You are on page 1of 8

Rotator Cuff

Pengertian
Rotator Cuff merupakan kelompok otot stabilitator aktif sendi glenohumeralis dan
sekaligus sebagai penggerak. Dengan demikian fungsi rotator cuff berkaitan dengan fungsi
pemeliharaan sikap dan membuat sendi glenohumeralis dan berkaitan dengan sikap tubuh serta
gerak tubuh secara keseluruhan. Sakit pada Rotator Cuff dapat disebabkan oleh trauma besar
atau kecil baik secara langsung ataupun tidak langsung, atau oleh infeksi, metabolismae,
neoplasma atau kongenital. Pada sendi glenohumeralis stabilitasnya terutama dipelihara oleh
stabilitator aktif, Yaitu oleh aktifitas rotator cuff, mengingat bentuk mangkuk sendinya lebih
longgar serta lingkup geraknya sangat luas. Rotataor Cuff terdiri atas m.sub skapularis, m.supra
spinatus, m. infra spinatus dan m. teres minor.

Pemeriksaan

Anamnesis

Apabila seorang pasien datang ke praktek dengan keluhan rasa sakit di sekitar daerah bahu
atau lengan atas, maka kita pertama-tama dapat mempertanyakan dari apakah keluhan mungkin
disebabkan oleh gangguan pada ( gelang ) bahu. Sewaktu membuat anamnasa kita sudah bisa
membuat kesan tentanga hal ini. Pasien biasanya akan mengatakan bahwa keluhannya timbul bila
lengan digerakkan. Acap kali gerakan, yang terjadi dari elevasi lengan di atas kira-kira 90 derajat,
menimbulkan masalah. Kadang-kadang pasien mengatakan bahwa dia tidak dapat berbaring pada
sisi yang terkena, sehingga istirahat malamnya terganggu. Jika gerakan kepala dapat
menimbulkan keluhan, maka analisa kita pertama-tama menuju ke arah adanya kelainan di tulang
belakang bagian cervikal. Apabila keluhan sama sekali tidak ada hubungannya dengan gerakan,
maka kita harus waspada akan adanya patologi yang sama sekali lain, yang lokasinya juga tidak
harus berada di alat penggerak tubuh ( angina pectoris, batu empedu, dan lain-lain ).
Bertitik tolak dari kenyataan bahwa keluhan rasa sakit memang timbul apabila lengan
digerakkan, ternyata bahwa rasa sakit yang dikeluhkan hampir selalu ditunjukkan di tempat yang
sama, apapun jenis kelainannya: yaitu di daerah deltoidea. Daerah ini termasuk segmen leher
yang kelima. Hampir semua struktur daerah bahu secara embriologis berasal dari segmen C5 itu.
Akibatnya adalah bahwa reffered pain terasa di dalam dermatom C5. Clavicula, sendi
akromioklavikuler dan sendi sternoklavikuler berasal dari segmen C4. Apabila rasa sakit
ditunjukkan berada di daerah dermatom C4, ada penyebabnya dapat berada di sendi AC dan SC.

Pertanyaan kedua adalah: apakah dapat ditunjukkan faktor-faktor penyebab yang


mengakibatkan timbulnya keluhan tersebut? Dalam hal ini dapat dipikirkan trauma atau
pembebanan yang terlalu berat ( insidentil atau kronis ) baik traumata maupun pembebanan yang
terlalu berat dapat berhubungan dengan aktifitas pasien sehari-hari ( pekerjaan, hobi, olah raga )
Di pihak lain juga imobilisasi ( bidai gips, kain sandang ) dapat menyebabkan kelainan.
Ketiga, berguna untuk mendapatkan kesan tentang parahnya keluhan. Sebenarnya rasa sakit
itu sukar untuk dinyatakan obyektif, namun walaupun demikian masih mungkin untuk
memberikan gradasi tertentu, menurut kriteria yang dapat diberikan pasien dengan baik. Semakin
parah gangguannya, semakin jauh penjalaran rasa sakit. Suatu luka ringan memberikan rasa
sakit di lengan atas, luka yang berat menyebabkan penjalaran rasa sakit sampai lengan bawah.
Suatu luka berat kadang-kadang sudah menyebabkan rasa sakit dalam

