You are on page 1of 31

BAB I

PENDAHULUAN

Pneumothoraks merupakan keadaan dimana udara bebas terdapat dalam kavum pleura.
Udara bebas yang terdapat dalam rongga ini dapat menimbulkan penekanan terhadap organ
paru sehingga pengembangan organ paru menjadi tidak maksimal. Pneumothoraks
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu pneumotoraks spontan dan pneumotoraks traumatik.
Pneumotoraks spontan itu sendiri dapat bersifat primer dan sekunder. Pneumotoraks sekunder
berarti ada penyakit yang menyertai, sedangkan pada pneumotoraks primer tidak. Sedangkan
pneumotoraks traumatik dapat bersifat iatrogenik dan non iatrogenik. Iatrogenik berarti
berkaitan dengan tindakan atau manuver diagnostik, sedangkan non iatrogenik berarti tidak
berhubungan dengan manuver diagnostik(1)
Kejadian pneumotoraks tidak mudah untuk diketahui dikarenakan perjalanan klinisnya
tidak banyak diketahui. Pneumotoraks sering terjadi pada penderita yang berusia sekitar 40
tahun. Wanita lebih jarang daripada laki-laki, dengan perbandingan 1:5. Risiko pneumotoraks
spontan pada laki-laki akan meningkat pada perokok berat dibanding golongan non perokok.
Pneumotoraks spontan sering terjadi pada usia muda, dengan insidensi puncak dekade ketiga
kehidupan (20-40 tahun). Pneumotoraks dapat terjadi sebagai komplikasi dari penyakit
pernapasan lain.(4)

BAB II
1

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Pneumotoraks adalah suatu keadaan terdapatnya udara atau gas di dalam pleura akibat
robeknya pleua atau suatu keadaan dimana udara terkumpul di dalam kavum pleura sehingga
memisahkan rongga viceralis dengan parietalis yang menyebabkan kolapsnya paru yang
terkena(5).
Pneumotoraks merupakan keadaan dimana terdapat udara di dalam kavum pleura.
Adanya udara di dalam ruangan antara pleura visceral dan parietal tersebut dapat
mengganggu ventilasi dan oksigenasi. Terdapat 2 jenis pneumotoraks, yaitu jenis spontan dan
traumatik. Pneumotoraks jenis spontan terbagi menjadi pneumotoraks primer dan sekunder.
Primer berarti tidak ada penyakit yang menyertai seseorang sebelum terkena pneumonia,
sedangkan pneumotoraks sekunder merupakan komplikasi dari penyakit lain yang mendasari,
seperti asma, emfisema, atau fibrosis interstisial. Pneumotoraks jenis traumatik dibagi
menjadi iatrogenik dan non iatrogenik. Jenis iatrogenik berkaitan dengan manuver terapi
atau diagnostik, sedangkan non iatrogenik disebabkan hal-hal diluar manuver dan terapi
diagnostik.(2)
2.2 EPIDEMIOLOGI
Insidensi pneumotoraks sulit diketahui karena episodenya banyak yang tidak
diketahui(7). Namun dari sejumlah penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa
pneumotoraks lebih sering terjadi pada penderita dewasa yang berumur sekitar 40 tahun.
Laki-laki lebih sering daripada wanita, dengan perbandingan 5 : 1 (2).
Di Amerika Serikat, insidens pneumotoraks spontan primer pada laki-laki adalah 7,4
kasus per 100.000 orang tiap tahunnya sementara pada wanita insidensnya adalah 1,2 kasus
per 100.000 orang. Sedangkan insidens pneumotoraks spontan sekunder pada laki-laki adalah
6,3 kasus per 100.000 orang dan wanita 2,0 per 100.000 orang. Pneumotoraks traumatik lebih
sering terjadi daripada pneumotoraks spontan dengan laju yang semakin meningkat (3).
Pneumotoraks spontan primer terjadi pada usia 20 30 tahun dengan puncak insidens
pada usia awal 20-an sedangkan pneumotoraks spontan sekunder lebih sering terjadi pada
usia 60 65 tahun (3).
2.3 ANATOMI DAN FISIOLOGI
Rongga thoraks atau cavitas thoracis berisi organ vital paru dan jantung. (8) Paru-paru
dan pleura mengisi sebagian besar rongga thoraks dengan jantung di antaranya, sedangkan
aorta descendens serta oeshophagus terletak di belakang jantung. Pleura terbagi atas 2
2

