You are on page 1of 12

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya begitu pula ruang
angkasa merupakan suatu karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada seluruh rakyat Indonesia.
Oleh karena itu sudah semestinya pemanfaatan fungsi bumi, air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya serta ruang angkasa haruslah ditujukan untukmencapai sebesarbesarnya kemakmuran rakyat Indonesia. Sebagaimana tercantum dalam pasal 33 ayat (3)
Undang - Undang Dasar 1945 yang memberikan landasan konstitusional, bahwa Bumi dan
air serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Menurut ketentuan pasal 2 ayat
(4) UUPA, Hak menguasai dari Negara, pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerahdaerah Swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak
bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan Peraturan
Pemerintah.
PT. Kereta Api Indonesia (PERSERO) adalah salah satu perusahaan Milik Negara
yang memiliki Hak Pengelolaan. Dalam pelaksanaannya atas hak pengelolaan yang
dikuasainya, PT. Kereta Api Indonesia (PERSERO) untuk memanfaatkan tanah dengan
baik dan pada akhirnya membuat PT. Kereta Api Indonesia (PERSERO) menyewakan
tanah-tanah tersebut pada pihak ketiga, baik itu kepada badan hukum maupun
perseorangan.
PT. Kereta Api Indonesia (PERSERO) adalah salah satu perusahaan Milik Negara
1

yang memiliki Hak Pengelolaan. Dalam pelaksanaannya atas hak pengelolaan yang
dikuasainya, PT. Kereta Api Indonesia (PERSERO) untuk memanfaatkan tanah dengan
baik dan pada akhirnya membuat PT. Kereta Api Indonesia (PERSERO) menyewakan
tanah-tanah tersebut pada pihak ketiga, baik itu kepada badan hukum maupun
perseorangan.Hak atas tanah yang diberikan terhadap tanah yang diperuntukkan untuk lalu
lintas kereta api tersebut, berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69
Tahun 1998 tentang Prasarana Dan Sarana Kereta Api (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1998 Nomor 133.

B. Rumusan Masalah
1. Hak penguasaan apa yang di pakai KAI untuk lahan stasiun dan perkantoran?
2. Hak penguasaan apa yang di pakai KAI untuk lahan Rel di setiap daerah

BAB II
2

PEMBAHASAN

A. Tanah Aset PT KAI (Persero)


Aset perusahaan kereta api negara (Staats Spoorwegen disingkat SS) sejak tanggal
18 Agustus 1945 otomatis menjadi aset DKA. Semua tanah yang diuraikan dalam
grondkaart SS sudah menjadi aset DKA sekarang PT. Kereta Api Indonesia (Persero).
Aset perusahaan kereta api swasta (Verenigde Spoorwegbedrijf disingkat VS)
berdasarkan Undang-Undang Nomor 86 Tahun 1958 sdah dinasionalisasi dan berdasarkan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 dan 41 Tahun 1959 sudah menjadi
aset DKA sekarang PT. Kereta Api Indonesia (Persero).
Tanah aset PT. Kereta Api Indonesia (Persero) baik yang berasal dari
pengambilalihan aset SS, nasionalisasi aset VS maupun yang diperoleh sendiri karena
pengadaan tanah, dalam penerbitan administrasinya ada yang sudah mempunyai sertipikat,
namun juga masih ada yang belum bersertipikat. Semua tanah aset PT. Kereta Api
Indonesia (Persero) berkapasitas sebagai kekayaan negara yang dipisahkan dan tunduk
kepada Undang-Undang Perbendaharaan Negara (ICW), Instruksi Presiden RI Nomor 9
Tahun 1970, Keputusan Presiden RI Nomor 16 Tahun 1994 dan peraturan perundangan
lainnya mengenai kekayaan negara.
Menurut ketentuan hukum perbendaharaan negara, tanah aset PT. Kereta Api
Indonesia (Persero) baik yang sudah bersertipikat maupun yang belum, tidak boleh
dilepaskan kepada pihak ketiga jika tidak ada izin dari Menteri Keuangan terlebih dahulu.

Walaupun tanah aset PT. Kereta Api Indonesia (Persero) belum bersertipikat atau masih
berstatus tanah negara, namun tidak boleh diberikan dengan suatu hak atas tanah tersebut
kepada pihak ketiga, jika tidak ada izin dari Menteri Keuangan.

