You are on page 1of 14

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian
Acute Lung Oedema (ALO) adalah terjadinya penumpukan cairan secara masif di
rongga alveoli yang menyebabkan pasien berada dalam kedaruratan respirasi dan ancaman
gagal napas (Hudak&Gallo, 2005).
Acute Lung Oedema (ALO) adalah kegawatan yang mengancam nyawa dimana
terjadi akumulasi di interstisial dan intra alveoli paru disertai hipoksemia dan kerja napas
yang meningkat (Price, Wilson, 2006).
Dalam pengertian lain Harun, 2009 dalam Fitri 2011 mendefinisikan ALO sebagai
keadaan dimana terdapat akumulasi cairan di paru-paru yang terjadi secara mendadak yang
dapat disebabkan oleh adanya peningkatan intravaskular (edema paru kardiak) atau karena
peningkatan permeabilitas membran kapiler (edema paru non kardiak) yang mengakibatkan
terjadinya ekstravasasi cairan secara cepat.
B. Etiologi
Edema Paru dapat terjadi oleh karena banyak mekanisme yaitu :
1. Ketidak-seimbangan Starling Forces :
a. Peningkatan tekanan kapiler paru :
Pada keadaan ini terjadi peningkatan tekanan hidrostatik yang cepat dalam kapiler
diakibatkan oleh peningkatan tekanan vena pulmonal akibat peningkatan tekanan akhir
diastolik ventrikel kiri (LVED) dan tekanan atrium kiri. Keadaan lain yang dapat
mempengaruhi tekanan kapiler paru diantaranya :
Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel kiri

(misal pada keadaan stenosis mitral).


Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi ventrikel

kiri.
Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan tekanan
arteria pulmonalis (over perfusion pulmonary edema).

b. Penurunan tekanan onkotik plasma.


Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati, proteinlosing enteropaday,
penyakit dermatologi atau penyakit nutrisi. Pada keadaan hipoalbumin rentan sekali terjadi
gangguan pada metabolisme protein, disini membran alveoli juga akan mengalami
gangguan terutama dalam permeabilitas membran kapiler yang tentu akan lemah sehingga
1

akan banyak perpindahan cairan yang tidak terkontrol yang pada akhirnya akan
mengakibatkan edema.
c. Peningkatan tekanan negatif intersisial

Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura (unilateral).


Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran napas akut
bersamaan dengan peningkatan end-expiratory volume (asma).

2. Perubahan permeabilitas membran kapiler alveolar (Adult Respiratory Distress


Syndrome).
Etiologi perubahan permeabilitas membran kapiler alveolar disebabkan oleh banyak hal,
diantaranya :

Pneumonia (bakteri, virus, parasit), terjadi proses perusakan secara langsung oleh

bakteri.
Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, asap Teflon, NO2),

mengakibatkan kerusakan fisik pada alveoli atau paru secara langsung.


Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan, alpha-

naphthyl thiourea).
Aspirasi asam lambung, asam lambung yang bersifat asam dapat langsung

merusak membran kapiler.


Pneumonitis radiasi akut.
Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin).
Disseminated Intravascular Coagulation.
Imunologi : pneumonitis hipersensitif, obat nitrofurantoin,
leukoagglutinin.
Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks.
Pankreatitis Perdarahan Akut.

3. Insufisiensi Limfatik :

Post Lung Transplant.

Lymphangitic Carcinomatosis.

Fibrosing Lymphangitis (silicosis). Cbkzbdfvhbdsjgfvcxgvjhcbfgbvbgjh bfvhjbfvhgfj

C. Patofisiologi

Aterioskalosis
Stenosis mitral

Kegagalan vebtrikel kiri untuk memompa darah

Penurunan kontraktilitas otot jantung


Penurunan ejeksi ventrikel Peningkatan
kiri
preload dan after load

Peningkatan EDV dan EDP ventrikel kiri

Penurunan eksekresi Na+ dan H2O


Peningkatan Vasokonstriksi
adrenergik simpatis
sistemik vasokontriksi
ginjal
Penurunan stroke volume
Penurunan
GFR

Penurunan curah jantung


Penurunan cardiac output
Peningkatan tekanan di atrium kiri
Peningkatan reabsorbsi Na+ dan H2O
Aktivasi RAA
Pelebaran ruang perivaskular

