You are on page 1of 15

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sangat memprihatinkan bertepatan dengan hari AIDS sedunia pada
Tanggal 1 Desember, ternyata diskriminasi terhadap orang dengan HIV
dan AIDS masih banyak terjadi. Diskriminasi dilakukan oleh keluarga,
masyarakat,pers, perusahaan, dan rumah sakit. Bentuk diskriminasi dalam
keluarga mislnya dikucilkan, ditempatkan didalam ruang atau rumah
khusus, diberi makan secara terpisah, bahkan ada yang diborgol dan dijaga
satpam pengucilan juga terjadi dimasyarakat sementara pers memuat foto,
nama, dan alamat tanpa ijin. Diskrimanasi yang dilakukan perusahaan
misalnya memutuskan hubungan kerja, mutasi, atau pelanggaran kerja
keluar negeri. Bentuk diskriminasi rumah sakit dan tenaga medis berupa
penolakan untuk merawat, mengoperasi, atau menolong persalinan,
diskriminasi

dalam

pemberian

perawatan

serta

penolakan

untuk

memandikan jenazah. (Siboro,Henny,2013)


Permasalahan HIV atau AIDS tidak cukup lagi hanya dilihat dari fakta
medis namun harus dipandang melalui analisis sosial pemasyarakatan yang
komprehensif terkait struktur sosial dan budaya. Permasalahan penanganan
HIV/AIDS adalah masih lemahnya koordinasi atas implementasi program
di masing-masing sektor. Belum terbangunnya sebuah persepsi yang sama
tentang permasalahan mendasar seputar HIV/AIDS , dan isu HAM terkait
HIV/AIDS belum terintegrasi secara proporsional. (Siboro,Henny,2013)
Dapat dikatakan bahwa ODHA mengalami kondisi yang tidak
menyenangkan baik secara fisik maupun psikis. Menurut Schult apabila
kondisi tersebut berlangsung dalam jangka waktu lama, maka dapat
menimbulkan depresi yang mengarah pada kehampaan hidup serta
mengembangkan hidup tak bermakna. (Siboro,Henny,2013)
Kementerian Kesehatan melaporkan bahwa sejak pertama kali kasus
HIV ditemukan yaitu pada tahun 1987 sampai dengan Juni 2012, terdapat
32.103 kasus AIDS, 86.762 kasus HIV dan 5.681 kasus kematian akibat

HIV dan AIDS di 33 propinsi di Indonesia. Provinsi dengan jumlah kasus


HIV tertinggi adalah DKI Jakarta sebanyak 20.775 kasus. Presentase
kumulatif AIDS tertinggi pada kelompok umur 20-29 tahun (41,5%).
Rasio kasus AIDS antara laki-laki dan perempuan adalah 2:1 (laki-laki
70% dan perempuan 29%). Selama periode pelaporan bulan Januari hingga
Juni 2012, presentase kasus AIDS menurut faktor resiko tertinggi adalah
hubungan seks tidak aman pada heteroseksual (82,6%), penggunaan jarum
suntik steril pada pengguna napza suntik/penasun (6,6%), dari ibu (positif
HIV) ke anak (4,2%) dan LSL (Lelaki Seks Lelaki) (3,6%).
Infeksi HIV dan AIDS masih menimbulkan stigma dan diskriminasi.
Jadi adalah penting bagi keluarga untuk menjaga kerahasiaan ODHA.
Keluarga tidak memberitahu kepada orang lain termasuk petugas
perawatan kesehatan, tentang status HIV si ODHA, kecuali dian memberi
persetujuan yang jelas. Keluarga harus sangat berhati-hati dengan
pengunjung agar mereka tidak dapat mengetahui secara tidak sengaja
misalnya melihat buku mengenai AIDS atau obat khusus untuk infeksi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Definisi HIV/AIDS ?
2. Bagaimana Etiologi HIV/AIDS ?
3. Bagaimana Cara Penularan HIV/AIDS ?
4. Bagaimana Manifestasi Klinis HIV/AIDS ?
5. Bagaimana Kebijakan dan Upaya Penanggulangan HIV/AIDS ?
C. Tujuan
1. Mengetahui Definisi HIV/AIDS
2. Mengetahui Etiologi HIV/AIDS
3. Mengetahui Cara Penularan HIV/AIDS
4. Mengetahui Manifestasi Klinis HIV/AIDS
5. Mengetahui Kebijakan dan Upaya Penanggulangan HIV/AIDS
D. Manfaat
Adapun manfaat yang ingin disampaikan penulis adalah untuk
memberikan informasi kepada para pembaca , utamanya bagi sesama
rekan sejawat tentang AIDS, dan masalah yang berkaitan sehingga mampu
meminimalkan atau menanggulangi permasalahan tersebut dan
meningkatkan kemampuan asuhan keperawatan paliatif.