B. Pengaturan Lahan yang digunakan PT KAI


Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar PokokPokok Agraria yang selanjutnya disebut Undang-Undang Pokok Agraria ( UUPA ) tanah
merupakan permukaan bumi dan tubuh bumi merupakan elemen yang sangat vital bagi
bangsa Indonesia dalam rangka melaksanakan pembangunan nasional untuk mewujudkan
kemakmuran rakyat. Dalam Undang-Undang Pokok-Pokok Agraria banyak mengatur
tentang pertanahan Indonesia bahkan Undang-Undang Poko-Pokok Agraria dijadikan
patokan pengaturan tanah secara nasional dengan berbagai macam peraturannya termasuk
mengenai hak atas tanah itu sendiri. Pasal 16 Undang-Undang Pokok Agraria menyatakan
bahwa hak-hak atas tanah sebagai yang dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) adalah:
1. hak milik;
2. hak guna-usaha;
3. hak guna-bangunan;
4. hak pakai;
5. hak sewa;
6. hak membuka tanah;
7. hak memungut-hasil hutan;
hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan
ditetapkan dengan Undang-undang serta ha-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak

tersebut akan ditetapkan dengan Undang-undang.


Dengan adanya UUPA (Undang-Undang Pokok Agraria) dan peraturan perundangan
lainnya yang mengatur tentang pertanahan di Indonesia dibuat untuk menghindari atau
meminimalisir terjadinya konflik-konflik yang berhubungan dengan pengelolaan tanah.
Konflik-konflik tersebut dapat terjadi antar perseorangan ataupun antara peresorangan
dengan kelompok termasuk didalamnya pihak swasta atau pemerintah. Salah satu faktor
yang mempengaruhi konflik tersebut antara lain terkait dengan persebaran penduduk yang
tidak merata. Sehingga terjadi ketidak seimbangan persediaan tanah dengan kebutuhan
akan tanah. Oleh karena itu, timbul beberapa persoalan tentang penguasaan tanah.
Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2007 tentang Perkeretaapian bahwa Perkeretaapian adalah satu kesatuan sistem yang terdiri
atas prasarana, sarana, dan sumber daya manusia, serta norma, kriteria, persyaratan, dan
prosedur untuk penyelenggaraan transportasi kereta api. Pasal 1 butir 11 Fasilitas
penunjang kereta api adalah segala sesuatu yang melengkapi penyelenggaraan angkutan
kereta api yang dapat memberikan kemudahan, kenyamanan, dan keselamatan bagi
pengguna jasa kereta api.
Penyelenggaraan Perkeretaapian diatur dalam pasal Pasal 1 Ayat (10) UndangUndang Nomor 23 Tahun 2007, bahwa Perkeretaapian diselenggarakan oleh suatu Badan,
meliputi Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, atau badan hukum
Indonesia yang khusus didirikan untuk perkeretaapian. Menurut Hartono, penyelenggaran
perkeretaapian pada saat ini dikelola oleh PT.Kereta Api Indonesia (Persero) berdasarkan
Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 1998, sehingga pengelolaan aset perkeretaapian berada
dalam penguasaan PT.Kereta Api Indonesia (Persero) yang berada di bawah kementerian

BUMN (Badan Usaha Milik Negara). (Hartono, 2012: 1)


Pada dasarnya lahan tanah aset PT.Kereta Api Indonesia (Persero) harus dipelihara
baik fisik maupun segi yuridisnya. Dalam artian dipelihara fisiknya yaitu tentang
pengelolaan atas tanah aset PT.Kereta Api Indonesia (persero) berkaitan dengan
pemeliharaanya sebagai wujud bahwa tanah tersebut berada dalam penguasaan PT.Kereta
Api Indonesia (Persero). Pemeliharaan dari segi yuridis yaitu terjamin kepastian hukum
baik subjek maupun objeknya (Hartono, 2012: 5). Namun, tanah aset PT.Kereta Api
Indonesia (Persero) pada saat ini banyak yang dimanfaatkan untuk berbagai keperluan
dengan seizin PT.Kereta Api Indonesia (Persero) dan tidak sedikit yang tanpa seizin
PT.Kereta Api Indonesia (Persero).
PT. Kereta Api Indonesia (PERSERO) sesuai dengan lampiran Surat Kepala Badan
Pertanahan Nasional nomor 500-1255 tanggal 4 Mei 1992 termasuk dalam pengertian
instansi Pemerintah, dikarenakan PT. Kereta Api Indonesia (PERSERO) adalah salah satu
bentuk dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pemberian terhadap tanahnya dapat
diberikan berbagai macam hak, antara lain : Hak Guna Bangunan, Hak pakai dengan
jangka waktu tertentu atau Hak Pengelolaan. Tata cara dalam pemberiannya mengacu pada
Peraturan Menteri Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999
tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak
Pengelolaan. Sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dalam bidang
transportasi maka PT. Kereta Api Indonesia (PERSERO) mendapatkan hak pengelolaan
sebagai hak atas tanah yang dikuasainya. Hal ini berdasarkan ketentuan pasal 1 dan pasal 2
Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 tentang Pelaksanaan Konversi Hak
Penguasaan Atas Tanah Negara dan Ketentuan ketentuan Tentang Kebijaksanaan, Negara

