Professional Documents
Culture Documents
1. Pendahuluan
Psikologi lingkungan merupakan ilmu perilaku yang mengkaji hubungan
antara
manusia dengan lingkungan berawal dari persepsi (psikis), rangsangan (fisikorganis) dan dampak (lingkungan). Ketiga komponen ini menjadi masukan dan
menyatu, baik pada manusia, maupun pada berbagai sistem yang ada di
lingkungan. Salah satu topik kajian dalam bidang psikologi lingkungan adalah
perilaku lingkungan.
Ketika kita mengaitkan perilaku manusia terhadap lingkungannya, kita akan
melihat pola perilaku yang menunjukkan bahwa manusia sama sekali berlainan
dengan jenis spesies makhluk lain yang menghuni lingkungan yang sama.
Manusia mampu memberikan makna terhadap lingkungan tersebut. Manusia juga
memiliki kemampuan menciptakan lingkungannya sendiri yang terdapat dalam
benaknya. Dengan kemampuan kognitifnya, yang tidak dimiliki spesies lain,
manusia memberikan struktur terhadap lingkungannya. Manusia selalu berusaha
untuk memperoleh keselarasan dengan lingkungannya.
Struktur lingkungan yang terdapat pada manusia lebih banyak berupa
mental-representation dari lingkungan tersebut. Dengan demikian, struktur
lingkungan lebih bersifat subjektif. Apabila subjektivitas tersebut menyangkut
banyak orang maka dikatakan bahwa ada pemaknaan budaya mengenai
lingkungan hidup.
Interaksi yang terjadi antara manusia dengan lingkungan dapat disejajarkan
dengan orientasi sosial yang menghasilkan perilaku-perilaku sosial dalam setting
lingkungan. Perilaku tersebut dapat berwujud dalam bentuk agosentris, dimana
manusia hanya bergantung pada sumber-sumber yang ada di sekitar lingkungan.
Perilaku tersebut dapat pula berwujud holosentris dimana perilaku ini mengacu
pengaruh
ketertarikan
variabel
antarindividu
situasional
dengan
telah
karakteristik
interpersonal yang sama pada beragam dimensi (seperti usia, ras dan jenis
kelamin) dalam konteks interaksi perilaku spasial antarindividu. Penelitianpenelitian tersebut telah mengidentifikasikan beberapa hal yang konsisten sebagai
berikut.
Ketertarikan (Attraction). Salah satu topik yang cukup menarik untuk
diteliti adalah, bagaimana ketertarikan di antara orang yang berinteraksi
mempengaruhi ukuran dan jarak interpersonal? Lagu-lagu cinta seringkali berisi
tema tentang kekasih yang menginginkan kedekatan fisik dengan orang yang
berada jauh dari sisinya. Semakin kuat ketertarikan antarindividu semakin mereka
ingin dekat secara fisik dengan orang tersebut., tetapi hubungan antara afeksi dan
ruang personal lebih kompleks dan tergantung juga pada jenis kelamin orang yang
berinteraksi
Hasil penelitian membuktikan bahwa ketika laki-laki dan perempuan
berinteraksi, ketertarikan yang meningkat diasosiasikan dengan kedekatan fisik.
Penelitian Byrne, dkk memanipulasi ketertarikan dengan memasangkan laki-laki
dan perempuan yang sama dan tidak sama kepribadiannya dalam kencan singkat.
Dari penelitian psikologi sosial, diketahui bahwa individu yang mempunyai
kesamaan kepribadian cenderung lebih tertarik satu sama lain dibandingkan
sebaliknya. Ketika pasangan-pasangan tersebut dikembalikan dari kencan, peneliti
mengukur derajat ketertarikan mutual mereka, begitu juga dengan jarak antar
mereka saat mereka berdiri di depan meja mereka. Pasangan yang sama
kepribadiannya berdiri lebih dekat daripada pasangan yang tidak sama. Penelitian
tambahan melihat apakah hubungan ketertarikan, kedekatan untuk lawan jenis
terjadi karena laki-laki yang mendekat pada perempuan, atau sebaliknya.
