Professional Documents
Culture Documents
KAJIAN PUSTAKA
11
12
13
(GTSL), gigi yang tajam atau gigi yang tidak rata, trauma oleh karena benda asing
seperti penggunaan piranti ortodontik ataupun sikat gigi yang digunakan dengan
teknik yang salah sehingga membuat erosi jaringan lunak di sekitarnya, kebiasaan
buruk menusuk gingiva atau mukosa dengan tusuk gigi atau kuku jari, kontak
dengan makanan tajam, tergigitnya mukosa saat mengunyah, bicara ataupun
ketika tidur (Neville dkk., 2002).
Dalam perawatan gigi dapat terjadi trauma pada jaringan lunak secara
tidak sengaja. Ulkus dapat diakibatkan oleh cotton rolls, tekanan saliva ejector
yang tinggi atau instrumen bur yang mengenai jaringan lunak (Regezi dkk., 2008).
Trauma kimia dapat diakibatkan oleh penggunaan sejumlah kecil obat misalnya
aspirin (chemical burn), yang kontak langsung dengan mukosa, iritasi akibat
penggunaan pasta gigi, mouthwash, bahan bleaching dan hidrogen peroksida,
yang digunakan untuk mengobati penyakit gusi, juga mampu menyebabkan
nekrosis epitel (Delong & Burkhart, 2008). Ada pula ulkus traumatikus yang
disebabkan karena thermal. Luka thermal (suhu) disebabkan oleh karena terpapar
atau kontak dengan api, cairan panas atau objek-objek panas lainnya (Regezi dkk.,
2008).
Ulkus pada rongga mulut juga dapat terlihat pada pasien yang
menjalani radiasi untuk kanker pada kepala dan leher. Pada keadaan keganasan
tersebut, biasanya adalah kasus karsinoma sel skuamosa yang membutuhkan
terapi radiasi dosis tinggi (60 Gy-70 Gy). Ulkus sering muncul pada daerah yang
terkena sinar tersebut (Regezi dkk., 2008).
14
15
Gambar 2.2 Gambaran histologi ulkus traumatikus (A) Kerusakan lapisan epitel;
(B) Infiltrasi sel-sel radang limfosit, neutrofil, histiosit dan sel plasma (Delong
dan Burkhart, 2008)
2.1.5 Diagnosis Ulkus Traumatikus
Dengan adanya ulseratif yang akut, hubungan antara penyebab dan
akibat dapat terlihat dengan nyata, berdasarkan gambaran klinis dan riwayatnya.
ketika didapatkan adanya etiologi yang jelas, menegakkan diagnosis merupakan
hal yang mudah. Sedangkan pada kasus ulseratif yang kronis, penyebabnya
terkadang tidak dapat diketahui secara pasti. Pada keadaan ini perlu untuk
mengembangkan adanya differential diagnosis. Kondisi yang dapat dijadikan
differential diagnosis adalah suatu infeksi (sifilis, tuberculosis, infeksi jamur) dan
keganasan (malignancy). Jika lesi diduga disebabkan oleh trauma, maka
penyebabnya sebaiknya diamati. Observasi dilakukan selama 2 minggu bersamaan
dengan pemberian mouth rinse seperti larutan sodium bikarbonat. Jika tidak ada
perubahan atau bertambah luas ukurannya, perlu dilakukan biopsi (Regezi dkk.,
2008; Lewis, 2004).
16
17
dan ekstravasasi sel darah. Proses penyembuhan luka dapat dibagi dalam tiga fase,
yaitu fase inflamasi, fase proliferasi dan fase remodeling (Gottrup dkk., 2007).
Penyembuhan luka merupakan sebuah proses transisi yang merupakan
salah satu proses paling kompleks dalam fisiologi manusia yang melibatkan
serangkaian 18 reaksi dan interaksi kompleks antara sel dan mediator. Fase
inflamasi bertujuan untuk membuang jaringan mati dan mencegah infeksi
(Prasetyono, 2009). Tubuh memiliki respon fisiologis terhadap luka yakni proses
penyembuhan luka. Proses penyembuhan luka terdiri dari berbagai proses yang
kompleks untuk mengembalikan integritas jaringan. Selama proses ini terjadi
pembekuan darah, respon inflamasi akut dan kronis, neoangiogenesis, proliferasi
sel hingga apoptosis. Proses ini dimediasi oleh berbagai sel, sitokin, matriks, dan
growth factor.
