You are on page 1of 13

BAB I

PENDAHULUAN
Penyakit Hirschsprung merupakan gangguan perkembangan sistem saraf
enterik dan ditandai dengan tidak ditemukannya sel ganglion pada colon bagian
distal sehingga terjadi obstruksi fungsional.
Kebanyakan kasus penyakit Hirschsprung sekarang didiagnosis pada masa
neonatus. Penyakit Hirschsprung sebaiknya dicurigai jika seorang neonatus tidak
mengeluarkan mekonium dalam 24-48 jam pertama setelah kelahiran dengan
insidens keseluruhan 1:5000 kelahiran hidup. Penyakit Hirschsprung dilaporkan
lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan (4:1).
Awalnya penyakit ini pertama kali dijelaskan oleh Ruysch pada tahun 1691 dan
dipopulerkan oleh Hirschsprung pada tahun 1886, serta patofisiologinya belum
diketahui hingga pertengahan abad ke 20, ketika Whitehouse dan Kernohan
mendapatkan aganglionosis pada usus bagian distal sebagai penyebab obstruksi
dalam laporan kasus pasien mereka. Pada tahun 1949, Swenson menjelaskan
penatalaksanaan definitif Hirschsprung yaitu dengan rectosigmoidectomy dengan
anastomosis colonal. Setelah itu diketahui jenis teknik operasi lainnya, termasuk
teknik operasi pullthrough yang saat ini banyak dilakukan.
Di ruang Kemuning 2A RS Hasan Sadikin Bandung terdapat 7 orang anak
dengan diagnosa penyakit Hirschsprung 6 orang diantaranya berjenis kelamin
laki-laki dan 1 orang diantaranya berjenis kelamin perempuan serta 5 diantaranya
direncanakan untuk menjalani operasi pullthrough.
Pada masa kini, adanya kemajuan pada teknik operasi dan diagnosis dini
telah

mengurangi

mortalitas

dan

morbiditas

pasien

dengan

penyakit

Hirschsprung. Prognosis penyakit Hirschsprung yang diterapi dengan bedah


umumnya memuaskan; sebagian besar penderita berhasil mengeluarkan tinja
(kontinensia). Meskipun prosedur pembedahan merupakan salah satu intervensi
yang efektif seringkali terdapat komplikasi yang muncul setelah prosedur
pembedahan dilakukan dan enterokolitis merupakan masalah yang paling sering
terjadi. Beberapa faktor seperti usia, nutrisi yang buruk, kekebalan tubuh yang

rendah merupakan faktor yang sering memainkan peranan timbulnya


enterokolitis sehingga akan berpengaruh terhadap pemulihan fungsi usus
pascabedah. Hal tersebut tentunya sangat mempengaruhi kualitas hidup anak
dengan penyakit Hirschsprung, sebab meningkatnya fungsi defekasi merupakan
salah satu indicator dalam menilai kualitas hidup setelah anak menajalani operasi
perbaikan usus.
Meskipun kejadian enterokolitis pasca pembedahan dilaporkan tidak
terjadi pada anak-anak dengan penyakit Hirschsprung di ruang kemuning 2A RS
Hasan Sadikin Bandung, namun mereka memiliki potensi yang besar mengalami
enterokolitis. Oleh karena itu, peran perawat setelah prosedur operasi memainkan
peran yang penting bagi kesembuhan pasien pascaoperasi, mengurangi angka
morbiditas akibat enterokolitis, serta dapat meningkatkan kualitas hidup pasien.
Perawat sebagai pemberi pelayanan kesehatan secara holistik perlu turut andil
dalam mengkaji serta memberikan pelayanan yang sesuai terhadap anak untuk
kesehatan anak secara menyeluruh.

BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel
sel ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid colon. Dan ketidakadaan ini
menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya
evakuasi usus spontan. Penyakit Hirschsprung atau Mega Kolon adalah kelainan
bawaan penyebab gangguan pasase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan
terjadi pada bayi aterm dengan berat lahir 3 Kg, lebih banyak laki laki dari
pada perempuan.
B. ETIOLOGI
Penyakit Hirschsprung atau megakolon aganglionik bawaan disebabkan
oleh kelainan inervasi usus, mulai pada sfingter ani interna dan meluas ke
proksimal, melibatkan panjang usus yang bervariasi. Penyakit Hirschsprung
mungkin disertai dengan cacat bawaan lain termasuk Syndrome Down, Syndrom
Neurocristopathy, serta kelainan kardiovaskuler.
C. PATOFISIOLOGI
Aganglionis kongenital pada usus bagian distal merupakan pengertian
penyakit Hirschsprung. Aganglionosis bermula pada anus, yang selalu terkena,
dan berlanjut ke arah proximal dengan jarak yang beragam. Pleksus myenterik
(Auerbach) dan pleksus submukosal (Meissner) tidak ditemukan, menyebabkan
berkurangnya peristaltik usus dan fungsi lainnya. Mekanisme akurat mengenai
perkembangan penyakit ini tidak diketahui.
Sel ganglion enterik berasal dari differensiasi sel neuroblast. Selama
perkembangan normal, neuroblast dapat ditemukan di usus halus pada minggu ke
7 usia gestasi dan akan sampai ke kolon pada minggu ke 12 usia gestasi.
Kemungkinan salah satu etiology Hirschsprung adalah adanya defek pada migrasi
sel neuroblast ini dalam jalurnya menuju usus bagian distal. Migrasi neuorblast
yang normal dapat terjadi dengan adanya kegagalan neuroblas dalam bertahan,
3

berpoliferase, atau berdifferensiasi pada segmen aganglionik distal. Distribusi


komponen yang tidak proporsional untuk pertumbuhan dan perkembangan
neuronal telah terjadi pada usus yang aganglionik, komponen tersebut adalah
fibronektin, laminin, neural cell adhesion molecule, dan faktor neurotrophic.
Sebagai tambahan, pengamatan sel otot polos pada kolon aganglionik
menunjukkan bahwa bagian tersebut tidak aktif ketika menjalani pemeriksaan
elektrofisiologi, hal ini menunjukkan adanya kelainan myogenik pada
perkembangan penyakit Hirschspurng. Kelainan pada sel Cajal, sel pacemaker
yang menghubungkan antara saraf enterik dan otot polos usus, juga telah
dipostulat menjadi faktor penting yang berkontribusi.
Terdapat tiga pleksus neuronal yang menginnervasi usus, pleksus
submukosal (Meissner), Intermuskuler (Auerbach), dan pleksus mukosal. Ketiga
pleksus ini terintegrasi dan berperan dalam seluruh aspek fungsi usus, termasuk
absorbsi, sekresi, motilitas, dan aliran darah.
Motilitas yang normal utamanya dikendalikan oleh neuron intrinsik.
Ganglia ini mengendalikan kontraksi dan relaksasi otot polos, dimana relaksasi
mendominasi. Fungsi usus telah adekuat tanpa innervasi ekstrinsik. Kendali
ekstrinsik utamanya melalui serat kolinergik dan adrenergik. Serat kolinergik ini
menyebabkan kontraksi, dan serat adrenergik menyebabkan inhibisi.
Pada pasien dengan penyakit Hirschsprung, sel ganglion tidak ditemukan
sehingga kontrol intrinsik menurun, menyebabkan peningkatan kontrol persarafan
ekstrinsik. Innervasi dari sistem kolinergik dan adrenergik meningkat 2-3 kali
dibandingkan innervasi normal. Sistem adrenergik diduga mendominasi sistem
kolinergik, mengakibatkan peningkatan tonus otot polos usus. Dengan hilangnya
kendali saraf intrinsik, peningkatan tonus tidak diimbangi dan mengakibatkan
ketidakseimbangan kontraktilitas otot polos, peristaltik yang tidak terkoordinasi,
dan pada akhirnya, obstruksi fugsional. Penyakit Hirschsprung adalah akibat tidak
adanya sel ganglion pada dinding usus, meluas ke proksimal dan berlanjut mulai
dari anus sampai panjang yang bervariasi. Tidak adanya inervasi saraf adalah
akibat dari kegagalan perpindahan neuroblast dari usus proksimal ke distal.
Segman yang aganglionik terbatas pada rektosigmoid pada 75% penderita; pada