lapisan, yaitu: pleura parietalis dan pleura visceralis. Pleura parietalis merupakan selaput
tipis dari membrana serosa yang melapisi rongga pleura. Pada daerah yang menghadap
mediastinum, pleura ini beralih meliputi paru-paru sehingga disebut pleura visceralis atau
pleura pulmonalis. Pleura visceralis ini membungkus paru-paru dan melekat erat pada
permukaannya. Ruangan potensial antara kedua lapisan pleura ini disebut cavitas pleuralis
yang hanya berisi lapisan tipis cairan untuk lubrikasi. (9)
Pernapasan berlangsung dengan bantuan gerak dinding dada. Inspirasi terjadi karena
gerak otot pernapasan yaitu M. intercostalis dan diafragma yang menyebabkan rongga dada
membesar sehingga udara akan terhisap masuk melalui trakea dan bronkus (8)
Jaringan paru dibentuk oleh jutaan alveolus mengembang dan mengempis bergantung
pada membesar atau mengecilnya rongga dada. Dinding dada yang membesar akan akan
menyebabkan paru-paru mengembang sehingga udara akan terhisap ke dalam alveolus.
Sebaliknya bila M. Intercostalis melemas maka dinding dada akan mengecil sehingga udara
akan terdorong keluar. Sementara itu, karena adanya tekanan intra abdominal maka
diafragma akan terdorong ke atas apabila tidak berkontraksi. Ketiga faktor ini yaitu lenturnya
dinding thoraks, kekenyalan jaringan paru, dan tekanan intra abdominal menyebabkan
ekspirasi jika M. Intercostalis dan diafragma kendur dan tidak mempertahankan keadaan
inspirasi. Dengan demikian ekspirasi merupakan kegiatan yang pasif. (8).
Otot-otot pada dinding thoraks
Musculus pectoralis mayor dan minor merupakan musculus utama dinding anterior
thorax. Musculus latisimus dorsi, trapezius, rhomboideus, dan musculus gelang bahu lainnya
membentuk lapisan muskulus dinding posterior thorax. Tepi bawah musculus pectoralis
mayor membentuk lipatan / plica aksilaris anterior, lengkungan dari musculus latisimus dorsi
dan teres mayor membentuk lipatan axial posterior.10,11

Gambar 1

Gambar 2

Gambar 3

Gambar 4

Gambar 5

Gambar 6

Pleura
Pleura adalah membrane aktif serosa dengan jaringan pembuluh darah dan limfatik.
Di sana selalu ada pergerakan cairan, fagositosis debris, menambal kebocoran udara dan
kapiler. Pleura viseralis menutupi paru dan sifatnya tidak sensitive. Pleura ini berlanjut
sampai ke hilus dan mediastinum bersama dengan pleura parietalis, yang melapisi dinding
thorax dan diafragma. Pleura parietalis mendapatkan persarafan dari nerve ending, sehingga
ketika terjadi penyakit atau cedera maka timbul nyeri. Pleura sedikit melebihi tepi paru pada
tiap arah dan sepenuhnya terisi dengan ekspansi paru-paru normal. 10,13
Pleura parietalis hampir semua merupakan lapisan dalam, diikuti tiga lapisan
muskulus yang mengangkat iga selama respirasi tenang. Vena arteri, dan nervus dari tiap
rongga intercostals berada di belakang tepi bawah iga. Karenanya jarum torakosintesis atau
klem yang digunakan untuk masuk kepleura harus dipasang melewati bagian atas iga yang
lebih bawah dari sela iga yang dipilih.10,13

