang kemudian, maka dengan sendirinya Ilmu
Hadits Riwayah tidak banyak lagi berkembang. Berbeda halnya dengan Ilmu
Hadits Dirayah, pembicaraan dan perkembangannya tetap barjalan sejalan dengan
perkembangan dan lahirnya berbagai cabang dalam Ilmu Hadits. Dengan
demikian, pada masa berikutnya apabila terdapat pembicaraan dan pengkajian
tentang Ilmu Hadits, maka yang dimaksud adalah Ilmu Hadits Dirayah, yang oleh
para Ulama Hadits disebut juga dengan Ilmu Mushthalah al-Hadits atau Ilmu
Ushul al-Hadits.9

2. OBJEK KAJIAN
Objek kajian Ilmu Hadits Riwayah adalah hadits Nabi SAW dari segi
periwayatan dan pemeliharaannya. Hal tersebut mencakup :
a. Cara periwayatan hadits, baik dari segi cara penerimaan dan demikian juga
cara penyampaiannya dari seorang perawi kepada perawi yang lain;
8 Ibid, hal 8
9 Dr. Nawir Yuslem. MA, Ulumul Hadits. . ., hal 9

b. Cara pemeliharaan Hadits, yaitu dalam bentuk penghafalan, penulisan, dan


pembukuannya.
Sedangkan tujuan dan urgensi ilmu ini adalah pemeliharaan terhadap Hadits
Nabi SAW agar tidak lenyap dan sia-sia, serta terhindar dari kekeliruan dan
kesalahan dalam proses periwayatannya atau dalam penulisan dan pembukuannya.
Dengan demikian, Hadits-Hadits Nabi SAW dapat terpelihara kemurniannya dan
dapat di amalkan hukum-hukum dan tuntunan yang terkandung didalamnya, yang
hal ini sejalan dengan perintah Allah SWT agar menjadikan Nabi SAW sebagai
ikutan dan suri teladan dalam kehidupan ini.10
C. ILMU HADITS DIRAYAH
1. PENGERTIAN
Para Ulama memberikan definisi yang bervariasi terhadap Ilmu Hadits
Dirayah ini. Akan tetapi, apabila dicermati definisi-definisi yang mereka
kemukakan, terdapat titik persamaan di antara satu dan yang lainnya, terutama
dari segi sasaran kajian dan pokok pembahasannya.
Ibnu al-Akfani memberikan definisi Ilmu Hadits Dirayah sebagai berikut:
Dan Ilmu Hadits yang khusus tentang dirayah adalah ilmu yang bertujuan untuk
mengetahui hakikat riwayat, syarat-syarat, macam-macam, dan hukumhukumnya, keadaan para perawi, syarat-syarat mereka, jenis yang diriwayatkan,
dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya.11
Adapula Ulama yang menjelaskan, bahwa Ilmu Hadits Dirayah ialah: Ilmu
pengetahuan yang membahas tentang kaidah-kaidah, dasar-dasar, peraturanperaturan, yang dengannya kami dapat membedakan antara hadits dan Salih
yang

