Professional Documents
Culture Documents
II.2Etiologi
I.
Salpingitis
(30%),
menyebabkan
aglutinasi
penyempitan
lumen
lipatan
atau
khususnya
aboresen
pembentukan
endosalpingitis
mukosa
yang
tuba
dengan
kantong-kantong
buntu.
3.
4.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
II.
2.
3.
III.
kerusakan
mukosa
tuba
tetapi
tidak
sampai
2.
3.
4.
5.
6.
II.4. Lokasi
Berdasarkan lokasi kehamilan, kehamilan ektopik dapat dibagi dalam
beberapa golongan : Prawiroharjo S, 1989
A. Tuba Fallopii (> 95%)
1. Pars interstitalis (2%)
2. Isthmus (25%)
3. Ampula (55%)
4. infundibulum fimbria (17%)
B. Uterus
1. Kanalis servikalis
2. Divertikulum
3. kornu
C. Ovarium
D. Intra Ligamenter
E. Abdomial
F. Kombinasi kehamilan dalam dan luar uterus (heterotopik)
Terjadi pada 1 dalam 14.000 15.000 kehamilan spontan dan lebih
dari 1% pasien yang menjalani fertilisasi invitro (bayi tabung)
G. Ektopik bilateral, kehamilan seperti ini kadang-kadang ditemukan
II.5. Diagnosis
A.
Anamnesis
Pisaska MD, 1999; Wibowo B,1999; Stovall TG, 1996; Prawiroharjo S, 1989
Nyeri Abdominal
90-100
Amenorea
75-95
Perdarahan pervaginam
50-80
Pusing, pingsan
20-35
5-15
Gejala kehamilan
10-25
B. Pemeriksaan Fisik Cunningham, 2005; Pisaska MD, 1999; Stovall TG, 1996; El.Mowavi DM, 2002
Pemeriksaan fisik yang dilakukan mencakup pengukuran tanda vital,
pemeriksaan abdomen dan pelvik. Pada kehamilan ektopik yang tidak terganggu
tanda-tanda yang ditemukan menyerupai kehamilan normal. Bila sudah terjadi
ruptur dapat timbul gejala syok dengan nadi cepat, akral dingin, pucat dan
hipotensi.
Respon awal dari perdarahan tidak merubah tekanan darah atau nadi. Bila
perdarahan berlanjut dan terjadi hipovolemia, tekanan darah dapat turun dan
frekuensi nadi meningkat. Pada keadaan lanjut dapat terjadi syok hemorhagik. 2
cara untuk mendeteksi hipovolemia sebelum terjadi syok hemorhagik adalah :
1. Tekanan darah dan frekuensi nadi dibandingkan antara saat duduk dan
berbaring
2. Jumlah urin
Setelah perdarahan akut temperatur tubuh dapat normal dan menurun.
Temperatur yang mencapai 380 C dapat terjadi dan mungkin berhubungan dengan
hemoperitoneum. Tetapi temperatur yang lebih tinggi jarang terjadi bila tidak ada
infeksi. Temperatur merupakan hal yang penting oleh karena dapat membedakan
rupture tuba akibat kehamilan ektopik dari salpingitis akut.
Ditemukan nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi abdomen karena
rangsangan peritonium dan shifting dullness pada perkusi yang menandakan
terdapatnya pendarahan intraperitoneal. Pada pendarahan lanjut dapat ditemukan
Cullens sign, yaitu warna kebiruan disekitar umbilikus karena penyerapan darah
dalam rongga peritoneum oleh sistem limfatik.
Terjadi perubahan-perubahan Pada Uterus. Akibat kerja hormon-hormon
plasenta uterus akan membesar selama 3 bulan pertama kehamilan tuba sampai
ukurannya hampir sama dengan kehamilan intra uterin. Konsistensinya sama
dengan kehamilan intra uterin selama janin masih hidup. Uterus dapat terdorong
ke salah satu sisi oleh masa kehamilan ektopik.
Masa Pelvik dapat diraba pada 20% pasien. Masa tersebut bervariasi dalam
ukuran, konsistensi dan posisi. Diameter massa berkisar antara 5 15 cm dan
sering teraba lunak dan elastis. Massa sulit dilakukan pada palpasi oleh karena
80-95
75-90
Massa adneksa
50
Pembesaran uterus
20-30
Demam
5-10
C. Pemeriksaan Penunjang Cunningham, 2005; Pisaska MD, 1999; Prawiroharjo S, 1989; Graczykowski JW,.....;
Gunawan A, 1999; Davis S, 1998; Tabbakh ME,.........Scott J,..........
saja terjadi. Jika perdarahannya berhenti dan eritrosit terdapat bebas dalam kavum
peritei, penyerapannya dapat membantu memperbaiki keadaan anemia setelah
beberapa hari. Hiperbilirubinemia baisanya tidak terjadi.