keadaan istirahat,

sedangkan luka ringan menimbulkan rasa sakit hanya bila lengan digerakkan. Pada luka yang
berat pasien kadang-kadang mengatakan bahwa waktu malam dia terbangun bila berbalik ingin
tidur menyamping pada sisi yang terkena. Sedangkan pada luka yang ringan tidak demikian
halnya.
Pada akhirnya kita masih harus menyakinkan diri bahwa keluhan sehubungan dengan bahu
itu terlepas dari hal-hal lain: apakah ada keluhan sehubungan dengan sendi-sendi lain, apakah
terdapat gejala-gejala penyakit yang umum ( demam, kelemahan, eksantema ), apakah pasien
mengenal penyakit ( kronis ) yang lain, apakah pasien memakai medikasi pemeliharaan? Sudah
jelas umur pasien kadang-kadang relevan.

Inspeksi
Inspeksi sudah mulai dari saat pasien masuk: apakah lengan ditopang dalam sikap tertentu

(oleh lengan yang sehat atau oleh kain sandang )? Juga sementara pasien membuka pakaian
gangguan gerak acap kali sudah tampak. Jelaskan bahwa untuk pemeriksaan bahu, pakaian
bagian atas harus dibuka seluruhnya. Selanjutnya pasien diperiksa dalam sikap duduk atau
berdiri: posisi kepala, simetri kontur tubuh ( m. trapezius, m. deltoideus, claviculae, scapulae ),
posisi tulang belakang, berubahnya warna kulit, atrofi otot, pembengkakan yang abnormal.
Adanya asimetri ringan sebagai akibat skoliosis torakal yang ringan tidak mempunyai arti
klinis. Juga posisi bahu dominan agak lebih rendah merupakan gejala yang normal, yang terutama
pada olahragawan sering ditemukan. Atrofi m. supraspinatus dan m. infraspinatus kadang-kadang
tidak kita lihat dalam inspeksi. Walaupun hal ini sebenarnya mudah terlihat,jika kita
membandingkan lengkungan-lengkungan di sebelah spina scapula kiri dan kanan.

Tes Orientasi
Pada pemeriksaan regio bahu perlu dilakukan tes orientasi, yaitu tes cepat untuk melihat

sepintas adakah kelainan pada kuadran yang terkait, meliputi tes orientasi regio cervical-thoracal
atas dan scapulohumeral rhytm.
Tes flexi-extensi dan gerak tiga dimensi sisi yang sama dari leher. Tes gerak flexi-extensi
untuk provokasi pada discus dan facet daerah leher dan thoracal atas, sedangkan gerak tiga
dimensi, yaitu extensi, flexi lateral dan rotasi ke sisi yang sama, untuk provokasi di damping pada
juga pada jaringan foramen intervertebralisnya. Tes ini positif bila timbul keluhan yang sama
dengan keluhan utamanya. Apabila tes ini ternyata menimbulkan keluhan tetapi tidak sama
dengan keluhan utamanya, gangguan pada regio tersebut kemungkinan ada kaitannya dengan
keluhan utamanya atau mungkin juga tidak.
Tes abduksi elevasi bahu perlu diperhatikan ritme skapulohumeralis, adakah
penyimpangan-penyimpangan seperti painful arc, nyeri akhir gerak, reserve humeroscapular
rhythm, krepitasi dan lain-lain. Pada lesi rotator cuff hampir sering dijumpai painful arc,
dimana dirasakan nyeri saat abduksi 45-120 derajat, kecuali lesinya pada otot atau tendon m.
subskapularis bagian inferior. Apabila dijumpai reserve humeroscapular rhythm, yaitu gerak
rotasi skapula yang terjadi lebih awal dan lebih besar dibandingkan gerak humerus berarti
terdapat hipomobilitas sendi glenohumeralis. Apabila nyeri timbul di akhir ROM kemungkinan
terdapat hipomobilitas pada sendi AC joint atau SC joint. Tetapi bila terbatas pada akhir ROM
saja, kemungkinan ada gangguan fungsi pada cervicothoracal junction atau terdapat
hipomobilitas ringan sendi-sendi glenohumeralis atau terdapat hipomobilitas ringan sendi-sendi
glenohumeralis atau AC joint atau SC joint.
Tes gerak shoulder girdle dilakukan dengan gerak aktif elevasi-depresi dan protraksiretraksi dilakukan bila ada kecurigaan adanya gangguan fungsi shoulder girdle.setelah tes
abduksi elevasi. Keterbatasan atau nyeri pada gerak ini menunjukkan kelainan pada komponen
shoulder girdle.

