You are on page 1of 13

Pengaruh Bukaan terhadap Kenyamanan Termal

Siswa pada Bangunan SMP N 206 Jakarta Barat


Yandhi Hidayatullah dan M. Syarif Hidayat
Program Studi Arsitektur, Universitas Mercu Buana, Jakarta-Indonesia
e-mail: ynd.architect@yahoo.com

ABSTRACT
Learning is activity need the cognitive process of and the condition of being
optimal .One of the considerations that were it should be noted in support the
process of learning and teaching is learning environment , relating to the climate
condition in the classroom , that were closely related with a convenience thermal.

Building in this is a high school first is one of the form of architecture into a
learning activity .Researchers based on observations , then the researcher did
research on one of the junior high school 206 west jakarta with the aim of
knowing whether of temperature produced by the openings in junior high school
n 206 west jakarta has succeeded in creating the convenience of thermal
appropriate by a standard that applies, among them is the air temperature ,
moisture and wind speed .A method of collection and processing of data used in
collecting data using a questionnaire, observation and interviews .In the
observation on the 6 november 2014, using the tools are thermometer , thermohygrometer , the anemometer and the meter .While for a method of processing
the data using ms .Excel and thermal program estimator comfort.

The results of the questionnaire showed that the sensation of thermal all
respondents in the entire room is neutral observation .The results showed the
value of pmv differences between the floor is 4 and 2 floor on the floor space of
four class B 8.4 (+ 2.3) and 2 on the floor of classrooms B 6.2 (+ 1.9) , the value
of the room showed that a little giving the sensation of heat for its inhabitants in
accordance with the interviews .

Keywords: Thermal comfort , learning , the classroom , PMV.

ABSTRAK
Belajar merupakan aktifitas yang membutuhkan proses kognitif dan kondisi yang
optimal. Salah satu pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam mendukung proses
belajar mengajar adalah lingkungan belajar, yang berhubungan dengan kondisi iklim di
ruang kelas, yang erat kaitannya dengan kenyamanan termal.
Bangunan dalam hal ini adalah bangunan sekolah menengah pertama merupakan
salah satu bentuk arsitektur yang menjadi wadah aktivitas belajar mengajar.
Berdasarkan pengamatan peneliti, maka peneliti melakukan penelitian pada salah satu
sekolah SMP N 206 Jakarta Barat dengan tujuan mengetahui apakah suhu yang
dihasilkan oleh bukaan yang ada di SMP N 206 Jakarta Barat telah berhasil
menciptakan kenyamanan termal yang sesuai oleh standar yang berlaku, diantaranya
yaitu suhu udara, kelembaban dan kecepatan angin. Metode pengumpulan dan
pengolahan data yang digunakan dalam mengumpulkan data menggunakan
kuesioner,observasi serta wawancara. Dalam observasi pada tanggal 6 november
2014, menggunakan alat bantu diantaranya thermometer, thermo-hygrometer,
anemometer dan meteran. Sedangkan untuk metode pengolahan datanya
menggunakan Ms. Excel dan program Thermal Comfort Estimator.
Hasil kuesioner menunjukan bahwa sensasi termal semua responden di seluruh
ruangan pengamatan adalah netral. Hasil dari PMV menunjukan perbedaan nilai antara
lantai 4 dan lantai 2 yaitu pada lantai 4 ruang kelas B 8.4 sebesar (+2,3) dan lantai 2
pada ruang kelas C 6.2 (+1,9), nilai tersebut menunjukan bahwa ruangan tersebut
memberikan sensasi sedikit panas bagi penghuninya sesuai dengan hasil wawancara.

Kata kunci : Kenyamanan Termal, Belajar, Ruang Kelas, PMV.