Bendungan darah di paru-paru

Pelebaran ruang peribronkial


Peningkatan getah bening

Cairan berlebih dalam sistem vaskular


Peningkatan tek. Kapiler paru
Kelebihan volume
cairan
Edema
Peningkatan
kakitubuh
(pitting),
tekanan
muka
hidrostatik,
dan tangan
tek. Osmotik dan permeabilitas membran kapiler
Penurunan tek. Osmotik koloid

Gangguan pertukaran gas


Cairan masuk ke interstisial
Penumpukan cairan di alveoli
Penurunan
Resiko penurunan
PO2
suplai O2 ke jar.
Gangguan
Perifer sianosis
perfusi jar. perifer

Peningkatan tek. hidrostatik interstisial


Peningkatan tek. Cairan dlm paru
Peningkatan PCO2

hipoksemia

Gangguan keseimbangan asam basa


Asidosis respiratori

Penurunan curah jantung

Gangguan pertukaran gas Penurunan


suplai saat aktivitas ringan atau
Kelelahan
Intoleran
istirahat
aktivitas
O2 dan nutrisi ke jaringan

Gangguan perfusi jar. perifer

D. Manifestasi klinis
Gejala yang timbul meliputi :
1. Gejala yang ditimbulkan oleh kegagalan jantung untuk memenuhi oksigenasi pada
jaringan tubuh terutama cerebral, koroner dan ginjal.
a. Cardiac asma
Sesak terjadi secara tiba-tiba biasanya bersifat nocturnal dan orthopnoe, berkeringat
dingin, wheezing dapat terdengar pada seluruh paru, batuk-batuk dengan expectorasi
disebabkan oleh karena congestive paru.Kadang-kadang terdapat hemoptysis sehingga
menyebabkan terjadinya bloody sputum.
b. Tanda-tanda serebral timbul oleh karena penurunan cardiac output sehingga timbul
stuper, coma atau mental depresi.
c. Gejala-gejala cardiovaskuler dapat timbul suatu shock syndrome oleh karena
penurunan cardiac output dengan berbagai gejala cardiogenic shock ditandai dengan
tachycardia, auriculas flutter atau uriculas fibrilasi.
2. Berkumpulnya berbagai zat oleh karena kegagalan fungsi transportasi pembawa zat
sisa.
a) Berkurangnya substrat yang dipengaruhi jaringan terutama glukosa sehingga jaringan
dalam hal ini mempergunakan cadangan energi ataupun sumber energi yang lainnya
misalnya lemak dan protein. Kekurangan substrat ini hanya terjadi bila kegagalan aliran
darah.
b) Pengangkutan zat sisa yang tidak dapat dilakukan tubuh yang disebabkan oleh dua hal
yaitu :
Peranan mikro sirkulasi dan transportasi sisa-sisa bahan makanan tidak sempurna.
Fungsi exkresi dari ginjal tidak sempurna.
Kedua hal ini disebabkan oleh karena gangguan dalam hubungan hemodinamik
dimana transportasi zat dipengaruhi oleh hukum Vick dan hipotesa Starling. Gejala-gejala