Penelitian ini menemukan bahwa jarak yang semakin kecil di antara teman dekat
yang berlainan jenis terjadi karena perempuanlah yang mendekat kepada laki-laki
yang disukainya, perempuan merespon ketertarikan lebih secara spasial
dibandingkan laki-laki.
Penelitian juga menunjukkan dalam beberapa kasus bahwa hubungan dyad
(dua orang) dalam interaksi akan meningkat pada jarak yang lebih dekat seiring
dengan meningkatnya persahabatan. Bell dkk mengemukakan bahwa ruang
personal yang semakin mengecil atau jarak yang mendekat merupakan hasil dari
ketertarikan yang meningkat.
perempuan berinetraksi pada jarak yang lebih dekat dengan orang yang
disukainya, sedangkan laki-laki tidak membedakan spasial sebagai fungsi dari
ketertarikan. Dalam hal jarak interpersonal dengan orang lain yang berjenis
kelamin sama, pasangan perempuan dengan perempuan mempertahankan jarak
yang lebih dekat daripada pasangan laki-laki dengan laki-laki. Penemuan ini
merefleksikan sosialisasi perempuan lebih afiliatif dan lebih berpengalaman
dengan intimasi nonverbal.
Faktor Kepribadian. Duke dan Nowicki memperlihatkan perbedaan ruang
personal berdasarkan konsep internal dan eksternal, dan mengatakan bahwa
perilaku spasial dapat merefleksikan pengalaman belajar. Pada penelitian
dibandingkan seseorang yang mengalami schizophrenia dengan normal, bahwa
orang yang menglami schizophrenia membutuhkan ruang yang lebih luas, juga
ditemukan bahwa individu yang cemas mempertahankan ruang personalnya
daripada yang tidak cemas.
c. Faktor Fisikal Ruangan
Penelitian menunjukkan beberapa faktor fisik untuk penentuan ruang antar
personal, pertama, bebrapa fitur arsitektur mempengaruhi ruang personal, Savinar
menemukan bahwa laki-laki lebih banyak membutuhkan ruang bila tinggi plafon
ruangan rendah daripada palfon yang tinggi. White (Halim, 2005) mengemukakan
bahwa ruang personal meningkat seiring dengan berkurangnya ukuran ruang.
Gergen dan Bartong (Halim, 2005) mengemukakan bahwa kita cenderung
menyentuh orang lain, yang membuat kita merasa tidak nyaman ketika gelap
daripada dalam kondisi pencahayaan yang lebih terang.
Selain fitur arsitektur, posisi orang dalam ruangan apakah duduk atau
berdiri, apakah merasa ada didalam ataupun di luar ruangan, juga mempengaruhi
ruang personal, mengenai posisi dalam rauangan, beberapa penelitian menemukan
bahwa berdasarkan berbagai macam populasi subjek, orang memperlihatkan ruang
personal yang lebih besar bila berada di pojok ruangan daripada bila berada di
tengah ruangan. selain itu ternyata kita menjaga jarak yang lebih dekat ketika
berdiri daripada ketika kita duduk. Ketika seseorang tahu dirinya dapat
menghindari, biasanya orang tersebut cukup puas dengan ruang personal yang
kecil saja.
2.4. Zona Personal Space
Zona
Kualitas Sensori
Intimate
dan Aktivitas
Distance: Kontak
yang
intim Kesadaran
yang
intens
saling
mencintai
merasa
nyaman), dari
olahraga
fisik
distance: Kontak
seseorang;
sebagai
model
dasar
komunikasi
teman Kesadaran terhadap masukan
antara
serta
sentuhan
gulat).
Personal
interaksi sensori
sehari-hari
lebih
kurang
kenalan.
dan
menghasilkan
sentuhan
distance: Kontak impersonal (tidak Masukan
atau
bisnis
kontak minimal;
disediakan
dibandingkan
sensori
yang
informasi
yang
oleh
saluran
Distance: Kontak
formal
ada sentuhan.
antar Tidak ada masukan sensori;
berjarak lebih dari 12 individu (seperti aktor tidak ada masukan visual
kaki
dan
politikus)
publik.
yang
dilebih-
membuat orang ingin berkumpul misalnya menaruh sofa set ruang keluarga.