10%, seluruh kolon tanpa sel-sel ganglion. Bertambah banyaknya ujung-ujung


saraf pada usus yang aganglionik menyebabkan kadar asetilkolinesterase tinggi.
Secara histologi, tidak didapatkan pleksus Meissner dan Auerbach dan ditemukan
berkas-berkas saraf yang hipertrofi dengan konsentrasi asetilkolinesterase yang
tinggi diantara lapisan-lapisan ototdan pada submukosa.
D. MANIFESTASI KLINIS
Gejala-gejala klinis penyakit Hirschsprung biasanya mulai pada saat lahir
dengan terlambatnya pengeluaran mekonium. Sembilan puluh sembilan persen
bayi lahir cukup bulan mengeluarkan mekonium dalam waktu 48 jam setelah
lahir. Penyakit Hirschsprung harus dicurigai apabila seorang bayi cukup bulan
(penyakit ini tidak biasa terjadi pada bayi kurang bulan) yang terlambat
mengeluarkan tinja. Beberapa bayi akan mengeluarkan mekonium secara normal,
tetapi selanjutnya memperlihatkan riwayat konstipasi kronis.
Kegagalan mengeluarkan tinja menyebabkan dilatasi bagian proksimal
usus besar dan perut menjadi kembung. Karena usus besar melebar, tekanan di
dalam lumen meningkat, mengakibatkan aliran darah menurun dan perintang
mukosa terganggu. Stasis memungkinkan proliferasi bakteri, sehingga dapat
menyebabkan enterokolitis (Clostridium difficile, Staphylococcus aureus, anaerob,
koliformis) dengan disertai sepsis dan tanda-tanda obstruksi usus besar.
Pengenalan dini penyakit Hirschsprung sebelum serangan enterokolitis sangat
penting untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas.
Penyakit Hirschsprung pada penderita yang lebih tua harus dibedakan dari
penyebab perut kembung lain dan konstipasi kronis. Riwayat seringkali
menunjukkan kesukaran mengeluarkan tinja yang semakin berat, yang mulai pada
umur minggu-minggu pertama. Massa tinja besar dapat diraba pada sisi kiri perut,
tetapi pada pemeriksaan rektum biasanya tidak ada tinja. Tinja ini, jika keluar,
mungkin akan keluar berupa butir-butir kecil, seperti pita, atau berkonsistensi cair;
tidak ada tinja yang besar dan yang berkonsistensi seperti tanah pada penderita
dengan konstipasi fungsional. Pada penyakit Hirschsprung masa bayi harus
dibedakan dari sindrom sumbat mekonium, ileus mekonium, dan atresia intestinal.

Pemeriksaan rektum menunjukkan tonus anus normal dan biasanya


disertai dengan semprotan tinja dan gas yang berbau busuk. Serangan intermitten
obstruksi intestinum akibat tinja yang tertahan mungkin disertai dengan nyeri dan
demam.
Membedakan

tanda-tanda

penyakit

Hirschsprung

dan

konstipasi

fungsional
Variabel
Riwayat
Mulai konstipasi
Enkopresis
Gagal tumbuh
Enterokolitis
Nyeri perut
Pemeriksaan
Perut kembung
Penambahan BB jelek
Tonus anus
Pemeriksaan rektum
Laboratorium
Manometri anorektal

Fungsional (didapat)

Penyakit Hirschsprung

Setelah umur 2 tahun


Lazim
Tidak lazim
Tidak
Lazim

Saat lahir
Sangat jarang
Mungkin
Mungkin
Lazim

Jarang
Jarang
Normal
Tinja di ampula

Lazim
Lazim
Normal
Ampula kosong

Rektum

mengembang Tidak

ada

karena relaksasi sfingter relaksasi


Biopsi rektum

interna
Normal

sfingter
paradoks

atau
atau

tekanan naik
Tak ada sel ganglion
Pewarnaan
asetilkolinesterase

Enema barium

meningkat
Jumlah tinja banyak, tidak Daerah
ada daerah peralihan

peralihan,

pengeluaran tertunda (lebih


dari 24 jam)

E. PENGOBATAN
Penatalaksanaan komplikasi diarahkan pada penyeimbangan cairan dan
elektrolit, menghindari distensi berlebihan, dan mengatasi komplikasi
sistemik, seperti sepsis. Maka dari itu, hydrasi intravena, dekompressi
nasogastrik, dan jika diindikasikan, pemberian antibiotik intravena memiliki
peranan utama dalam penatalaksanaan medis awal.

