Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Dari literatur dikatakan sebanyak 90% pasien dating kerumah sakit disertaikeluhan nyeri.
Nyeri merupakan tada vital kelima setelah tekanan darah, nadi, suhu, dan respirasi rate dan harus
dinilai pada semua pasien rawat jalan dan rawat inap. Maka diperlukan suatu panduan yang baku
dan berlaku di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Jambi untuk membuat asesmen nyeri, sehingga
dapat diambil suatu penanganan yang tepat untuk pasien yang dating kerumah sakit dengan
keluhan nyeri. Dalam melakukan asesmen nyeri diperlukan tool yang baku, yang dapat
digunakan dirawat jalan maupun rawat inap oleh staf kesehatan yang berkompeten.
B.
C.
1.
2.
Rawat inap
3.
Rawat jalan
BATASAN OPERASIONAL
1. Defenisi Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang diakibatkan adanya
kerusakan jaringan yang sedang atau akan terjadi, atau pengalaman sensorik
emosional
yang
merasakan
seolah-olah
terjadi
kerusakan
dan
jaringan. (International
ii.
Nyeri ringan
iii.
Nyeri sedang : gangguan nyaata pada aktivitas sehari-hari (sistem skala 4-6)
iv.
D.
Nyeri berat
LANDASAN HUKUM
1. Undang-undang RI No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan
2. Undang-undang RI No.44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
3. Undang-undang RI No.29 Tahun 2004 tentang praktek kedokteran
4. Permenkes RI No.290/MENKES/PER/III/2008 tentang persetujuan tindakan dokter
5. Permenkes RI No.1691/MENKES/PER/VIII/2001 tentang keselamatan pasien rumah sakit
E.
TUJUAN
1. Tujuan umum
a. Menghilangkan rasa nyeri selama pasien dirawat
b. Meningkatkan kualitas pelayanan pasien
2. Tujuan khusus
a. Melakukan skrining pasien sesuai derajat nyeri yang membutuhkan intervensi segera
b. Melaksanakan manajemen nyeri berdasarkan asesmen nyeri yang telah dilakukan
c. Melakukan evaluasi pada pasien yang sudah mendapatkan pengelolaan nyeri
F.
TATA LAKSANA
Semua pasien yang masuk Rumah sakit jiwa daerah provinsi jambi dilakukan skrining terhadap
nyeri, mulai dari pasien masuk rawat jalan (poli umum dan poli spesialis), IGD maupun rawat
inap. Skrining dilakukan dengan cara:
1. Anamnesis
a.
b.
c.
d.
Riwayat Psikososial
i. Riwayat konsumsi alkohol, merokok, atau narkotika
ii. Identifikasi pengasuh / perawat utama (primer) pasien
iii. Identifikasi kondisi
eksaserbasi nyeri
tempat
tinggal
pasien
yang
berpotensi menimbulkan
berpotensi
vi. Tidak
dapat
bekerjanya
pasien
akibat
nyeri
dapat
menimbulkan
f.
Riwayat keluarga
Evaluasi riwayat medis keluarga terutama penyakit genetik.
g.
2. Asesmen Nyeri
Asesmen nyeri Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi jambi menggunakan 3 cara yaitu:
a. Numeric Rating Scale
i. Indikasi: digunakan pada pasien dewasa dan anak berusia > 9 tahun yang
dapat menggunakan angka untuk melambangkan intensitas nyeri yang
dirasakannya.
ii. Instruksi: pasien akan ditanya mengenai intensitas nyeri
= tidak nyeri
13
46
7 10
Indikasi: Pada pasien (dewasa dan anak > 3 tahun) yang tidak
dapat menggambarkan intensitas nyerinya
asesmen
ii. Instruksi: pasien diminta untuk menunjuk / memilih gambar mana
yang paling sesuai dengan yang ia rasakan. Tanyakan juga lokasi
dan durasi nyeri
0-1
2-3
= sedikit nyeri
4-5
= cukup nyeri
6-7
= lumayan nyeri
8-9
= sangat nyeri
10
COMFORT Scale5
Kategori
Skor
Kewaspadaan
Tanggal / waktu
5 - hiper alert
1 - tenang
2 - agak cemas
3 - cemas
4 - sangat cemas
Distress
5 - panik
1 - tidak ada respirasi spontan dan tidak ada batuk
pernapasan
/ tidak ada
/ perlawanan
terhadap ventilator
5 - melawan secara aktif terhadap ventilator, batuk
terus-menerus / tersedak
Menangis
Pergerakan
Tonus otot
Tegangan wajah
Tekanan darah
Skor total
d. Pada pasien dalam pengaruh obat anestesi atau dalam kondisi sedasi sedang, asesmen
dan penanganan nyeri dilakukan saat pasien menunjukkan respon berupa ekspresi tubuh
atau verbal akan rasa nyeri.