Gambar 7

Diafragma
Bagian musculus perifer berasal dari bagian bawah iga ke-6 dan kartilago costae,
dari vertebrae lumbalis, dan dari lengkung lumbosakral, sedang bagian muscular melengkung
membentuk tendosentral. Serabut ototnya berhubungan dengan M.transverse abdominis di
batas costae. Diafragma menempel di bagian belakang costae melalui serat-serat yang berasal
dari ligamentum arcuata dan crura. Nervus prenicus mempersarafi motorik dan intercostals
bawah mempersarafi sensorik. Diafragma berperan besar pada ventilasi paru selama respirasi
tenang.13
2.4 KLASIFIKASI
Menurut penyebabnya, pneumotoraks dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu (2,3) :
1

Pneumotoraks spontan
Yaitu setiap pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba. Pneumotoraks tipe ini

dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu:


a

Pneumotoraks spontan primer, yaitu pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba


tanpa diketahui sebabnya.

Pneumotoraks spontan sekunder, yaitu pneumotoraks yang terjadi dengan


didasari oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki sebelumnya, misalnya
fibrosis kistik, penyakit paru obstruktik kronis (PPOK), kanker paru-paru, asma,
dan infeksi paru.

Pneumotoraks traumatik
Yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik trauma

penetrasi maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun
paru.
Pneumotoraks tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis,
yaitu :
a

Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi karena


jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada, barotrauma.

Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat


komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis ini pun masih dibedakan
menjadi dua, yaitu :
1

Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental

Adalah suatu pneumotoraks yang terjadi akibat tindakan medis


karena kesalahan atau komplikasi dari tindakan tersebut, misalnya pada
parasentesis dada, biopsi pleura.
2

Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate)


Adalah suatu pneumotoraks yang sengaja dilakukan dengan cara
mengisikan udara ke dalam rongga pleura. Biasanya tindakan ini
dilakukan

untuk

tujuan

pengobatan,

misalnya

pada

pengobatan

tuberkulosis sebelum era antibiotik, maupun untuk menilai permukaan


paru.

Gambar 8

Dan berdasarkan jenis fistulanya, maka pneumotoraks dapat diklasifikasikan


ke dalam tiga jenis, yaitu (4) :
1

Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax)


Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka pada
dinding dada), sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar. Tekanan di dalam
rongga pleura awalnya mungkin positif, namun lambat laun berubah menjadi negatif
karena diserap oleh jaringan paru disekitarnya. Pada kondisi tersebut paru belum
mengalami re-ekspansi, sehingga masih ada rongga pleura, meskipun tekanan di
dalamnya sudah kembali negatif. Pada waktu terjadi gerakan pernapasan, tekanan
udara di rongga pleura tetap negatif.

2 Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax),


Yaitu pneumotoraks dimana terdapat hubungan antara rongga pleura dengan
bronkus yang merupakan bagian dari dunia luar (terdapat luka terbuka pada dada).
Dalam keadaan ini tekanan intrapleura sama dengan tekanan udara luar. Pada
pneumotoraks terbuka tekanan intrapleura sekitar nol. Perubahan tekanan ini sesuai
dengan perubahan tekanan yang disebabkan oleh gerakan pernapasan. (4)
7

Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu ekspirasi tekanan
menjadi positif (4). Selain itu, pada saat inspirasi mediastinum dalam keadaan normal,
tetapi pada saat ekspirasi mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang
terluka (sucking wound). (2)
3 Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax)
Adalah pneumotoraks dengan tekanan intrapleura yang positif dan makin lama
makin bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Pada
waktu inspirasi udara masuk melalui trakea, bronkus serta percabangannya dan
selanjutnya terus menuju pleura melalui fistel yang terbuka. Waktu ekspirasi udara di
dalam rongga pleura tidak dapat keluar (4). Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura
makin lama makin tinggi dan melebihi tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul
dalam rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal
napas. (2)
Sedangkan

menurut

luasnya

paru

yang

mengalami

kolaps,

maka

pneumotoraks dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu (4) :


1

Pneumotoraks parsialis, yaitu pneumotoraks yang menekan pada sebagian kecil


paru (< 50% volume paru).