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi HIV/AIDS
HIV adalah singkatan Human Immunodefisiency Virus yaitu virus
yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia sehingga membuat
tubuh rentan terhadap berbagai penyakit.Acquired Immune Deficiency
Syndrome (AIDS) adalah suatu penyakit retrovirus yang disebabkan
oleh HIV dan ditandai dengan imunosupresi berat yang menimbulkan
infeksi oportunistik, neoplasma sekunder dan manifestasi neurologis.
(Vinay Kumar, 2007). HIV telah ditetapkan sebagai agens penyebab
acquired Immune Deficiency Syndrom (AIDS). AIDS adalah suatu
kumpulan kondisi klinis tertentu yang merupakan hasil akhir dari
infeksi oleh HIV. (Sylvia Anderson Price, 2006). Definisi AIDS yang
ditetapkan oleh pusat pengendalian penyakit, telah berubah beberapa
waktu sejak gejala pertama ditemukan pada tahun 1981. Secara umum
definisi ini menyusun suatu titik dalam kontinum penyimpangan HIV
dimana penjamu telah menunjukan secara klinis disfungsi imun.
Jumlah besar infeksi oportunistik dan neoplasma merupakan tanda
supresi imun berat sejak tahun 1993. Definisi AIDS telah meliputi
jumlah CD4 kurang dari 200 sebagai criteria ambang batas. Sel CD4
adalah bagian dari limposit dan satu target sel dari infeksi HIV.
B. Etiologi
Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang tergolong Retrovirus yang
disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus ini pertama kali
diisolasi oleh Montagnier dan kawan-kawan di Prancis pada tahun
1983 dengan nama Lymphadenopathy Associated Virus (LAV),
sedangkan Gallo di Amerika Serikat pada tahun 1984 mengisolasi
(HIV) III. Kemudian atas kesepakatan internasional pada tahun 1986
nama virus dirubah menjadi HIV. Human Immunodeficiency Virus
adalah sejenis Retrovirus RNA. Dalam bentuknya yang asli merupakan
partikel yang inert, tidak dapat berkembang atau melukai sampai ia

masuk ke sel target. Sel target virus ini terutama sel Lymfosit T, karena
ia mempunyai reseptor untuk virus HIV yang disebut CD-4. Didalam
sel Lymfosit T, virus dapat berkembang dan seperti retrovirus yang
lain, dapat tetap hidup lama dalam sel dengan keadaan inaktif.
Walaupun demikian virus dalam tubuh pengidap HIV selalu dianggap
infectious yang setiap saat dapat aktif dan dapat ditularkan selama
hidup penderita tersebut. Secara mortologis HIV terdiri atas 2 bagian
besar yaitu bagian inti (core) dan bagian selubung (envelop). Bagian
inti berbentuk silindris tersusun atas dua untaian RNA (Ribonucleic
Acid). Enzim reverce transcriptase dan beberapa jenis protein. Bagian
selubung terdiri atas lipid dan glikoprotein (gp 41 dan gp 120). Gp 120
berhubungan dengan reseptor Lymfosit (T4) yang rentan. Karena
bagian luar virus (lemak) tidak tahan panas, bahan kimia, maka HIV
termasuk virus sensitif terhadap pengaruh lingkungan seperti air
mendidih, sinar matahari dan mudah dimatikan dengan berbagai
desinfektan seperti eter, aseton, alkohol, jodium hipoklorit dan
sebagainya, tetapi relatif resisten terhadap radiasi dan sinar utraviolet.
Virus HIV hidup dalam darah, saliva, semen, air mata dan mudah mati
diluar tubuh. HIV dapat juga ditemukan dalam sel monosit, makrotag
dan sel glia jaringan otak (Siregar,2008).
C. Cara Penularan HIV/AIDS
Secara umum ada 5 faktor yang perlu diperhatikan pada penularan
suatu penyakit yaitu sumber infeksi, vehikulum yang membawa agent,
host yang rentan, tempat keluar kuman dan tempat masuk kuman
(portd entre). Virus HIV sampai saat ini terbukti hanya menyerang
sel Lymfosit T dan sel otak sebagai organ sasarannya. Virus HIV
sangat lemah dan mudah mati diluar tubuh. Sebagai vehikulum yang
dapat membawa virus HIV keluar tubuh dan menularkan kepada orang
lain adalah berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh yang terbukti
menularkan diantaranya semen, cairan vagina atau servik dan darah

