You are on page 1of 13

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Jenis Kasus
Kasus atau keadaan ibu yang memerlukan rujukan ke fasilitas yang lebih
lengkap yaitu ibu hamil dengan risiko tinggi atau memiliki komplikasi selama
kehamilan, dengan skor KSPR (Kartu Skor Puji Rohyati) lebih dari 4. Ibu bersalin
dengan keadaan gawat darurat yang masih memungkinkan untuk dilakukan
rujukan (misalkan: kala II memanjang). Ibu post partum dengan kasus perdarahan
post partum atau luka episiotomi yang mengalami infeksi, atau ibu hamil dengan
keadaan psikolgi yang memburuk dan membahayakan bayi serta orang di
sekitarnya.
Kasus atau keadaan bayi yang memerlukan rujukan ke fasilitas yang lebih
lengkap:
1. Gangguan nafas sedang dan berat, apapun penyebabnya
2. Asfiksia yang tidak member respon pada tindakan resusitasi, sebanyak
dalam 10 menit pertama
3. Kasus bedah neonatus
4. BBLR < 1,750 g
5. BBLR < 1,750 2,000 g dengan kejang, gangguan napas, gangguan
pemberian minum
6. Bayi hipotermi berat
7. Ikterus yang tidak memberikan respons dengan fototerapi
8. Kemungkinan penyakit jantung bawaan
9. Bayi ibu diabetes mellitus dengan hipoglikemia simtometik
10. Kejang yang tidak teratasi
11. Tersangka infeksi (sepsis, meningitis) berat / dengan komplikasi
12. Penyakit hemolisis
13. Tersangka renjatan yang tidak member respons baik
14. Hipoglikemia yang tidak teratasi
JNPK-KR. 2008. Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar. Jakarta:
JNPK-KR. Hal : 13-1 13-4
2.2 Sistem Rujukan
Sistem rujukan adalah suatu sistem jaringan fasilitas pelayanan kesehatan
yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab secara timbal balik

atas masalah yang timbul, baik secara vertikal maupun horizontal kepada fasilitas
pelayanan yang lebih kompeten, terjangkau dan rasional serta tidak dibatasi oleh
wilayah administrasi.
Resiko ibu hamil dan neonates yang bersiko tinggi merupakan komponen
yang penting dalam system pelayanan komponen kesehatan maternal. Dengan
memahami system dan cara rujukan yang baik, tenaga kesehatan diharapakan
dapat memperbaiki kualitas pelayanan pasien.
Batasan suatu sistem pelayanan kesehatan dimana terjadi pelimpahan
tanggung jawab timbal balik atas kasus atau masalah kesehatan yang timbul
secara horizontal maupun vertical, baik untuk kegiatan pengiriman penderita,
pendidikan, maupun pelatihan.
Pengertian operasional : sistem rujukam paripurna terpadu merupakan
suatu tatanan, dimana berbagai komponen dalam jaringa pelayanan kebidanan
dapat berinteraksi dua arah timbal balik, antara bidan di desa, bidan dan dokter
puskesmas di pelayanan kesehatan dasar, dengan dokter spesialis di RS kabupaten
untuk mencapai rasionalisasi penggunaan suber daya kesehatan dalam
penyelamatan ibu dan bayi baru lahir yaitu penanganan ibu risiko tinggi dengan
gawat-obstetrik atau gawat-darurat-obstetrik secara efisien, efektif, profesional,
rasional, dan relevan dalam pola rujukan terencana.
Menurut Sarwono Prawirohardjo, rujukan terbagi atas:
1) Rujukan terencana : menyiapkan dan merencanakan rujukan ke rumah sakit
jauh-jauh hari bagi ibu risiko tinggi/Risti. Sejak awal kehamilan diberi KIE.
Ada 2 macam rujukan terencana yaitu :
a) Rujukan Dini Berencana (RDB) untuk ibu dengan APGO dan AGOibu Risti masih sehat belum inpartu, belum ada komplikasi ersalinan,
ibu berjalan sendiri dengan suami ke RS naik kendaraan umum
dengan tenang, santai, mudah, murah, dan tidak membutuhkan alat
ataupun obat.
b) Rujukan Dalam Rahim (RDR) atau Rujukan In Utero bagi janin ada
masalah, janin risio tinggi masih sehat misalnya kehamilan dengan
riwayat obstetric jelek pada ibu diabetes mellitus, partus prematurus