Pemeriksaan Gerak Aktif dan Pasif

Pemeriksaan gerak aktif yang penting adalah abduksi-elevasi seperti di atas, sedangkan
pemeriksaan gerak pasif dilakukan terutama gerak abduksi, endorotasi dan eksorotasi sendi
glenohumeralis. Pada lesi rotator cuff dijumpai nyeri hanya pada gerak abduksi sementara gerak

yanglain bebas nyeri, kecuali bila aktualitasnya tinggi. Namun bila pada gerak abduksi ditambah
traksi ke kaudal nyerinya akan hilang atau berkurang.

Pemeriksaan Gerak Isometrik Melawan Tahanan

Bila gerak abduksi isometrik melawan tahanan timbul rasa nyeri, kemungkinan besar
terdapat lesi pada m. supraspinatus, bila benar, maka nyeri akan tetap timbul walaupun
ditambahkan traksi ke arah kaudal.
Bila gerak isometrik endorotasi melawan tahanan timbul nyeri, maka kemungkinan lesi
pada m. subskapularis.
Bila gerak isomertik eksorotasi melawan tahanan terjadi rasa nyeri maka, kemungkinan lesi
pada m. infraspinatus.
Tes gerak isometrik fleksi siku tidak menimbulkan nyeri, sementara gerak isometrik
ekstensi siku menimbulkan nyeri, tetapi hal ini dikarenakan adanya penekanan jaringan
suprahumeralis termasuk rotator cuff.

Beberapa Pemeriksaan Khusus Pada Lesi Rotator Cuff

Seperti pada palpasi, pemeriksaan khusus hanya dilakukan bila dalam periksaan fungsi
gerak mengarah ke sana. Banyak pemeriksaan khusus yang dapat dilakukan, antara lain sebagai
berikut.
Gerak isometris melawan tahanan sambil melakukan traksi ini ditujukan untuk
menyingkirkan kemungkinan adanya provokasi pada jaringan suprahumeralis pada saat
melakukan tes isometris. Apabila pada pemeriksaan ini masih terdapat nyeri, berarti letak lesi
pada pada tendonnya.
Pada tes adduksi horizontal, tendon m. subskapularis bagian superior tertekan oleh proc.
Coracoideus yang akan nyeri bial terdapat lesi pada lokasi tersebut. Tetapi bila nyeri pada bagian
posterior berarti karena regangan pada m. infraspinatus.
Apabila dicurigai adanya hipomobilitas sendi dalam shoulder complex, Perlu dilakukan
tes traksi-translasi untuk memastikan apakah penyebab hipomobilitas sendi tersebut oleh faktor
kapsuler.
INTERVENSI
Tergantung dari penyebab lesi, terapi dapat hanya dengan pendekatan lokal atau hanya
dengan pendekatan lokal atau dengan pendekatan regional atau bahkan dengan pendekatan
segmental. Pada lesi akibat cidera langsung seperti misalnya pada olah raga melempar, hanya

perlu dilakukan intervensi lokal saja, tetapi pada kasus lain seperti kissing coracoid misalnya,
diperlukan mobilitas sendi dalam shoulder complex tertentu yang ditemukan hipomobilitas. Bila
penyebab primernya dari iritasi segmental, misalnya dari segmen C5-C6, diperlukan intervensi
segmental pula. Demikian juga pada kasus kronik yang telah diikuti gangguan segmen Th4-Th6
maka diperlukan intervensi pada jaringan yang telah terlibat pada segmen tersebut.