e. Asesmen ulang nyeri: dilakukan pada pasien yang dirawat lebih dari beberapa jam
dan menunjukkan adanya rasa nyeri, sebagai berikut:
i. Lakukan asesmen nyeri yang komprensif setiap kali melakukan
pemeriksaan fisik pada pasien
ii. Dilakukan pada: pasien yang mengeluh nyeri, 1 jam setelah tatalaksana nyeri,
setiap empat jam (pada pasien yang sadar/ bangun), pasien yang menjalani prosedur
menyakitkan,sebelum transfer pasien, dan sebelum pasien pulang
iii. Pada
pasien
asesmen
ulang
yang
mengalami
setiap
menit
nyeri
kardiak
setelah
(jantung),
pemberian
nitrat
lakukan
atau
obat-
obat intravena
iv. Pada nyeri akut / kronik, lakukan asesmen ulang tiap 30 menit - 1 jam
setelah pemberian obat nyeri.6
f. Derajat nyeri yang meningkat hebat secara tiba-tiba, terutama bila sampai menimbulkan
perubahan tanda vital, merupakan tanda adanya diagnosis medis atau bedah yang baru
(misalnya komplikasi pasca-pembedahan, nyeri neuropatik).
3. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan umum
i. Tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu tubuh
ii. Ukurlah berat badan dan tinggi badan pasien
iii. Periksa apakah terdapat lesi / luka di kulit seperti jaringan parut
akibat operasi, hiperpigmentasi, ulserasi, tanda bekas jarum suntik
iv. Perhatikan jugaadanya ketidaksegarisan
b. Status mental
i. Nilai orientasi pasien
ii. Nilai kemampuan mengingat jangka panjang, pendek, dan segera.
iii. Nilai kemampuan kognitif
iv. Nilai kondisi emosional pasien, termasuk gejala-gejala depresi, tidak ada harapan.
c. Pemeriksaan sendi
i. Selalu periksa kedua sisi untuk menilai kesimetrisan
ii. Nilai dan catat pergerakan aktif semua sendi, perhatikan adanya keterbatasan gerak,
diskinesis, raut wajah meringis, atau asimetris.
iii.Nilai dan catat pergerakan pasif dari sendi yang terlihat abnormal / dikeluhkan
oleh pasien (saat menilai pergerakan aktif). Perhatikan adanya limitasi gerak, raut
wajah meringis, atau asimetris.
iv. Palpasi setiap sendi untuk menilai adanya nyeri
v. Pemeriksaan stabilitas sendi untuk mengidentifikasi adanya cedera ligamen.
d. Pemeriksaan motorik
i. Nilai dan catat kekuatan motorik pasien dengan menggunakan 1 kriteria di bawah .
Derajat Definisi
5
Mampu bergerak / bergeser ke kiri dan kanan tetapi tidak mampu melawan gravitasi
e. Pemeriksaan sensorik
i Lakukan pemeriksaan: sentuhan ringan, nyeri (tusukan jarumpin prick), getaran, dan suhu.
f. Pemeriksaan neurologis lainnya
i. Evaluasi nervus kranial I - XII, terutama jika pasien mengeluh nyeri wajah atau
servikal dan sakit kepala
ii. Periksa refleks otot, nilai adanya asimetris dan klonus. Untuk mencetuskan klonus
membutuhkan kontraksi > 4 otot.