iminens. Bagi janin, selama pengiriman rahim ibu merupakan alat


transportasi dalam inkubetor alami yang aman, nyaman, hangat, steril,
murah, mudah, memberi nutrisi, dan oksigen, tetap ada hubungan
fidik dan psikis dalam lindungan ibunya.
Pada jam-jam kritis pertama bagi bayi langsung mendapatkan perawatan
spesialistik dari dokter spesialis anak. Manfaat DB/RDR : pratindakan diberi KIE,
tidak membutuhkan stabilisasi, menggunakan prosedur, alat dan obat standar (obat
generic), lama rawat inapp pendek dengan biaya efisien dan efektif terkeendali.
Pasca tindakan perawatan dilanjutkan di Puskesmas.
2) Rujukan tepat waktu/RTW (prompt timely referral) untuk ibu dengan
gawat-darurat-obstetrik, pada kelompok FR III AGDO perdarahan antepartum
dan preeclampsia/eklampsia dan ibu dengan komplikasi perdarahan dini yang
dapat terjadi pada semua ibu hamil dengan atau tanpa FR. Ibu GDO
(Emergency Obstetric) membunuh RTW dalam penyelamatan ibu/bayi baru
lahir.
Rujukan terencana berhasik menyelamatkan ibu dan bayi baru lahir,
pratindakan tidak membutuhkan stabilitas, penanganan dengan prosedur standar,
alat, obat generic dengan biaya murah terkendali.
Rujukan terlambat membutuhkan stabilisasi, alat, obat dengan biaya mahal,
dengan hasil ibu dan bayi mungkin tidak dapat diselamatkan.
Paket Kehamilan dan Persalinan Aman dengan 6 komponan utama, yaitu (1)
deteksi dini masalah, (2) prediksi kemungkinan komplikasi persalinan, (3) KIE
kepada ibu hamil, suami dan keluarga, pelan-pelan menjadi tahu-peduli-sepakatgerak (TaPeSeGar), berkembang perilaku kebutuhan persiapan dan perencanaan
Persalinan Aman/Rujukan Terencana. Dekat persalinan (near term) belum in
partu, ibu dapat berjalan sendiri naik kendaraan umum berangkat ke RS, (4)
prevensi proaktif komplikasi persalinan, (5) antisipasi-38 minggu melakukan
persiapan/perencanaan persalinan aman, (6) intervensi, penanganan adekuat di
pusat rujukan. Kartu Prakiraan Disproporsi Kepala/Panggul (KPDKP) : dapat
digunakan pada kehamilan 38 minggu pada hamil tunggal, letak kepala dengan

diukur panjang telapak kaki kanan ibu dan tinggi fundus uteri untuk menentukan
adanya disproporsi kepala dan panggul. Dalam persalinan menggunakan Partograf
WHO.
Dalam pelayanan kebidanan bagi ibu hamil, sejak tahun 1994 diseluruh 29
kabupaten/9 kota di provinsi Jawa Timur dengan rata-rata jumlah persalinan
550.000 per tahun, telah dilaksanakan Sistem Pelayanan Kesehatan Ibu Berbasismasalah, Berbasis-keluarga melalui Paket Kehailan dan Persalinan AMan dan
Rujuan Terencana di dukung sistem Rujukan Paripurna Terpadu Kabupaten/Kota.
Sebagai bagian program KIA Dinas.
Jenjang ( Hirarki )

Komponen / Unsur
Pelayanan Kesehatan

Tingkat Rumah Tangga

Pelayanan kesehatan oleh


individu atau oleh keluarga
sendiri.

Tingkat Masyarakat

Kegiatan swadaya masyarakat


dalam menolong mereka
sendiri oleh kelompok
Paguyuban, PKK, Saka Bhakti
Husada, Anggota RW, RT, dan
masyarakat ( Posyandu )

Fasilitas Pelayanan Kesehatan Profesional

Puskesmas, Puskesmas

Tingkat I

Pembantu, Puskesmas Keliling,


Praktek Dokter Swasta, Bidan,
Poliklinik Swasta dll.

Fasilitas Pelayanan Kesehatan Profesional

RS Kabupaten, RS Swasta,

Tingkat II

Laboratorium Swasta dll.