disandarkan

kepada

Rasul

SAW

penyandarannya kepadanya.12

10 Dr. Nawir Yuslem. MA, Ulumul Hadits. . ., hal 5


11 Dr. Nawir Yuslem. MA, Ulumul Hadits. . ., hal 9

dan

hadits

yang

diragukan

Uraian dan elaborasi dari definisi di atas diberikan oleh imam al-Suyuthi,
sebagai berikut:
Hakikat Riwayat, adalah kegiatan periwayatan Sunnah (Hadits) dan
penyandarannya kepada orang yang meriwayatkannya dengan kalimat tahdits,
yaitu perkataan seorang perawi haddsana fulan, (telah menceritakan kepada si
Fulan). Atau Ikhbar, seperti perkataannya akhbaran fulan, (telah mengabarkan
kepada kami si Fulan).
Syarat-syarat periwayatan, yaitu Al-Sama (mendengar), Al-Qiraah
(membaca), Al-Ijazah (perizinan), Al-munawalah (member), Al-Mukatabah
(menulis), Al-Ilam (memberitahukan), Al-Wasiyah (wasiat), dan yang terakhir
ialah Al-Wijadah (penemuan).13
Macam-macam riwayat, adalah, seperti periwayatan muttashil, yaitu
periwayatan yang bersambung mulai dari perawi pertama sampai kepada perawi
terakhir, atau mungathi, yaitu pariwayatan yang terputus, baik di awal, di tengah,
atau di akhir, dan selainnya.
Hukum riwayat, adalah al-qabul, yaitu diterimanya suatu riwayat karena
telah memenuhi persyaratan tertentu, dan al-radd, yaitu ditolak, karena adanya
persyaratan tertentu yang tidak terpenuhi.14
Definisi yang lebih ringkas namun komporensif tentang Ilmu Hadits
Dirayah dikemukakan oleh M. Ajjaj al-Khathib, sebagai berikut: Ilmu Hadits
Dirayah adalah kumpulan-kumpulan kaidah-kaidah dan masalah-masalah untuk
mengetahi keadaan rawi dan narwi dari segi diterima atau ditolaknya.
Al-Khathib lebih lanjut menguraikan definisi di atas sebagai berikut:
12 Drs. Munzier Suparta, M.A, Ilmu Hadis. . ., hal 27
13 Dr. Nawir Yuslem. MA, Ulumul Hadits. . ., hal 10
14 Ibid, hal 11

Al-rawi atau perawi, adalah orang yang meriwayatkan atau menyampaikan


Hadits dari satu orang kepada orang lainnya; al-marwi adalah segala sesuatu yang
diriwayatkan, yaitu suatu yang disandarkan kepada Nabi SAW atau kepada yang
lainnya, seperti Sahabat atau Tabiin; keadaan perawi dari segi diterima atau
ditolaknya adalah, mengetahui keadaan para perawi dari segi jarh atau taadil
ketika tahammul dan adda al-Hadits, dan segala sesuatu yang berhubungan
dengannya dalam kaitannya dengan ittishal al-sanad (persambungan sanad) atau
terputusnya, adanya illat atau tidak, yang menentukan diterima atau tidaknya
suatu Hadits.15
2.

OBJEK KAJIAN

Dari beberapa pengertian di atas, dapat diketahui bahwa objek pembahasan


Ilmu Hadits Dirayah adalah keadaan para perawi dan marwinya. Keadaan para
perawi, yaitu penyangkut pribadinya, seperti akhlak, tabiat, dan keadaan
pahalannya sanad. Adapun keadaan marwi, yaitu dari sudut kesasihan dan
kedaifannya, maupun dari sudut lain yang berkaitan dengan keadaan matan.16
Adapun objek kajian atau pokok bahasan Ilmu Hadits Dirayah ini,
berdasarkan definisi di atas, adalah sanad dan matan Hadits.
Pembahasan tentang sanad meliputi:
a. Segi persambungan sanad (ittishal al-sanad), yaitu bahwa suatu rangkaian
sanad Hadits haruslah bersambung mulai dari Sahabat sampai kepada
periwayat terakhir yang menuliskan atau membukukan Hadits tersebut; oleh
karyanya, tidak dibenarkan suatu rangkaian sanad tersebut yang terputus,
tersembunyi tidak diketahui identitasnya atau tersamar.
b. Segi keterpercayaan sanad (tsiqat al-sanad), yaitu bahwa setiap perawi yang
terdapat di dalam sanad suatu Hadits harus memiliki sifat Hadits atau dhabith
(kuat dan cermat hafalan atau dokumentasi Haditsnya).
15 Ibid, hal 12
16 Drs. H. Mudasuir, Ilmu Hadis. . ., hal 45

c. Segi keselamatannya dari kejanggalan (syadz).


