Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1.
Umum
Irigasi adalah semua atau segala kegiatan yang mempunyai hubungan dengan usaha
untuk mendapatkan air guna keperluan pertanian.
Usaha yang dilakukan tersebut dapat meliputi : perencanaan, pembuatan,
pengelolaan, serta pemeliharaan sarana untuk mengambil air dari sumber air dan
membagi air tersebut secara teratur dan apabila terjadi kelebihan air dengan
membuangnya melalui saluran drainase. (Acmadi, M. 2013).
Secara garis besar, tujuan irigasi dapat digolongkan menjadi 2 (dua) golongan,
yaitu :
1. Tujuan langsung, yaitu irigasi mempunyai tujuan untuk membasahi tanah
berkaitan dengan kapasitas kandungan air dan udara dalam tanah sehingga dapat
dicapai suatu kondisi yang sesuai dengan kebutuhan untuk pertumbuhan tanaman
yang ada di tanah tersebut.
2. Tujuan tidak langsung, yaitu irigasi mempunyai tujuan yang meliputi : mengatur
suhu dari tanah, mencuci tanah yang mengandung racun, mengangkut bahan
pupuk dengan melalui aliran air yang ada, menaikkan muka air tanah,
meningkatkan elevasi suatu daerah dengan
dan
Latar Belakang
Pembangunan irigasi merupakan salah satu penyumbang stok pangan nasional,
Identifikasi Masalah
Permasalahan yang banyak dijumpai di lapangan untuk petak tersier antara lain:
1. Dalam proses pemberian air irigasi untuk petak sawah terjauh sering tidak
terpenuhi.
2. Kesulitan dalam mengendalikan proses pembagian air sehingga sering terjadi
pencurian air.
3. Banyak petak tersier yang rusak akibat organisasi petani setempat yang tidak
terkelola dengan baik.
Semakin kecil luas petak dan luas kepemilikan maka semakin mudah
organisasi setingkat P3A/GP3A untuk melaksanakan tugasnya dalam melaksanakan
operasi dan pemeliharaan. Petak tersier menerima air di suatu tempat dalam jumlah
yang sudah diukur dari suatu jaringan pembawa yang diatur oleh Institusi Pengelola
Irigasi. Pembagian air di dalam petak tersier diserahkan kepada para petani. Jaringan
saluran tersier dan kuarter mengalirkan air ke sawah. Kelebihan air ditampung di
dalam suatu jaringan saluran pembuang tersier dan kuarter dan selanjutnya dialirkan
ke jaringan pembuang primer.
1.4. Batasan Masalah
Untuk lebih memfokuskan pada studi yang dilakukan dan untuk menghindari
terjadinya pembahasan yang keluar dari pokok perencanaan, maka dilakukan
pembatasan masalah sebagai berikut :
1. Studi dilakukan di daerah Ponorogo yang merupakan suatu jaringan irigasi
Sumatera Utara.
2. Data curah hujan merupakan data sekunder dan dalam hal ini merupakan
wewenang dari dinas Pengairan Sumatera Utara.
3. Menghitung kebutuhan air irigasi berdasarkan pola tata tanam.
4. Penggunaan air irigasi.
5. Tidak membahas mengenai penjadwalan distribusi air dan konstruksi pintu karena
pada studi ini lebih mengarah pada perencanaan dimensi saluran.
2.
3.
4.
Manfaat kajian ini adalah sebagai bahan masukan bagi semua pihak dalam
merencanakan saluran irigasi teknis yang baik, sehingga penggunaan Sumber Daya
Air dapat dilakukan seoptimal mungkin, terutama pada daerah irigasi Ponorogo. Dan
juga diharapkan dapat digunakan sebagai pedoman bagi penyelenggaraan Tata
Laksana Pembangunan Prasarana Pengairan serta pelaku Operasi dan Pemeliharaan
Daerah Irigasi Ponorogo dalam upaya peningkatan potensi dan pemanfaatan lahan
Irigasi.