Gambar 9

Pneumotoraks totalis, yaitu pneumotoraks yang mengenai sebagian besar paru (> 50%
volume paru).
8

Gambar 10

Gambar 11

2.5 DIAGNOSIS
1

Gejala Klinis
Berdasarkan anamnesis, gejala dan tanda yang sering muncul adalah (2,4,5) :
9

Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien. Seringkali sesak dirasakan
mendadak dan makin lama makin berat. Penderita bernapas tersengal, pendekpendek, dengan mulut terbuka.

Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Nyeri dirasakan tajam pada
sisi yang sakit, terasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerak
pernapasan.

Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien.

Denyut jantung meningkat.

Kulit mungkin tampak sianosis karena kadar oksigen darah yang kurang.

Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat pada 5-10% pasien, biasanya
pada jenis pneumotoraks spontan primer.

Pemeriksaan Fisis
Pada pemeriksaan fisik torak didapatkan (3,4) :
1

Inspeksi :
a

Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper ekspansi dinding
dada)

Pada waktu inspirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal

Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat

Palpasi :
a

Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat


c

Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar
Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit

Perkusi :
a

Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak menggetar

Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan intrapleura
tinggi

Auskultasi :

a Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang


b Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni negative

10

Gambar 12

PENCITRAAN ULTRASONOGRAFI
Teknik pencitraan dengan ultrasonografi dapat menegakkan diagnosis dan menggambarkan
adanya pneumothoraks. Diagnosis ultrasonografi pneumothoraks berdasarkan hilangnya
pleural sliding sign atau gliding sign, tidak adanya artefak comet tail, keberadaan titik-titik
paru, dan penekanan gambar penulangan karena gema udara.28 Untuk menentukan topografi
dan perluasan pneumothoraks pada permukaan thoraks, deteksi titik paru merupakan tanda
yang spesifik pada pneumothorak, secara sistematis dinilai melalui setiap intercostals space.
Ini adalah tanda yang dinamik, selalu ada pada kasus pneumothoraks non masif,
menggambarkan keteraturan pleura visceral dan parietal yang berpindah secara relatif
terhadap satu sama lainnya dengan siklus respirasi (pleural sliding), menggantikan pola
pneumothoraks pada titik dimana pleura visceral dan parietal kembali berhubungan setiap
kali bernapas. Mencari titik-titik pleura dilakukan melalui tiga intercostals space (kedua atau
ketiga, keempat atau kelima, dan enam atau tujuh, masing-masing didefinisikan sebagai
sektor tinggi, sedang, rendah), berlanjut secara lateral dari daerah parasternal dan kedepan
dan melalui garis mediocoronal thoracic. 28 Penelusuran gambaran paru dilihat melalui ruang
intercostal untuk mengidentifikasikan batas lateral dari adanya udara pada pasien posisi
terlentang (gambar 6, 7). Luasnya tumpukan udara pada paru dipisahkan menggunakan tanda
panah yang merupakan adanya pneumothoraks yang minimal. Gambaran pneumothoraks
dibagi menjadi 2 bagian yaitu : anterior jika terdapat timbunan udara dari medial sampai
midkoronal dan anterolateral jika terdapat timbunan di luar garis medial sampai midkoronal.
Xray thoraks dan CT-Scan merupakan pemeriksaan awal untuk mendeteksi adanya occult
pneumothoraks.(20)
11

CT-Scan thoraks adalah gold standard untuk deteksi dini pneumothoraks dan sebagai
pilihan modalitas imajing untuk pasien-pasien dengan trauma tumpul yang serius. Perlu
direkomendasikan untuk setiap pasien trauma yang dikirim ke UGD dengan gejala distres
nafas harus dirujuk untuk melakukan CT-Scan thoraks walaupun pada x-ray polos thoraks
tidak menunjukkan kelainan. Penggunaan ultrasonografi baik digunakan untuk pasienpasien
trauma dimana pemeriksaan ini merupakan modalitas awal. Ultrasonografi memiliki
sensitifitas yang tinggi mendekati 100%, dapat diletakkan di samping tempat tidur tanpa
perlu memindahkan pasien yang masih belum stabil, dan tingkat radiokarsinogenik yang
rendah membuat alat ini sangat ideal.(20)