d. Keselamatan dari cacat (illat).
e. Tinggi dan rendahnya martabat suatu sanad.17
Sedangkan pembahasan mengenai matan adalah meliputi segi ke-shahi-han
atau ke-dhaifan-nya. Hal ini dapat terlihat melalui kesejalanannya dengan makna
dan tujuan yang terkandung di dalam Al-Quran, atau selamatnya:
a. Dari kejanggalan redaksi (rakyat al-faz).
b. Dari cacat atau kejanggalan pada maknanya (lafaz al-maan), karena
bertentangan dengan akal dan pancaindera, atau dengan fakta sejarah.
c. Dari kata-kata asing (gharib), yaitu kata-kata yang tidak bisa dipahami
berdasarkan maknanya yang umum dikenal.
Tujuan dan urgensi Ilmu Hadits Dirayah adalah untuk mengetahui dan
menetapkan Hadits-hadits yang Maqbul (yang dapat diterima sebagai dalil atau
untuk diamalkan) dan yang Mardud (yang ditolak)18
Dengan mempelajari Ilmu Hadits Dirayah ini, banyak sekali faedah yang
diperoleh, antara lain;
a. Mengetahui pertumbuhan dan perkembangan hadits dari masa ke masa sejak
masa Rasul SAW sampai sekarang.
b. Dapat mengetahui tokoh-tokoh dan usaha-usaha yang telah mereka lakukan
dalam mengumpulkan, memelihara dan meriwayatkan hadits.
c. Mengetahui kaidah-kaidah yang dipergunakan oleh para Ulama dalam
mengklasifikasikan hadits lebih lanjut.
d. Dapat mengetahui istilah-istilah, nilai-nilai, dan kriteria-kriteria hadits sebagai
pedoman dalam beristimbat.
Dari beberapa faedah di atas, apabila diambil intisarinya, maka faedah
mempelajari Ilmu Hadis Dirayah adalah untuk mengetahui kualitas sebuah hadits,

17 Dr. Nawir Yuslem. MA, Ulumul Hadits. . ., hal 12


18 Dr. Nawir Yuslem. MA, Ulumul Hadits. . ., hal 13

apabila ia maqbul (diterima) dan mardud (ditolak), baik dilihat dari sudut sanad
maupun matannya.19

Berikut di antara ilmu-ilmu yang bermunculan dari berbagai ragam topik ilmu
dirayah;
1. Ilmu Jarah Wa Al-Tadil
Ilmu ini membahas para rawi, sekiranya masalah yang membuat mereka
tercela atau bersih dalam menggunakan lafad-lafad tertentu. Ini adalah
buah ilmu tersebut dan merupakan bagian terbesarnya.
2.

Ilmu Tokoh-Tokoh Hadits


Dengan ilmu ini dapat diketahui apakah para rawi layak menjadi perawi
atau tidak. Orang yang pertama di bidang ini adalah al-bukhari (256 H).
dalam bukunya thabaqat, ibn saad (230 H) banyak menjelaskannya.

3.

Ilmu Mukhtalaf Al-Hadits


Imam Nawawi berkata dalam kitab al-Taqrib, ini adalah salah satu
disiplin ilmu dirayah yang terpentinng. Ilmu ini membahas hadits-hadits
yang secara lahiriyah bertentangan, namun ada kemumkinan dapat
diterima dengan syarat. Jelasnya, umpamanya ada dua hadits yang yang
makna lahirnya bertentangan, kemudian dapat diambil jalan tengah, atau
salah satunya ada yang di utamakan.
Misalnya sabda rasulullah SAW, tiada penyakit menular dan sabdanya
dalam hadits lain berbunyi, Larilah dari penyakit kusta sebagaimana
kamu lari singa. Kedua hadits tersebut sama-sama shahih. Lalu
diterapkanlah jalan tengah bahwa sesungguhnya penyakit tersebut tidak
menular dengan sendirinya. Akan tetapi allah SWT menjadikan pergaulan
orang yang sakit dengan yang sehat sebagai sebab penularan penyakit. Di
antara ulama yang menulis tentang ilmu mukhtalaf al-hadits adalah imam

19 Drs. Munzier Suparta, M.A, Ilmu Hadis. . ., hal 28

10

syafiI (204 H), Ibn Qutaibah (276 H), Abu Yahya Zakariya Bin Yahya alSaji (307 H) dan Ibnu al-Jauzi (598 H).
4.