Refleks
Biseps
Brakioradialis
Triseps
Tendon patella
Hamstring medial
Achilles
Segmen spinal
C5
C6
C7
L4
L5
S1
iv. Nilai gaya berjalan pasien dan identifikasi defisit serebelum dengan melakukan tes
dismetrik (tes pergerakan jari-ke-hidung, pergerakan tumit-ke-tibia), tes
disdiadokokinesia, dan tes keseimbangan (Romberg dan Romberg modifikasi).
g. Pemeriksaan khusus
i. Terdapat 5 tanda non-organik pada pasien dengan gejala nyeri tetapi tidak
ditemukan etiologi secara anatomi. Pada beberapa pasien
dengan 5
tanda
ini
nyeri
dengan
kecurigaan
penyakit
degeneratif
tulang
belakang
ii. pasien
dengan
kecurigaan
adanya
neoplasma,
infeksi
tulang
dengan
defisit
neurologis
motorik,
kolon,
kandung
bone-scan:
sangat
bagus
dalam
mendeteksi perubahan
kompresi
yang
kerja:
memblok
aktivitas
abnormal
di
kanal
natrium
neuronal.
c. Memberikan efek analgesik yang cukup baik ke jaringan lokal, tanpa
adanya efek anestesi (baal), bekrja secara perifer sehingga tidak ada
efek samping sistemik
d. Indikasi: sangat baik untuk nyeri neuropatik (misalnya neuralgia pascaherpetik,
neuropati
diabetik,
neuralgia
pasca-pembedahan),
nyeri
(polip hidung,
merupakan
satu-satunya
OAINS
yang
tersedia
untuk
parenteral.
jika
dengan
meminimalisasi
sedasi,
stasis
terdapat
opioid
efek
kontraindikasi
untuk
samping
gastrointestinal).
mendapat
opioid
Sangat
opioid
efek
(depresi
baik
untuk
atau
sinergistik
pernapasan,
terapi
multi-
analgesik.
5. Efek analgesik pada Antidepresan
a. Mekanisme
kerja:
memblok
pengambilan
kembali
norepinefrin
dan
efektif
untuk
nyeri
neuropatik.
Efek
samping:
dosis
berjalan,
dan
konstipasi.
reversibel
jika
Efek
dosis
samping
dikurangi
atau
ini
obat
dihentikan.
b. Nimodipin, Verapamil: mengobati migraine dan sakit kepala kronik.
Menurunkan kebutuhan morfin pada pasien kanker yang menggunakan
eskalasi dosis morfin.
9. Tramadol
a. Merupakan analgesik yang lebih poten daripada OAINS oral, dengan
efek samping yang lebih sedikit / ringan. Berefek sinergistik dengan
medikasi OAINS.
b. Indikasi: Efektif untuk nyeri akut dan kronik intensitas sedang (nyeri
kanker,
osteoarthritis,
nyeri
punggung
bawahm
neuropati
DM,
4 x 50mg
selama 3 hari
Jadwal titrasi
Direkomendasikan
untuk
Lanjut usia
Risiko jatuh
hari.
Lanjutkan dengan 4 x 50mg.
Sensitivitas
medikasi
4 x 25mg
selama 3 hari
Lanjut usia
Risiko jatuh
hari.
Naikkan menjadi 4 x 25mg selama 3
hari.
Naikkan menjadi 2 x 50mg dan 2 x
25mg selama 3 hari.
Naikkan menjadi 4 x 50mg.
Dapat dinaikkan sampai tercapai efek
analgesik yang diinginkan.
Sensitivitas
medikasi
10. Opioid
a. Merupakan analgesik poten(tergantung-dosis) dan efeknya dapat ditiadakan oleh nalokson.
b. Contoh opioid yang sering digunakan: morfin, sufentanil, meperidin.
c. Dosis opioid disesuaikan pada setiap individu, gunakanlah titrasi.
d. Adiksi terhadap opioid sangat jarang terjadi bila digunakan untuk penatalaksanaan nyeri akut.
e. Efek samping:
i. Depresi pernapasan, dapat terjadi pada:
Overdosis : pemberian dosis besar, akumulasi akibat
pemberian secara infus, opioid long acting
Pemberian
sedasi bersamaan
= sadar penuh
= tidur normal
Pemberian morfin kronik: menimbulkan gangguan fungsi ginjal, terutama pada pasien usia
> 70 tahun
vi.