Pembersihan kolon, yaitu dengan melakukan irigasi dengan rectal tube


berlubang besar dan cairan untuk irigasi. Cairan untuk mencegah terjadinya
ketidakseimbangan elektrolit. Irigasi colon secara rutin dan terapi antibiotik
prophylaksis telah menjadi prosedur untuk mengurangi resiko terjadinya
enterocolitis.
1. Penanganan operatif
Bila diagnosis sudah ditegakkan, pengobatan definitif adalah
operasi. Pilihan-pilihan operasi adalah melakukan prosedur definitif
sesegera mungkin setelah diagnosis ditegakkan atau melakukan kolostomi
sementara dan menunggu sampai bayi berumur 6-12 bulan untuk melakukan
operasi definitif.
Ada tiga pilihan dasar operasi. Prosedur bedah pertama yang
berhasil, yang diuraikan oleh Swenson, adalah memotong segmen yang
tidak berganglion dan melakukan anastomosis usus besar proksimal yang
normal dengan rektum 1-2 cm di atas garis batas. Operasi ini secara teknis
sulit dan mengarah pada pengembangan dua prosedur lain. Duhamel
menguraikan prosedur untuk menciptakan rektum baru, dengan menarik
turun usus besar yang berinervasi normal ke belakang rektum yang tidak
berganglion. Rektum baru yang dibuat pada prosedur ini mempunyai
setengah aganglionik anterior dengan sensasi normal dan setengah
ganglionik posterior dengan propulsi normal. Prosedur endorectal
pullthrough yang diuraikan oleh Boley meliputi pengupasan mukosa
rektum yang tidak berganglion dan membawa kolon yang berinervasi
normal ke lapisan otot yang terkelupas tersebut., dengan demikian memintas
usus yang abnormal dari sebelah dalam.
Penyakit Hirschsprung segmen panjang yang melibatkan seluruh
kolon dan sebagian usus halus merupakan masalah yang sulit. Pemeriksaan
motilitas rektum dan biopsi isap rektum akan menunjukkan adanya tandatanda penyakit Hirschsprung, tetapi pemeriksaan radiologis akan sulit
diinterpretasi karena tidak ditemukan daerah peralihan. Luasnya daerah

aganglionosis dapat ditentukan secara akurat dengan biopsi pada saat


laparotomi.
Bila seluruh kolon aganglionik, sering bersama dengan panjang
ileum terminal, anastomosis ileum anus merupakan terapi pilihan, dengan
masih mempertahankan bagian kolon yang tidak berganglion untuk
mempermudah penyerapan air, sehingga membantu tinja menjadi keras.
Operasi Duhamel adalah yang terbaik untuk aganglionis kolon total. Kolon
kiri tetap ditinggalkan sebagai reservoir, dan tidak perlu menganastomosis
kolon kiri ini pada usus halus.
2. Perawatan
Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe
pelaksanaanya bila ketidakmampuan terdiagnosa selama periode neonatal,
perhatikan utama antara lain :
a

Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital


pada anak secara dini

Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak

Mempersiapkan

orang

tua

akan

adanya

intervensi

medis

( pembedahan )
d

Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana


pulang
Pada perawatan preoperasi harus diperhatikan juga kondisi klinis

anak anak dengan mal nutrisi tidak dapat bertahan dalam pembedahan
sampai status fisiknya meningkat. Hal ini sering kali melibatkan
pengobatan simptomatik seperti enema. Diperlukan juga adanya diet rendah
serat, tinggi kalori dan tinggi protein serta situasi dapat digunakan nutrisi
parenteral total ( NPT ).

BAB III
PEMBAHASAN
HAEC (Hirschsprung-associated enterocolitis) merupakan komplikasi dari
penyakit hirschsprung yang paling umum dan sering kambuh serta dapat
menyebabkan kondisi serius apabila tidak segera ditangani.
Meskipun mekanisme yang tepat dari terjadinya HAEC tidak jelas,
perubahan mikroflora usus dan lesi pascaoperasi dapat menjadi lesi pada

pertahanan epitel usus dianggap faktor terjadinya HAEC. Pemberian terapi


probiotik pada periode awal dari enterokolitis tanpa antibiotik, dapat mengurangi
produksi dan penyerapan toksin, meningkatkan penyerapan nutrisi, meningkatkan
pertahanan terhadap infeksi, dan meningkatkan pemulihan dari diare pada pasien.
Probiotik juga telah terbukti memiliki efek menghambat pertumbuhan bakteri
usus sehingga dapatmelindungi cedera mukosa usus serta meningkatkan sirkulasi
darah.
Lavage kolon dapat mengatasi perut kembung dan feses yang keras,
meredakan distensi abdomen, dan meningkatkan sirkulasi darah di dinding usus,
yang dapay menyebabkan pemulihan yang cepat dari fungsi usus. Kemampuan
dalam mengendalikanbuang air besar pada kelompok intervensi meningkat secara
signifikan serta kejadian gangguan pola makan sangat rendah setelah pemberian
intervensi. Fungsi buang air besar merupakan indeks penting untuk mengukur
kualitas hidup pasien HD setelah prosedur operasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kualitas hidup pasca operasi
dalam kebanyakan kasus itu baik, tetapi beberapa individu kurang dalam
melakukan kegiatan sosial berkurang dan menjadi rendah diri dalam interaksi
teman sebaya. Disfungsi buang air besar mengakibatkan bau aneh dan kebutuhan
akan penggantian popok dan penggunaan toilet meningkat, sehingga cenderung
menarik diri. Oleh karena itu, perlu adanya observasi terhadap rasa gugup, cemas,
emosi, peningkatan perilaku ketika fungsi defekasi kembali pulih yang pada
beberapa anak dapat menunjukkan perbaikan dalam mengontrol cemas, emosi dan
perilaku yang lebih baik.
Dalam studi ini, pasien dengan pasca operasi diberikan pendidikan
kesehatan konseling psikologis. Para anak atau pasien didorong untuk
berkomunikasi dengan orang lain, sehingga rasa percaya diri anak secara bertahap
dapat dipulihkan. Melaui kegiatan tersebut kualitas hidup pasien dan kemampuan
mereka dalam adaptasi sosial juga dapat ditingkatkan. Pada pelatihan anak-anak
tersebut juga dibarengi oleh latihan kontraksi anal yang dapat merangsang usus
dan kekuatan otot dasar panggul otot yang efektif dalam mengurangi gejala
konstipasi. Bowel training atau latihan buang air besar diperlukan untuk