1 PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan langkah awal yang terencana untuk mewujudkan proses belajar
mengajar agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dalam dirinya (UU
Sisdiknas No. 20, 2003). Kenyamanan lingkungan sekitar pada saat terjadinya proses belajar
mengajar merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi hasil dari pembelajaran yang
dilakukan oleh individu. Salah satu faktor kenyamanan lingkungan yang mempengaruhi
tingkat kenyamanan pada saat seseorang bekerja yaitu kenyamanan termal. Menurut
ASHRAE (American Societyof Heating, Refrigerating and Air conditioning Engineers, 1989),
kenyamanan termal adalah perasaan saat seseorang merasa nyaman dalam keadaan
temperatur lingkungannya, dalam konteks sensasi sebagai kondisi pada saat seseorang tidak
merasakan kepanasan ataupun keinginan pada lingkungan-lingkungan tertentu.
Metode yang digunakan untuk menentukan kenyamaman termal dan telah menjadi
standar baku kenyamanan termal pada ASHRAE 55-2005 dan ISO 7730 adalah index termal
PMV dan PPD. PMV (Predicted Mean Vote) merupakan indeks yang dikenalkan oleh
Professor Fanger dari University of Denmark yang mengindikasikan sensasi dingin dan
hangat yang dirasakan oleh manusia dengan melibatkan empat faktor yang berasal dari
lingkungan yaitu suhu udara, temperatur radiant, kelembaban udara, kecepatan angin, dan 2
faktor yang berasal dari manusia yaitu laju metabolisme tubuh dan nilai insulasi pakaian,
yang menghasilkan skala +3 panas sekali, +2 panas, +1 hangat, 0 nyaman, -1 sejuk, -2
dingin, -3 dingin sekali. Menurut ASHRAE, Handbook of Fundamental Chapter 8
Physiological Principles,Comfort, and Health ASHRAE, USA,1989, untuk mengetahui berapa
banyak orang yang tidak puas dengan kondisi lingkungan dapat ditentukan dengan PPD
(Predicted Percentage of Dissatisfied). Semakin besar nilai presentase PPD maka semakin
banyak yang tidak puas.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara pada tanggal 6 - 8 November 2014 kepada
sejumlah siswa di beberapa ruangan SMP N 206 Jakarta Barat, sebagian besar siswa pada
umumnya menyatakan bahwa ruang belajar mereka kurang nyaman jika ditinjau dari segi
kenyamanan termal yang mengakibatkan berkurangnya konsentrasi pada saat belajar,
karena siswa sering merasa kepanasan seiring meningkatnya temperatur ruangan pada saat
proses belajar mengajar.
Selain wawancara langsung dengan responden, pengukuran juga dilakukan dengan
mengambil data yang terdiri dari data temperatur ruang kelas yang diukur dari jam 07.00 WIB
sampai pukul 12.00 WIB.
Belajar
Belajar merupakan suatu proses atau usaha perubahan tingkah laku
seseorang yang dipengaruhi oleh dorongan yang timbul dari dalam individu.
Dorongan tersebut timbul karena adanya kebutuhan. Untuk memenuhi segala
kebutuhan itu, individu harus bisa berinteraksi dengan lingkungan untuk mencapai
kebutuhan yang diharapkan [2]. Tingkat kenyamanan belajar yaitu perasaan nyaman
yang dirasakan seseorang ketika mengalami proses perubahan tingkah laku individu
yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan [3].
Kenyamanan Termal
Menurut ASHRAE (1989) ada 6 faktor yang dapat mempengaruhi
kenyamanan termal, diantaranya :
1. Temperatur Udara
2. Temperatur Radiant
3. Kecepatan Angin
4. Kelembaban
5. Insulasi Pakaian
6. Tingkat Metabolisme

Skala PMV (Predicted Mean Vote)