Gambar 2.3 Fase penyembuhan luka. Penyembuhan luka pada kulit orang dewasa
dan sel yang mendominasi pada masing-masing fase (Gurtner, 2007)
18
pada
permukaan
mukosa
seringkali
menyebabkan
kerusakan pembuluh darah dan terjadi pendarahan. Hal ini menyebabkan deposisi
fibrin, agregasi platelet dan koagulasi. Sesaat setelah luka, bekuan darah yang
terbentuk merupakan barier yang menghubungkan luka dan melindungi jaringan
yang terbuka. Lingkungan rongga mulut yang lembab dan aliran saliva
menyebabkan koagulan mudah lepas. Beberapa menit kemudian, terjadi
vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas vaskuler yang menyebabkan plasma
protein masuk ke area luka dan memicu migrasi leukosit. Integritas barier proteksi
telah terganggu, mikroorganisme, toksin dan antigen masuk ke dalam jaringan
mukosa, sehingga menimbulkan respon inflamasi (Nanci, 2008).
B. Fase inflamasi
Respon inflamasi ini bertujuan untuk mengeliminasi benda asing dan
mengendapkan matriks ekstra seluler. Pada tahap ini, sel radang akut serta
neutrofil akan menginvasi daerah radang dan menghancurkan semua debris dan
bakteri. Dengan adanya neutrofil maka dimulailah respon keradangan yang
ditandai dengan cardinal symptoms, yaitu tumor, kalor, rubor, dolor dan functio
laesa. Pada ulkus traumatikus, tahap inflamasi ini berlangsung pada hari pertama
sampai hari ke-3 (Gottrup dkk., 2007).
19
20
penyembuhan. Hal ini bisa menyebabkan luka akut berprogresi menjadi luka
kronis (Pusponegoro, 2005; Webster dkk., 2012).
Pada saat jaringan terluka, maka darah akan kontak dengan kolagen.
Hal ini memacu platelet untuk mensekresi faktor-faktor inflamasi. Platelet atau
dikenal juga dengan trombosit, juga mengekspresi glikoprotein pada membran sel
sehingga platelet tersebut dapat menempel satu sama lain , beragregasi, dan
membentuk massa (Grab dan Smith 2006). Platelet akan melepaskan berbagai
faktor pertumbuhan yang potensial (Transforming Growth Factor-, Platelet
Derived Growth Factor, Interleukin-1), sitokin dan kemokin. Mediator ini sangat
dibutuhkan pada penyembuhan luka untuk memicu penyembuhan sel, diferensiasi
dan mengawali pemulihan jaringan yang rusak (Nanci, 2008).
Pada hari ke dua ke tiga luka, monosit / makrofag masuk ke dalam
luka melalui mediasi monocyte chemoattractant protein 1 (MCP-1). Makrofag
sebagai sel yang sangat penting dalam penyembuhan luka memiliki fungsi
fagositosis bakteri dan jaringan mati. Makrofag mensekresi proteinase untuk
mendegradasi matriks ekstraseluler (ECM) dan penting untuk membuang material
asing, merangsang pergerakan sel, dan mengatur pergantian ECM. Makrofag
merupakan penghasil sitokin dan growth factor yang menstimulasi proliferasi
fibroblast, produksi kolagen, pembentukan pembuluh darah baru, dan proses
penyembuhan lainnya (Gurtner, 2007).
Makrofag akan menggantikan peran polimorfonuklear sebagai sel
predominan. Platelet dan faktor-faktor lainnya menarik monosit dari pembuluh
21
darah. Ketika monosit mencapai lokasi luka, maka ia akan dimatangkan menjadi
makrofag. Peran makrofag adalah (Grab dan Smith 2006):
1. Memfagositosis bakteri dan jaringan yang rusak dengan melepaskan
protease.
2. Melepaskan growth factors dan sitokin yang kemudian menarik sel-sel
yang berperan dalam fase proliferasi ke lokasi luka.
3. Memproduksi faktor yang menginduksi dan mempercepat angiogenesis
4. Memstimulasi sel-sel yang berperan dalam proses reepitelisasi luka,
membuat jaringan granulasi, dan menyusun matriks ekstraseluler.
5. Fase inflamasi sangat penting dalam proses penyembuhan luka karena
berperan melawan infeksi pada awal terjadinya luka serta memulai fase
proliferasi. Walaupun begitu, inflamasi dapat terus berlangsung hingga
terjadi kerusakan jaringan yang kronis.
C. Fase Proliferasi
Fase ini dimulai hari ke dua setelah trauma jaringan dan berlanjut dua
sampai tiga minggu setelah trauma (Gottrup dkk., 2007). Fase proliferasi
ditandai dengan terbentuknya jaringan granulasi yang disertai kekayaan
jaringan pembuluh darah baru, fibroblas, dan makrofag dalam jaringan
penyangga yang longgar (Prasetyono, 2009).