2.6 GAMBARAN RADIOLOGI


1

Foto Thoraks
Untuk mendiagnosis pneumotoraks pada foto thoraks dapat ditegakkan dengan
melihat tanda-tanda sebagai berikut :
-

Adanya gambaran hiperlusen avaskular pada hemitoraks yang mengalami


pneumotoraks. Hiperlusen avaskular menunjukkan paru yang mengalami
pneumothoraks dengan paru yang kolaps memberikan gambaran radioopak.
Bagian paru yang kolaps dan yang mengalami pneumotoraks dipisahkan oleh
batas paru kolaps berupa garis radioopak tipis yang berasal dari pleura
visceralis, yang biasa dikenal sebagai pleural white line.

Gambar 13. Tanda panah menunjukkan pneumothorax line.

12

Gambar 14. Foto R pneumotoraks (PA), bagian yang ditunjukkan dengan anak panah merupakan
bagian paru yang kolaps.

Gambar 15

13

Gambar 16

Untuk mendeteksi pneumotoraks pada foto dada posisi supine orang dewasa maka
tanda yang dicari adalah adanya deep sulcus sign.

(11)

Normalnya, sudut

kostofrenikus berbentuk lancip dan rongga pleura menembus lebih jauh ke bawah
hingga daerah lateral dari hepar dan lien. Jika terdapat udara pada rongga pleura,
maka sudut kostofrenikus menjadi lebih dalam daripada biasanya. Oleh karena itu,
seorang klinisi harus lebih berhati-hati saat menemukan sudut kostofrenikus yang
lebih dalam daripada biasanya atau jika menemukan sudut kostofrenikus menjadi
semakin dalam dan lancip pada foto dada serial. Jika hal ini terjadi maka pasien
sebaiknya difoto ulang dengan posisi tegak. Selain deep sulcus sign, terdapat
tanda lain pneumotoraks berupa tepi jantung yang terlihat lebih tajam. Keadaan ini
biasanya terjadi pada posisi supine di mana udara berkumpul di daerah anterior
tubuh utamanya daerah medial.(11)

Gambar 17. Deep sulcus sign (kiri) dan tension pneumotoraks kiri disertai deviasi mediastinum kanan
dan deep sulcus sign (kanan).

Jika pneumotoraks luas maka akan menekan jaringan paru ke arah hilus atau paru
menjadi kolaps di daerah hilus dan mendorong mediastinum ke arah kontralateral.
Jika pneumotoraks semakin memberat, akan mendorong jantung yang dapat
14

menyebabkan gagal sirkulasi. Jika keadaan ini terlambat ditangani akan


menyebabkan kematian pada penderita pneumotoraks tersebut. Selain itu, sela iga
menjadi lebih lebar.(6,10)

Gambar 18. Pneumotoraks kanan (kiri) dan tension pneumotoraks (kanan).

Besarnya kolaps paru bergantung pada banyaknya udara yang dapat masuk ke
dalam rongga pleura. Pada pasien dengan adhesif pleura (menempelnya pleura
parietalis dan pleura viseralis) akibat adanya reaksi inflamasi sebelumnya maka
kolaps paru komplit tidak dapat terjadi. Hal yang sama juga terjadi pada pasien
dengan penyakit paru difus di mana paru menjadi kaku sehingga tidak
memungkinkan kolaps paru komplit. Pada kedua pasien ini perlu diwaspadai
terjadinya loculated pneumothorax atau encysted pneumothorax. Keadaan ini
terjadi karena udara tidak dapat bergerak bebas akibat adanya adhesif pleura.
Tanda terjadinya loculated pneumothorax adalah adanya daerah hiperlusen di
daerah tepi paru yang berbentuk seperti cangkang telur. (14)
Foto dada pada pasien pneumotoraks sebaiknya diambil dalam posisi tegak

sebab sulitnya mengidentifikasi pneumotoraks dalam posisi supinasi. Selain itu, foto
dada juga diambil dalam keadaan ekspirasi penuh. (11)

15

Gambar 19. Pneumotoraks kanan yang berukuran kecil dalam keadaan inspirasi (kanan) dan dalam keadaan
ekspirasi (kiri).