Predicted mean vote atau yang sering disebut PMV merupakan index yang
diperkenalkan oleh Fanger (1982) untuk mengindikasikan sensasi dingin dan hangat
yang dirasakan oleh manusia. PMV merupakan index yang memperkirakan respon
sekelompok manusia terhadap skala sensasi termal ASHRAE (1989) seperti berikut :
+ 3 hot
+ 2 warm
+ 1 slightly warm
0 neutral
- 1 slightly cool
- 2 cool
- 3 cold
Nilai PMV (Predicted Mean Vote) menentukan jangkauan sensasi yang
dirasakan orang terhadap lingkungannya. Indeks PMV ini berkisar dari -3 (sangat
dingin) sampai dengan +3 (sangat panas). Nilai 0 (nol) merupakan netralitas namun
tidak berarti kenyamanan termal.
Berdasarkan permasalahan diatas maka peneliti ingin mengetahui :
Bagaimana keadaan termal di dalam ruangan kelas dan paengaruh bukaan ruang
kelas terhadap kenyamanan termal di ruang kelas tersebut.
Bagaimana persepsi siswa terhadap kenyamanan ruang kelas.

2 BAHAN DAN METODE


Sekolah SMP N 206 berlokasi di Jakarta Barat jalan Meruya Selatan terdiri dari 4
lantai, lantai pertama di fungsikan sebagai lantai (kantor dan tata usaha) sedangkan untuk
ruang kelas pembelajaran di lantai 2 sampai dengan lantai 3 sebanyak 21 ruangan kelas.
Untuk kelas 8.2 di lt 4 dan kelas 8.4 lt 4, setiap ruang kelas memiliki luas ruangan sebesar
32m dan terdapat siswa/i sebanyak 32 orang. Untuk bukaan ruang kelas 8.2 dan ruang
kelas 8.4 terdapat pada sisi utara dan selatan dengan luasan bukaan 7,5m x 0,5 m,
sedangkan untuk ruang kelas 8.7 terdapat pada sisi timur dan barat dengan luasan
bukaan yang sama.
Jenis pendingin para ruangan kelas SMP N 206 Jakarta Barat menggunakan sistem
pengudaraan alami dan kipas angin. Pada gambar 3 memperlihatkan skema ruangan
serta penempatan titik-titik pengukuran pada masing-masing ruangan kelas :

Gambar 1. Titik Ruangan

Pengukuran suhu yang akan dilakukan pada ruang kelas A, B dan C pada
lantai 2 dan 4 yang sudah di tentukan akan di tandai titik pengukurannya. Setiap

kelas memiliki 5 titik pengukuran, 2 titik pada bagian dekat jendela sebelah kanan, 2
titik pada bagian jendela sebelah kiri dan 1 titik pada bagian tengah.

v
Gambar 2. Skema Titik Pengukuran pada Ruang Kelas A

v
Gambar 3. Skema Titik Pengukuran pada Ruang Kelas B

Gambar 4. Skema Titik Pengukuran Ruang Kelas C

Ket :
v = Bukaan / Ventilasi.
Metode pengumpulan data dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Metode
langsung dengan melakukan pengukuran dan pengamatan langsung di ruang kelas SMP
N 206 sehingga didapatkan data primer.Penelitian pengaruh bukaan pada bangunan SMP
N 206 terhadap kenyamanan termal para siswa dilakukan di dalam ruangan yang sudah di
tentukan dimana ruangan tersebut hanya mengandalkan bukaan alami sebagai pendingin
ruangan. dilakukan pengukuran faktor yang berpengaruh fakor yang berpengaruh