Sommer dan rose (Halim, 2005) juga mengemukkaan bahwa dekorasi yang terlalu
bagus di rumah sakit dapat menumbuhkan depresi dan efek isolasi pasien, posisi
duduk yang berhadapan dan melingkar lebib menimbulkan interaksi dibandingkan
yang saling berdampingan menghadap tembok.
Pada kelompok kecil, orang lebih suka berbicara pada orang yang posisinya
berhadapan dengannya atau yang paling dekat dengan pandangannya, dan orang
yang berada pada posisi di pusat kelompok biasanya orang yang paling banyak
memulai komunikasi, oleh sebab itu orang yang memilih untuk duduk di pojok
tengah meja segi empat atau meja lonjong biasanya menjadi pemimpin kelompok
dan mendominasi inetraksi dalam kelompok.
2.6. Ukuran Ruang Personal
Persepsi ruang personal yang optimal atau tidak optimal pada jarak tertentu
tergantung pada kondisi situasional dan perbedaan individual. Jika persepsi
terhadap ruang personal adalah optimal maka keseimbangan akan terjaga.
Sebaliknya jika persepsi terhadap ruang personal tidak optimal akan muncul
bermacam respon yang terjadi. Oleh sebab itu perlu diprediksi jarak yang tidak
sesuai, apa konsekuensinya, serta bagaimana resiprokasi (pendekatan) bisa terjadi.
Memprediksi Efek Jarak yang Tidak Sesuai dan Konsekuensinya
a. Pada jarak yang tidak sesuai bisa memicu terjadinya penurunan kinerja
b. Muncul respon-respon tertentu yang bertujuan untuk mengubah jarak menjadi
lebih optimal
c. Dalam hubungannya dengan stress bisa terjadi reaksi emosional, perilaku, dan
fisiologis
d. Konsep arousal berasumsi bahwa jarak yang terlalu dekat akan menyebabkan
over-arousal yang menimbulkan atribusi-atribusi tertentu
e. Model Equilibrium dan Comfort berasumsi bahwa jarak terlalu dekat atau
terlalu jauh akan memunculkan reaksi kompensasi seperti perubahan orientasi
tubuh dan pandangan mata
f. Model Pengaturan Privasi dari Altman berasumsi bahwa ruang personal yang
tidak mencukupi akan menopang mekanisme kontrol yang memastikan
terciptanya privasi
g. Pendekatan Behavior-Constraint menyatakan bahwa ketidakcukupan ruang
personal akan menghasilkan perasaan menentang yang menuntut kebebasan
ruang
2.8. Territoriality
Sebelum menjelaskan mengenai bagian ini, ada baiknya kita pahami dahulu
perbedaan istilah dari territory dan territoriality. Istilah territory atau
wilayah menurut KBBI adalah (n) daerah (kekuasaan, pemerintahan,
pengawasan, dsb); lingkungan daerah (provinsi, kabupaten, kecamatan).
Sedangkan menurut Storey (van Efferink, 2015), istilah territory dapat dilihat
sebagai ruang geografis terbatas yang diklaim atau diduduki oleh seseorang,
sekelompok orang, atau institusi. Sedangkan istilah territoriality atau
territorial menurut KBBI adalah (a) mengenai bagian wilayah (daerah hukum)
suatu negara. Menurut Storey (van Efferink, 2015), istilah territoriality merujuk
pada pengklaiman sebuah ruang oleh individu atau kelompoklebih kepada
hubungan sosial dan wilayah, bagaimana cara mereka diproduksi, hasil dari
praktek-praktek sosial dan proses-prosesnya, muncul dalam kondisi tertentu, dan
melayani tujuan-tujuan tertentu.