memberikan suatu hak pengelolaan kepada PT. Kereta Api Indonesia (PERSERO) untuk
mengelola tanah tersebut. Pejabat yang berwenang memberikan hak pengelolaan diatur
sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 tahun 1972, tertanggal 30 Juni
1972 (khususnya pasal 12) dan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 26 Tahun
1988, tertanggal 19 Juli 1988 tentang Badan Pertanahaan Nasional, maka Kepala Badan
Pertanahan Nasional berwenang memberikan keputusan mengenai permohonan pemberian,
perpanjangan/pembaharuan, menerima pelepasan, izin pemindahan dan Pembatalan Hak
Pengelolaan. [2] Pada tanggal 1 November 1983 diadakan Perjanjian Kerjasama antara
PJKA dengan Direktorat Jendral Agraria Nomor 162/HK/Tap/1983 dan Nomor
57/SPK/XU1983 tentang Pelaksanaan Kegiatan Keagrariaan Untuk Pensertifikatan Tanah
PJKA. Tujuan perjanjian kerjasama tersebut adalah untuk memperoleh kepastian hukum
atas tanah-tanah PJKA yang melalui pensertifikatan tanah yang penanganannya
memerlukan kegiatan tehnis keagrariaan.
PT.Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai pemegang hak pengelolaan atas tanah
yang dikuasai oleh masyarakat tentunya harus bisa mengelola asetnya dengan baik,
sehingga asetnya tidak dikuasai secara liar oleh masyarakat maupun pihak ketiga lainnya.
Jika tanah tersebut tidak dikelola dengan baik maka bisa mengakibatkan berubahnya status
tanah tersebut menjadi tanah yang terlantar.
Hak pengelolaan sendiri tidak secara tegas diatur dalam pasal UUPA seperti hak atas
tanah lainnya. Secara tersirat ketentuan mengenai hak pengelolaan ditemukan dalam
Penjelasan Umum angka II UUPA yang menerangkan bahwa Negara dapat memberikan
tanah-tanah yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak oleh seseorang atau pihak lainnya
dengan sesuatu hak atas tanah atau memberikannya hak Pengelolaan kepada sesuatu

badan penguasa.
Selanjutnya Hak Pengelolaan ditegaskan dalam Peraturan Menteri Agraria Nomor 9
tahun 1965 yang mengatur tentang konversi hak penguasaan atas tanah negara yang
dikuasai oleh intansi, dalam peraturan tersebut mengatur mengenai tentang tanah yang
dipergunakan untuk kepentingan intansi itu sendiri maka dikonversi menjadi hak pakai
yang berlangsung selama dipergunakan, sedangkan tanah yang selain dipergunakan untuk
kepentingan intansi tersebut juga dimaksudkan untuk dapat diberikan suatu hak kepada
pihak ketiga, maka hak tersebut dikonversi menjadi hak pengelolaan. Berdasarkan
peraturan tersebut maka tanah-tanah yang dikuasai PT. Kereta Api Indonesia (Persero) telah
di konversi menjadi Hak Pakai selama dipergunakan atau Hak Pengelolaan ketika
dipergunakan kepada pihak ketiga.

C. Hak Penguasaan Tanah digunakan Oleh PT KAI


PT. Kereta Api Indonesia (PERSERO) sebagai Badan Usaha Milik Negara,
berdasar ketentuan Pasal 4 Undang- undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang peraturan Dasar
Pokok Agraria memperoleh pelimpahan wewenang yang terkandung dalam Hak Menguasai
dari Negara (mengenai Hak Menguasai dari Negara lihat Pasal 2 UUPA).
Macam-macam Hak Atas Tanah yang dapat diberikan kepada instansi Pemerintah
dn yang boleh mempunyainya adalah sebagai berikut :
a. Hak Milik : hak Milik dapat diberikan kepada bank milik pemerintah. Jadi, Hak Milik
dapat dipunyai oleh Badan Usaha Milik Negara di bidang Perbankan;
b. Hak Guna Usaha : Hak Guna Usaha dapat diberikan kepada Badan Usaha Milik
Negara dan badan Usaha Milik Daerah untuk perusahaan perkebunan, perikanan, dan