terhadap kenyamanan termal: suhu udara (T a), kecepatan udara (Va), dan kelembaban
udara (RH) didalam ruang kelas.
Teknik pengumpulan data dengan memberikan daftar pertanyaan terperinci mengenai
objek permasalahan yang bersangkutan, yaitu para siswa yang berada di ruangan kelas.
Data yang dikumpulkan dengan metode kuesioner yaitu data sensasi termal yang
dirasakan oleh siswa yang berada dalam ruangan. Sensansi termal tersebut
menggunakan Skala Sensasi Termal dari ISO 7730-94 yang terdiri atas 7 gradasi:
cold/dingin sekali (-3), cool/dingin (-2), slightly cool/agak dingin/sejuk (-1),
neutral/sedang/nyaman (0), slightly warm/hangat (+1), hot/panas (+2) dan too hot/panas
sekali (+3).
Metode tidak langsung adalah dengan mengumpulkan data dari pihak yang telah
melakukan pengukuran dan pengamatan sebelumnya, data tersebut disebut data
sekunder.
Data yang diperoleh kemudian diolah dengan metode statistik yang dibuat secara
grafik. Data primer di tabulasi dan digambarkan secara grafik. Data yang di grafikkan
tersebut pengukuran fakor yang berpengaruh terhadap kenyamanan termal: suhu udara
(Ta), kecepatan udara (Va), kelembaban udara (RH) dan jumlah siswa yang ada didalam
ruangan kelas. Sebagai instrumentasi pada penelitian ini digunakan alat-alat sebagai
berikut:
o

Termometer ruangan yang berfungsi untuk mengukur suhu ruangan dengan


perbedaan ketinggian

Thermo-Hygrometer yang berfungsi untuk mengukur kelembaban relatif udara dan


temperatur udara di dalam ruangan.

Anemometer yang berfungsi untuk mengukur kecepatan angin

Kuesioner pribadi (personal questionnairre) yang digunakan untuk mendapatkan


informasi pribadi resonden dan psikologi termal responden.

Meteran yang berfungsi mengukur luasan bukaan di bangunan ini.

Daftar pengukuran penilitan yang digunakan untuk mencatat hasil setiap


pengukuran.

3 HASIL DAN PEMBAHASAN


Dari pengukuran didapat hasil sebagai berikut :

Gambar 12. Grafik Suhu Rata-rata R. Kelas dan Koridor Lantai 4

Secara umum dari pergerakan suhu udara diatas pada ruang kelas A, B dan C, lebih
tinggi dibandingkan dengan suhu di luar ruangan (koridor). Mulai pagi hari suhu ruang
kelas A dari pukul 07.00 sampai pukul 12.00 mengalami kenaikan dari 28,58 C naik
mencapai 32 C dengan rata-rata kenaikan suhu sebesar 0,68 C, kelas B mengalami
kenaikan dari 28,98 C naik mencapai 32,36 C dengan rata-rata kenaikan suhu perjam
sebesar 0,68 C, kelas C mengalami kenaikan yang cukup signifikan dari pukul 08.00
sampai pukul 09.00 dengan kenaikan suhu dari 29,38 C mencapai 30,66 C dengan rata
rata kenaikan suhu perjamnya dari pukul 07.00 sampai pukul 12.00 sebesar 0,74,
sedangkan koridor mengalami kenaikan dari 27,4 C naik mencapai 30,2 C dengan rata
rata kenaikan suhu perjamnya sebesar 0,56 C. Dengan berjalannya waktu suhu udara di
dalam ruang kelas dan koridor semakin siang maka suhu udara didalam ruangan semakin
naik.

Gambar 13. Grafik Kelembaban Rata-rata R. Kelas dan Koridor Lantai 4

Secara umum dari grafik kelembaban diatas pada ruang kelas A, B dan C, lebih
rendah dibandingkan dengan kelembaban di luar ruangan (koridor). Mulai pagi hari
kelembaban ruang kelas A dari pukul 07.00 sampai pukul 12.00 mengalami penurunan
dari 70,2 % turun mencapai 61,8 % dengan rata-rata penurunan kelembaban sebesar 1,68 %, kelas B mengalami penurunan dari 68,8 % turun mencapai 62,2 % dengan ratarata penurunan kelembaban sebesar -1,32 %, kelas C mengalami penurunan dari 68,6 %
turun mencapai 62,4 % dengan rata-rata penurunan kelembaban sebesar -1,24 %,
sedangkan koridor mengalami penurunan dari 78 % turun mencapai 67 % dengan rata
rata penurunan kelembaban sebesar 2,2 %. Dengan berjalannya waktu kelembaban di
dalam ruang kelas dan koridor semakin siang maka kelembaban didalam ruangan
semakin turun disebabkan semakin tingginya radiasi kenaikan suhu.

