Professional Documents
Culture Documents
Abu Nawas kaget bukan main ketika seorang utusan Baginda Raja datang ke
rumahnya. Ia harus menghadap Baginda secepatnya. Entah permainan apa
lagi yang akan dihadapi kali ini. Pikiran Abu Nawas berloncatan ke sana
kemari. Setelah tiba di istana, Baginda Raja menyambut Abu Nawas dengan
sebuah senyuman.
"Akhir-akhir ini aku sering mendapat gangguan perut. Kata tabib pribadiku,
aku kena serangan angin." kata Baginda Raja memulai pembicaraan.
"Ampun Tuanku, apa yang bisa hamba lakukan hingga hamba dipanggil."
tanya Abu Nawas.
"Aku hanya menginginkan engkau menangkap angin dan
memenjarakannya." kata Baginda. Abu Nawas hanya diam. Tak sepatah kata
pun keluar dari mulutnya. Ia tidak memikirkan bagaimana cara menangkap
angin nanti, tetapi ia bingung bagaimana cara membuktikan bahwa yang
ditangkap itu memang benar-benar angin.
Karena angin tidak bisa dilihat. Tidak ada benda yang lebih aneh dari angin.
Tidak seperti halnya air walaupun tidak berwarna tetapi masih bisa dilihat.
Sedangkan angin tidak. Baginda hanya memberi Abu Nawas waktu tidak
lebih dari tiga hari. Abu Nawas pulang membawa pekerjaan rumah dari
Baginda Raja. Namun Abu Nawas tidak begitu sedih. Karena berpikir sudah
merupakan bagian dari hidupnya, bahkan merupakan suatu kebutuhan. Ia
yakin bahwa dengan berpikir akan terbentang jalan keluar dari kesulitan
yang sedang dihariapi. Dan dengan berpikir pula ia yakin bisa
menyumbangkan sesuatu kepada orang lain yang membutuhkan terutama
orang-orang miskin. Karena tidak jarang Abu Nawas menggondol sepundi
penuh uang emas hadiah dari Baginda Raja atas kecerdikannya.
Tetapi sudah dua hari ini Abu Nawas belum juga mendapat akal untuk
menangkap angin apalagi memenjarakannya. Sedangkan besok adalah hari
terakhir yang telah ditetapkan Baginda Raja. Abu Nawas hampir putus asa.
Abu Nawas benar - benar tidak bisa tidur walau hanya sekejap. Mungkin
sudah takdir; kayaknya kali ini Abu Nawas harus menjalani hukuman karena
gagal melaksanakan perintah Baginda, Ia berjalan gontai menuju istana. Di
sela-sela kepasrahannya kepada takdir ia ingat sesuatu, yaitu Aladin dan
lampu wasiatnya.
"Bukankah jin itu tidak terlihat?" Abu Nawas bertanya kepada diri sendiri. ia
LITA AMELIA