Fasilitas Pelayanan Kesehatan Profesional

RS kelas A dan B serta

Tingkat III

lembaga spesialis swasta,


Laboratorium Kesehatan
Daerah dan Laboratorium
Klinik Swasta.

Tabel 1. Jenjang Rujukan


Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
2.2.1 Sistem Rujukan dan Transportasi
1. Perhatikan regionalisasi rujukan dalam menentukan tujuan rujukan,
sehingga dapat merujuk dengan cepat, aman dan benar
2. Puskesmas merupakan penyaring kasus risiko yang perlu dirujuk sesuai
dengan besaran risiko, jarak dan factor lainnya
3. Memberi informasi kesehatan dan prognosis ibu atau bayinya dan
melibatkan orang tua atau keluarga dalam mengambil keputusan untuk
merujuk
4. Melengkapi syarat syarat rujukan (persetujuan tindakan, surat rujukan,
catatan medis). Untuk kasus tertentu kadang diperlukan sampel darah ibu
5. Merujuk ibu / bayi dalam keadaan stabil
6. Kendaraan yang dipakai untuk merujuk ibu atau bayi dalam rujukan tepat
waktu harus disesuaikan dengan medan dan kondisi lingkungan menuju
tujan rujukan.

2.2.2 Data yang Harus Diinformasikan:


1.
2.
3.
4.
5.

Identitas dan tanggal lahir


Identitas orang tua (jika yang dirujuk adalah bayi)
Riwayat kehamilan, persalinan dan prosesnya
Obat yang dikonsusmsi oleh ibu
Nilai Apgar (tidak selalu harus diinformasikan, bila tidak tersedia waktu

karenamelakukan tindakan resusitasi aktif)


6. Masa gestasi dan berat lahir
7. Tanda vital (suhu, jantung, pernapasan, warna kulit dan aktif / tidaknya
bayi)
8. Tindakan / prosedur klinik dan terapi lain yang sudah diberikan

9. Bila tersedia data pemeriksaan penunjang yang ada (glukosa, elektrolit,


dan lain - lain)
JNPK-KR. 2008. Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar. Jakarta:
JNPK-KR. Hal : 13-1 13-4

1.2.3

Peralatan dan obat yang diperlukan

Perlengkapan dan modalitas transportasi secara spesifik dibutuhkan untuk


melakukan rujukan tepat waktu (kasus kegawatdaruratan obstetri). Pada dasarnya,
perlengkapan yang digunakan untuk proses rujukan ibu sebaiknya memiliki
kriteria :
1.
2.
3.
4.
5.

Akurat
Ringan, kecil, dan mudah dibawa
Berkualitas dan berfungsi baik
Permukaan kasar untuk menahan gerakan akibat percepatan dan getaran
Dapat diandalkan dalam kedaan cuaca ekstrim tanpa kehilangan

akurasinya.
6. Bertahan dengan baik dalam perubahan tekanan jika digunakan dalam
pesawat terbang
7. Mempunyai sumber listrik sendiri (baterai) tanpa menganggu sumber
listrik kendaraan
PerlengkapanUmum
1. Formulir rujukan ibu (diisi lengkap, siapkan juga cadangan)
2. Tandu (stretcher)
3. Stetoskop
4. Thermometer
5. Baskom muntah
6. Lampu senter
7. Spigmomanometer
8. Dopler (bila tidak ada gunakan stetoskop janin)
9. Infusen pump (tenaga baterai)
10. Sarung tangan steril (tiga pasang berbagai ukuran)
11. Pembalut wanita, diutamakan pembalut khusus persalinan
12. Lubrik steril
13. Larutan anti septik
A. Cairan dan Obat obatan
1. 1000 ml 5% D/W
2. 1000 ml Ringer Laktat

3. 1000 ml NaCl 0,9% / Asering


4. Cairan koloid
5. Soluset atau buret
6. Plester
7. Torniket
8. Masing-masing sepasang kanul intravena ukuran 16, 18, dan 20
9. Butterfly (kanula IV tipe kupu-kupu) ukuran 21
10. Spuit dan jarum
11. Swab alkohol
12. MgSO4 1 g/ampul
13. Ca Glukonas
14. Oksitosin 10 unit/ml
15. Ergometrin 0,2 mg/ml
16. 2 ampul diazepam 10 mg/ampul
17. Tablet nifedipin 10 mg
18. Lidokain 2%
19. Epinefrin
20. Sulfat atropine
21. Diazepam
22. Cairan dan obat-obatan lain sesuai dengan kasus yang dirujuk
B.
1.
2.
3.
4.