Intervensi Lokal

Pada intervensi lokal, Dos Winkel et al membagi dalam 5 stadium klinis sesuai dengan
gejala yang dijumpai.
Pada stadium I nyeri timbul hanya bila sudah melakukan aktifitas atau olah raga saja.
Dalam pemeriksaan fisik dijumpai pada tes gerak isometrik melawan tahanan nyeri timbul setelah
kontraksi. Di sini terapi umumnya hanya perlu 4-6 kali friksi transversal saja.
Pada stadium II nyeri dirasakan pada saat awal olah raga atau aktifitas yang membebani
rotator cuff yang bersangkutan. Pada pemeriksaan dujumpai painful arc dan nyeri pada tes
gerak melawan tahanan. Di sini terapi cukup 6-12 kali friksi transversal dan dianjurkan untuk
mengurangi aktifitas olah raga terkait hingga 50%.
Pada stadium III nyeri bahu dirasakan selam dan setelah olahraga, tetapi pasien masih
mampu melanjutkan aktifitas tersebut dengan presentasi cukup baik. Pada pemeriksaan dijunpai
painful arc dan nyeri pada tes gerak isometris. Pada stadium ini friksi transversal dicoba 6 kali
dan mengistirahatkan anggota gerak yang bersangkutan. Apabila ada perbaikan maka dilakukan
sampai sembuh. Tetapi bila tidak ada perbaikan perlu dikonsultasikan ke orthopaedie untuk
memperoleh infiltrasi lokal.
Kasus yang berada pada stadium IV relatif tidak banyak. Nyeri dirasakan selama dan
sesudah olah raga atau aktifitas yang membebani rotator cuff yang bersangkutan, hingga pasien
tidak mampu melakukan aktifitasnya disetai penurunan prestasi yang jelas. Pada pemeriksaan
painful arc, nyeri pada gerak isometris melawan tahanan serta gerak pasif elevasi terdapat nyeri
pada akhir ROM. Terapi dilakukan seperti pada stadium III dan tangan disangga dengan mitela,
tetapi bila tidak berhasil harus dikonsultasikan untuk memperoleh infiltrasi lokal.
Pada stadium V sangat jarang dijumpai. Secara klinis pasien tak mampu melakukan olah
raga atau aktifitas yang laindengan lengan yang bersangkutan. Pada kasus ini harus
dikonsultasikan dengan dokter untuk memperoleh terapi medis lain atau operasi.

Intervensi Regional

Yang harus diperhatikan pada intervensi regional adalah apakah patologi suatu sendi atau
beberapa sendi tertentu dalam shoulder complex merupakan penyebab primer atau sekunder.
Bila primer ada kaitannya dengan sikap atau gerak serta jenis patologinya berupa hipomobilitas
atau hipermobilitas atau instabilitas, adakah pemendekan atau kelemahan otot.
Metoda yangdipakai untuk memperbaiki hipomobilitas adalah mobilisasi traksi, translasi
dan roll slide atau manipulasi. Dosisi terapi dipilih sesuai dengan variabel aktualitas patologinya.
Pada aktualitas tinggi dengan tehnikmobilisasi osilasi dan bila aktualitas rendah dengan
mobilisasi translasi-traksi stakato atau regangan, serta bila pembatasan gerak minimal dapat
dengan tehnik manipulasi, terutama pada joint blokade.
Perhatian utama ditujukan pada sendi akromioclavicularis dan sternoclavicularis yang
sering mempengaruhi patologi rotator cuff. Pada sendi lain, yaitu cervicothoracic junction
dapat dilakukan manipulasi dengan tehnik nelson traction dan diikuti mobilisasi costovertebralis
I-II.
Apabila dijumpai hipermobilitas shoulder complex atau bahkan instabilitas, digunakan
metoda stabilisasi aktif dengan metoda Bugnet atau rhythmical stabilitation PNF dan
kemudian diikuti latihan koreksi sikap.
Bila dijumpai pemendean otot maka diterapkan tehnik peregangan otot dari Janda atau
contrac relax PNF. Di sini perlu diperhatikanotot-otot tipe I atau tipe tonik, yaitu m. trapezius
pars superior, m. levator scapula, m. pectoralis mayor dan minor serta biceps brachii.