Ekspirasi penuh menyebabkan volume paru berkurang dan relatif menjadi


lebih padat sementara udara dalam rongga pleura tetap konstan sehingga lebih mudah
untuk mendeteksi adanya pneumotoraks utamanya yang berukuran lebih kecil. Perlu
diingat, pneumotoraks yang terdeteksi pada keadaan ekspirasi penuh akan terlihat
lebih besar daripada ukuran sebenarnya.(11,13)

Gambar 20. Emfisema subkutan.

Bila ada cairan di dalam rongga pleura, maka akan tampak permukaan cairan
sebagai garis datar di atas diafragma; yang biasa ditemui pada kasus
Hidropneumotoraks.

16

Gambar 21. Hidropneumothoraks.

Gambar 22 pneumothorax yang lebarpada sisi kanan

Gambar 23 Garis true pneumothorax. perhatikan bahwa garis pleura visceral dapat diamati secara
jelas. dengan tidak adanya gambaran vaskular pada garis pleura.

17

Gambar 24 Rigtht main stem intubation yang mengakibatkan sisi paru sebelah kiri mengalami
tension pneumotoraks. contoh pneumothoraks jenis traumatik

Gambar 25. (Kiri) gambaran dari sisi kiri pneumotoraks dengan tampak garis pleura visceral (panah). (Kanan)
proyeksi terlentang menunjukkan udara terkumpul di dasar paru paru. tanda abses paru dan garis pleura visceral
(panah) masih terlihat (P = pneumotoraks).

18

Gambar 26. Sebuah garis pleura terlihat yang bergeser ke lateral (panah)

Gambar 27. Pada pasien dengan sindrom gangguan pernapasan dewasa (ARDS) dan anteromedial pneumotoraks (panah),
kontur naik aorta, AO, azygos vena, AZ, dan vena kava superior, SVC.

19

Gambar 28. Gambaran foto thoraks bulla paru.

Gambar 29. Deviasi trakhea menjauh dari sisi dada yang terkena tension, Pergeseran mediastinum., Depresi dari
diafragma-hemiselulosa.

20

Gambar 30. (kiri) Tension pneumotoraks kiri, (kanan) CT dari tension pneumotoraks

Gambar 31. Foto R pneumotoraks (PA), bagian yang ditunjukkan dengan anak panah
merupakan bagian paru yang kolaps.

21

Gambar 32. Pneumotoraks sisi kanan yang luas terjadi karena pecahnya bleb subpleural.

Gambar 33. Gambaran garis pneumotoraks. Perhatikan garis pleura visceral diamati dengan jelas, dengan tidak
adanya pembuluh darah menandai luar garis pleura.

22

Gambar 34. X-ray thoraks AP mengungkapkan tidak ada bukti adanya pneumothoraks (Panel A). CT dada
dilakukan segera setelah X-ray menunjukkan pneumothoraks pada sisi kanan (Panel B)

Gambar 35. Gambaran foto thoraks bulla paru.

23

Gambar 36. X-ray thoraks memperlihatkan adanya tanda-tanda kontusio pada paru kanan dan kiri dan empisema
pada paru kiri (Panel A) CT-Scan thoraks mengkonfirmasi kontusio pada kedua paru dan subkutan empisema
sebagai tanda pneumothoraks sisi kiri, tanda ini sering terlewati pada pembacaan x-ray thoraks AP (Panel B).

Gambar 37. X-ray thoraks AP dengan pasien diintubasi, menggambarkan ruang udara berdifusi opasitas pada
paru kiri bawah (panel A). Kesan pneumothoraks karena garis pleura terlihat di apeks paru-paru dan terlihat
sulkus kardiophrenik. CT-Scan thoraks menggambarkan pneumothoraks sisi kiri dengan kolaps paru (Panel B).

24

Gambar 38. Pencitraan USG normal pada M-mode (kiri) dan B-mode (kanan)

Gambar 39. Pencitraan USG pneumothoraks pada M-mode (kiri) dan B-mode (kanan)

25

Gambar 40. Anterior pneumothoraks pada CT-Scan: garis mid-koronal (tanda panah)

Gambar 41. Atas, A: tanda batas pengumpulan retroparietal udara. Kiri bawah, B: anterior pneumothoraks pada
CT-Scan dengan batas (panah). Kanan bawah, C: titik paru pada USG pada pasien yang sama. MCL pertengahan
garis koronal.