Efek kardiovaskular :
Tergantung jenis, dosis, dan cara pemberian; status volume intravascular; serta level
aktivitas simpatetik
Morfin menimbulkan vasodilatasi
Petidin menimbulkan takikardi
vi.
Gastrointestinal: Mual, muntah. Terapi untuk mual dan muntah: hidrasi dan pantau tekanan
darah dengan adekuat, hindari pergerakan berlebihan pasca-bedah, atasi kecemasan
pasien, obat antiemetic.
Metoklopramid
Durasi (jam)
butirofenon
4-6 (dosis rendah)
Ondansetron Proklorperazin,
8-24
fenotiazin
6
24 (dosis tinggi)
Efek samping:
Ekstrapiramidal
++
++
10
Tiap 4-6 jam
Oral, IV, IM
0,25-0,5
Tiap 4-6 jam
IV, IM
4
Tiap 12 jam
Oral, IV
12,5
Tiap 6-8 jam
Oral, IM
Anti-kolinergik
sedasi
Dosis (mg)
Frekuensi
Jalur pemberian
Droperidol,
f. Pemberian Oral:
i. sama efektifnya dnegan pemberian parenteral pada dosis yang
sesuai.
ii. Digunakan segera setelah pasien dapat mentoleransi medikasi
oral.
g. Injeksi intramuscular:
i. merupakan rute parenteral standar yang sering digunakan.
ii. Namun,
injeksi
menimbulkan
nyeri
dan
efektifitas
selektif
mengurangi
keluarnya
neurotransmitter
di
opioid
secara
langsung
ke
saraf
perifer
visceral
lebih
setikit
jika terstimulasi
akan
dibandingkan
menimbulkan
somatic,
nyeri
yang
iskemi/nekrosis,
otot
polos,
inflamasi,
distensi
organ
peregangan
berongga
ligament,
/
lumen.
iii.
ii.
iii.
Jika langkah 1 dan 2 kurang efektif / nyeri menjadi sedangberat, dapat ditingkatkan menjadi langkah 3 (ganti dengan
opioid kuat dan prn analgesik dalam kurun waktu
24 jam
v.
vi. Jika fase nyeri akut pasien telah terlewati, lakukan pengurangan
dosis secara bertahap
Intravena: antikonvulsan, ketamine, OAINS, opioid
Oral: antikonvulsan, antidepresan, antihistamin,
anxiolytic, kortikosteroid, anestesi lokal, OAINS,
opioid, tramadol.
Rektal
fenotiazin
Topical: lidokain patch, EMLA
patch fentanyl tidak boleh digunakan untuk nyeri akut karena tidak sesuai
indikasi dan onset kerjanya lama.
*Istilah:
(prn)
Apakah
opioid
IV?
tidak
Nyeri
Observasi
rutin
ya
rutin
tidak
diresepkan
Minta untuk
diresepkan
ya
Siapkan
NaCl
Ya, tetapi
telah
diberikan
dosis total
Observasi
ATAU
ya
Skor sedasi 0
atau 1?
ya
tidak
Kecepatan
pernapasan > 8
ya
Tunggu
selama 5
Tekanan darah
sistolik 100
tidak
Minta saran
ya
tidak
Usia pasien < 70
ya
Jika
skor
nyeri
7-10:
berikan
3ml
Jika skor nyeri 4-6: berikan 2
Keterangan:
Skor nyeri:
0 = tidak nyeri
1-3 = nyeri ringan
4-6 = nyeri sedang
7-10 = nyeri berat
mengantuk,
Skor sedasi:
*Catatan:
0 = sadar penuh
1 = sedasi ringan, kadang mengantuk, mudah Jika tekanan darah sistolik
dibangunkan
< 100mmHg: haruslah
2 = sedasi sedang, sering secara konstan
dalam rentang 30% tekanan
darah sistolik normal
mudah dibangunkan
pasien (jika diketahui), atau
3 = sedasi berat, somnolen, sukar
carilah saran/bantuan.
dibangunkan
S = tidur normal
opioid
Mual dan muntah: antiemetic
Konstipasi: berikan stimulant buang air besar,
hindari laksatif yang mengandung serat karena
dapat
menyebabkan
produksi
gas-kembung-
kram perut.