Intervensi Segmental

Keterkaitan segmen C5-C6 dan Th4-Th6 dapat sebagai penyebab primer atau sekunder,
misalnya iritasi radiks C5-C6 atau hiperaktifitas sistem simpatis Th4-Th6. Jaringan yang disarafi
oleh segmen terkait yang mungkin terlibat antara lain facet, kostovertebralis, otot dan jaringan
ikat bawah kulit. Gangguan sendi umumnya berupa hipomobilitas, gangguan otot sebagai
tendomiosis/ miosis/ myofascial trigger point syndrome, gangguan jaringan ikat bawahkulit
berupa connective tissue zone sehingga menimbulkan pseudo radikulair. Apabila terdapat
iritasi radiks maka akan dijumpai gejala radikuler.
Intervensi manual terapi pada kasus tersebut berupa mobilisasi kulit yang terkait.
Traksi segmen C5-C6 dapat diberikan secara manual atau dengan alat traksi leher, walaupun
traksi leher dengan alat tak mungkin mengisolasi segmen lain. Mobilisasi dan manipulasi
segmental merupakan tehnik yang tepat, namun memerlukan keterampilan dan dasar tehnik dan

ilmiah yang tidak sederhana, sehingga diterapkan umumnya traksi leher baik dengan alat ataupun
secara manual. Tehnik ini tidak boleh diberikan bila dijumpai insufisiensi vertebro basiler.
Mobilisasi intervertebralis Th4-Th6 dan kostovertebralis 4-6 dilakukan secara manual.
Beberapa ahli menganjurkan penggunaan tehnik manipulasi karena tidak terjadi rasa nyeri dan
memerlukan waktu yang singkat dengan hasil yang baik namun hanya bisa dilakukan bila tidak
dijumpai hipomobilitas yang jelas atau hanya minimal.
Mobilitas otot diterapkan pada otot paravertebralis daerah Th4-Th6 dan sekitarnya yang
turut terlibat serta otot lain yang dijumpai patologi, yaitu regangan manual atau friksi transversal.
Mobilosasi jaringan ikat bawah kulit dilakukan dengan tehnik massage connective tissue
diterapkan pada daerah sekitar segmentasi Th4-Th6.
EVALUASI
Untuk melihat perkembangannya, meliputi kemanjuan atau kemunduran atau keadaan
menetap, dilakukan evaluasi pada tiap akan melakukan intervensi, saat melakukan intervensi dan
setelah melakukan intervensi, dengan cara yang cepat namun tepat melalui anamnesa singkat dan
tes cepat.
Pada periode tertentu sesuai dengan program terapi, dilakukanlah evaluasi yang lebih
lengkap dan dibandingkan dengan hasil pemeriksaan periode sebelumnya.
Kadang saat melakukan intervensi dapat ditemukan hal-hal yang belum ditemukan
sebelumnya atau perkembangan atau keadaan baru, sehingga tak jarang intervensi dilakukan
dengan metoda, tehnik dan saran yang lain dengan sebelumnya. Atau bahkan pada waktu tertentu
diputuskan untuk mengganti terapinya atau dikonsultasikan dengan profesi lain. Dengan
demikian intervensi manual terapi tak mungkin dibuat resep.

You might also like