22
23
(Kalangi, 2011). Pembuluh darah kapiler terdiri atas sel-sel endotel dan
perisit. Ke dua jenis sel ini memuat seluruh informasi genetik untuk
membentuk pembuluh darah dan cabang-cabangnya serta seluruh jaringjaring kapiler. Molekul-molekul angiogenik khas akan mendorong
terjadinya proses ini, tetapi ada pula molekul-molekul penghambat bersifat
khusus untuk menghentikan proses angiogenesis. Molekul-molekul
dengan fungsi yang berlawanan tersebut nampaknya seimbang dan serasi
dalam bekerja terus menerus mempertahankan suatu sistem pembuluh
darah kecil yang konstan (Kalangi, 2011).
Pada proliferasi terjadi angiogenesis disebut juga sebagai
neovaskularisasi, yaitu proses pembentukan pembuluh darah baru,
merupakan hal yang penting sekali dalam langkah-langkah penyembuhan
luka. Jaringan di mana pembentukan pembuluh darah baru terjadi,
biasanya terlihat berwarna merah (eritem) karena terbentuknya kapilerkapiler di daerah itu (Grab dan Smith 2006).
Selama
angiogenesis,
sel
endotel
memproduksi
dan
24
Penyusunan
kembali
sel-sel
menghasilkan
lumen,
memungkinkan sel-sel darah masuk. Arteri dan vena yang kecil dan
sedang mula-mula dibentuk sebagai kapiler, kemudian berkembang
melalui proliferasi sel-sel endotel dan dindingnya menebal dengan
menambah sel otos polos dan berbagai unsur ekstrasel (Bloom dan
Fawcett, 2002). Angiogenesis meliputi urutan peristiwa sebagai berikut
(Bloom dan Fawcett, 2002):
1. Terdapat degradasi lokal dari lamina basal pada kapiler yang
telah ada.
2. Migrasi sel-sel endotel ke tempat pertumbuhan baru.
3. Proliferasi dan diferensiasi untuk membentuk kuncup kapiler.
4. Penyusunan kembali sel-sel endotel untuk membentuk lumen.
5. Anastomosis kuncup-kuncup yang berdekatan untuk membentuk
jalinan pembuluh darah.
6. Pengaliran darah melalui pembuluh darah baru.
Proses Angiogenesis.
Proses angiogenesis tersusun dari beberapa tahapan yang dimulai dari
proses inisiasi yaitu dilepaskannya enzim protease dari sel endotel yang
teraktivasi, pembentukan pembuluh darah vaskular, antara lain terjadinya
degradasi matriks ekstraseluler (Extra Cellular Matrix/ECM), migrasi dan
25
proliferasi sel endotel, serta pembuatan ECM baru yang kemudian dilanjutkan
dengan maturasi/ stabilisasi pembuluh darah yang terkontrol dan demodulasi
untuk memenuhi kebutuhan jaringan (Plank dan Sleeman, 2004).
Menurut Frisca dkk. (2009), tahapan-tahapan angiogenesis dapat
dijelaskan sebagai berikut :
1. Pelepasan faktor stimulus angiogenik.
Kumpulan sel pada jaringan yang mengalami kerusakan (luka) atau mengalami
hipoksia, akan melepaskan faktor angiogenik (berupa faktor pertumbuhan dan
protein rantai pendek lainnya) yang dapat berdifusi ke sel-sel pada jaringan
sekitarnya. Menyusul proses tersebut, terjadi pula proses inflamasi. Pada proses
inflamasi, pembuluh darah kecil yang terdapat secara lokal memegang peranan
penting dalam proses yang terjadi selanjutnya karena pembuluh darah
merupakan suatu jaringan yang dilapisi oleh sel endotel, yang akan berinteraksi
dengan faktor peradangan dan angiogenik. Faktor-faktor angiogenik ini dapat
menarik dan mendorong proliferasi sel endotel dan sel radang. Menjelang
proses migrasi, sel-sel radang juga mensekresi molekul-molekul yang juga
berperan sebagai stimulus angiogenik.
2. Pelepasan enzim protease dari sel endotel yang teraktivasi.
Faktor angiogenik berupa faktor pertumbuhan kemudian berikatan dengan
reseptor yang spesifik terdapat pada reseptor sel endotel (EC) di sekitar lokasi
pembuluh darah lama. Ketika faktor angiogenik berikatan dengan reseptornya,
sel endotel akan teraktivasi dan menghasilkan signal yang kemudian dikirim
dari permukaan sel ke nukleus. Organel-organel sel endotel kemudian mulai
26
memproduksi molekul baru antara lain adalah enzim protease yang berperan
penting dalam degradasi matriks ekstraseluler untuk mengakomodasi
percabangan pembuluh darah.