Gatal: pertimbangkan untuk mengganti opioid
jenis lain, dapat juga menggunakan antihistamin.
Mioklonus:
opioid,
pertimbangkan
atau
berikan
untuk
mengganti
benzodiazepine
untuk
mengatasi mioklonus.
Depresi
pernapasan
akibat
opioid:
berikan
jangka panjang.
OAINS:
Perdarahan
akibat
disfungsi
platelet:
dan
manajemen
keluarga
nyeri
ikut
(termasuk
dilibatkan
penjadwalan
dalam
menyusun
medikasi,
pemilihan
8.
Pasien mengeluh
nyeri
Anamnesis
dan
pemeriksaan fisik
Asesmen nyeri
ya
Apakah etiologi nyeri
bersifat reversibel?
Prioritas utama:
identifikasi dan atasi
etiologi nyeri
tidak
Apakah nyeri
berlangsung > 6
minggu?
ya
tidak
Nyeri somatic
Nyeri bersifat tajam,
menusuk, terlokalisir,
seperti ditikam
Nyeri viseral
Nyeri bersifat difus,
seperti ditekan benda
berat, nyeri tumpul
Nyeri neuropatik
Nyeri bersifat menjalar,
rasa terbakar,
kesemutan, tidak
spesifik.
Nyeri somatic
Nyeri viseral
Parasetamol
Cold packs
Kortikosteroid
Anestesi lokal (topical /
infiltrasi)
OAINS
Opioid
Pilih alternatif
terapi yang
Lihat
ya
manajemen
nyeri kronik.
Pertimbangkan
untuk merujuk
ke spesialis
Kortikosteroid
Anestesi lokal
intraspinal
OAINS
Opioid
lainnya
tidak
Apakah
nyeri > 6
minggu?
Nyeri neuropatik
Antikonvulsan
Kortikosteroid
Blok neuron
OAINS
Opioid
Antidepresan trisiklik
(amitriptilin)
Pencegahan
Edukasi pasien
Terapi farmakologi
Konsultasi (jika perlu)
Prosedur pembedahan
Non-farmakologi
ya
tidak
Kembali ke
kotak
idak
tentukan
mekanisme
nyeri
Efek
samping
pengobatan
Mekanisme
nyeri
sesuai?
Analgesik
adekuat?
ya
ya
Manajemen
efek
samping
tidak
Follow-up /
nilai ulang
disabilitas
ii. buatlah
tujuan
fungsional
spesifik
dan
rencana
perawatan
pasien
iii. nilai efektifitas rencana perawatan dan manajemen pengobatan
2. tentukan mekanisme nyeri:
a. manajemen bergantung pada jenis / klasifikasi nyerinya.
b. Pasien sering mengalami > 1 jenis nyeri.
c. Terbagi menjadi 4 jenis:
i. Nyeri neuropatik:
disebabkan oleh kerusakan
disfungsi sistem
somatosensorik.
Tatalaksana:
mengembalikan
fungsi
otot
dengan
gerakan
repetitive,
faktor
pekerjaan)
iii.
pasca-operasi
Tatalaksana:
manajemen
proses
inflamasi
dengan
ligament/otot),
degenerasi
diskus,
Tatalaksana:
beberapa
memerlukan
dekompresi
atau
stabilisasi.
3. Nyeri kronik: nyeri yang persisten / berlangsung > 6 minggu
4. Asesmen lainnya:
a.
cemas,
riwayat
penyalahgunaan
obat-obatan,
riwayat
kerja normal
4.
manajemen
stress,
latihan
fisik,
terapi
nyeri
termasuk
farmakologi,
intervensi,
kemoterapi,
radioterapi
untuk
Terapi simptomatik:
anestesi regional: blok simpatik, blok epidural /intratekal, infus epidural / intratekal
rehabilitasi fisik: bidai, manipulasi, alat bantu, latihan mobilisasi, metode ergonomis
(mengurangi
terapi
terhadap
nyeri),
tegangan
perilaku
kognitif
lakukan
skrining
terhadap
patologi
medis
yang
serius,
program
latihan
secara
bertahap,
dimulai
dari
manajemen perilaku:
stress / depresi
teknik relaksasi
perilaku kognitif
ketergantungan obat
manajemen amarah
terapi obat:
analgesik dan sedasi
antidepressant
opioid jarang dibutuhkan
iii. nyeri inflamasi
control inflamasi dan atasi penyebabnya
obat anti-inflamasi utama: OAINS, kortikosteroid
iv. nyeri mekanis / kompresi
yang sensitif
dengan nyeri,
dislokasi, fraktur.
ii.