1.7. Sistematika Pembahasan
Sistematika penulisan dalam penyusunan perencanaan irigasi ini meliputi 4
(empat) bab. Bab I membahas tentang Pendahuluan. Pada bagian ini diulas beberapa
subbab, yaitu latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan
masalah, tujuan dan manfaat, sistematika pembahasan, Selanjutnya landasan teori
dibahas dalam Bab II, yang terdiri dari subbab, yaitu pembahasan evapotranspirasi
dalam bagian ini terdiri dari sub-sub bab diantaranya (evaporasi, transpirasi,
evapotranspirasi, evapotranpirasi potensial). Pola tata tanam terdiri dari sub-sub bab
diantaranya (tata tanam, jadwal tata tanam), koefisien tanaman, kebutuhan air
tanaman, perkolasi, pengolahan tanah dan persamaian sesuai KP PU dan terdiri dari
sub-sub bab yaitu (pengolahan tanah,persemaian), Curah hujan efektif, pergantian
lapisan air, efisiensi irigasi, kebutuhan air irigasi, sistem pemberian air, perancangan
sistem jaringan yang terdiri dari sub-sub bab yaitu (bangunan irigasi, bangunan
pelengkap dalam saluran, layout jaringan irigasi daerah rencana, skema jaringan
irigasi, petak tersier percontohan). Dalam Bab III membahas tentang Data dan analisa
data dan terdiri dari sub bab yaitu perhitungan evapotranspirasi potensial, kebutuhan
air tanaman, perhitungan curah hujan, perhitungan saluran irigasi, perhitungan
bangunan pelengkap. Sedangkan Bab IV adalah bagian Penutup yang terdiri dari sub
bab yaitu kesimpulan dan saran.
Dalam perencanaan ini ada beberapa lampiran yang akan terlampir diantaranya
sebagai berikut :
1. Gambar layout jaringan irigasi
2. Gambar skema jaringan dan bangunan irigasi
3. Gambar potongan memanjang saluran
4. Gambar potongan melintang saluran
5. Gambar detail desain bangunan pelengkap
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Umum
Kriteria Perencanaan Jaringan lrigasi ini merupakan bagian dari Standar Kriteria
Perencanaan dari Direktorat Jenderal Sumber Daya Air. Kriteria Perencanaan terdiri
dari bagian-bagian berikut :
KP 01 Perencanaan jaringan irigasi
KP 02 Bangunan utama (Head works)
KP 03 Saluran
KP 04 Bangunan
KP 05 Parameter bangunan
KP 06 Petak tersier
KP 07 Standar penggambaran.
Kriteria tersebut dilengkapi dengan:
Gambar-gambar tipe dan standar bangunan irigasi
Persyaratan teknis untuk pengukuran, penyelidikan dan perencanaan
Buku petunjuk perencanaan.
Dalam Bab 2 diberikan uraian mengenai berbagai unsur jaringan irigasi teknis:
petak petak irigasi, bangunan utama, saluran dan bangunan. Pada persiapan
pembangunan sampai dengan perencanaan akhir dibagi menjadi dua tahap yaitu,
tahap studi dan tahap perencanaan. Tahap studi dibicarakan untuk melengkapi pada
persiapan proyek.
Kriteria tentang tahap studi merupakan dasar pengambilan keputusan dimulainya
perencanaan irigasi (tahap perencanaan). Segi-segi teknis dan nonteknis akan samasama memainkan peran. Laporan tentang hasil-hasil studi yang telah dilakukan
mencakup pula keterangan pokok mengenai irigasi yang direncanakan, serta
kesimpulan yang berkenaan dengan tipe jaringan, tata letak dan pola tanam. Pada
permulaan tahap perencanaan, kesimpulan yang diperoleh dari tahap studi akan
ditinjau kembali sejauh kesimpulan tersebut berkenaan dengan perencanaan jaringan
irigasi. Peninjauan semacam ini perlu, karena dalam tahap-tahap studi dan
perencanaan banyak instansi pemerintah yang terlibat di dalamnya. Bab 4
menguraikan data-data yang diperlukan untuk perencanaan proyek irigasi.
Bidang yang dicakup antara lain adalah hidrologi, topografi, model, hidrolis,
geoteknik dan tanah pertanian. Bab 5, Perekayasaan (Engineering Design),
membicarakan berbagai tahap dalam perekayasaan, yang dijadikan dasar untuk Tahap
Perencanaan adalah perekayasaan yang telah dipersiapkan dalam Tahap.
Dalam Tahap Perencanaan, ada dua taraf perencanaan, yakni:
Perencanaan pendahuluan (awal).
Perencanaan akhir (detail).