penderita. Banyak cara yang diduga menjadi cara penularan virus HIV,
namun hingga kini cara penularan HIV yang diketahui adalah melalui :
a. Transmisi Seksual
Penularan melalui hubungan seksual baik Homoseksual maupun
Heteroseksual merupakan penularan infeksi HIV yang paling
sering terjadi. Penularan ini berhubungan dengan semen dan cairan
vagina . Infeksi dapat ditularkan dari setiap pengidap infeksi HIV
kepada pasangan seksnya. Resiko penularan HIV tergantung pada
pemilihan pasangan seks, jumlah pasangan seks dan jenis
hubungan seks. Pada penelitian Darrow (1985) ditemukan resiko
seropositive untuk zat anti terhadap HIV cenderung naik pada
hubungan seksual yang dilakukan pada pasangan tidak tetap.
Orang yang sering berhubungan seksual dengan berganti pasangan
merupakan kelompok manusia yang berisiko tinggi terinfeksi virus
HIV.
1) Homoseksual
Didunia barat, Amerika Serikat dan Eropa tingkat promiskuitas
homoseksual menderita AIDS, berumur antara 20-40 tahun dari
semua golongan usia. Cara hubungan seksual anogenetal
merupakan perilaku seksual dengan resiko tinggi bagi
penularan HIV, khususnya bagi mitra seksual yang pasif
menerima ejakulasi semen dari seseorang pengidap HIV. Hal
ini sehubungan dengan mukosa rektum yang sangat tipis dan
mudah sekali mengalami perlukaan pada saat berhubungan
secara anogenital.
2) Heteroseksual
Di Afrika dan Asia Tenggara cara penularan utama melalui
hubungan heteroseksual pada promiskuitas dan penderita
terbanyak adalah kelompok umur seksual aktif baik pria
maupun wanita yang mempunyai banyak pasangan dan
berganti-ganti.
b. Transmisi Non Seksual
1) Transmisi Parenteral

Yaitu akibat penggunaan jarum suntik dan alat tusuk lainnya


(alat tindik) yang telah terkontaminasi, misalnya pada penyalah
gunaan narkotik suntik yang menggunakan jarum suntik yang
tercemar secara bersama-sama. Disamping dapat juga terjadi
melaui jarum suntik yang dipakai oleh petugas kesehatan tanpa
disterilkan terlebih dahulu. Resiko tertular cara transmisi
parental ini kurang dari 1%.
2) Produk Darah
Transmisi melalui transfusi atau produk darah terjadi di negaranegarabarat sebelum tahun 1985. Sesudah tahun 1985 transmisi
melalui jalur ini di negara barat sangat jarang, karena darah
donor telah diperiksa sebelum ditransfusikan. Resiko tertular
infeksi/HIV lewat trasfusi darah adalah lebih dari 90%.
c. Transmisi Transplasental
Penularan dari ibu yang mengandung HIV positif ke anak
mempunyai resiko sebesar 50%. Penularan dapat terjadi sewaktu
hamil, melahirkan dan sewaktu menyusui. Penularan melalui air
susu ibu termasuk penularan dengan resiko rendah(Siregar, 2008).
D. Manifestasi Klinis
Tanda-tanda gejala-gejala (symptom) secara klinis pada seseorang
penderita AIDS adalah diidentifikasi sulit karena symptomasi yang
ditunjukan pada umumnya adalah bermula dari gejala-gejala umum
yang lazim didapati pada berbagai Penderita penyakit lain, namun
secara umum dapat kiranya dikemukakan sebagai berikut :
a. Rasa lelah dan lesu
b. Berat badan menurun secara drastis
c. Demam yang sering dan berkeringat diwaktu malam
d. Mencret dan kurang nafsu makan
e. Bercak-bercak putih di lidah dan di dalam mulut
f. Pembengkakan leher dan lipatan paha
g. Radang paru
h. Kanker kulit
Manifestasi klinik utama dari penderita AIDS pada umumnya ada 2 hal
antara lain tumor dan infeksi oportunistik :
a. Manifestadi tumor diantaranya:

1) Sarkoma kaposi ; kanker pada semua bagian kulit dan organ


tubuh. Frekuensi kejadiannya 36-50% biasanya terjadi pada
kelompok homoseksual, dan jarang terjadi pada heteroseksual
serta jarang menjadi sebab kematian primer.
2) Limfoma ganas ; terjadi setelah sarkoma kaposi dan menyerang
syaraf, dan bertahan kurang lebih 1 tahun.
b. Manifestasi Oportunistik diantaranya
1) Manifestasi pada Paru
a) Pneumonia Pneumocystis (PCP)
Pada umumnya 85% infeksi oportunistik pada AIDS
merupakan infeksi paru PCP dengan gejala sesak nafas,
batuk kering, sakit bernafas dalam dandemam.
b) Cytomegalo Virus (CMV)
Pada manusia virus ini 50% hidup sebagai komensial pada
paru-paru tetapi dapat menyebabkan pneumocystis. CMV
merupakan penyebab kematian pada 30% penderita AIDS.
c) Mycobacterium Avilum
Menimbulkan pneumoni difus, timbul pada stadium akhir
dan sulit disembuhkan.
d) Mycobacterium Tuberculosis
Biasanya timbul lebih dini, penyakit cepat menjadi miliar
dan cepat menyebar ke organ lain diluar paru.
2) Manifestasi pada Gastroitestinal
Tidak ada nafsu makan, diare khronis, berat badan turun lebih
10% per bulan.
c. Manifestasi Neurologis
Sekitar 10% kasus AIDS nenunjukkan manifestasi Neurologis,
yang biasanya timbul pada fase akhir penyakit. Kelainan syaraf
yang umum adalah ensefalitis, meningitis, demensia, mielopati dan
neuropari perifer (Siregar, 2008).
E. Kebijakan dan Upaya Penanggulangan
Infeksi HIV/AIDS merupakan suatu penyakit dengan perjalanan yang
panjang. Sistem imunitas menurun secara progresif sehingga muncul
infeksi infeksi opportunistik yang dapat muncul secara bersamaan
pula dan berakhir pada kematian. Sementara itu hingga saat ini belum

ditemukan obat maupun vaksin yang efektif. Pengobatan HIV/AIDS


dapat dibagi dalam tiga kelompok yaitu :
a. Pengobatan suportif
Yaitu pengobatan untuk meningkatkan keadaan umum penderita.
Pengobatan ini terdiri dari pemberian gizi yang baik, obat
simtomatik, vitamin dan dukungan psikososial agar penderita dapat
melakukan aktivitas seperti semula/seoptimal mungkin.
b. Pengobatan infeksi oportunistik
Yaitu pengobatan yang ditujukan untuk infeksi oportunistik dan
dilakukan secara empiris.
c. Pengobatan antiretroviral
Saat ini telah ditemukan beberapa obat antiretroviral (ARV) yang
dapat menghambat perkembangan HIV. ARV bekerja langsung
menghambat enzim reverse transcriptase atau penghambat kerja
enzim protease. Pengobatan ARV terbukti bermanfaat memperbaiki
kualitas hidup, menjadikan infeksi oportinistik menjadi lebih
jarang ditemukan dan lebih mudah diatasi sehinggamenekan
morbiditas dan mortalitas dini, tetapi ARV belum dapat
menyembuhkan atau membunuh virus. Kendala dalam pemberian
ARV antara lain kesukaran Odha untuk minum obat secara teratur,
adanya efek samping obat, harga yang relative mahal dan
timbulnya resistensi HIV terhadap obat ARV.
Karena belum ditemukan obat yang efektif maka pencegahan
penularan menjadi sangat penting. Dalam hal ini pendidikan
kesehatan dan peningkatan pengetahuan yang benar mengenal
patofisiologi HIV dan cara penularannya menjadi sangat penting
untuk diketahui oleh setiap orang terutama mengenal fakta
penyebaran penyakit pada kelompok risiko rendah ( bukan hanya
pada kelompok yang berisiko tinggi ) dan prilaku yang dapat
membantu mencegah penyebaran HIV.