Teritorial adalah sesuatu hal yang cukup mirip dengan personal space,
sama-sama adalah suatu mekanisme regulasi batasan interpersonal dengan
karakteristik tertentu yang berbeda-beda pada setiap individu. Bedanya, personal
space adalah batasan yang tidak terlihat, dapat dipindahkan (ikut berpindah
dengan individunya), person centered, dan meregulasikan seberapa dekat individu
akan berinteraksi, sedangkan wilayah (territory, kami akan menggunakan istilah
territory untuk paper ini) adalah batasan yang dapat dilihat secara nyata, relatif
tidak bergerak, tampak dibatasi, biasanya home centered, serta meregulasi siapa
yang akan berinteraksi (Sommer dalam Bell, et al., 1996). Territory dapat dilihat
sebagai sebuah tempat yang dimiliki atau dikontrol oleh seorang indivdiu atau
lebih. Selain itu, territory juga berperan dalam mengorganisir interaksi antar
individu dan kelompok, sebagai kendaraan untuk memperlihatkan identitas
seseorang, dan dapat diasosiasikan dengan perasaan, value, atau rasa attachment
pada suatu ruang.
Kata teritorial sendiri sulit untuk didefinisikan dan mengalami banyak
kontroversi di antara para peneliti. Menurut Bell, dkk (1996)yang
mendefinisikan
teritorial
berdasarkan
pandangan
mainstreamhuman
territoriality dapat dilihat sebagai sebuah set perilaku dan kognisi seseorang atau
sebuah kelompok perlihatkan, berdasarkan dari rasa kepemilikan dari ruang fisik.
Rasa kepemilikan di sini dapat mengacu pada sesuatu yang benar-benar dimiliki
(seperti rumah), atau sebuah kontrol pada suatu ruang (seperti kantor, dapat
dikontrol tapi tidak dimiliki). Gifford, dkk (2010) juga mendefinisikan teritorial
pada manusia adalah sebuah pola perilaku dan pengalaman yang berhubungan
dengan sebuah kontrol yang biasanya nonviolent (tanpa kekerasan) pada ruang
fisik, objek, dan ide. Lalu Holahan (dalam Latifadila, et al., 2014) menyatakan
bahwa teritorial adalah suatu tingkah laku diasosiasikan sebagai kepemilikan atau
tempat yang ditempatinya atau area yang sering melibatkan ciri pemilikannya dan
pertahanan dari serangan orang lain.
Perilaku teritorial bermanfaat pada motif dan kebutuhan yang penting untuk
organisme, termasuk juga pada saat menempati sebuah area, mendapatkan kontrol
terhadap area tersebut, mempersonalisasikannya, pemikiran, kepercayaan, atau
perasaan mengenai area tersebut, serta melindungi area tersebut. Konsep dari
untuk data
monitoring dalam pola mobilitas tingkat ruangan yang rutin dapat memberikan
kesempatan untuk memprediksi kesehatan individu manusia dan status fungsional
atau mendeteksi efek samping dan tren (Austin, Daniel; Cross, Robin M; Hayes,
Tamara; Kaye, Jeffrey, 2014).
Penelitian-penelitian mengenai personal space diprakarsai di negara-negara
Barat. Kebanyakan penelitian personal space berasal dari sana. Suatu peneltian di
UI yang dilakukan oleh Prihatin Ningrum terhadap sekelompok mahasiswa di
Kantin Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk
mengeksplorasi interaksi antar invidu yang yang menitik beratkan pada adanya
hubungan antara norma dan jenis kelamin terhadap pengambilan jarak interaksi.
Lebih jauh penelitian tersebut juga ingin melihat ada atau tidaknya hubungan
antara jenis kelamin, hubungan, topik dan agama terhadap pengambilan jarak
interaksi.
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa teori Personal Space khususnya
mengenai besar jarak interaksi intim, personal, dan sosial dari Edward T. Hall
tidak sepenuhnya berlaku di Indonesia. Pada jarak intim subyek ditemukan jarak
yang lebih jauh dibandingkan yang diutarakan Hall (lebih dari 45,7cm).
Sedangkan jarak sosial subyek lebih kecil daripada jarak yang dikemukakan Hall
(jaraknya kurang dari 1,2 m - 3,7 m). Ada kemungkinan pengambilan jarak saat
berinteraksi dengan orang lain dipengaruhi juga oleh jenis kelamin, agama, jenis
hubungan dengan lawan bicara dan topik yang dibicarakan.
Fenomena terakhir yang cukup banyak akhir-akhir ini adalah pembangunan
perumahan-perumahan real estate di kota-kota, termasuk di Makassar.
Perumahan-perumahan mewah tersebut menjadi suatu fenomena permukiman
yang
individualis
di
kawasan
urban.