Gambar 14. Grafik Kecepatan Angin Rata-rata R. Kelas dan Koridor Lantai 4

Secara umum dari grafik kecepatan angin diatas pada ruang kelas A, B dan C, lebih
rendah dibandingkan dengan di luar ruangan (koridor). Mulai pagi hari kecepatan angin
ruang kelas A dan B dari pukul 07.00 sampai pukul 12.00 mengalami sedikit kenaikan dari
0,14 m/s naik mencapai 0,24 m/s dengan rata-rata kenaikan sebesar 0,02 m/s, kelas C
mengalami kenaikan dari 0,14 m/s naik mencapai 0,26 m/s dengan rata-rata kenaikan
sebesar 0,024 m/s. Dengan berjalannya waktu kecepatan angin di dalam ruang kelas dan
koridor semakin siang semakin naik.

Gambar 15. Grafik Suhu Rata-rata R. Kelas dan Koridor Lantai 2

Secara umum dari pergerakan suhu udara diatas pada ruang kelas A, B dan C, lebih
tinggi dibandingkan dengan suhu di luar ruangan (koridor). Mulai pagi hari suhu ruang
kelas A dari pukul 07.00 sampai pukul 12.00 mengalami kenaikan dari 28,4 C naik
mencapai 30,84 C dengan rata-rata kenaikan suhu sebesar 0,48 C, kelas B mengalami
kenaikan dari 28,28 C naik mencapai 31,04 C dengan rata-rata kenaikan suhu sebesar
0,55 C, kelas C mengalami kenaikan dari 28,4 C naik mencapai 31,12 C dengan ratarata kenaikan suhu sebesar 0,54 C,sedangkan koridor mengalami kenaikan dari 27,2 C
naik mencapai 29,6 C dengan rata rata kenaikan suhu perjamnya sebesar 0,48 C.
Dengan berjalannya waktu suhu udara di dalam ruang kelas dan koridor semakin siang
maka suhu udara didalam ruangan semakin naik.

Gambar 16. Grafik Kelembaban Rata-rata R. Kelas dan Koridor Lantai 2

Secara umum dari grafik kelembaban diatas pada ruang kelas A, B dan C, lebih
rendah dibandingkan dengan kelembaban di luar ruangan (koridor). Mulai pagi hari
kelembaban ruang kelas A dari pukul 07.00 sampai pukul 12.00 mengalami penurunan
dari 70,6 % turun mencapai 63,6 % dengan rata-rata penurunan kelembaban sebesar -1,4
%, kelas B mengalami penurunan dari 70 % turun mencapai 63 % dengan rata-rata
penurunan kelembaban sebesar -1,4 %, kelas C mengalami penurunan dari 69,8 % turun
mencapai 63,4 % dengan rata-rata penurunan kelembaban sebesar -1,28 %, sedangkan
koridor mengalami penurunan dari 76 % turun mencapai 66 % dengan rata rata
penurunan kelembaban sebesar 2 %. Dengan berjalannya waktu kelembaban di dalam
ruang kelas dan koridor semakin siang maka kelembaban didalam ruangan semakin turun
disebabkan semakin tingginya radiasi kenaikan suhu.

Gambar 17. Grafik Kecepatan Angin Rata-rata R. Kelas dan Koridor Lantai 2

Secara umum dari grafik kecepatan angin diatas pada ruang kelas A, B dan C, lebih
rendah dibandingkan dengan di luar ruangan (koridor). Mulai pagi hari kecepatan angin
ruang kelas A dari pukul 07.00 sampai pukul 09.00 mengalami sedikit penurunan dari 0,2
m/s turun mencapai 0,12 m/s kemudian dari jam 09.00 ke jam 10.00 kecepatan angin naik
mencapai 0,24 m/s dengan rata-rata kenaikan sebesar 0,02 m/s, kelas B mengalami
kenaikan dari 0,14 m/s naik mencapai 0,28 m/s dengan rata-rata kenaikan sebesar 0,028
m/s, kelas C mengalami kenaikan dari 0,14 m/s naik mencapai 0,24 m/s dengan rata-rata
kenaikan sebesar 0,02 m/s. Dengan berjalannya waktu kecepatan angin di dalam ruang
kelas dan koridor semakin siang semakin naik.