C.2. Hitung Leukosit
Hitung leukosit sangat bervariasi hasilnya pada ruptur kehamilan ektopik.
Pada sekitar separuh pasien, jumlah leukosit tampak normal, akan tetapi pada
separuh lainnya bisa dijumpai leukositosis dengan derajat yang bervariasi sampai
30.000 per mL.
C.4. Test Kehamilan
Kehamilan ektopik tidak dapat didiagnosa berdasarkan test kehamilan yang
positif saja. Namun demikian ketika menghadapi kemungkinan kehamilan
ektopik, masalah yang menjadi kunci apakah wanita tersebut hamil. Pada
hakekatnya dalam semua kasus kehamilan ektopik, hormon korionik gonadotropin
akan ditemukan dalam serum namun konsentrasinya lebih rendah bila
dibandingkan pada kehamilan normal. Permasalahan yang timbul kemudian
adalah bagaimana mendeteksi penanda kehamilan ini dengan cara klinik yang
paling efektif.
Karena kesulitan dalam menegakan diagnosa ruptur kehamilan tuba, dipakai
sejumlah alat bantu diagnostik yang bukan pemeriksaan untuk mengukur kadar
korionik gonadotropi. Alat-alat bantu diagnostik ini adalah ultrasonografi (USG),
kombinasi USG dengan penukuran serum HCG, kuldosintesis, kuretase,
laparaskopi dan laparatomi.
C.5. Pengukuran hormon hCG secara serial dan kuantitatif
Tiga kemajuan penting telah memungkinkan diagnosis dini kehamilan
ektopik, yaitu tersedianya pemeriksaan kuantitatif HCG, yang cepat, sensitive
dan akurat, ultrasonografi untuk menilai uterus atau adneksa serta laparaskopi
sebagai alat diagnostik.
Pengukuran hCG secara kuantitative merupakan dasar diagnostik untuk
kehamilan ektopik. Enzim immunoassay hCG dengan sensitifikasi 25 mIU/ml
merupakan test skrining yang akurat untuk mendeteksi kehamilan ektopik.
Peningkatan kadar hCG sebanyak 66% dalam 48 jam merupakan batas normal
terendah untuk kehamilan intra uterin dengan janin yang masih hidupo. Sekitar
15% pasien dengan kehamilan intra uterin yang janin yang masih hidup akan
mengalami peningkatan kadar hCG 66% dalam 48 jam, dan 15% pasien dengan
kehamilan ektopik akan mengalami penuruan kadar hCG 66% dalam 48 jam.
C.6. Ultrasonografi (USG)
Mengenai peranan USG di dalam diagnosis kehamilan ektopik dikatakan
sangat penting. Bila dengan pemeriksaan USG didapatkan adanya gestasional sac
intra uterin maka diagnosis kehamilan ektopik dapat disingkirkan.
Ditegaskan juga bahwa tidak nampaknya gestasional sac intra uterin dengan
pemeriksaan USG pada kadar hCG dibawah 6000 mIU/ml tidak dapat
memastikan adanya kehamilan ektopik. Oleh karena itu pada kasus yang terakhir
ini masih memerlukan pemeriksaan pendukung yaitu pemeriksaan homone hCG
secara serial. Bila pada pemeriksaan serial hormon hCG ke tidak normal maka
kemungkinan besar adalah kehamilan ektopik dan selanjutnya boleh diteruskan
dengan laparaskopi.
Beberapa peneliti membandingkan kemampuan USG transabdomial untuk
melihat adanya masa adneksa pada kehamilan ektopik. Terbukti bahwa trasvaginal
USG lebih mampu dari transabdominal USG dalam mengidentifikasi adanya mass
adneksa pada kehamilan ektopik.
C.7. Dilatasi dan Kuretase
Dilatasi dan Kuretase dilakukan bila janin sudah mati dan lokasi dari
kehamilan tidak ditentukan dengan USG. Keputusan untuk melakukan kuretase
pada test kehamilan yang positif harus dibuat dengan hati-hati untuk menghindari
terkuretnya kehamilan intra uterin yang masih hidup.
C.8. Kuldosintesis
Meskipun hampir 70-90% kehamilan ektopik menunjukan adanya
hemoperitoneum hanya 50% pasien yang mengalami ruptur tuba. Sensifitasnya
dalam mendeteksi hemoperitoneum dilaporkan 85-90%. Pasien dengan sedikit
atau tidak ada perdarahan intra abdominal, kuldositesis negatif, belum
menyingkirkan kehamilan ketopik.