retensi dari zat sisa yang terjadi ialah tingginya kadar ureum darah yang dapat
diklarifikasikan sebagai prerenal failure.
Manifestasi klinis lain yang dapat terjadi dapat dicari dari keluhan, tanda fisik dan
perubahan radiografi (foto toraks). Gambaran dapat dibagi 3 stadium, meskipun
kenyataannya secara klinik sukar dideteksi dini.
Stadium 1. Adanya distensi dari pembuluh darah kecil paru yang prominen akan
memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas CO.
Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya sesak napas saat bekerja.
Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali mungkin adanya ronkhi pada
saat inspirasi karena terbukanya saluran napas yang tertutup pada saat inspirasi.
Stadium 2. Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah paru
menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa interlobularis menebal
(garis Kerley B). Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor intersisial, akan lebih
memperkecil saluran napas kecil, terutama di daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi.
Mungkin pula terjadi refleks bronkhokonstriksi. Sering terdapat takhipnea. Meskipun hal ini
merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takhipnea juga membantu memompa
aliran limfe sehingga penumpukan cairan intersisial diperlambat. Pada pemeriksaan
spirometri hanya terdapat sedikit perubahan saja.
Stadium 3. Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu,
terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk berbuih
kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata. Terjadi right-toleft intrapulmonary shunt.Penderita biasanya menderita hipokapnia, tetapi pada kasus yang
berat dapat terjadi hiperkapnia dan acute respiratory acidemia. Pada keadaan ini morphin
hams digunakan dengan hati-hati.
Edema Paru yang terjadi setelah Infark Miokard Akut biasanya akibat hipertensi kapiler
paru. Namun percobaan pada anjing yang dilakukan ligasi arteria koronaria, terjadi edema
paru walaupun tekanan kapiler paru normal, yang dapat dicegah dengan pemberian
indomethacin sebelumnya. Diperkirakan bahwa dengan menghambat cyclooxygenase atau
cyclic nucleotide phosphodiesterase akan mengurangi edema paru sekunder akibat
peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler; pada manusia masih memerlukan penelitian
lebih lanjut. Kadang-kadang penderita dengan Infark Miokard Akut dan edema paru, tekanan
kapiler pasak parunya normal; hal ini mungkin disebabkan lambatnya pembersihan cairan
edema secara radiografi meskipun tekanan kapiler paru sudah turun atau kemungkinan lain
6

pada beberapa penderita terjadi peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler paru sekunder


oleh karena adanya isi sekuncup yang rendah seperti pada cardiogenic shock lung.

E. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan Fisik
Sianosis sentral. Sesak napas dengan bunyi napas seperti mukus berbuih.
Ronchi basah nyaring di basal paru kemudian memenuhi hampir seluruh lapangan
paru, kadang disertai ronchi kering dan ekspirasi yang memanjang akibat
bronkospasme sehingga disebut sebagai asma kardiale.
Takikardia dengan S3 gallop.
Murmur bila ada kelainan katup.
b. Elektrokardiografi.
Pada gambaran elektrokardiografi bisa muncul sinus takikardia dengan hipertrofi atrium
kiri atau fibrilasi atrium, tergantung penyebab gagal jantung. Gambaran infark, hipertrofi
ventrikel kiri atau aritmia bisa ditemukan.
c. Laboratorium
Analisa gas darah pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah dan kemudian hiperkapnia.
Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard.
Darah rutin, ureum, kreatinin, , elektrolit, urinalisis, foto thoraks, EKG,enzim jantung
(CK-MB, Troponin T), angiografi koroner.
Foto thoraks Pulmonary edema secara khas didiagnosa dengan X-ray dada.
Radiograph (X-ray) dada yang normal terdiri dari area putih terpusat yang
menyinggung jantung dan pembuluh-pembuluh darah utamanya plus tulangtulang dari vertebral column, dengan bidangbidang paru yang menunjukan
7

sebagai bidang-bidang yang lebih gelap pada setiap sisi, yang dilingkungi oleh
struktur-struktur tulang dari dinding dada.
X-ray dada yang khas dengan pulmonary edema mungkin menunjukan lebih
banyak tampakan putih pada kedua bidang-bidang paru daripada biasanya.
Kasus-kasus yang lebih parah dari pulmonary edema dapat menunjukan
opacification (pemutihan) yang signifikan pada paru-paru dengan visualisasi yang
minimal dari bidang-bidang paru yang normal.
Pemutihan ini mewakili pengisian dari alveoli sebagai akibat dari pulmonary
edema, namun ia mungkin memberikan informasi yang minimal tentang
penyebab yang mungkin mendasarinya.
d. Gambaran Radiologi yang ditemukan :
Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vaskular di hilus)
Corakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral)
Kranialisasi vaskuler
Hilus suram (batas tidak jelas)
Interstitial fibrosis (gambaran seperti granuloma-granuloma kecil atau nodul
milier)
e. Ekokardiografi Gambaran penyebab gagal jantung : kelainan katup, hipertrofi
ventrikel (hipertensi), Segmental wall motion abnormally (Penyakit Jantung
Koroner), dan umumnya ditemukan dilatasi ventrikel kiri dan atrium kiri.
F. Penetalaksanaan
1. Posisi setengah duduk
Posisi setengah duduk dapat menurunkan tahanan abdomen terhadap ekspansi
diafragma dan paru-paru sehingga dapat menambah volume inspirasi paru-paru.
2. Oksigen (40%-50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker. Jika memburuk
(pasien makin sesak, takipneu, ronkhi bertambah, PaO2 tidak bisadipertahankan > 60
mmHg dengan O2 konssentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi atau tidak
8