Pada taraf perencanaan pendahuluan, diputuskan mengenai daerah irigasi,
ketinggian dan tipe bangunan. Hasil-hasil keputusan ini saling mempengaruhi satu
sama lain secara langsung. Untuk memperoleh hasil perencanaan yang terbaik,
diperlukan pengetahuan dan penguasaan yang mendalam mengenai semua kriteria
perencanaan.
Unsur-unsur kriteria perencanaan jaringan irigasi akan dibicarakan dalam bagian:
Bangunan Utama, Saluran, Bangunan dan Petak Tersier. Kriteria tersebut khusus
sifatnya, artinya kriteria perencanaan untuk saluran hanya berlaku untuk saluran dan
kaitan antara kriteria yang satu dengan yang lain kurang dipentingkan.
2.2 Siklus Hidrologi
Hidrologi adalah suatu ilmu tentang kehadiran dan gerakan air di alam. Pada
prinsipnya, jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti suatu aliran yang dinamakan
siklus hidrologi. Siklus Hidrologi adalah suatu proses yang berkaitan, dimana air
diangkut dari lautan ke atmosfer (udara), ke darat dan kembali lagi ke laut, seperti
pada gambar dibawah.
Hujan yang jatuh ke bumi baik langsung menjadi aliran maupun tidak langsung
yaitu melalui vegetasi atau media lainnnya akan membentuk siklus aliran air mulai
dari tempat yang tinggi (gunung, pegunungan) menuju ke tempat yang rendah baik di
permukaan tanah maupun di dalam tanah yang berakhir di laut.
Dengan adanya penyinaran matahari, maka semua air yang ada dipermukaan
bumi akan berubah wujud berupa gas/uap akibat panas matahari dan disebut dengan
penguapan atau evaporasi dan transpirasi. Uap ini bergerak diatmosfer (udara)
kemudian akibat perbedaan temperatur di atmosfer dari panas menjadi dingin maka
air akan terbentuk akibat kondensasi dari uap menjadi cairan (from air to liquid state).
Bila temperatur berada di bawah titik beku (freezing point) kristal-kristal es terbentuk.
Tetesan air kecil (tiny droplet) umbuh oleh kondensasi dan berbenturan dengan
tetesan air lainnya dan terbawa oleh gerakan udara turbulen sampai pada kondisi yang
cukup besar menjadi butir-butir air. Apabila jumlah butir sir sudah cukup banyak dan
akibat berat sendiri (pengaruh gravitasi) butir-butir air itu akan turun ke bumi dan
proses turunnya butiran air ini disebut dengan hujan atau presipitasi. Bila temperatur
udara turun sampai dibawah 0 Celcius, maka butiran air akan berubah menjadi salju
[Chow dkk.,1988].
2.3. Evapotranspirasi
Evaporasi adalah proses dimana air dalam bentuk cair dikonversi menjadi uap air
(vaporization) dan dipindahkan dari permukaan penguapan (vapour removal). Air
dapat terevaporasi dari berbagai permukaana seperti danau, sungai, tanah dan
vegetasi hijau.
Energi dibutuhkan untuk merubah bentuk molekul air dari fase cair ke fase uap.
Radiasi matahari langsung dan faktor lingkungan yang mempengaruhi suhu udara
merupakan sumber energi. Gaya penggerak untuk memindahkan uap air dari
permukaan penguapan adalah perbedaan tekanan antara uap air di permukaan
penguapan dan tekanan udara atmosfir. Selama berlangsungya proses, udara sekitar
menjadi jenuh secara perlahan dan selanjutnya proses akan melambat will dan
kemungkinan akan berhenti jika udara basah tidan dipindahkan ke atmosfir.
Pergantian udara jenuh dengan udara kering sangat tergantung pada kecepatan angin.
Oleh karena itu, radiasi surya, temperature udara, kelembaban udara dan kecepatan
angin merupakan parameter iklim yang dipertimbangkan dalam penentuan proses
evaporasi.