C.9. Laparaskopi
Tujuan diagnostik laparaskopi meliputi :
1. Diagnostik diferensiasi patologi genitalia interna (misalnya KET)
Tenore JL, ....; Cunningham, 2005; Pisaska MD, 1999; Rock JA, 1997; Graczykowski
JW, ......
Kista korpus luteum atau kita folikel merupakan kista ovarium yang paling
sering dan lebih mudah pecah dibanding neoplasma lain. Sejumlah kecil darah
dikeluarkan ke dalam rongga pritoneum. Perdarahan intra peritoneal dari kista
ovari sulit dibedakan dari ruptur kehamilan tuba. Walaupun pemeriksaan hCG
kadang-kadang dapat membantu diagnosis pre-operatif, diagnosis baru dapt
dibuat saat dilakukan laparotomi eksplorasi untuk hemoperitoneum.
4. Kista Terpuntir atau Apendisitis
Pada torsi kista ovarii dan apendisitis, gejala dan tanda kehamilan dan
perdarahan abnormal jarang ditemukan. Bentuk masa pada kista ovari
terpuntir mempunyai bentuk tersendiri, sedangkan kehamilan tuba tidak
mempunyai gambaran khas. Pada apendisitis jarang ditemukan adanya masa
pada pemeriksaan pervaginam, nyeri pada pergerakan serviks kurang
dibandingkan ruptur kehamilan tuba. Lagi pula nyeri pada kehamilan
apendisitis letaknya lebih diatas. Bila diagnosis ketiganya meleset tidaklah
merugikan penderita karena ketiganya memerlukan tindakan operasi segera.
5. Gangguan Gastrointestinal
Beberapa wanita dengan rupture kehamilan ektopik, gejalalah yang menyolok
adalah diare, mual muntah dan nyeri abdomen.
6. IUD
Diagnosis kehamilan ektopik lebih sulit pada wanita yang menggugurkan
IUD. IUD tidak mencegah terjadinya kehamilan ektopik. Nyeri pelvis dan
perdarahan uterus dapat terjadi keduanya. Pemakai IUD merupakan
predisposisi untuk terjadinya infeksi adneksa, biasanya terjadi unilateral.
7. Sterilisasi Tuba Sebelumnya
Tatum dan Schemidt 1977 melaporkan kira-kira 16% kehamilan akibat
kegagalan sterilisasi tuiba adalah kematian ektopik sedangkan pemeriksaan
selanjutnya dengan laparascopi, 50% merupakan kehamilan ektopik.
II.6. Penatalaksanaan
Bila kehamilan ektopik telah ditegakkan, pasien harus dievaluasi ulang
kembali secara klinis. Penatalaksanaan ekspektan atau medis mungkin dapat
diusahakan jika pasien dalam kondisi stabil. Jika kondisi pasien tidak baik,
dapat
direabsorpsi
sempurna
atau
terjadinya
abortus
spontan.
Penatalaksanaan ekspektan sering dilakukan pada pasien dengan kadar -hCG <
1000 mIU/ml, hemoperitoneum < 50 ml dengan hematosalfing < 2 cm. Sebanyak
67% dari kehamilan ektopik yang belum terganggu dengan diameter < 30 mm dan
tidak ada pendarahan aktif dapat direabsorpsi sempurna. Patensi tuba terjadi
sebanyak 85% dan angka kehamilan sebanyak 52%.
Garcia et al (1987) menyatakan bahwa tindakan ekspektan hanya
dilakukan dibawah kontrol ketat dan pada pasien asimptomatis dengan kadar hCG yang terus turun. Keuntungan cara ini tidak perlu pembedahan, biaya sedikit
dan fertilitas tidak terganggu.
2. Medikamentosa Pisaska MD, 1999; Gunawan A, 1999; Scott J,.......; Buster J.E, 1999
Terapi medikamentosa yang sering dipakai adalah Methotrexate (MTX).
MTX adalah suatu antagonis asam folat yang dimetabolisme di hepar dan
diekskresikan melalui ginjal. MTX menghambat sintesa purin dan pirimidin
sehingga mengganggu sintesis DNA dan multiplikasi sel. Sel-sel yang sedang
tumbuh seperti jaringan tropoblas sangat rentan dengan MTX, sehingga dapat
menghentikan perkembangan kehamilan ektopik yang akhirnya mati dan
diabsorbsi.
MTX dapat diberikan secara sistematik, lokal atau oral, sehingga
pembedahan dapat dihindari dengan demikian perlengketan pada tuba, morbiditas
paska pembedahan berkurang dan waktu pemulihan diperpendek, serta kesuburan
dapat dipertahankan pada masa yang akan datang.
Syarat penggunaan MTX pada kehamilan ektopik adalah:
Absolut:
Hemodinamik stabil.
Relatif:
Ruptur tuba.