Faktor
Diagnosis
Penjelasan
1 = kondisi kronik ringan dengan temuan objektif minimal atau tidak adanya
diagnosis medis yang pasti. Misalnya: fibromyalgia, migraine, nyeri punggung tidak
spesifik.
2 = kondisi progresif perlahan dengan nyeri sedang atau kondisi nyeri sedang
menetap dengan temuan objektif medium. Misalnya: nyeri punggung dengan
perubahan degeneratif medium, nyeri neuropatik.
3 = kondisi lanjut dengan nyeri berat dan temuan objektif nyata. Misalnya:
Intractabilit
y
(keterlibata
n)
Risiko (R)
Psikologi
adekuat.
R = jumlah skor P + K + R + D
1 = disfungsi kepribadian yang berat atau gangguan jiwa yang mempengaruhi
terapi.
Misalnya:
gangguan
kepribadian,
gangguan
afek
berat.
Reliabilitas
Dukungan
sosial
Efikasi
obat sedang-tinggi
yang stabil.
=D+I+R+E
Keterangan:
Skor 7-13: tidak sesuai untuk menjalani terapi opioid jangka panjang
Skor 14-21: sesuai untuk menjalani terapi opioid jangka panjang
iii.
ii.
Pasien mengeluh
nyeri
Asesmen nyeri
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan
Tentukan mekanisme
nyeri
Nyeri neuropatik
mekanis/kompresi
Perifer (sindrom nyeri
regional kompleks,
neuropati HIV,
gangguan metabolik)
Sentral (Parkinson,
multiple sclerosis,
mielopati, nyeri pascastroke, sindrom
Nyeri otot
Nyeri
miofasial
tidak
ya
Nyeri inflamasi
Artropati
inflamasi
(rematoid
artritis)
Infeksi
Nyeri pasca-
Apakah nyeri
kronik?
Apakah etiologinya
dapat dikoreksi /
diatasi?
tidak
Asesmen lainnya
Masalah pekerjaan da
disabilitas
Asesmen psikologi dan
spiritual
Faktor yang mempengaruhi
Algoritma Manajemen
Nyeri Kronik
Pasien dapat
mengalami jenis nyeri
dan faktor yang
mempengaruhi
yang
beragam
Nyeri
Nyeri punggung
bawah
Nyeri leher
Nyeri
musculoskeletal
Manajemen level
1:
Nyeri neuropatik
Manajemen
level 1:
Nyeri otot
Manajemen level
1:
Nyeri inflamasi
Manajemen level 1:
Nyeri
mekanis/kompresi
Manajemen level 1
lainnya
Farmakologi (skor DIRE)
Intervensi
Telah
ya
melakukan
manajemen
level 1 dengan
adekuat?
ya
Rencana perawatan
selanjutnya
oleh
pasien
Asesmen hasil
tidak
Manajemen level 2
Rujuk ke tim
interdisiplin,
atau
Rujuk ke klinik
khusus manajemen
nyeri
Evaluasi
kemungkinan
adanya
keterlibatan
mekanisme nosiseptif dan neuropatik
Non-obat
Analgesik
Analgesik adjuvant
anestesi
Kognitif
Fisik
perilaku
5. Pemberian analgesik:
a. By the ladder: pemberian analgesik secara bertahap sesuai dengan level nyeri
anak (ringan, sedang, berat).
i. Awalnya, berikan analgesik ringan-sedang (level 1).
ii. Jika nyeri menetap dengan pemberian analgesik level 1, naiklah ke level 2
(pemberian analgesik yang lebih poten). Pada pasien yang mendapat terapi
opioid,
iii.pemberian parasetamol tetap diaplikasikan sebagai analgesik adjuvant.
iv.Analgesik adjuvant
Merupakan obat yang memiliki indikasi primer bukan untuk nyeri tetapi dapat
berefek analgesik dalam kondisi tertentu.