Jika permukaan penguapan adalah permukaan tanah, maka tingkat penutupan
tanaman pelindung (crop canopy) dan jumlah air tersedia pada permukaan penguapan
juga menjadi faktor yang mempengaruhi proses evaporasi. Kejadian hujan, irigasi dan
gerakan vertikal air dalam tanah dari muka air tanah dangkal merupakan sumber
pembasahan permukaan tanah. Jika tanah dapat menyuplai air dengan cepat yang
memenuhi kebutuhan evaporasi, maka evaporasi dari tanah ditentukan hanya oleh
kondisi meteorologi. Akan tetapi, bila interval antara hujan dan irigasi cukup lama
dan kemampuan tanah mnegalirkan lengas ke dekat permukaan tanah kecil, maka
kandungan air di lapisan topsoil meturun dan menyebabkan permukaan tanah menjadi
kering. Pada lingkungan dimana air terbatas, maka jumlah air tersedia menjadi faktor
pembatas. Berkurangnya supplai air ke permukaan tanah menyebabkan evaporasi
menurun drastis. Proses ini mungkin akan terjadi dalam beberapa hari.
Semua jenis tanaman memerlukan air untuk kelangsungan hidupnya, dan
masing-masing jenis tanaman berbeda-beda kebutuhannya. Hanya sebagian kecil air
yang tinggal di dalam tumbuh-tumbuhan, sebagian besar dari padanya setelah diserap
lewat akar-akar dan dahan-dahan akan ditranspirasikan lewat bagian tumbuhtumbuhan yangberdaun (Soemarto, 1986: 44). Transpirasi adalah suatu proses air
yang ada di dalam tumbuhan dilimpahkan kedalam atmosfir sebagai uap air
(Subarkah, 1980 : 39). Dalam kondisi lapangan tidaklah mungkin untuk membedakan
antara evaporasidan transpirasi jika tanahnya tertutup oleh tumbuh-tumbuhan. Kedua
proses tersebut (evaporasi dan transpirasi) saling berkaitan sehingga dinamakan
evapotranspirasi.Proses transpirasi berjalan terus hampir sepanjang hari dibawah
pengaruh sinar matahari (Soemarto, 1986 : 44).
Pada daerah aliran sungai (catchment area) dengan tanaman tanaman yang
tumbuh didalamnya, juga akan mengalami penguapan, baik penguapan dari tanaman
(transpirasi) ataupun penguapan dari permukaan tanah. Kedua hal diatas dicakup
dalam pengertian Evapotranspirasi.
Evapotranspirasi didefinisikan sebagai penguapan dari suatu daerah aliran sungai
sebagai akibat pertumbuhan tanaman didalamnya (schulz, 1976).
Data-data iklim yang diperlukan untuk perhitungan ini adalah yang berkenaan dengan
:
a. Temperatur (harian maksimum, minimum dan rata-rata).
b. Kelembapan relative.
c. Sinar matahari (lamanya dalam sehari).
d. Angin (kecepatan dan arah).
Data-data di atas adalah standar bagi stasiun-stasiun argometereologi. Jangka
waktu pencatatan untuk keperluan analisis yang cukup tepat dan handal adalah sekitar
sepuluh tahun (Ditjen Pengairan Departemen Pekerjaan Umum, 1986).
menunjukkan kecepatan angin rata-rata bulanan berkisar antara 0,5 m/dt sampai
4.5m/dt atau sekitar 2 sampai 15 km/jam (1 km/hari = 0,0116 m/dt sedangkan 1
km/jam= 0,2778 m/dt).
4. Kecerahan Matahari Rata-Rata Bulanan (n/N)
Data pengukuran kecerahan matahari (%) dibutuhkan pada penggunaan rumus
Radiasi dan Pennman. Kecerahan matahari adalah perbandingan antara n dengan
N,atau disebut rasio keawanan. Nilai N merupakan jumlah jam potensial matahari
yang bersinar dalam sehari, sedangkan nilai n adalah jumlah jam nyata matahari
bersinar dalam sehari. Untuk daerah khatulistiwa besar N adalah sekitar 12 jam setiap
harinya, dan tidak jauh berbeda antara bulan yang satu dengan yang lainnya. Besar n
berhubungan erat dengan keadaaan awan, makin banyak awan makin kecilnilai n.
Harga rata-rata bulanan kecerahan matahari (n/N) di beberapa daerah Indonesia,
berkisar antara 30-88%. Di musim kemarau harga (n/N) lebih tinggi dibanding musim
hujan. Akibat banyaknya awan di musim hujan yang memperkecil harga n dan
prosentase n/N. Dalam menghitung besarnya evapotranspirasi kita bisa menggunakan
beberapa rumus empiris seperti Penman, Tornhwite, Blaney-Criddle, Turc-LangbeinWundt (Soemarto, 1986 : 54).