Pemberian MTX secara sistemik dapat dilakukan dengan dosis ganda atau
dosis tunggal. Dosis ganda dengan pemberian MTX 1,0 mg/kg BB IM hari ke
1,3,5 dan 7, dengan citrovorum 0,1 mg/kg BB IM hari ke 2,4,6 dan 8. Pengobatan
dilanjutkan sampai kadar -hCG turun > 15% dalam 48 jam atau 4 dosis
pemberian MTX. Pemberian MTX dosis tunggal dengan dosis 50 mg/m2 IM
dengan evaluasi titer -hCG pada hari ke 4 dan ke 7.
3. Pembedahan
Sekarang penanganan kehamilan ektopik telah berobah dari salfingektomi
yang dulunya merupakan standar emas penatalaksanaan kehamilan ektopik
menjadi prosedur untuk mempertahankan fungsi tuba. Laparotomi hanya
dilakukan bila peralatan laparoskopi tidak tersedia atau pasien dalam keadaan
hemodinamik tidak stabil karena perdarahan intra abdominal. Beberapa teknik
bedah yang sering dikerjakan untuk penatalaksanaan kehamilan ektopik :
Salfingostomi
Teknik ini dilakukan untuk mengangkat kehamilan tuba yang kecil dari 2 cm
dan terletak di sepertiga distal tuba. Dengan laparoskopi dilakukan insisi linear
sepanjang 2 cm pada batas antimesenterika tepat diatas kehamilan ektopik,
sehingga konsepsi dapat keluar sendiri atau sedikit ditekan dari arah yang
berlawanan dan diangkat dengan forsep gigi secara hati-hati. Perdarahan dikontrol
dengan elektrokauter atau laser dan luka insisi dibiarkan terbuka tanpa penjahitan
BAB IV
DISKUSI
Telah dibicaraan suatu kasus dengan diagnosis masuk Suspek kehamilan
ektopik. Kemudian dilakukan USG Abdominal didapatkan kesan kehamilan
ektopik dan diputuskan untuk melakukan laparotomi.
Permasalahan: Apakah diagnosa dan penatalaksanaan kehamilan ektopik
sudah sesuai dengan merujuk kepada kepustakaan ?
Waktu pasien masuk didiagnosis dengan Suspek kehamilan ektopik. Dalam
mendiagnosa pasien yang dicuriga kehamilan ektopik seharusnya lebih cermat
lagi. Karena gejala kehamilan ektopik klasik berupa nyeri, amenorea dan
perdarahan pervaginam tidak selalu muncul bersamaan, hanya ditemukan pada
50% kasus. Seluruh faktor predisposisi yang memungkinkan terjadinya kehamilan
ektopik harus ditanyakan, terutama riwayat pelvik inflammatory disease, karena
ini merupakan penyebab terbanyak kehamilan ektopik.Tenore
JL,........
30-50%
kehamilan ektopik ditemukan pada penderita dengan riwayat salfingitis,Tenore JL, ...
bahkan dapat mencapai 75% pada pasien dengan infeksi berulang 3 kali atau
lebih.Pisaska MD, 1999 Dari anamnesa faktor predisposisi yang mungkin pada pasien ini
adalah
pemakaian
kontrasepsi.
Menurut
kepustakaan
kontrasepsi
yang
kadar -hCG meningkat kurang dari 66%, itu lebih mengarah kepada kehamilan
ektopik, sedangkan pada kehamilan normal peningkatan kadar -hCG dalam 48
jam lebih dari 66%. Bila kadar -hCG lebih dari 10.000 mIU/ml, tidak dianjurkan
terapi ekspektan tetapi sebaiknya dengan pembedahan.
Gunawan A, 1999
Pemeriksaan penunjang lain yang dilakukan pada pasien ini waktu masuk
adalah pemeriksaan kadar USG. USG dapat mendeteksi dini kehamilan ektopik.
Dengan USG abdominal dapat mendeteksi adanya kantong gestasi intra uterin 5-6
minggu setelah haid terakhir, jadi bila tidak ditemukan kantong gestasi dengan
USG pada pasien ini perlu kita curigai suatu kehamilan ektopik, karena usia
kehamilannya sudah 8-10 minggu. Bila pemeriksaan kadar -hCG digabungkan
dengan pemeriksaan USG akurasi diagnostik untuk kehamilan ektopik mendekati
100%.Gunawan A, 1999
BAB V
KESIMPULAN
1. Perlunya pemeriksaan kadar -hCG dan USG pada pasien yang
dicurigai suatu kehamilan ektopik.
2. Sebelum dilakukan terapi pembedahan, sebaiknya dipastikan dulu
bahwa terapi ekspektan dan medikamentosa tidak memenuhi syarat
pada pasien ini.
DAFTAR PUSTAKA