2.7 DIAGNOSIS BANDING


Pneumotoraks dapat memberi gejala seperti infark miokard, emboli paru, dan
pneumonia. Pada pasien muda, tinggi, laki-laki, dan perokok jika setelah difoto diketahui ada
pneumotoraks maka diagnosis umumnya menjurus ke pneumothoraks spontan primer.
26

Pneumotoraks spontan sekunder kadang-kadang sulit dibedakan dengan pneumotoraks yang


terlokalisasi dari suatu bleb atau bulla.(2)
Dalam radiologi, bleb atau bulla digambarkan sebagai area yang hiperlusen, dengan
dinding bleb atau bulla yang sangat tipis. Dalam beberapa kasus, dimana bleb atau bulla
menyerang 1 lobus paru, dapat memberikan gambaran radiologi yang mirip dengan
pneumotoraks. Untuk membedakannya, dapat dilihat dari daerah yang hiperlusen apakah
pada daerah tersebut terdapat gambaran vaskularisasi atau tidak. Pada pneumotoraks daerah
hiperlusen-nya tidak terdapat vaskular sehingga biasa disebut hiperlusen avaskular,
sedangkan pada bleb atau bulla terdapat garis-garis trabekula pada daerah paru yang
mengalami bleb atau bulla. Selain itu, pada bleb atau bulla yang besar, jaringan paru di
sekitar bulla akan mengalami pemadatan yang diakibatkan oleh pendesakan bulla tersebut
kepada jaringan paru. (18)

Gambar 25. Bleb dan bulla paru.

2.9 PROGNOSIS
Pasien dengan pneumotoraks spontan hampir separuhnya akan mengalami
kekambuhan, setelah sembuh dari observasi maupun setelah pemasangan tube thoracostomy.
Kekambuhan jarang terjadi pada pasien-pasien pneumotoraks yang dilakukan torakotomi
terbuka. Pasien-pasien yang penatalaksanaannya cukup baik, umumnya tidak dijumpai
27

komplikasi. Pasien pneumotoraks spontan sekunder tergantung penyakit paru yang


mendasarinya, misalkan pada pasien PSS dengan PPOK harus lebih berhati-hati karena
sangat berbahaya.

BAB III
KESIMPULAN

28

Pneumotoraks merupakan suatu keadaan dimana rongga pleura terisi oleh udara, sehingga
menyebabkan pendesakan terhadap jaringan paru yang menimbulkan gangguan dalam
pengembangannya terhadap rongga dada saat proses respirasi. Oleh karena itu, pada pasien
sering mengeluhkan adanya sesak napas dan nyeri dada.
Berdasarkan penyebabnya, pneumotoraks dapat terjadi baik secara spontan maupun
traumatik. Pneumotoraks spontan itu sendiri dapat bersifat primer dan sekunder. Sedangkan
pneumotoraks traumatik dapat bersifat iatrogenik dan non iatrogenik. Dan menurut fistel
yang terbentuk, maka pneumotoraks dapat bersifat terbuka, tertutup dan ventil (tension).
Dalam menentukan diagnosa pneumotoraks seringkali didasarkan pada hasil foto
rntgen berupa gambaran radio-hiperlusen tanpa adanya corakan bronkovaskuler pada lapang
paru yang terkena, disertai adanya garis putih yang merupakan batas paru (deep sulcus sign).
Dari hasil rontgen juga dapat diketahui seberapa berat proses yang terjadi melalui luas area
paru yang terkena pendesakan serta kondisi jantung dan trakea.
CT-Scan thoraks adalah gold standard untuk deteksi dini pneumothoraks dan sebagai pilihan
modalitas imajing untuk pasien-pasien dengan trauma tumpul yang serius. Perlu direkomendasikan
untuk setiap pasien trauma yang dikirim ke UGD dengan gejala distres nafas harus dirujuk untuk
melakukan CT-Scan thoraks walaupun pada x-ray polos thoraks tidak menunjukkan kelainan.
Penggunaan ultrasonografi baik digunakan untuk pasienpasien trauma dimana pemeriksaan ini
merupakan modalitas awal. Ultrasonografi memiliki sensitifitas yang tinggi mendekati 100%, dapat
diletakkan di samping tempat tidur tanpa perlu memindahkan pasien yang masih belum stabil, dan
tingkat radiokarsinogenik yang rendah membuat alat ini sangat ideal.