Dengan :
Sn = Radiasi matahari netto yang diserap bumi ( c a.c m2 /hari)
S0 = radiasi matahari global harian yang jatuh pada permukaan horizontal tiap
satuan luas dibagian luar atmosfer ( c a.c m2 /hari)
Dalam menyusun rencana tata tanam suatu Daerah Irigasi perlu diperhatikan
kondisi setempat, untuk hal-hal sebagai berikut (Anonim, 2000 : II-2).
1. Keinginan dan kebiasaan petani.
2. Kebijaksanaan pemerintah.
3. Kesesuaian lahan terhadap jenis tanaman.
4. Ketersediaan air.
5. Iklim dan Hama.
6. Ketersediaan tenaga Kerja.
7. Hasil dan biaya usaha tani.
Umur tanaman.
Kegiatan mengatur jenis, varietas dan umur pertumbuhan tanaman disebut
sebagai pengaturan pola tata tanam. Dengan demikian usaha mengatur pola tata
tanam dimaksudkan untuk mengatur besar koefisien tanaman agar mendapatkan besar
ET, sehingga sesuai dengan ketersediaan air irigasi.
= Koefisien tanaman, yang besarnya tergantung pada jenis, macam, dan umur
tanaman
Penyiapan lahan.
Penggunaan konsumtif.
Perkolasi.
Pergantian lapisan air.
Curah hujan efektif.
Pendugaan kebutuhan air di sawah dilakukan berdasarkan jenis tanaman,
persamaan netto kebutuhan air (Netto Farm Requirement) dengan Metode standar
perencanaan jaringan irigasi, yaitu dengan persamaan sebagai berikut (Anonim dalam
Sriwidjajanto, 2002 : 10) :
NFR Padi
NFR plw
= ET Re plw (2-25)
NFR tebu
= ET Re tebu (2-26)
dengan :
NFR padi
NFR plw
NFR tebu
LP
ET
WLR
= Perkolasi (mm/hr)
Re padi
Re plw
Re tebu
IR =
Dengan :
IR
= Eo + P (2-28)
E0
= (M.T) / S (2-29)
2.6 Perkolasi
Perkolasi adalah gerakan air sampai ke bawah dari zona tak jenuh (antara
permukaan tanah sampai ke bawah permukaan air tanah) ke dalam daerah jenuh
(daerah di bawah permukaan air tanah) (Soemarto, 1986: 80). Daya perkolasi (Pp)
adalah laju perkolasi maksimum yang dimungkinkan dan besarnya dipengaruhi
kondisi tanah dan muka air tanah perkolasi terjadi saat daerah tak jenuh mencapai
daya medan (field capacity).
Jenis Tanah
Tanah Porous (Sandy Loam)
Perkolasi ( mm/hari )
36
29
12
dengan persamaan :
Wpx = A x S + (x 1) d x 10 m3
Pekerjaan pengolahan tanah ini dilakukan dengan dua tahap, yaitu membajak dan
menggaru. Maksud membajak adalah :
Membuat tanah menjadi lebih kedap air, sehingga peresapan dapat lebih
diperkecil.
2.7.2 Persamaian
Air untuk persemaian diberikan bersamaan dengan pemberian air untuk
pengolahan tanah. Persemaian harus sudah disiapkan antara 20-30 hari sebelum masa
tanam padi di sawah. Luas lahan untuk persemaian berkisar antara 3-5% dari luas
lahan seluruhnya yang akan ditanami. Tanah untuk persemaian dibajak, digaru, dan
kemudian dicangkul sampai menjadi lumpur. Pada umur 25 hari atau 3 sampai 4
minggu setelah pengolahan lahan bibit siap untuk dipindah ke petak-petak sawah
yang telah disediakan.
2.8 Curah Hujan Efektif
Tanah yang berada dalam kondisi alamiah mengandung air. Yang terpenting bagi
tanaman adalah bahwa air dalam tanah harus senantiasa berada dalam keadaan yang
mudah untuk diserap (Sosrodarsono, 1976 : 215). Untuk menjaga agar ketersediaan
air di dalam tanah selalu berada dalam keadaan yang sesuai bagi pertumbuhan
tanaman maka diperlukan adanya penberian air irigasi atau yang berasal dari alam
yaitu air hujan. Hujan yang turun jumlahnya tidak selalu tepat untuk membuat
kondisi tanah sedemikian rupa hingga memudahkan tanaman untuk menyerap air.
