You are on page 1of 10

BAB I PENDAHULUAN

a. Latar Belakang
Konsep belajar sangat diperlukan untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi kegiatan pembelajaran, serta hal-hal yang terjadi dalam proses
pembelajaran. Tanpa mengetahui ciri-ciri dan karakteristik belajar, kita tidak akan
mengetahui apakah seorang siswa belajar atau tidak.

b. Tujuan Pembahasan
a. Mengetahui definisi belajar serta factor-faktor yang mempengaruhinya.
b. Mengetahui proses dan fase yang terjadi dalam belajar.
c. Mengenal ciri-ciri belajar.
d. Mengenal perubahan-perubahan yang terjadi ketika belajar.

BAB II PEMBAHASAN
1

KONSEP BELAJAR

1. Definisi Belajar
Belajar adalah key term (istilah kunci) yang paling vital dalam setiap usaha
pendidikan. Berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu tergantung pada
proses belajar yang dialami siswa, baik ketika ia berada di sekolah, rumah ataupun
lingkungan keluarganya sendiri, sehingga tanpa belajar sesungguhnya tidak pernah
ada pendidikan.
Para ahli memberikan pendapat yang berbeda dalam mendefinisikan arti
belajar. Meskipun demikian, pendapat-pendapat tersebut mempunyai inti dan tujuan
yang sama. Semua pendapat menunjukkan bahwa belajar adalah proses perubahan.
Perubahan-perubahan itu tidak hanya perubahan akhir tetapi juga perubahan batin,
tidak hanya perubahan tingkah lakunya yang nampak, tetapi juga perubahan yang
tidak dapat diamati. Perubahan-perubahan itu bukan perubahan yang negative, tetapi
perubahan yang positif, yaitu perubahan yang menuju kearah kemajuan atau kearah
perbaikan.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar


Secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat kita
bedakan menjadi tiga macam.
1. Factor internal (factor dari dalam siswa).
Faktor internal meliputi aspek fisiologis seperti keadaan mata, telinga, dan
anggota tubuh lainnya dan aspek psikologis seperti inteligensi, sikap, bakat, minat
dan motivasi siswa.

2. Factor eksternal (factor dari luar siswa).


Faktor eksternal meliputi lingkungan sosial (orang tua, masyarakat, tetangga,
dan teman) dan lingkungan nonsosial (gedung sekolah, rumah, alat-alat belajar
beserta tempatnya serta keadaan cuaca dan waktu belajar).
3. Faktor pendekatan belajar
Factor pendekatan belajar

mempunyai tiga tingkatan. Tingkatan pertama

yaitu surface approach (pendekatan permukaan), yaitu mau belajar karena dorongan
dari luar (ekstrensik) antara lain karena takut tidak lulus yang mengakibatkan ia malu
sehingga gaya belajarnya pun santai, asal hafal dan tidak mementingkan pemahaman
yang mendalam.
Tingkatan yang kedua adalah deep approach (pendekatan mendalam), yaitu
tertarik dan merasa butuh mempelajari materi (intrinsik) sehingga lebih penting
memiliki pengetahuan yang cukup dan manfaat yang tinggi bagi kehidupannya dari
pada memiliki nilai yang bagus.
Tingkatan yang ketiga yaitu achieving approach (pendekatan mencapai
prestasi tinggi), yaitu memiliki ambisi besar dalam mencapai prestasi tinggi, sehingga
ia sangat efisien dalam mengatur waktu, ruang kerja, dan penelaahan isi silabus serta
merasa penting untuk bersaing dengan kawan-kawan lain dalam meraih nilai
tertinggi.
3. Proses dan Fase Belajar
Proses adalah kata yang berasal dari bahasa Latin processus yang berarti
berjalan ke depan. Menurut Chaplin (1972), proses adalah Any change in any
object or organism, particularly a behavioural or psychological change (proses
adalah suatu perubahan yang menyangkut tingkah laku atau kewajiban).