mampu mengurangi cairan edema secara adekuat), maka dilakukan intubasi


endotrakeal, suction dan ventilator.
3. Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila perlu.
4. Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin per oral 0,4-0,6 mg tiap 5-10 menit.
Jika tekanan darah sistolik >95 mmHg bisa diberikan Nitrogliserin intravena mulai dosis
3-5 ug/kgBB. Jika tidak memberikan hasil memuaskan maka dapat diberikan
Nitrogliserin IV dimulai dosis 0,1 ug/kgBB/menit bila tidak memberi respon dengan
nitrat, dosis dinaikkan sampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan sistolik
85-90 mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah normal atau selama
dapat dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital.
5. Morfin sulfat 3-5 mg IV, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg (sebaiknya
dihindari).
6. Diuretik Furosemid 40-80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis ditingkatkan tiap 4 jam
atau dilanjutkan drip ontinue sampai dicapai produksi urine 1 ml/kgBB/jam.
7. Bila perlu (tekanan darah turun /tanda hipoperfusi) : Dopamin 2-5 ug/kgBB/menit atau
doputamin 2-10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat
ditingkatkan sesuai respon klinis atau keduanya.
8. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard.
9. Intubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak berhasil
dengan oksigen.
10. Atasi aritmia atau gangguan konduksi.
11. Operasi pada komplikasi akut infark miokard sepertiregurgitasi, VSD dan ruptur dinding
ventrikel/corda tendinae.
G. Diagnosa keperawatan yang muncul
1. Diagnosa Keperawatan I
Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontakilitas miokardial
(penurunan).
Tujuan : Curah jantung tercukupi untuk kebutuhan individual
Kriteria hasil : Menunjukkan tanda vital dalam batas normal dan bebas gejala gagal
jantung.
Rencana tindakan :
a) Catat suara jantung
9

Rasional : S1 dan S2 mungkin lemah karena terdapat kelemahan dalam memompa.


Irama gallop sering ada (S2 dan S3). Murmur merupakan gambaran adanya
ketidaknormalan/stenosis dari katup.
b) Monitor tekanan darah
Rasional : pada awal tekanan darah meningkat karena peningkatan SVR, lama
kelamaan badan/body jantung tidak bisa bertambah panjang agar bisa untuk kompensasi
dan bisa terjadi hipotensi berat.
c) Palpasi denyut peripher.
Rasional : Penurunan CO akan menyebabkan kelemhn denyut pada arteri radialis,
poplitea,dorsalis pedis dan posttibial. Denyut dapat yang cepat atau reguler dan mungkin
juga terdapat pulsus alternans (denyut yang kuat di selingi denyut yang lemah)
d) Lihat warna kulit,pucat,cyanosis.
Rasional : Pucat menunjukkan berkurangnya perfusi perifer sebagai akibat
sekunder dari ketidakadekuatnya CO.
e) Nilai perubahan tanggapan panca indera seperti : lethargy, kebingungan, disoientasi
cemas dan depresi.
Rasional : Menunjukkan tidak adekuatnya perfusi cerebralsebagai akibat sekunder
dari penurunan CO .
f) Collaborative dalam pemberian O2 lewat canul nasal/masker sesuai indikasi.
Rasional : meningkatnya persediaanya O2 untuk kebutuhan myokard untuk
menanggulangi efek hypoxia/iskemia.
g) Collaborative pemberian diuretik.
Rasional : Pengurangan preload penting dalam pengobatan pada pasien cardiac out
put yang relative normal yang di sertai oleh gejala-gejala bendungan. Pemberian loup
diuretics akan mengurangi reabsorbsi dari sodium dan air.
h) Collaborative pemberin digoxin
Rasional : meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan melambatkan kecepatan
denyut jantung (heart rate) dengan menurunkan kecepatan konduksi dan memperpanjng
periode retrakter dari AV junction untuk meningkatkan efisiensi jantung/cardiac out put.