10

membantu anak belajar kembali cara buang air besar dan mendapatkan kembali
kesadaran saat rektum terisi penuh. Hal ini dilakukan dengan membuat anak
duduk selama 10 menit di toilet, 20 menit setelah sarapan dan diulang kembali 20
menit setelah makan malam. Waktu ini adalah waktu yang tepat untuk pergerakan
usus.
Selain itu, pemulihan fungsi usus pada pasien HD yang menjalani operasi
rekonstruksi adalah suatu proses jangka panjang sebab melibatkan rekonstruksi
anatomi dan pemulihan fungsi. Orang tua didorong untuk memahami pengetahuan
yang relevan dengan HD dan menerima pelatihan pencegahan dan pengobatan
dini HAEC. Oleh karena itu, komunikasi efektif antara orang tua dan staf medis
harus dibentuk untuk memastikan perawatan dan kepatuhan pengobatan serta
peningkatan kerjasama dapat terjalin dengan baik. Selain itu, intervensi tersebut
dapat menghilangkan kecemasan dan depresi dari orang tua dan meningkatkan
kepercayaan antara dokter dan pasien serta juga dapat meningkatkan kepuasan
pengobatan pasien dan orang tua mereka.
Bimbingan perawatan dalam proses rehabilitasi harus diberikan secara
sistematis kepada orang tua pasien melalui instruksi tertulis, edukasi, konseling
psikologis, dan dukungan untuk membantu orang tua menguasai keterampilan
perawatan dan pengetahuan tentang HAEC.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

a. Kesimpulan
Pencegahan dan pengendalian HAEC setelah prosedur operasi adalah
komponen penting dalam merawat pasien dengan penyakit Hirschsprung.
Kerjasama keluarga bersama dengan terapi konvensional dapat meningkatkan
pemulihan fungsi defekasi pada pasien penyakit Hirschsprung post operasi dengan
11

HAEC serta dapat meningkatkan kemampuan mereka untuk beradaptasi dengan


lingkungan sosial.
b. Saran
Hasil terbaik didapatkan ketika anak, orang tua, saudara, dan tenaga
kesehatan bekerjasama dalam membuat rencana terapi yang sesuai dengan
evidence based yang mungkin untuk dikerjakan. Pimpinan program harus
mengontrol perkembangan anak dan follow up dilakukan setiap intervensi selesai
diberikan.

Karenanya,

usaha

yang

ekstra

dibutuhkan

untuk

menjaga

keberlangsungan terapi sesuai.

DAFTAR PUSTAKA
Wang, H., Guo, X., Zhu, D., Zhu, T., Hu, LH., Feng, J. (2015). Nursing
Intervention for Outpatient Rehabilitation in Pediatric Patients with
Hirschsprung Disease after Colectomy. Eur J Pediatr Surg, 25, 435 - 440.
doi : 10.1055/s-0034-1384650.
Smeltzer, Bare, Hinkel and Cheevar (2010), Brunner & Suddarths Textbook of
Medical-Surgical Nursing 12th, USA: Lippincott Williams & Wilkins.

12

Rossi, V., Avanzini, S., Mosconi, M., Mattioli, G., Buffa, P., Jasonni, V., & Prato,
AP. (2014). Hirschsprung Associated Enterocolitis. J Gastroint Dig Syst,
volume 4, issue 1. Department of Paediatric Surgery, Giannina Gaslini
Institute, Genoa, Italy. doi : 10.4172/2161-069X.1000170.

13

You might also like