Dalam psikologi belajar, proses berarti cara-cara atau langkah-langkah khusus


yang dengannya beberapa perubahan terjadi sehingga mencapai hasil-hasil tertentu.
Jadi, proses belajar dapat diartikan sebagai tahapan perubahan perilaku kognitif,
afektif, dan psikomotor yang terjadi dalam diri siswa. Perubahan tersebut bersifat
positif dalam arti berorientasi ke arah yang lebih maju dari pada keadaan sebelumnya.
Menurut Jerome S. Bruner, dalam proses pembelajaran siswa menempuh tiga
episode atau fase:
a. Fase informasi (tahap penerimaan materi), dimana siswa menerima informasi baik
yang bersifat baru baginya, ataupun yang berfungsi menambah, memperhalus, dan
memperdalam pengetahuan yang sebelumnya telah dimiliki.
b. Fase transformasi (tahap pengubahan materi), yaitu informasi tersebut dianalisis,
diubah, atau ditransformasikan dalam bentuk yang abstrak atau konseptual
sehingga kelak dapat dimanfaatkan untuk hal-hal yang lebih luas. Fase ini akan
lebih mudah jika guru mampu mentransfer strategi kognitif yang tepat.
c. Fase evaluasi (tahap penilaian materi), yaitu seorang siswa akan menilai sendiri
sampai sejauh manakah pengetahuan (informasi yang ditransformasikan tadi)
dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala-gejala lain atau memecahkan masalah
yang dihadapi.
Menurut Wittig (1981) dalam bukunya Psychology of Learning, setiap proses
selalu berlangsung dalam tiga tahapan.
a. Acquisition (tahap perolehan/penerimaan informasi), dimana timbul pemahaman
dan prilaku baru pada siswa.
b. Storage (tahap penyimpanan informasi di dalam otak)
c. Retrieval (tahap mendapatkan kembali informasi), yaitu upaya atau peristiwa
mental dalam mengungkapkan dan memproduksi kembali apa-apa yang tersimpan
di dalam memori berupa informasi, symbol, pemahaman, dan perilaku tertentu
sebagai respons atau stimulus yang sedang dihadapi.
4. Ciri Khas Perilaku Belajar

Setiap perilaku belajar selalu ditandai oleh ciri-ciri perubahan yang spesifik.
Karakteristik seperti ini disebut juga sebagai prinsip-prinsip belajar. Di antara ciri-ciri
terpenting yang menjadi karakteristik perilaku belajar yang terpenting adalah:
a. Perubahan itu intensional, yakni perubahan yang terjadi adalah berkat pengalaman
atau praktik yang dilakukan secara sengaja dan disadari, bukan secara kebetulan.
Sekurang-kurangnya siswa merasakan adanya perubahan dalam dirinya, seperti
penambahan pengetahuan, kebiasaan, sikap dan pandangan sesuatu, keterampilan,
dan lain-lain.
b. Perubahan positif dan aktif, yakni mendapatkan sesuatu yang baru yang lebih baik
dari sebelumnya yang terjadi karena usaha siswa itu sendiri, bukan terjadi dengan
sendirinya.
c. Perubahan efektif dan fungsional, yaitu perubahan tersebut membawa pengaruh,
makna, dan manfaat tertentu bagi siswa kapanpun diperlukan.
5. Perwujudan Perilaku Belajar
Manifestasi atau perwujudan perilaku belajar biasanya lebih sering tampak
dalam perubahan-perubahan sebagai berikut.

Kebiasaan.
Setiap siswa yang telah mengalami proses belajar, kebiasaannya akan tampak
berubah karena terjadi pnyusutan perilaku yang kurang baik dan muncul perilaku

baru yang relative menetap dan otomatis.


Keterampilan
Siswa melakukan kegiatan yang berhubungan dengan urat-urat syaraf dan otot-otot
yang lazimnya nampak dalam kegiata jasmaniah seperti mengetik, menulis, olah

raga, dan sebagainya.


Pengamatan
Pengamatan yaitu proses menerima, menafsirkan, dan memberi arti rangsangan
yang masuk melalui indera-indera seperti mata dan telinga. Berkat pengalaman
belajar, seorang siswa akan mampu mencapai pengamatan yang benar objektif
sebelum mencapai pengertian.

Berpikir asosiatif dan daya ingat


Siswa mengalami proses belajar akan ditandai dengan bertambahnya simpanan
materi (pengetahuan dan pengerti) dalam memori, serta meningkatnya kemampuan
menghubungkan (mengasosiasikan) materi tersebut dengan situasi atau stimulus

yang ia hadapi.
Sikap
Perwujudan perilaku

belajar

siswa

akan

ditandai

dengan

munculnya

kecenderungan-kecenderungan (sikap) baru terhadap objek, tata nilai, peristiwa

dan sebagainya.
Inhibisi
Yaitu siswa mampu mengurangi atau menghentikan tindakan yang tidak perlu, lalu
memilih atau melakukan tindakan lainnya yang lebih baik ketika ia berinteraksi

dengan lingkungannya.
Apresiasi
Yaitu siswa memiliki memiliki penilaian atau penghargaan terhadap sesuatu, baik
abstrak maupun konkret yang memiliki nilai luhur. Apresiasi adalah gejala ranah
afektif yang pada umumnya ditujukan pada karya-karya seni budaya seperti: seni

sastra, seni music, seni lukis, drama, dan sebagainya.


Tingkah laku afektif
Seorang siswa dikatakan sukses secara afektif jika ia memilki perilaku belajar
yang baik, dimana ia memiliki system nilai diri yang terbentuk dari nilai-nilai
yang telah dipelajarinya.
6. Belajar dalam Perspektif Imam Al-Ghazali
Dalam hubungannya dengan kurikulum, Al-Ghazali membagi ragam ilmu

(sebagai program Kurikuler) menjadi dua bagian:


1. Ilmu yang fardhu ain

2. Ilmu yang fardhu kifayah.1


Sedangkan dalam hubungannya dengan ilmu yang fardhu ain, ia
membaginya menjadi:
1. Ilmu muamalah (empiris-praktis)
2. Ilmu mukasyafah.
Dalam kitab Ihya Ulumuddin, Al Ghazali menuturkan beberapa kewajiban
pendidik dan peserta didik yang disebutnya kode etik pendidik dan peserta didik.