Pada anak dengan nyeri neuropatik, dapat diberikan
analgesik adjuvant sebagai level 1.
Analgesik adjuvant ini lebih spesifik dan efektif untuk mengatasi nyeri
neuropatik.
Kategori:
Analgesik multi-tujuan: antidepressant, agonis adrenergic
alfa-2, kortikosteroid, anestesi topical.
Analgesik untuk nyeri neuropatik: antidepressant, antikonvulsan, agonis
GABA, anestesi oral-lokal
pasien
menyangkal
takut
bahwa
dengan
mereka
jarum
suntik,
mengalami
nyeri
pasien
dapat
atau
tidak
memerlukan pengobatan.
iii. Untuk
mendapatkan
pemberian
parenteral
efek
analgesik
terkadang
yang
merupakan
efisien.
iv. Opioid kurang poten jika diberikan per oral.
cepat
jalur
dan
yang
langsung,
paling
v.
Sebisa
mungkin
karena
nyeri
jangan
dan
memberikan
absorbsi
obat
obat
tidak
via
dapat
intramuscular
diandalkan.
Obat-obatan non-opioid
Obat
Dosis
Parasetamol
Ibuprofen
4-6 jam
5-10mg/kgBB oral, setiap 68 jam
Naproksen
10-20mg/kgBB/hari oral,
Diklofenak
Keterangan
Efek antiinflamasi kecil, efek gastrointestinal dan
hematologi minimal
Efek antiinflamasi. Hati-hati pada pasien dengan
gangguan hepar/renal, riwayat perdarahan
gastrointestinal atau hipertensi.
Efek antiinflamasi. Hati-hati pada pasien dengan
disfungsi renal. Dosis maksimal 1g/hari.
Efek antiinflamasi. Efek samping sama dengan
ibuprofen dan naproksen. Dosis maksimal
50mg/kali.
ii. Pada penggunaan infus kontinu IV, sediakan obat opioid kerja
singkat dengan dosis 50%-200% dari dosis infus perjam kontinu prn.
iii. Jika diperlukan >6 kali opioid kerja singkat prn dalam 24 jam,
naikkan dosis infus IV per-jam kontinu sejumlah: total dosis
opioid prn yang diberikan dalam 24 jam dibagi 24. Alternatif
lainnya adalah dengan menaikkan kecepatan infus sebesar 50%.
iv. Pilih opioid yang sesuai dan dosisnya.
v. Jika efek analgesik tidak adekuat dan tidak ada toksisitas ,
tingkatkan dosis sebesar 50%.
vi. Saat tapering-off atau penghentian obat: pada semua pasien
yang menerima opioid >1 minggu, harus dilakukan tapering-off
(untuk menghindari gejala withdrawal). Kurangi dosis 50%
selama 2 hari, lalu kurangi sebesar 25% setiap 2 hari. Jika dosis
ekuivalen dengan dosis morfin oral (0,6 mg/kgBB/hari), opioid
dapat dihentikan.
vii. Meperidin tidak boleh digunakan untuk jangka lama karena
dapat
terakumulasi
dan
menimbulkan
mioklonus,
hiperrefleks,
dan kejang.
viii.
Konseling
Manipulasi chiropractic
Herbal
6. Terapi non-obat
a. Terapi kognitif: merupakan terapi yang paling bermanfaat dan
memiliki efek yang besar dalam manajemen nyeri non-obat untuk anak
b. Distraksi terhadap nyeri dengan mengalihkan atensi ke hal lain seperti
music, cahaya, warna, mainan, permen, computer, permainan, film,
dan sebagainya.
c. Terapi perilaku
bertujuan
dapat
Terapi non-obat10
Kognitif
Perilaku
Fisik
Informasi
latihan
pijat
terapi relaksasi
stimulasi termal
stimulasi sensorik
Hypnosis
akupuntur
TENS transcutaneouselectrical
psikoterapi
nerve stimulation)
/ penyangga tubuh,
atau membaca)
Tidak dapat ditoleransi (dan tidak dapat berbicara karena nyeri)
*Skor normal / yang diinginkan : 0-2
7. Intervensi non-farmakologi
a. Terapi
termal:
pemberian
pendinginan
atau
pemanasan
di
area
c.