Di dalam memperhitungkan kebutuhan air irigasi, curah hujan diperhitungkan
sebagai penambah untuk memenuhi kebutuhan air tanaman (Sosrodarsono, 1976 :
215). Jika curah hujan yang jatuh intensitasnya rendah, maka air akan habis menguap
dan tidak bias dipergunakan untuk pertumbuhan tanaman. Air hujan yang jatuh dan
dimanfaatkan oleh tanaman untuk memenuhi kebutuhan air konsumtifnya disebut
curah hujan efektif. Jadi curah hujan efektif ini merupakan sebagian dari curah hujan
yang jatuh pada suatu daerah pada kurun waktu tertentu. Berdasarkan pengertian
diatas maka perlu dibedakan antara curah hujan efektif dan curah hujan efektif nyata
sebagai berikut :
Curah hujan nyata adalah sejumlah curah hujan yang jatuh pada suatu daerah pada
kurun waktu tertentu.
Curah hujan efektif adalah sejumlah curah hujan yang jatuh pada suatu daerah dan
dapat digunakan oleh tanaman untuk pertumbuhannya.
Untuk mendapatkan curah hujan efektif digunakan metode Basic Year, dimana
menentukan suatu tahun tertentu sebagai tahun dasar perencanaan. Untuk irigasi
dipakai R80, artinya curah hujan yang lebih kecil dari R80 mempunyai kemungkinan
20% dan yang lebih besar atau sama dengan R80 sebesar 80%. Dihitung dengan
persamaan sebagai berikut :
R80 = n/5 + 1
Dengan :
R80 = Curah hujan yang terjadi dengan tingkat kepercayaan 80% (mm).
n
Curah hujan efektif merupakan bagian dari keseluruhan curah hujan yang secara
efektif tersedia untuk kebutuhan air tanaman dalam pertumbuhannya (Anonim, 1986
(a) : 75).
Nilai curah hujan efektif untuk masing-masing tanaman adalah sebagai berikut
(Anonim, 1986 (f) : 10) :
1. Untuk tanaman padi, curah hujan efektif ditentukan 70% dari curah hujan 10
harian yang terlampaui 80% dari waktu periode tersebut.
2. Untuk tanaman palawija, curah hujan efektif adalah 50% dari curah hujan
bulanan.
0,75
Peningkatan yang
Dapat dicapai
0,80
Petak Tersier
0,65
0,75
Keseluruhan
0,50
0,60
Nama
Awal
Efisiensi berkisar antara 35% pada musim hujan sampai 60% pada musim
kemarau, penyebab rendahnya effisiensi pada musim hujan karena ketidakmampuan
memberikan air secara pasti sesuai yang dibutuhkan, akibat pertimbangan curah hujan
effektif.
Dalam studi ini besarnya efisiensi irigasi pada saluran adalah sebagai berikut
(Anonim, 1986 (f) : 10) :
Efisiensi saluran primer sebesar 95%
Efisiensi saluran sekunder sebesar 90%
Efisiensi jaringan tersier sebesar 80%
Jadi besarnya efiesiensi secara keseluruhan adalah sebesar 65% atau 0,65.
2.11 Kebutuhan air irigasi
Besarnya kebutuhan air di air sawah tergantung dari jenis tanaman, diperoleh
dengan persamaan sebagai berikut (Anonim, 1986 (f) : 5) :
a. Untuk tanaman padi
NFR = ET + IR + WLR + P Reff
b. Untuk tanaman palawija
NFR = ET + P Reff
dengan :
NFR
ET
IR
= Perkolasi (mm/hari).
Reff
Sedang kebutuhan air irigasi total yang diukur dalam pintu pengambilan atau
intake dinyatakan dengan rumus (Anonim, 1986 (a) : 159) :
dengan :
DR =
( NFR . A )
ER
= Efisiensi irigasi.