DAFTAR PUSTAKA
1

Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Ventilasi paru. Dalam : Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Edisi 11. Jakarta : EGC; 2007. P. 495-500.
29

Hisyam, B. Budiono, Eko. Pneumothoraks spontan. Dalam : Sudoyo, Aru, W.


Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus, Simadibrata. Setiati, Siti
(editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2006. P. 1063-1068.

Bascom, R. Pneumothorax. Cited on [30 Oktober 2016]. Available from


http://emedicine.medscape.com/article/827551

Alsagaff, Hood. Mukty, H. Abdul. Pneumotoraks. Dalam : Dasar-Dasar Ilmu


Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga University Press. 2009. p. 162-179

Schiffman, George. Stoppler, Melissa, Conrad. Pneumothorax (Collapsed


Lung). Cited : [30 Oktober 2016]. Available from :
http://www.medicinenet.com/pneumothorax/article.htm

Ekayuda, I. Pneumotoraks. Dalam : Radiologi Diagnostik. Edisi Kedua. Jakarta


: Balai Penerbit FKUI. 2005. P.119-122.

Alhameed, F.M. Pneumothorax imaging. Cited on [30 Oktober 2016]. Available


from www.emedicine.com

Sjamsuhidajat, R. Dinding toraks dan pleura. Dalam : Buku Ajar Ilmu Bedah.
Jakarta : EGC. 1997. P.404-419.

Wibowo, Daniel, S. Paryana, Widjaja. Rongga thorax. Dalam : Anatomi Tubuh


Manusia. Yogyakarta : Graha Ilmu. 2009. P. 209-220.

10 Reed, James, C. Kelainan-kelainan rongga pleura. Dalam : Radiologi Thoraks.


Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran. 1995. P. 63-64.
11 Ketai, L. H. Pleura and diaphragm. In: Fundamentals of 9 Radiology Second
Edition. China. Elsevier Saunders. 2006. P.172-177.
12 Gaillard, Frank. Loculated pneumothorax. Cited on [30 Oktober 2016].
Available from http://www.radiopedia.org/cases/loculated-pneumothorax
13 Felson, Benjamin. Pneumothorax. In : Chest Roentgenology. Philadelphia : W.
B. Saunders Company. P. 366-372.
14 Sutton, David. Pneumothorax. In : A Textbook of Radiology and Imaging. Vol.
1. 5th edition. London : Churchill Livingstone. 1992. P. 371-374.
15 Radswiki. Pneumomediastinum. Cited on [30 Oktober 2016]. Available from
http://www.radiopedia.org/cases/pneumomediastinum-4
16 DSouza, Donna. Subcutannous emphysema. Cited on [30 Oktober 2016].
Available from http://www.radiopedia.org/cases/subcutanous-emphysema
30

17 Rao, K, K. Loculated hydropneumothorax. Cited on [30 Oktober 2016].


Available from http://www.radiopedia.org/cases/loculated-hydropneumothorax1
18 Massie, J. Robert. Welchons, George A. Pulmonary blebs and bullae. Cited on
[30 Oktober 2016]. Available from
http://www.ncbi.nlm.gov/pmc/articles/PMC1609584/pdf/annsurg013260101.pdf
19 Dawes, Laughlin. Subpleural bullae. Cited on [30 Oktober 2016]. Available
from http://www.radiopedia.org/articles/pulmonary-bullae.
20 Mowery NT, Oliver LG, Bryan RC, Jose JD, Elliot H, Amy H, et all. Practice
Management Guidelines for Management of Hemothorax and Occult
Pneumothorax. The journal of trauma.2011;70:510-518.

31

You might also like