Gambar 5. Hasil Pengukuran Sensasi Termal Berdasarkan Kuesioner

Dalam penelitian ini melibatkan siswa sebagai responden dengan jumlah 64


orang, terdiri dari 36 laki-laki dan 28 perempuan dengan menggunakan seragam
yang sama.

3.1 HASIL RATA-RATA PERHITUNGAN PMV DAN PPD


Tabel 1. Nilai Insulasi Pakaian Individu

Laki-laki

Perempuan

Men's bri efs

0,04

Panties

0,03

T-s hi rt

0,08

Half slip

0,14

Long s l eeve

0,17

T-shirt

0,08

Stra i gth trous ers (thi n)

0,15

Long sleeve

0,34

Socks

0,03

Skirt

0,14

Shoes

0,1

Scraft

0,03

Socks

0,03

Shoes

0,1

Clo

0,57

Clo

0,89

Tabel 2. Hari ke 1, Hasil Perhitungan Va, PMV dan PPD Rata-rata pada R.Kkelas Lantai 4.

Rata-rata Va, PMV dan PPD pada Lantai 4 Pengukuran 1

Rata-rata

Va
0,18
0,19
0,18

PMV
1,5
1,71
1,8

PPD %
50,3
61,14
65,4

0,18

1,67

59

Kelas A
Kelas B

Kelas C
Rata-rata

10

Tabel 3. Hari ke 1, Hasil Perhitungan Va, PMV dan PPD Rata-rata pada R. Kelas Lantai 2.

Rata-rata Va, PMV dan PPD pada Lantai 2 Pengukuran 1

Rata-rata

Va
0,2
0,2
0,2

PMV
1,25
1,2
1,55

PPD %
37,16
44,66
54,6

0,2

1,3

45,5

Kelas A
Kelas B
Kelas C

Rata-rata

Tabel 4. Hari ke 2, Hasil Perhitungan Va, PMV dan PPD Rata-rata R. Kelas Lantai 4.

Rata-rata Va, PMV dan PPD pada Lantai 4 Pengukuran 1

Rata-rata

Va
0,17
0,18
0,2

PMV
1,2
1,04
1

PPD %
36,5
28,61
27,56

0,18

1,08

30,89

Kelas A
Kelas B
Kelas C

Rata-rata

Tabel 5. Hari ke 2, Hasil Perhitungan Va, PMV dan PPD Rata-rata R. Kelas Lantai 2.

Rata-rata Va, PMV dan PPD pada Lantai 2 Pengukuran 1

Rata-rata

Va
0,21
0,2
0,2

PMV
1,03
1,05
1,07

PPD %
28,78
29,71
30,14

0,2

1,05

29,5

Kelas A
Kelas B
Kelas C
Rata-rata

4 KESIMPULAN
Bedasarkan paparan hasil analisa di bab sebelumnya, maka dapat menghasilkan
kesimpulan sebagai berikut :
Kelas yang memiliki rata-rata suhu tertinggi pada lantai 4 dalam penelitian di SMP N
206 jakarta barat ini dimiliki oleh kelas 8.4 (B) dengan besaran rata-rata suhu dari
jam 07.00 sebesar 28,98 C sampai dengan jam 12.00 sebesar 32,36 C.
Kelas yang memiliki rata-rata suhu tertinggi pada lantai 2 dalam penelitian di SMPN
206 jakarta barat ini dimiliki oleh kelas 6.2 (C) dengan besaran rata-rata suhu dari
jam 07.00 sebesar 28,4 C sampai dengan jam 12.00 sebesar 31,12 C.