Ilmu Ilal Al-Hadits


Ilmu ini membahas tentang sebab-sebab tersembunyinya yang dapat
merusak keabsahan suatu hadits. Misalnya memuttasilkan hadits yang
mungkati, memarfukan hadits yang maukuf dan sebagainya. Dengan
demikian menjadi nyata betapa pentingnya ilmu ini posisinya dalam
disiplin ilmu hadits.

5.

Ilmu Gharib Al-Hadits


ilmu ini membahas tentang kesamaran makna lafad hadits. Karena telah
berbaur dengan bahasa arab pasar. Ulama yang terdahulu menyusun kitab
tentang ilmu ini adalah abu hasan al-nadru ibn syamil al-mazini, wafat
pada tahun 203 H.

6.

ilmu Nasakh Wa Al-Mansukh Al-Hadits


ilmu nasakh wa al-mansukh al-hadits adalah ilmu yang membahas tentang
hadits-hadits

yang

bertentangan

yang

hukumnya

tidak

dapat

dikompromikan antara yang satu dengan yang lain.yang datang dahulu


disebut mansukh (hadits yang dihapus) dan yang datang kemudian disebut
nasikh (hadits yang menghapus).
Pengetahuan ilmu tentang nasikh mansukh ini merupakan ilmu yang
sangat penting untuk dan wajib dikuasai oleh seorang yang akan mengkaji
hukum syariat. Sebab tidak mungkin bagi seseorang yang akan membahas
tentang hukum syari sementara ia tidak mengenal dan menguasai ilmu
tentang nasikh mansukh.
Al-hazimi berkata: disiplin ilmu ini (nasikh mansukh) termasul
kesempurnaan ijtihad. Karena, rukun yang paling penting dalam beriitihad
adalah pengetahuan tentang penukilan hadits, dan sedangkan faidah dari
pengetahuan tentang penukilan adalah pengetahuan tentang nasikh dan
mansukh
Nasikh adalah yang menghapus atau membatalkan. Kadang-kadang
nasikh ini di lakukan oleh nabi sendiri, seperti, sabdanya, Aku pernah

11

melarang ziarah kubur, lalu sekarang berziarahlah, karena itu akan


mengingattkanmu pada akhirat. Pendiri Ilmu Hadits Dirayah adalah AlQadhi Abu Muhammad Al-Hasan bin Abdurahman bin Khalad
Ramahumuzi (w.360 H)
Pokok pembahasan ilmu dirayah itu dua, yaitu :
1.

Rijal al-sanad

2.

Jarah-tadil.

12

BAB III
ANALISIS MASALAH

A. ILMU HADITS
Untuk menjaga kualitas dan kemurnian hadits rosulillah SAW maka para
ulama merumuskan beberapa ilmu yang berhubungan dengan hadits nabi
baik dari sanat, matan dan rowinya. Oleh karena itu bagi umat Islam
seharusnya mempelajari ilmu ini agar mengetahui tentang kualitas hadits
yang telah dipelajari. Selain itu dengan mengetahui dan paham ilmu hadits
maka dapat menyaring hadits yang mauduatau palsu.
Dengan kata lain orang yang paham ilmu hadits akan mengetahui bagaimana
para ulama menyeleksi beberapa hadits sehingga bisa dikategorikan shohih,
Hasan, dan dhoif.
B. ILMU HADITS RIWAYAH
Beberapa ulama memberikan pengertian ilmu riwayah yang hampir sama
yaitu Ilmu hadits yang khusus berhubungan dengan riwayah adalah ilmu yang
meliputi pemindahan (periwayatan) perkataan Nabi SAW dan perbuatannya, dan
penguraian lafaz-lafaznya.
Ilmu hadist riwayah sangatlah penting untuk dipelajari karena dengan ilmu inilah
akan banyak diketahui Cara periwayatan hadits, baik dari segi cara penerimaan
dan demikian juga cara penyampaiannya dari seorang perawi kepada perawi yang
lain; selain itu juga dapat mengetahui cara pemeliharaan Hadits, yaitu dalam
bentuk penghafalan, penulisan, dan pembukuannya.