Perlengkapan Persalinan Steril


Sarung tangan steril/DTT
1 buah gunting episiotomy
1 buah gunting tali pusat
1 buah penghisap lendir DeLee atau suction dengan kateter berukuran 10

Fr
5. 2 buah klem tali pusat
6. Benang tali pusat steril/DTT atau penjepit tali pusat
7. 2 bah kantong plastic
8. 6 buah kasa steril/DTT 4x4
9. 1 lembar duk steril/kain bersih
10. Selimut bayi (2 buah)
11. Selimut ibu
C. Perlengkapan Resusitasi Bayi
1. Laringoskop bayi dengan blade ukuran 0 dan 1

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Self inflating bag dengan stylet dan konektor, berukuran 2,5 sampai 4
3 buah ampul epinefrin 1:10.000 1ml/ampul
Spuit 1 ml dan 2 ml
Jarum ukuran 20 dan 25
Pipa orograstrik
Gunting dan plester
Tabung oksigen kecil lengkap

D. Perlengkapan Resusitasi Dewasa


Pastikan tenaga kesehatan mampu menggunmakan alat-alat dibawah ini :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Tabung oksigen lengkap


Self inflating bag dan sungkup oksigen
Airway nomor 3
Laringoskop dan blade untuk dewasa
Pipa endotrakeal 7-7,5 mm
Suction dan kateter ukuran 14 Fr

WHO. 2010. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar
dan Rujukan. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Hal
13-18

2.3 Rujukan Maternal dan Neonatal


Rujukan maternal dan neonatal adalah sistem rujukan yang dikelola secara
strategis, proaktif, pragmatis dan koordinatif untuk menjamin pemerataan
pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang paripurna dan komprehensif bagi
masyarakat yang membutuhkannya terutama ibu dan bayi baru lahir, dimanapun
mereka berada dan berasal dari golongan ekonomi manapun, agar dapat dicapai
peningkatan derajat kesehatan ibu hamil dan bayi melalui peningkatan mutu dan
ketrerjangkauan pelayanan kesehatan internal dan neonatal di wilayah mereka
berada (Depkes, 2006).
Sistem rujukan pelayanan kegawatdaruratan maternal dan Neonatal mengacu pada
prinsip utama kecepatan dan ketepatan tindakan, efisien, efektif dan sesuai dengan
kemampuan dan kewenangan fasilitas pelayanan. Setiap kasus dengan
kegawatdaruratan obstetrik dan neonatal yang datang ke puskesmas dan PONED
harus langsung dikelola sesuai dengan prosedur tetap sesuai dengan buku acuan
nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal.

Setelah dilakukan stabilisasi kondisi pasien, kemudian ditentukan apakah


pasien akan dikelola di tingkat puskesmas mampu PONED atau dilakukan rujukan
ke RS pelayanan obstetrik dan neonatal emergensi komprehensif (PONEK) untuk
mendapatkan

pelayanan

yang

lebih

baik

sesuai

dengan

tingkat

kegawatdaruratannya (Depkes RI, 2007) dengan alur sebagai berikut:


1. Masyarakat dapat langsung memanfaatkan semua fasilitas pelayanan
kegawatdaruratan obstetric dan neonatal.
2. Bidan desa dan polindes dapat memberikan pelayanan langsung terhadap ibu
hamil, ibu bersalin, ibu nifas baik yang dtang sendiri atau atas rujukan
kader/masyarakat. Selain menyelenggarakan pelayanan pertolongan persalinan
normal, bidan di desa dapat melakukan pengelolaan kasus dengan komplikasi
tertentu sesuai dengan tingkat kewenangan dan kemampuannya atau
melakukan rujukan pada puskesmas, puskesmas mampu PONED dan RS
PONEK sesuai dengan tingkat pelayanan yang sesuai.
3. Puskesmas non-PONED sekurang-kurangnya harus mampu melakukan
stabilisasi pasien dengan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal yang datang
sendiri maupun yang dirujuk oleh kader/dukun/bidan di desa sebelum
melakukan rujukan ke puskesmas mampu PONED dan RS POINEK.
Puskesmas mampu PONED memiliki kemampuan untuk memberikan
pelayanan langsung kepada ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas dan bayi baru
lahir baik yang datang sendiri atau atas rujukan kader/masyarakat, bidan di
desa dan puskesmas. Puskesmas mampu PONED dapat melakukan
pengelolaan kasus dengan komplikasi tertentu sesuai dengan tingkat
kewenangan dan kemampuannya atau melakukan rujukan pada RS PONEK.
5. RS PONEK 24 jam memiliki kemampuan untuk memberikan pelayanan
PONEK langsung terhadap ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas dan bayi baru
lahir baik yang datang sendiri atau atas rujukan kader/masyarakat, bidan di
desa dan puskesmas, puskesmas mampu PONED.
a. Pemerintah provinsi/kabupaten melalui kebijakan sesuai dengan tingkat
kewenangannya memberikan dukungan secara manajemen, administratif
maupun kebijakan anggaran terhadap kelancaran PPGDON (Pertolongan
Pertama Kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatus)

6. Ketentuan tentang persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan dapat


dituangkan dalam bentuk peraturan daerah sehingga deteksi dini kelainan pada
persalinan dapat dilakukan lebih awal dalam upaya pencegahan komplikasi
kehamilan dan persalinan.
7. Pokja/ satgas GSI merupakan bentuk nyata kerjasama liuntas sektoral
ditingkat propinsi dan kabupaten untuk menyampaikan pesan peningkatan
kewaspadaan masyarakat terhadap komplikasi kehamilan dan persalinan serta
kegawatdaruratan

yang

mungkin

timbul

olkeh

karenanya.

Dengan

penyampaian pesan melalui berbagai instansi/institusi lintas sektoral, maka


dapat diharapkan adanya dukungan nyata massyarakat terhadap sistem rujukan
PONEK 24 jam.
8. RS swasta, rumah bersalin, dan dokter / bidam praktek swasta dalam sistem
rujukan PONEK 24 jam, puskesmas mampu PONED dan bidan dalam jajaran
pelayanan rujukan. Institusi ini diharapkan dapat dikoordinasikan dalam
kegiatan pelayanan rujukan PONEK 24 jam sebagai kelengkapan pembinaan
pra RS.
2.3.1

Persiapan Rujukan
Kaji ulang rencana rujukan bersama ibu dan keluarganya. Jika terjadi

penyulit, seperti keterlambatan untuk merujuk ke fasilitas kesehatan yang sesuai,


dapat membahayakan jiwa ibu dan atau bayinya. Jika perlu dirujuk, siapkan dan
sertakan dokumentasi tertulis semua asuhan dan perawatan hasil penilaian
(termasuk partograf) yang telah dilakukan untuk dibawa ke fasilitas rujukan
(Syafrudin, 2009).
Jika ibu datang untuk mendapatkan asuhan persalinan dan kelahiran bayi
dan ia tidak siap dengan rencana rujukan, lakukan konseling terhadap ibu dan
keluarganya tentang rencana tersebut. Bantu mereka membuat rencana rujukan
pada saat awal persalinan (Syafrudin, 2009).
Kesiapan untuk merujuk ibu dan bayinya ke fasilitas kesehatan rujukan
secara optimal dan tepat waktu menjadi syarat bagi keberhasilan upaya
penyelamatan. Setiap penolong persalinan harus mengetahui lokasi fasilitas
rujukan yang mampu untuk penatalaksanaan kasus gawatdarurat Obstetri dan bayi