11

Kelas yang memiliki rata-rata suhu terendah pada lantai 4 dalam penelitian di SMP N
206 jakarta barat ini dimiliki oleh kelas 8.7 (A) dengan besaran rata-rata suhu dari
jam 07.00 sebesar 28,58 C sampai dengan jam 12.00 sebesar 32 C.
Kelas yang memiliki rata-rata suhu terendah pada lantai 2 dalam penelitian di SMP N
206 jakarta barat ini dimiliki oleh kelas 6.7 (A) dengan besaran rata-rata suhu dari
jam 07.00 sebesar 28,4 C sampai dengan jam 12.00 sebesar 30,84 C.

Berdasarkan hal itu maka diketahui :

Dua puluh satu responden (32,8%) menyatakan pilihan diatas sensasi netral (hangat,
panas, panas sekali), sementara dua puluh responden (31,25%) menyatakan pilihan
dibawah sensasi netral (sejuk, dingin, dingin sekali). Dua puluh tiga responden (36%)
menyatakan netral (nyaman).
Menurut standar kenyamanan di indonesia, 26,4C 2C Ta atau 26,7C 2C To
Atau disederhanakan 26,5C 2C Ta/To.

5 SARAN DAN REKOMENDASI


Dari kesimpulan dan penelitian sebelumnya, maka peneliti dapat memberikan saran bagi
pihak sekolah sebgai berikut :
Penambahan penyejuk udara yang berupa kipas angin dan penggunaan alat
tambahan shading device (kere atau tirai) untuk kelas 8.4 (B) yang memiliki suhu
tertinggi di lantai 4.
Mengubah fungsi jendela yang tadinya pasif menjadi aktif agar udara diluar dapat
masuk secara optimal.

12

6 DAFTAR PUSTAKA
1. ASHRAE, Handbook of Fundamental Chapter 8 Physiological Principles,Comfort,
and Health ASHRAE, USA,1989.
2. M. Surya, Psikologi Pendidikan, Bandung: Jurusan PPB FIP IKIP, 1979.
3. Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, Jakarta: Rineka Cipta,
2003.
4. H. Frick, Ilmu Fisika Bangunan, Seri Konstruksi Arsitektur 8. Yogyakarta: Penerbit
Kanisius, 2008.
5. Fanger, P.O., Thermal Comfort Analysis and Applications in Environmental
Engineering, Danish Technical Press, Copenhagen, 1970.
6. Satwiko, P. 2008. Fisika Bangunan,Andi : Yogyakarta.
7. ANSI/ASHRAE 55-1992, ASHRAE Standard Thermal Environmental Conditions for
Human Occupancy, ASHRAE, 1981, USA
8. Wong, N.H, Khoo, S.S. Thermal comfort in classrooms in the tropics. National
University of Singapore. Singapore. 2002.
9. Hoppe, P., Thermal Comfort: Analysis and Application in Environmental Engineering,
Danish Technical Press, Copenhagen. 1988.
10. McIntyre, D.A., Indoor Climate, Applied Science, UK.1980.
11. ASHRAE Handbook of Fundamental, Chapter 8: Physiological Principles, Comfort,
and Health, ASHRAE, USA. 1989.
12. Swedish Council for Building Research, Building and Health: Indoor Climate and
Effective Energy Use, Stockholm, Sweden. 1991.
13. Humphreys, MA, and Nicol, J.F., An Investigation Into Thermal Comfort of Office
Workers, Journal of the Institution of Heating an Ventilation Engineers, vol. 38, pp.
181-189. 1970.
14. Givoni, Man, Climate and Architecture, 2nd ed., Applied Science Publishers Ltd.,
London. 1976.
15. Mom, C.P. et al., The Application of the Effective Temperature Scheme to the
Comfort Zone in the Netherlands Indies (Indonesia), Chronica Naturae, vol. 103,
1947.

13

You might also like