13

C. ILMU HADITS DIRAYAH


Berdasarkan pengertian ilmu hadits dirayah yang diungkapkan para
ulama dapat diambil titik temu Ilmu Hadits Dirayah adalah kumpulankumpulan kaidah-kaidah dan masalah-masalah untuk mengetahi keadaan rawi
dan narwi dari segi diterima atau ditolaknya.
Sedangkan tujuan mempelajari Ilmu hadits Dirayah adalah :
Tujuan dan urgensi Ilmu Hadits Dirayah adalah untuk mengetahui dan
menetapkan Hadits-hadits yang Maqbul (yang dapat diterima sebagai dalil
atau untuk diamalkan) dan yang Mardud (yang ditolak).

14

BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Ilmu pengetahuan yang membicarakan cara-cara persambungan hadits
sampai kepada Rasulullah SAW. dari segi hal ihwal para perawinya, yang
menyangkut kedabitan dan keadilannya dan dari segi bersambung dan
terputusnya sanad, dan sebagainya
2. Ada beberapa tokoh yang menjelaskan pengertian Ilmu Hadits Riwayah:
a. Menurut Ibn Al-Akfani adalah Ilmu hadits yang khusus berhubungan
dengan Riwayah adalah ilmu yang meliputi pemindahan (periwayatan)
perkataan Nabi SAW dan perbuatannya, dan penguraian lafazlafaznya.
b. Menurut Muhammad Ajjaj al-Khathib yaitu: Ilmu yang membahas
tentang pemindahan, (periwayatan) segala sesuatu yang disandarkan
kepada Nabi SAW, berupa perkataan, perbuatan, taqrir (ketetapan dan
pengakuan), sifat jasmaniah, atau tingkah laku (akhlak) dengan cara
yang teliti dan terperinci
c. Zhafar Ahmad Ibnu Lathif al-Utsmani al-Tahanawi yaitu: Ilmu Hadits
yang khusus dengan Riwayah adalah ilmu yang dapat diketahui
dengannya perkataan, perbuatan dan keadaan Rasul SAW serta
periwayatan, pencatatan, dan pengurauian lafaz-lafaznya.
Dari ketiga definisi di atas dapat di pahami bahwa Ilmu Hadits Riwayah
adalah membahas tentang tata cara periwayatan, pemeliharaan, dan penulisan atau
pembukuan hadits Nabi SAW.
3. Ibnu al-Akfani memberikan definisi Ilmu Hadits Dirayah sebagai berikut:
Dan Ilmu Hadits yang khusus tentang Dirayah adalah ilmu yang
bertujuan untuk mengetahui hakikat riwayat, syarat-syarat, macammacam, dan hukum-hukumnya, keadaan para perawi, syarat-syarat
mereka, jenis yang diriwayatkan, dan segala sesuatu yang berhubungan
dengannya.

15

Adapula Ulama yang menjelaskan, bahwa Ilmu Hadits Dirayah ialah: Ilmu
pengetahuan yang membahas tentang kaidah-kaidah, dasar-dasar, peraturanperaturan, yang dengannya kami dapat membedakan antara hadits dan Sahih
yang

disandarkan

kepada

Rasul

SAW

dan

hadits

penyandarannya kepadanya.

DAFTAR PUSTAKA

16

yang

diragukan

Ash-Shalih, Subhi. Membahas Ilmu-Ilmu Hadis. Pustaka Firdaus. Jakarta: 2000


Ash-Shalih, Subhi. Membahas Ilmu-Ilmu Hadis. Pustaka Firdaus. Jakarta: 2002
Mudasir H. Ilmu Hadis. CV Pustaka Setia. Bandung 1999
Suparta, Munzir. Ilmu Hadis. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta 2002
Yuslem, Nawir. Ulumul Hadis. Mutiara Sumber Widya. Jakarta: 2001

17

You might also like