Berangkat
dari
konsep-konsep
bagi kalangan borjuis yang tertutup bagi masyarakat yang tidak segolongan
dengan mereka. Hal ini semakin mengundang kesenjangan sosial.
Perancangan permukiman yang mengakomodasi interaksi sosial merupakan
suatu salah satu konsep dalam melibatkan masyarakat dalam pembangunan
kawasan permukiman. Konsep juga ternyata mampu meningkatkan pengawasan
bersama terhadap lingkungan. Membangun pagar tinggi di halaman rumah dan
membentengi kawasan permukiman bukan solusi yang tepat. Justru efek yang
ditimbulkan akan semakin memperlebar kesenjangan sosial antara masyarakat
permukiman baru dan masyarakat di sekitar permukiman (kampung) yang pada
akhirnya akan meningkat vandalisme (Setiawan, 2010).
4. Pembahasan Hasil Wawancara dan Observasi
Dalam rangka memahami lebih lanjut mengenai personal space dan
territory, tim kami yang melakukan wawancara dan observasi di kawasan
Kecamatan Wajo, di sekitar jalan Andalas Makassar. Obervasi kami lakukan di
dua wilayah, yaitu suatu gang yang padat penduduk dan suatu gang yang dihuni
sebagian besar oleh etnis China dengan rumah-rumah batu yang lebih tinggi dari
rumah pribumi, dan biasa digunakan sebagai ruko.
Di gang padat penduduk kami mewawancarai dua orang penduduk. Ada Pak
A dan Bu M. Pak A sudah menetap di sana selama 20 tahun sedangkan bu B sudah
hampir 42 tahun. Pak A tinggal bersama 2 orang keluarganya. Bu M tinggal
bersama keluarga dalam satu bangunan rumah dua lantai. Total 8 orang. Bu M
tinggal bersama suami dan 3 orang anak di rumah berukuran sekitar 3x7 m (lantai
pertama) dan keluarga sepupu bu M tinggal bersama suami dan 1 orang anak di
lantai 2 pada bangunan yang sama.
Di sepanjang gang ada sebanyak 12 keluarga lain yang juga tinggal di sana.
Panjang gang tersebut sekitar 15-30 m dengan lebar 0,5-1 m. Kebanyakan orang
yang tinggal bekerja sebagai buruh atau pelayan toko.
Menurut subjek (Bu M) terjadi beberapa perubahan dengan lingkungan di
sekitarnya karena perkembangan zaman, seperti banyaknya orang dari etnis cina
yang membeli bangunan di sekitar rumah subjek sehingga pembangunan terjadi
terus-menerus, tetapi khusus untuk lingkungan gang tempat tinggal subjek,
perubahan hanya terjadi pada perbaikan rumah masing-masing tetangga.
Berhubungan dengan territory, menurut bu M tempat tinggalnya adalah
tempat yang aman karena dia sering tidak mengunci pintu sampai pagi dan tidak
terjadi apapun seperti pencurian. Hal ini sejalan dengan pandangan Pak A. Pak A
mengakui lingkungan tersebut aman-aman saja karena ditinggali oleh orang-orang
yang saling kenal-mengenal. Kecuali jika orang-orang tersebut membawa
keluarga dari luar Makassar. Pak A juga mengungkapkan bahwa setiap malam di
gang tersebut biasanya ada sekelompok orang yang meminum-minuman keras
tetapi tidak membahayakan orang lain dan tidak bahaya bagi pak A sendiri.
Selanjutnya Bu M mengungkapkan bahwa pembangunan rumah yang
dilakukan oleh tetangga di sebelah kiri rumahnya telah mengambil beberapa cm
luas rumahnya karena tembok rumah yang agak bergeser dan menghimpit ke arah
rumahnya.
Hubungan bu Mi dengan tetangga terbilang baik-baik saja. Hanya saja
tiada hari tanpa konflik dan gosip antar tetangga. Meskipun demikian, mereka
sering mengadakan acara makan-makan bersama di salah satu rumah dan
mengundang semua orang di gang. Termasuk orang yang mungkin sedang
dimusuhi. Konflik yang terjadi biasanya karena cerita-cerita yang beredar di
antara tetangga yang tidak diterima oleh orang yang bersangkutan. Tidak ada hal
khusus yang dilakukan untuk menyelesaikan konflik tersebut, sebab selama ini
konflik-konflik seperti itu akan selesai dengan sendirinya.