2. Diagnosa Keperawatan II
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-alveolus
(perpindahan cairan ke dalam area intertitial/alveoli)
Tujuan : Pertukaran gas efektif
Kriteria hasil : menunjukkan ventilasi dan oksigenasi jaringan yang adekuat pada
jringan di tunjukkan oleh GDA/oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala distress
pernafasan
Rencana tindakan :
a) Auskultasi suara nafas, catat adanya krekels.
Rasional : Menunjukkan adanya bendungan pulmonal/penumpukan secret yang
membutuhkan penanganan lebih lanjut.
b) Atur posisi fowler dan bed rest.
10

Rasional : merangsang pengembangan paru secara maksimal.


c) Pantau/gambarkan seri GDA, nadi oksimetri
Rasional : hipoksemia dapat menjadi berat selama edema paru.
d) Collaborative pemberian O2 sesuai indikasi.
Rasional : meningkatkan konsenterasi O2 alveolar yang akan mengurangi
hypoxemia jaringan.
e) Collaborative pemberian obat .
Diuretic
Rasional : Mengurangi bendungan alveolar sehingga meningkatkan pertukaran gas
Bronkodilator
Rasional : Meningkatkan pemasukan O2 dengan jalan dilatasi saluran nafas.

3. Diagnosa Keperawatan III


Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru
sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura.
Tujuan : Pasien mampu mempertahankan fungsi paru secara normal
Kriteria hasil : Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal, pada
pemeriksaan sinar X dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, bunyi nafas terdengar
jelas.
Rencana tindakan :
a) Identifikasi faktor penyebab.
Rasional : Dengan mengidentifikasikan penyebab, kita dapat mengambil tindakan
yang tepat.
b) Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan yang
terjadi.
Rasional : Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, kita dapat
mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien.
c) Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala
tempat tidur ditinggikan 60 90 derajat.
Rasional : Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru
bisa maksimal.
d) Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon pasien).
Rasional : Peningkatan RR dan tachicardi merupakan indikasi adanya penurunan
fungsi paru.
e) Lakukan auskultasi suara nafas tiap 2-4 jam.
Rasional : Auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas pada bagian paru-paru.
f) Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif.
Rasional : Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam. Penekanan
otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif.
g) Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obat-obatan serta foto
thorax.

11

Rasional : Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah


terjadinya sianosis akibat hiponia. Dengan foto thorax dapat dimonitor kemajuan dari
berkurangnya cairan dan kembalinya daya kembang paru.

4. Diagnosa keperawatan 4
Cemas atau ketakutan sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang
dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas).
Tujuan : Pasien mampu memahami dan menerima keadaannya sehingga tidak terjadi
kecemasan.
Kriteria hasil: Pasien mampu bernafas secara normal, pasien mampu beradaptasi
dengan keadaannya. Respon non verbal klien tampak lebih rileks dan santai, nafas teratur
dengan frekuensi 16-24 kali permenit, nadi 80-90 kali permenit.
Rencana tindakan :
a) Berikan posisi yang menyenangkan bagi pasien. Biasanya dengan semi fowler.
b) Jelaskan mengenai penyakit dan diagnosanya.
Rasional : pasien mampu menerima keadaan dan mengerti sehingga dapat diajak
kerjasama dalam perawatan.
c) Ajarkan teknik relaksasi
Rasional : Mengurangi ketegangan otot dan kecemasan
d) Bantu dalam menggala sumber koping yang ada.
Rasional : Pemanfaatan sumber koping yang ada secara konstruktif sangat
bermanfaat dalam mengatasi stress.
e) Pertahankan hubungan saling percaya antara perawat dan pasien.
Rasional : Hubungan saling percaya membantu proses terapeutik
f) Kaji faktor yang menyebabkan timbulnya rasa cemas.
Rasional : Tindakan yang tepat diperlukan dalam mengatasi masalah yang dihadapi
klien dan membangun kepercayaan dalam mengurangi kecemasan.
g) antu pasien mengenali dan mengakui rasa cemasnya.
Rasional : Rasa cemas merupakan efek emosi sehingga apabila sudah teridentifikasi
dengan baik, perasaan yang mengganggu dapat diketahui.