10

BAB III
PEMBAHASAN

AIDS atau Acquired Immune Deficiency Sindrome merupakan


kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh oleh
virus yang disebut HIV. Kerusakan progresif pada system kekebalan tubuh
menyebabkan ODHA ( orang dengan HIV /AIDS ) amat rentan dan mudah
terjangkit bermacam-macam penyakit. Serangan penyakit yang biasanya
tidak berbahaya pun lama-kelamaan akan menyebabkan pasien sakit parah
bahkan meninggal. Masalah HIV/AIDS sendiri dalam masyarakat
merupakan sebuah penyakit yang selalu bersinggungan dengan hal-hal
negatif serta merupakan sebuah momok yang menakutkan. Dimana
kemudian memunculkan stigma negatif bagi pasien (ODHA).
Mengidap penyakit HIV/AIDS sendiri merupakan sebuah beban
ataupun stressor bagi ODHA dimana penyakit tersebut sampai kini belum
ditemukan obatnya, stigma yang ada pada masyarakat akan menjadi stressor
tambahan yang semakin memperburuk dari kondisi mereka. Dalam
menghadapi

stressor,

terjadi

perubahan-perubahan

fisiologik

yang

membantu individu untuk melawan stressor tersebut. Respon terhadap stress


yang berjalan kronik melibatkan Hypothalamic-Pituitary-Adrenal Axis
(HPA Axis) dan symphatetic-adrenal-medullary axis (SAM Axis) dengan
hasil akhir produksi hormon glukokortikoid dan katekolamin yang berjalan
kronis. Reseptor glukokortikoid diekspresikan oleh bermacam-macam sel
imun yang akan mengikat kortisol bekerjasama dengan fungsi NF-kB yang
mengatur produksi sitokin sel-sel imun. Reseptor adrenergik mengikat
epinefrin dan norepinefrin dan mengaktifkan respon cAMP yang akan
menginduksi transkripsi gen-gen yang mengkode bermacam-macam sitokin.
Perubahan ekspresi gen diperantarai hormon-hormon glukokortikoid
sedangkan katekolamin dapat mengacaukan pengaturan fungsi imun.
Sekarang terdapat banyak bukti baik dari penelitian hewan maupun manusia

11

bahwa kekacauan sistem imun yang diakibatkan stress cukup berpengaruh


terhadap kesehatan.
Penelitian mengenai kekacauan sistem imun yang diakibatkan stress
banyak

menarik

para

peneliti

dan

klinisi

dalam

bidang

psikoneuroimunologi. Bidang ini memfokuskan interaksi sistem saraf pusat


(SSP), sistem endokrin dan sistem imun dan pengaruhnya terhadap
kesehatan. Modulasi respon imun di SSP dipengaruhi jaringan signal-signal
kompleks yang berfungsi melakukan komunikasi dua arah antara saraf,
endokrin dan sistem imun. Dua jalur utama yang dapat merubah fungsi
imun adalah Hypothalamic-Pituitary-Adrenal Axis (HPA Axis) dan
symphatetic-adrenal-medullary axis (SAM Axis). Limfosit, monosit atau
makrofag

dan

granulosit

memiliki

reseptor

untuk

produkproduk

neuroendokrin dari aksis HPA dan SAM, seperti kortisol dan katekolamin
yang dapat menyebabkan perubahan komunikasi seluler, proliferasi, sekresi
sitokin, produksi antibodi dan aktivitas sitolitik. Misalnya pemberian
katekolamin invitro pada peripheral blood leukocytes (PBLs) dapat
menekan sintesis IL-12 dan meningkatkan produksi IL-10. Ini dapat
menyebabkan pergeseran fenotip T helper CD4 + dari Th1 yang berfungsi
dalam imunitas seluler ke Th2 yang melibatkan produksi antibodi.
Penelitian yang dilakukan Marshall terhadap mahasiswa yang stress karena
ujian (stress akademik) menunjukkan bahwa stress psikologis akan
menyebabkan pergeseran keseimbangan sistem imun ke Th2. Data
menunjukkan penurunan sintesis sitokin Th1 termasuk interferon-g (IFN-g),
dan peningkatan sitokin Th2 termasuk IL-10. Sehingga dipercaya bahwa
stress

akan

menyebabkan

penurunan

sitokin Th1

yang

akhirnya

mengacaukan respon imunitas seluler.