Bu M berpendapat, selama orang lain tidak mencoba mencari masalah
dengannya maka akan aman-aman saja. Bu M memilih untuk tidak terlalu
memikirkan permasalahan yang lumrah terjadi di antara tetangga yang rumahnya
berdekatan.
Di sisi lain di mana keluarga etnis Cina mendominasi, kami mewawancarai
Bu I yang juga sudah tinggal di sana sekitar 32 tahun. Bu I merupakan keturunan
asli Jawa dan mengikuti suaminya tinggal di Makassar.
Bu I menginformasikan bahwa di daerah tersebut sangat jarang terjadi
konflik antar tetangga. Hal ini dikarenakan sangat jarang warga yang tinggal di
rumah pada siang hari, mereka kebanyakan bekerja dan baru kembali di sore hari.
Jadi tidak ada waktu untuk mengurusi pertengkaran tetangga.
Pada perayaan hari-hari besar warga pribumi, warga etnis Cina datang
memberikan ucapan selamat, begitupula sebaliknya. Apabila ada tetangga yang
sakit, tetangga lain pergi menjenguk. Warga-warga yang hidup di sana juga
mengutamakan budaya sapa ketika bertemu. Di daerah tersebut juga diadakan
kerja bakti secara rutin. Ada ketua RT yang biasa mengakomodir kegiatan itu. Di
daerah itu juga ada Posyandu.
Di kawasan Bu I yang mana didominasi oleh etnis Cina juga jarang terjadi
pencurian. Kalaupun ada pencurian, itu dilakukan oleh warga luar. Pencurian yang
terjadi di keluarga Bu I sudah sekitar 10 tahun lalu.
Ketiga subjek yag diwawancarai mengaku sudah nyaman berada di
lingkungan tersebut. Mereka telah menyesuaikan diri dengan lingkungan tersebut.
Namun, dalam kondiri tertentu terkadang tetap ada ketidaksenangan.
Dari hasil wawancaram kami menyimpulkan hal-hal berikut:
- Personal space bersifat individual, sedangkan territori umumnya diklaim
secara kelompok, Misalnya di gang Bu M. Namun juga diklaim secara
individual. Misalnya seperti yang dirasakan Bu M saat ada yang membangun
rumah di samping rumahnya.
- Personal Space tidak berkaitan dengan tidak berkaitan dengan territory, dalam
artian, jarak-jarak rumah yang berdekatan dalam suatu daerah tidak menjamin
personal space di jarak yang dekat pula.
- Kehidupan bertatangga tidak menjamim perubahan personal space.
- Ada upaya untuk membangun hubungan personal ketika berada pada wilayah
yang sama. Hal ini dapat dilihat pada kegiatan-kegiatan yang dilakukan di
daerah subjek, misalnya makan-makan.
- Ada ritual tertentu untuk mengubah personal space dari wilayah sosial menjadi
wilayah intim, contohnya di Papua, makan sirih
- Ketika sudah lama tinggal di suatu daerah maka akan diklaim menjadi territory
sehingga akan terganggu ketika orang lain masuk.
5. Referensi
Austin, Daniel; Cross, Robin M; Hayes, Tamara; Kaye, Jeffrey. (2014). Regularity
and Predictability of Human Mobility in Personal Space. Scholarly Journals.
9(2).
Bell, P.A., Greene, T.C., Fisher, J.D., & Baum, A. (1996). Environmental
Psychology 4ed. USA: Harcourt College Publishers.
Gifford, R., Steg, L., Reser, J.P. (2010). Handbook of Applied Psychology. IAAP.
Halim, D. (2005). Psikologi Arsitektur. Pengantar Kajian Lintas Disiplin. Jakarta:
PT Grasindo.
Kennedy, Glscher , Tyszka & Adolphs. (2009). Personal space regulation by the
human amygdala. Nature Neuroscience. 12 (10), 1226-1227.