5. Diagnosa keperawatan 5
Ketidakmampuan melaksanakan aktivitas sehari-hari sehubungan dengan keletihan
(keadaan fisik yang lemah).
Tujuan : Pasien mampu melaksanakan aktivitas seoptimal mungkin.
Kriteria hasil : Terpenuhinya aktivitas secara optimal, pasien kelihatan segar dan
bersemangat, personel hygiene pasien cukup.
Rencana tindakan :
a) Evaluasi respon pasien saat beraktivitas, catat keluhan dan tingkat aktivitas serta
adanya perubahan tanda-tanda vital.
Rasional : Mengetahui sejauh mana kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas.
b) Bantu Px memenuhi kebutuhannya.
12

Rasional : Memacu pasien untuk berlatih secara aktif dan mandiri.


c) Awasi Px saat melakukan aktivitas.
Rasional : Memberi pendidikan pada Px dan keluarga dalam perawatan selanjutnya.
d) Libatkan keluarga dalam perawatan pasien.
Rasional : Kelemahan suatu tanda Px belum mampu beraktivitas secara penuh.
e) Jelaskan pada pasien tentang perlunya keseimbangan antara aktivitas dan istirahat.
Rasional : Istirahat perlu untuk menurunkan kebutuhan metabolisme.
f) Motivasi dan awasi pasien untuk melakukan aktivitas secara bertahap.
Rasional : Aktivitas yang teratur dan bertahap akan membantu mengembalikan pasien
pada kondisi normal.

6. Diagnosa keperawatan 6
Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan sehubungan dengan
kurang terpajan informasi.
Tujuan : Pasien dan keluarga tahu mengenai kondisi dan aturan pengobatan.
Kriteria hasil :
Px dan keluarga menyatakan pemahaman penyebab masalah.
PX dan keluarga mampu mengidentifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi

medik.
Px dan keluarga mengikuti program pengobatan dan menunjukkan perubahan pola

hidup yang perlu untuk mencegah terulangnya masalah.


Rencana tindakan :
a) Kaji patologi masalah individu.
Rasional : Informasi menurunkan takut karena ketidaktahuan. Memberikan
pengetahuan dasar untuk pemahaman kondisi dinamik dan pentingnya intervensi terapeutik.
b) Kaji ulang tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat (contoh, nyeri dada
tiba-tiba, dispena, distress pernafasan).
Rasional : Berulangnya proses penyakit memerlukan intervensi medik untuk
mencegah, menurunkan potensial komplikasi.
c) Kaji ulang praktik kesehatan yang baik (contoh, nutrisi baik, istirahat, latihan).
Rasional : Mempertahankan kesehatan umum meningkatkan penyembuhan dan dapat
mencegah kekambuhan.

DAFTAR PUSTAKA

13

Choirul Indriawan, M. 2012. Catatan Kedokteran : Penyakit Edema Paru Akut Kardiogenik.
http://jantungoke.blogspot.com/2012/12/edema-paru-akut-kardiogenik-acute.html,
diakses tanggal 4 Agustus 2013.
Fitriana, Nur. 2012. Laporan pendahuluan ALO. . Makalah tidak diterbitkan. Program Studi
Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat.Universitas Sumatera
Utara. Medan.
Nuzulul Fikri, Muh. 2009. Asuhan Keperawatan Pasien Edema Paru Aku. Makalah Tugas
Belajar Mahasiswa Tidak diterbitkan. http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail35460-Kep%20Kardiovaskuler.pdf, tanggal 4 Agustus 2013.
Rohman, Abdul. 2009. Askep Acut Lung Oedem or Edema Paru AKut (ALO.) http://nsrohman.blogspot.com/2011/10/askep-acut-lung-oedem-or-edema-paru.html, diakses
pada tanggal 4 Agustus 2013.
Utomo, Sudiyatmo. 2012. Penanganan Penyakit Edema Paru Akut (Acute Lung Oedem).
http://drsudiyatmo.blogspot.com/2012/05/penanganan-edema-paru-akut.html,diakses
tanggal 4 Agustus 2013.

14

You might also like