1.
2.
3.

Kewajiban pendidik atau guru


Menyayangi para peserta didiknya.
Guru bersedia sungguh-sungguh mengikuti tuntunan Rasulullah SAW.
Guru tidak boleh mengabaikan tugas memberi nasehat kepada para peserta

didiknya.
4. Mencegah peserta didik jatuh kedalam akhlak tercela melalui cara sepersuasif
mungkin dan penuh kasih sayang.
5. Tidak memandang remeh disiplin keilmuan lainnya.
6. Menyampaikan materi pengajarannya sesuai dengan tingkat pemahaman
peserta didiknya.
7. Terhadap peserta didik yang berkemampuan rendah, guru menyampaikan
materi yang jelas, konkret dan sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik
dalam mencernanya.
8. Guru mau mengamalkan ilmunya.
Kewajiban peserta didik.
1. Memprioritaskan penyucian diri dari akhlak tercela dan sifat buruk.
2. Menjaga diri dari kesibukan-kesibukan duniawi dan seyogyanya berkelana
jauh dari tempat tinggalnya.
3. Tidak membusungkan dada terhadap guru.
1 Fardhu ain artinya ilmu yang wajib dipelajari oleh setiap individu
muslim, sepeti ilmu tentang tata cara shalat, puasa; sedangkan fardhu
kifayah adalah ilmu yang bila sebagian ummat islam telah
mempelajarinya, maka yang lain tidak tertuntut kewajiban
mempelajarinya, seperti ilmu kedokteran, perdagangan dan lain-lain.

4. Menghindari diri dari mengkaji variasi pemikiran dan tokoh, baik menyangkut
ilmu-ilmu duniawi maupun ilmu-ilmu ukhrawi.
5. Tidak mengabaikan suatu disiplin ilmu apapun yang terpuji, melainkan
bersedia mempelajarinya.
6. Dalam usaha mendalami suatu disiplin ilmu, tidak dilakukan secara sekaligus,
melainkan perlu bertahap dan memprioritaskan yang terpenting.
7. Tidak melangkah mendalami tahap ilmu berikutnya sebelum ia benar-benar
menguasai tahap ilmu sebelumnya.
8. Mengetahui factor-faktor yang menyebabkan dapat memperoleh ilmu yang
paling mulia.
9. Menuntut ilmu dengan tujuan membersihkan batin dan mendekatkan diri
kepada Allah.
10. Mengetahui relasi ilmu-ilmu yang dikajinya dengan orientasi yang dituju.
Berdasarkan kode etik diatas ada beberapa konklusi edukatif yang mencirikan
pola umum pemikiran Al-Ghazali dalam pendidikannya:
1. Kegiatan menuntut ilmu tiada lain berorientasi pada pencapaian ridha Allah.
2. Kode etik tersebut memperkuat teori ilmu ilhami yang oleh Al Ghazali dijadikan
sebagai landasan teori pendidikannya.
3. Peneguhan tujuan agamawi dalam kegiatan menuntut ilmu.
4. Terdapat poin penting berupa pembahasan term al-ilm hanya pada ilmu tentang
Allah.

BAB III PENUTUP


a. Kesimpulan
Belajar merupakan key term yang paling vital dalam usaha pendidikan. Proses
pembelajaran dipengaruhi oleh factor internal, factor eksternal dan factor pendekatan
belajar. Belajar harus melalui proses dan fase-fase tertentu dan memilki ciri-ciri
tertentu. Perubahan dan perkembangan tertentu akan terlihat pada siswa yang melalui
proses belajar. Menurut Imam Al Ghazali tujuan utama dalam menuntut ilmu adalah
pencapaian ridha Allah.

b. Saran
Dalam belajar hendaknya kita tidak lupa dengan tujuan utama kita yaitu untuk
mendekatkan diri kepada Allah. Jauhi maksiat agar kita dipermudahkan oleh Allah
dalam menuntut ilmu.

DAFTAR PUSTAKA

Muhibuddin

Syah,

M.Ed.Psikologi

Pendidikan

dengan

Pendekatan

Baru.2005.Bandung:PT Remaja Rosdakarya

Muhibuddin Syah, M.Ed.Psikologi Belajar.2006.Jakarta:PT Raja Grafindo


Persada

Drs. Mustaqim, Drs. Abdul Wahib.Psikologi Pendidikan.1990.Jakarta:Rineka


Cipta

Muhammad

Jawwad

Ridla,

Tiga

Aliran

Utama

Teori

Pendidikan

Islam.2002.Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya

10

You might also like