peternakan;
c. Hak Guna Bangunan : Hak guna Bangunan dapat diberikan kepada Badan Usaha
Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah untuk mendirikan bangunan gedung;
d. Hak Pakai, Hak untuk instansi Pemerintah ada 2 macam yaitu Hak Pakai yang berlaku
terus menerus selama dipergunakan, dapat diberikan kepada Departemen/Lembaga
Negara dan Pemerintahan Daerah Otonom jika tanahnya dipakai sendiri, dan Hak
Pakai selama jangka waktu 25 tahun, dapat diberikan kepada Badan Usaha Milik
Negara dan Badan Usaha Milik Daerah, jika tanahnya dipakai sendiri untuk
penggunaan non pertanian dan tidak digunakan untuk mendirikan gedung;
e. Hak Pengelolaan dapat diberikan kepada Departemen/Lembaga Negara Badan Usaha
Milik Negara, Pemerintah Daerah Otonom dan Badan Usaha Milik Daerah, jika tanah
assetnya itu dimasukkan selain untuk dipergunakan sendiri, juga akan diberikan
kepada pihak ketiga melalui pemanfaatan asset dengan izin Menteri Keuangan.
Hak atas tanah yang diberikan terhadap tanah yang diperuntukkan untuk lalu lintas
kereta api tersebut, berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69 Tahun
1998 tentang Prasarana Dan Sarana Kereta Api (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1998 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3777),
ada dua kriteria yaitu Tanah daerah manfaat jalan kereta api dan daerah milik jalan kereta
api dinyatakan sebagai asset pemerintah, sesuai dengan peraturan perundang-undangan
agraria/pertanahan yang berlaku diberikan dengan Hak Pakai atas nama Departemen
Perhubungan. Direktorat Jendral Perhubungan Darat berlaku selama tanah tersebut
dipergunakan untuk jalan kereta api.

Tanah daerah lingkungan kerja stasiun kereta api dan tanah lain yang terletak
diluar batas daerah milik jalan kereta api, sesuai dengan peraturan perundang-undangan
agraria/pertanahan yang berlaku diberikan dengan Hak Guna Bangunan atau Hak
Pengelolaan atas nama PT. Kereta Api Indonesia (PERSERO), dinyatakan sebagai aset
pemerintah, sesuai dengan peraturan perundang-undangan agrarian/pertanahan yang
berlaku diberikan dengan Hak Pakai atas nama Departemen Perhubungan. Direktorat
Jendral Perhubungan Darat berlaku selama tanah tersebut dipergunakan untuk jalan kereta
api.

BAB III
KESIMPULAN
Hak atas tanah yang diberikan terhadap tanah yang diperuntukkan untuk lalu lintas
kereta api tersebut, berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69 Tahun

10

1998 tentang Prasarana Dan Sarana Kereta Api (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1998 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3777,
ada dua kriteria yaitu : Tanah daerah manfaat jalan kereta api dan daerah milik jalan kereta
api dinyatakan sebagai asset pemerintah, sesuai dengan peraturan perundang-undangan
agraria/pertanahan yang berlaku diberikan dengan Hak Pakai atas nama Departemen
Perhubungan. Direktorat Jendral Perhubungan Darat berlaku selama tanah tersebut
dipergunakan untuk jalan kereta api, Tanah daerah lingkungan kerja stasiun kereta api dan
tanah lain yang terletak diluar batas daerah milik jalan kereta api, sesuai dengan peraturan
perundang-undangan agraria/pertanahan yang berlaku diberikan dengan Hak Guna
Bangunan atau Hak Pengelolaan atas nama PT. Kereta Api Indonesia (PERSERO).

Tanah yang menjadi asset PT. Kereta Api Indonesia (PERSERO) saat ini
merupakan tanah negara yang pengelolaannya diserahkan kepada PT. Kereta Api Indonesia
(PERSERO) sesuai dengan ketentuan Pasal 1 butir 1 Undang-undang Nomor 13 Tahun
1992 tentang perkeretaapian. Selanjutnya dalam pengeloaanya dapat didasarkan pada
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 740/KMK.00/1989, yaitu PT. Kereta Api Indonesia
(PERSERO) boleh melakukan diverivikasi usaha dengan jalan memanfaatkan tanahnya
secara bekerjasama dengan pihak ketiga guna menunjang usaha pokoknya. Tanah tersebut
oleh PT. Kereta Api Indonesia (PERSERO) dapat disewakan kepada pihak ketiga atau
melalui Kerjasama Operasi (KSO). Bentuk hubungan hukum antara PT. Kereta Api
Indonesia (PERSERO) DAOP IX Jember dengan Pihak Ketiga pengelola tanah
emplasemen stasiun Jember berdasarkan Pasal 44 Undang-undang Nomor 5 tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria yaitu dengan Perjanjian sewa menyewa

11

untuk bangunan.

12

You might also like