d.
e.
b. Opioid:
i. risiko adiksi rendah jika digunakan untuk nyeri akut (jangka pendek).
ii. Hidrasi yang cukup dan konsumsi serat / bulking agent untuk mencegah
konstipasi (preparat senna, sorbitol).
iii. Berikan opioid jangka pendek
iv. Dosis rutin dan teratur memberikan efek analgesik yang lebih baik daripada
pemberian intermiten.
v.
vi.
c. Analgesik adjuvant
i. OAINS dan amfetamin: meningkatkan toleransi opioid dan
resolusi nyeri
ii. Nortriptilin, klonazepam, karbamazepin, fenitoin, gabapentin,
tramadol, mexiletine: efektif untuk nyeri neuropatik iii.Antikonvulsan:
untuk neuralgia trigeminal.
iv. Gabapentin: neuralgia pasca-herpetik 1-3 x 100 mg sehari dan dapat
ditingkatkan menjadi 300 mg/hari
(sama dengan
22. Satu-satunya perbedaan dalam terapi analgesik ini adalah penyesuaian dosis
dan hati-hati dalam memberikan obat kombinasi
L. LOGISTIK
Semua pasien dengan nyeri mendapatkan kebutuhan logistiknya sesuai kebutuhannya yaitu:
1.
2.
3.
M. KESELAMATAN PASIEN
1. Setiap pasien yang dating kerumah sakit jiwa daerah provinsi jambi dengan keluhan nyeri, mendapat
pelayanan sesuai kebutuhannya dengan memperhatikan keselamatan pasien, terutama agar terhindar
dari cidera yang mungkin dapat terjadi
2. Tata laksana keselamatan pasien
Identifikasi pasien
Komunikasi efektif
N. KESELAMATAN KERJA
Yang dimaksud dengan keselamatan kerja adalah suatu usaha untuk mencegah dan meminimalisir
terjadinya kcelakaan karyawan yang terjadi dilingkungan rumah sakit, dengan memberikan perlindungan
pada karyawan yang sedang bekerja
O. PENGENDALIAN MUTU
1. Melakukan evaluasi dan monitoring pasca tindakan/ intervensi pada pasien nyeri sehingga pasien
merasa nyaman
2. Melakukan audit dari kepuasan pelanggan terhadap pelayanan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi
Jambi
P. PENUTUP
Demikian pedoman asesmen dan manajemen nyeri yang kmi susun, dengan tujuan agar dapat
dijadikan seagai acuan dalam melakukan pengelolaan terhadap pasien dengan keluhan nyeri
REFERENSI
1. Joint Commission on accreditation of Healthcare Organizations. Pain: current understanding
of assessment, management, and treatments. National Pharmaceutical Council, Inc;
2001.
2.
Wallace MS, Staats PS. Pain medicine and management: just the facts.McGraw-Hill; 2005.
3.
National Institute of Health Warren Grant Magnuson Clinical Center. Pain intensity
instruments: numeric rating scale; 2003.
4. Wong D, Whaley L. Clinical handbook of pediatric nursing. Edisi ke-2. St. Louis: C.V.
Mosby Company; 1986. h. 373.
5. Ambuel, Hamlett KW, Marx CM, Blumer JL. Assessing distress in pediatric intensive care
environments: the COMFORT Scale. J Paed Psych. 1992;17:95-109.
6. Pain management. [diakses tanggal
23 Februari
www.hospitalsoup.com
7. Institute for Clinical Systems Improvement (ICSI). Health care guideline:
assessment and management of acute pain. Edisi ke-6. ICSI; 2008.
8. Pain Management Task Group of the Hull & East Riding Clinical Policy
Forum. Adult pain management guidelines. NHS; 2006.
9. Institute for Clinical Systems Improvement (ICSI). Health care guideline:
assessment and management of chronic pain. Edisi ke-5. ICSI; 2011.
10. Argoff CE, McCleane G. Pain management secrets: questions you will be asked. Edisi ke3. Philadelphia: Mosby Elsevier; 2009.