Secara garis besar, Schwab et al. (1981) membagi pengairan ke dalam empat
cara, yaitu:
1. pemberian air di permukaan tanah (surface irrigation), Pemberian air
dipermukaan
tanah
meliputi
penggenangan
(flooding),
biasanya
di
Bangunan Pembawa
Bangunan pembawa mempunyai fungsi membawa/mengalirkan air dari
sumberya menuju petak irigasi. Bangunan pembawa meliputi saluran primer, saluran
sekunder, saluran tersier dan saluran kwarter. Termasuk dalam bangunan pembawa
adalah talang, gorong-gorong, siphon, terjunan dan got miring. Saluran primer
biasanya dinamakan sesuai dengan daerah irigasi yang dilayaninya. Sedangkan
saluran sekunder sering dinamakan sesuai dengan nama desa yang terletak pada petak
sekunder tersebut. Berikut ini penjelasan berbagai saluran yang ada dalam suatu
sistem irigasi.
a) Saluran primer membawa air dari bangunan sadap menuju saluran sekunder dan ke
petak-petak tersier yang diairi. Batas ujung saluran primer adalah pada bangunan
bagi yang terakhir.
b) Saluran sekunder membawa air dari bangunan yang menyadap dari saluran primer
menuju petak-petak tersier yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. batas
akhir dari saluran sekunder adalah bangunan sadap terakhir.
c) Saluran tersier membawa air dari bangunan yang menyadap dari saluran sekunder
menuju petak-petak kuarter yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut batas
akhir dari saluran sekunder adalah bangunan boks tersier terakhir.
d) Saluran kuarter mernbawa air dari bangunan yang menyadap dari boks tersier
menuju petak-petak sawah yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. batas
akhir dari saluran sekunder adalah bangunan boks kuarter terakhir.
3. Bangunan bagi dan sadap
Bangunan bagi merupakan bangunan yang terletak pada saluran primer, sekunder
dan tersier yang berfungsi untuk membagi air yang dibawa oleh saluran yang
bersangkutan. Khusus untuk saluran tersier dan kuarter bangunan bagi ini masing
masing disebut boks tersier dan boks kuarter. Bangunan sadap tersier mengalirkan air
dari saluran primer atau sekunder menuju saluran tersier penerima. Dalam rangka
penghematan bangunan bagi dan sadap dapat digabung menjadi satu rangkaian
bangunan.
Bangunan bagi pada saluran-saluran besar pada umumnya mempunyai 3 (tiga)
bagian utama, yakni :
a. Alat pembendung, bermaksud untuk mengatur elevasi muka air sesuai dengan
tinggi pelayanan yang direncanakan.
b. Perlengkapan jalan air melintasi tanggul, jalan atau bangunan lain menuju saluran
cabang. Konstruksinya dapat berupa saluran terbuka ataupun gorong-gorong.
Bangunan ini dilengkapi dengan pintu pengatur agar debit yang masuk saluran
dapat diatur.
c. Bangunan ukur debit, yaitu suatu bangunan yang dimaksudkan untuk mengukur
besarnya debit yang mengalir.
4. Bangunan pengatur dan pengukur
Agar pemberian air irigasi sesuai dengan yang direncanakan, perlu dilakukan
pengaturan dan pengukuran aliran di bangunan sadap (awal saluran primer), cabang
saluran jaringan primer serta bangunan sadap primer dan sekunder. Bangunan
pengatur muka air dimaksudkan untuk dapat mengatur muka air sampai batas-batas
yang diperlukan untuk dapat memberikan debit yang konstan dan sesuai dengan yang
dibutuhkan. Sedangkan bangunan pengukur dimaksudkan untuk dapat member
informasi mengenai besar aliran yang dialirkan.
5. Bangunan drainase
Bangunan drainase dimaksudkan untuk membuang kelebihan air di petak sawah
maupun saluran. Kelebihan air di petak sawah dibuang melalui saluran pernbuang,
sedangkan kelebihan air disaluran dibuang melalui bengunan pelimpah.
Terdapat beberapa jenis saluran pembuang, yaitu saluran pembuang kuerter,
saluran pernbuang tersier, saluran pernbuang sekunder dan saluran pembuang primer.
Jaringan pembuang tersier dimaksudkan untuk :
a) Mengeringkan sawah
b) Membuang kelebihan air hujan
c) Membuang kelebihan air irigasi
2.13.2. Bangunan Pelengkap Dalam Saluran
Sebagaimana namanya, bangunan pelengkap berfungsi sebagai pelengkap
bangunan-bangunan irigasi yang telah disebutkan sebelumnya. Bangunan pelengkap
berfungsi sebagai untuk memperlancar para petugas dalam eksploitasi dan
pemeliharaan. Bangunan pelengkap dapat juga dimanfaatkan untuk pelayanan umum.