Keadaan stress baik mayor maupun minor dapat memberikan efek
pada berbagai mekanisme imunologi. Penelitian pada binatang dan manusia
memberikan keyakinan akan bukti bahwa kesehatan sangat dipengaruhi oleh
perubahan sistem kekebalan. Untuk membuktikan hubungan sebab akibat
12

antara stress psikologis dengan terjadinya penyakit infeksi, para peneliti


menginokulasi subyek dengan berbagai type vaksin yang berbeda. Sebagi
contoh, diantara mahasiswa kedokteran yang mengikuti ujian, stress dan
derajat dukungan sosial mempengaruhi antibodi spesifik virus dan respon
sel T terhadap vaksin Hepatitis B. 49 Sebagai tambahan, stress kronik pada
seseorang yang merawat pasangan dengan penyakit alzheimer berhubungan
dengan rendahnya respon antibodi terhadap influenza bila dibandingkan
yang pasangannya normal. Sehingga dari penelitian penggunaan vaksin ini
disimpulkan bahwa stress akan menempatkan sesorang pada risiko yang
lebih besar untuk terjadinya sakit berat.
Seperti yang dimuat dalam harian tempo, minggu 31 Mei 2015
bahwasannya ada salah satu pengidap AIDS stadium 3, sebut saja Randi,
mengatakan salah satu faktor yang mampu memperpanjang usia pengidap
AIDS adalah semangat hidup. Menurut dia, pengidap AIDS akan sulit
memiliki usia panjang jika hanya rutin meminum obat. kunci untuk
memiliki umur panjang bagi kami hanya 2: rutin minum obat dan memiliki
semangat hidup, keduanya harus berimbang, ujarnya. Kondisi yang
menerima dari orang-orang sekitar dalam hal ini keluarga dan masyarakat
akan menjadi sebuah dukungan moral emosional dari pasien, dimana pasien
akan merasa nyaman dengan kondisinya dan selanjutnya meningkatkan dari
kualitas hidupnya yaitu menjalani perawatan dan pengobatan sebaikbaiknya.

13

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. AIDS atau Acquired Immune Deficiency Sindrome merupakan
kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan
tubuh oleh virus yang disebut HIV. Yang mana banyak cara yang
diduga menjadi cara penularan virus HIV, namun hingga kini cara
penularan HIV yang diketahui adalah melalui transmisi seksual,
transmisi non seksual dan transmisi transprasental.
2. Pengobatan HIV/AIDS dapat dibagi dalam tiga kelompok
diantaranya Pengobatan suportif, Pengobatan infeksi oportunistik
dan anti retroviral.
3. Masalah HIV/AIDS sendiri dalam masyarakat merupakan sebuah
penyakit yang selalu bersinggungan dengan hal-hal negatif serta
merupakan sebuah momok yang menakutkan. Dimana kemudian
memunculkan stigma negatif bagi pasien (ODHA) yang akan
menjadi stressor tambahan dan semakin memperburuk dari kondisi
mereka.
B. Saran
1. Bagi penulis
Diharapkan kita sebagai tenaga kesehatan memberikan pendidikan
kesehatan pada masyarakat tentang dampak dari stigma negatif
ODHA agar tujuan dari keperawatan paliatif dapat tercapai salah
satunya meningkatkan kesejahteraan.
2. Bagi institusi
Diharapkan makalah ini dapat menjadi referensi tentang dampak
stigma negatif ODHA di masyarakat.

Daftar Pustaka

14

Afriandi, Raksanegara, Paryati. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stigma dan


Diskriminasi kepada ODHA (Orang dengan HIV/AIDS) oleh
petugas kesehatan : kajian literatur . Bandung
Ahwan, Zainul. Stigma dan Diskriminasi HIV& AIDS pada Orang dengan HIV
dan AIDS (ODHA) dimasyarakat nasis anggota Nahdlatul Ulama
(NU) Bangil. Pasuruan
http://www.kesimpulan.com/2009/05/pengaruh-stress-terhadap-respon.html.
Diakses tanggal 19 Oktober 2016 Pukul 16.30 WIB.
https://m.tempo.com/topik/masalah/60/hiv-aids.html. Duakses 20 Oktober Pukul
19.00 WIB.
Siboro,Henny Kristian. 2013. Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap
Keberfungsian Sosial Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) Di Rumah
Singgah Caritas PSE Medan. Medan

15

You might also like