baru lahir dan informasi tentang pelayanan yang tersedia di tempat rujukan,
ketersediaan pelayanan purna waktu, biaya pelayanan dan waktu serta jarak
tempuh ke tempat rujukan. Persiapan dan informasi dalam rencana rujukan
meliputi siapa yang menemani ibu dan bayi baru lahir, tempat rujukan yang
sesuai, sarana tranfortasi yang harus tersedia, orang yang ditunjuk menjadi donor
darah dan uang untuk asuhan medik, tranfortasi, obat dan bahan. Singkatan
BAKSOKU (Bidan, Alat, Keluarga, Surat, Obat, Kendaraan, Uang) dapat
digunakan untuk mengingat hal penting dalam mempersiapkan rujukan (Dinkes,
2009).
2.3.2 Tahapan Rujukan Maternal dan Neonatal
1. Menentukan kegawatdaruratan penderita
a. Pada tingkat kader atau dukun bayi terlatih ditemukan penderita yang tidak
dapat ditangani sendiri oleh keluarga atau kader/dukun bayi, maka segera
dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan yang terdekat, oleh karena itu
mereka belum tentu dapat menerapkan ke tingkat kegawatdaruratan.
b. Pada tingkat bidan desa, puskesmas pembantu dan puskesmas. Tenaga
kesehatan yang ada pada fasilitas pelayanan kesehatan tersebut harus dapat
menentukan tingkat kegawatdaruratan kasus yang ditemui, sesuai dengan
wewenang dan tanggung jawabnya, mereka harus menentukan kasus mana
yang boleh ditangani sendiri dan kasus mana yang harus dirujuk.
2. Menentukan tempat rujukan
Prinsip dalam menentukan tempat rujukan adalah fasilitas pelayanan yang
mempunyai kewenangan dan terdekat termasuk fasilitas pelayanan swasta
dengan tidak mengabaikan kesediaan dan kemampuan penderita.
Memberikan informasi kepada penderita dan keluarga Kaji ulang rencana
rujukan bersama ibu dan keluarga. Jika perlu dirujuk, siapkan dan sertakan
dokumentasi tertulis semua asuhan, perawatan dan hasil penilaian (termasuk
partograf) yang telah dilakukan untuk dibawa ke fasilitas rujukan. Jika ibu
tidak siap dengan rujukan, lakukan konseling terhadap ibu dan keluarganya
tentang rencana tersebut. Bantu mereka membuat rencana rujukan pada saat
awal persalinan.

4. Mengirimkan informasi pada tempat rujukan yang dituju


a. Memberitahukan bahwa akan ada penderita yang dirujuk.
b. Meminta petunjuk apa yang perlu dilakukan dalam rangka persiapan dan
selama dalam perjalanan ke tempat rujukan.
c. Meminta petunjuk dan cara penangan untuk menolong penderita bila
penderita tidak mungkin dikirim.
5. Persiapan penderita (BAKSOKU)
B ( Bidan )

: Didampingi oleh tenaga kesehatan bidan yang kompeten


yang

memiliki

kemampuan

untuk

melaksanakan

kegawatdaruratan.
A ( Alat )

: peralatan dan bahan bahan yang diperlukan seperti :


Spuit, infus set, tensi meter, stetoskop dll.

K ( Keluarga ) : Beritahu keluarga kondisi terakhir ibu ( klien ) dan alasan


mengapa dirujuk. Suami dan anggota keluarga yang lain
harus menemani ibu
S ( Surat )

( klien ) ke tempat rujukan.

: Berikan surat ke tempat rujukan yang berisi identifikasi


ibu ( klien ), alasan rujukan, uraian hasil rujukan, asuhan
atau obat obat yang telah diterima ibu ( klien )

O ( Obat )

: Bawa obat essensial

diperlukan selama perjalanan

merujuk.
K

(Kendaraan)

Siapkan

kendaraan

yang

cukup

baik

untuk

memungkinkan ibu ( klien ) dalam kondisi yang nyaman


dan dapat mencapai tempat rujukan dalam waktu yang
cepat.
U ( Uang )

: Ingatkan keluarga untuk membawa uang dalam jumlah


yang cukup untuk membeli obat dan bahan bahan
kesehatan yang diperlukan di tempat rujukan.

6. Pengiriman Penderita
7. Tindak lanjut penderita :
a. Untuk penderita yang telah dikembalikan (rawat jalan pasca penanganan)
b. Penderita yang memerlukan tindakan lanjut tapi tidak melapor harus ada
tenaga kesehatan yang melakukan kunjungan rumah.

Depkes RI. 2007. Pedoman Sistem Rujukan Maternal dan Neonatal di Tingkat
Kabupaten/Kota . Jakarta: Depkes RI.

DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 2007. Pedoman Sistem Rujukan Maternal dan Neonatal di Tingkat
Kabupaten/Kota . Jakarta: Depkes RI.
JNPK-KR. 2008. Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar. Jakarta:
JNPK-KR.
Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
WHO. 2010. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar
dan Rujukan. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

You might also like