Jenis-jenis bangunan pelengkap antara lain jalan inspeksi, tanggul, jernbatan
penyebrangan, tangga mandi manusia, sarana mandi hewan, serta bangunan lainnya.
2.13.3 Layout Jaringan Irigasi Daerah Rencana
Lay out jaringan irigasi adalah suatu cara yang membedakan bagian-bagian yang
terdapat dalam irigasi bentuknya serupa Lay out map. Lay out map berisi skema
jaringan irigasi. Tujuan pembuatan skema jaringan irigasi adalah mengetahui jaringan
irigasi, bangunan irigasi, serta daerah-daerah yang diairi meliputi luas, nama dan
debit.
1. Bangunan utama (head work)
2. Sistyem saluran pembawa (irigasi)
3. Sistem saluran pembuang (drainase)
4. Primer unit, sekunder unit, tersier unit.
5. Lokasi bangunan irigasi
6. Sistem jalan
7. Non irigated area (lading)
8. Non irigatable area (tidak dapat dialiri)
Saluran pembawa adalah saluran yang membawah air irigasi dari bangunan
utama ke petak-petak sawah. Ada empat macam saluran pembawa, yaitu saluran
primer, sekunder, tersier, dan kuarter.
Prinsip pembuatan saluran primer adalah direncanakan bedasarkan titik elevasi
tertinggi dari daerah yang dapat dialiri. Jika daerah yang dialiri diapit oleh dua buah
sungai, maka saluran dibuat mengikuti garis prmisah air. Saluran sekunder
direncanakan melalui punggung kontur.
Selain saluran pembawa, pada daerah irigasi harus terdapat saluran pembuang.
Saluran pembuang dibuat untuk menampung buangan (kelebihan) air dari petak
sawah. Sistem pembuangan ini disebut sistem drainase. Tujuan sistem drainase
adalah mengeringkan sawah, membuang kelebihan air hujan, dan membuang
kelebihan air irigasi. Saluran pembuangan di buat di lembah kontur.
Tata warna peta adalah :
1. Batas alam
Sungai
Lembah
2. Batas Administrasi
Untuk perencanaan detail jaringan pembawa dan pembuang diperlukan peta
topografi yang akurat dan bisa menunjukkan gambaran-gambaran muka tanah yang
ada. Peta topografi tersebut bisa dieroleh dari hasil pengukura topografi atau dari foto
udara. Peta teesebut mencakup informasi yang berhubungan dengan :
Tata guna tanah, saluran pembuang dan jalan yang sudah ada serta
bangunannya.
Garis kontur pada peta menggambarkan medan daerah yang akan direncanakan.
Topografi suatu daerah akan menentukan Lay out serta konfigurasi yang paling
efektif untuk saluran pembawa atau saluran pembuang. Dari kebanyakan tipe medan
Lay out yang cocok digambarkan secara sistematis. Tiap peta tersier yang
direncanakan terpisah agar sesuai dengan batas alam dan topografi. Dalam banyak hal
biasanya dibuat beberapa konfigurasi Lay Out jaringan irigasi dan pembuang.
2.13.4. Skema Jaringan Irigasi
Petak tersier ideal adalah petak yang masing-masing pemilik sawahnya memiliki
pengambilan sendiri dan dapat membuang kelebihan air langsung ke jaringan
pembuang. Para petani dapat mengangkut hasil pertanian dan peralatan mesin atau
ternaknya dari dan kesawah melalui jalan petani yang ada.
2. Ukuran Petak Tersier dan Kuarter
Ukuran optimum suatu petak tersier adalah 50-100 ha. Ukuran ini dapat
ditambah sehingga 150 ha, jika keadaan topogrfi memaksa. Di petak tersier yang
berukuran kecil, efisiensi irigasi akan lebih tinggi karena :
: 5-100 hektar
: 8-15 hektar
: 1500 meter
: 500 meter
: 300 meter
3. Batas Petak
Batas berdasarkan pada kondisi topografi. Daerah itu hendaknya diatur sebaik
mungkin, sedemikian hingga satu petak tersier terletak dalam satu daerah
administrative desa agar eksploitasi dan pemeliharaan jaringan lebih baik.
Jika ada dua desa di petak tersier yang sangat luas maka dianjurkan untuk
membagi petak-petak tersebut menjadi dua petak subtersier yang berdampingan
sesuai dengan daerah desa masing-masing.