3. Disosiasi sel endotel dan degradasi ECM yang melapisi pembuluh darah lama
Disosiasi sel endotel dari sel-sel di sekitarnya, yang distimulasi oleh faktor
pertumbuhan angiopoetin, serta aktivitas enzim-enzim yang dihasilkan oleh sel
endotel yang teraktivasi, seperti urokinase-plasminogen activator (uPA) dan
matrix metalloproteinase (MMPs), dibutuhkan untuk menginisasi terbentuknya
pembuluh darah baru. Melalui sistem enzimatik tersebut, sel endotel dari
pembuluh darah lama akan mendegradasi ECM dan menginvasi stroma dari
jaringan-jaringan di sekitarnya sehingga sel-sel endotel yang terlepas dari ECM
ini akan sangat responsif terhadap signal angiogenik.
4. Migrasi dan proliferasi sel endotel
Degradasi proteolitik dari ECM segera diikuti dengan migrasinya sel
endotel ke matriks yang terdegradasi. Proses tersebut kemudian diikuti dengan
proliferasi sel endotel yang distimuli oleh faktor angiogenik, yang beberapa di
antaranya dilepaskan dari hasil degradasi ECM, seperti fragmen peptida, fibrin
atau asam hialuronik.
5. Pembentukan lumen dan pembuatan ECM baru.
Sel endotel yang bermigrasi tersebut kemudian mengalami elongasi
dan saling menyejajarkan diri dengan sel endotel lain untuk membuat struktur
percabangan pembuluh darah yang kuat. Proliferasi sel endotel meningkat
sepanjang percabangan vaskular. Lumen kemudian terbentuk dengan
27
pembengkokan (pelengkungan) dari sel-sel endotel. Pada tahap ini kontak antar
sel endotel mutlak dibutuhkan.
6. Fusi pembuluh darah baru dan inisiasi aliran darah.
Struktur pembuluh darah yang terhubung satu sama lain akan
membentuk rangkaian atau jalinan pembuluh darah untuk memediasi terjadinya
sirkulasi darah. Pada tahap akhir, pembentukan struktur pembuluh darah baru
akan distabilkan oleh sel mural (sel otot polos dan pericytes) sebagai jaringan
penyangga dari pembuluh darah yang baru terbentuk. Tanpa adanya sel mural,
struktur dan jaringan antar pembuluh darah sangat rentan dan mudah rusak.
Faktor-faktor Angiogenesis
Availibilitas sel endotel aktif (hasil degradasi ECM pada pembuluh
darah lama), migrasi dan proliferasi sel endotel merupakan komponen utama
angiogenesis. Interaksi yang terjadi antara faktor-faktor yang berperan dalam
terjadinya angiogenesis sangat kompleks dan hal ini mendorong para peneliti
untuk melakukan pengisolasian dan purifikasi hormon pertumbuhan sel
endotel. Faktor-faktor angiogenik ini memiliki dampak berbeda-beda pada
pergerakan dan proliferasi sel endotel, yang termasuk tahap penting dalam
angiogenesis. Beberapa faktor angiogenik menstimulasi pergerakan atau
proliferasi sel endotel atau ke dua-duanya, bahkan terdapat pula faktor
angiogenik yang tidak memiliki efek atau menghambat proliferasi sel endotel.
Selain memiliki aksi yang berbeda, masing-masing faktor juga memiliki target
sel yang berbeda (Frisca dkk, 2009).
28
29
awal.
Keratinosit
juga
mensintesis
dan
mensekresi
30
c. Fibroplasia
Fibroblas mulai memasuki daerah luka 2 - 5 hari setelah fase
inflamasi luka berakhir, dan jumlahnya mencapai puncak pada 1 - 2
minggu setelah terjadinya luka. Pada akhir minggu pertama, fibroblas
adalah sel utama dalam luka. Fibroplasia berakhir 2 sampai 4 minggu
setelah luka terjadi (Gurtner, 2007). Fibroblas berproliferasi dan
bermigrasi, sehingga nantinya menjadi sel utama yang menjadi matrix
kolagen di dalam area luka. Fibroblas dari jaringan normal bermigrasi ke
dalam area luka. Awalnya fibroblas menggunakan benang fibrin pada fase
inflamasi untuk bermigrasi, melekat ke fibronektin. Lalu fibroblas
mengendapkan substansi dasar ke dalam area luka yang selanjutnya akan
ditempati oleh kolagen (Grab dan Smith 2006).
D. Fase Maturasi dan Remodeling
Sekitar 1 minggu setelah terjadinya penyembuhan luka, fibroblas
berdiferensiasi menjadi miofibroblas dan luka mulai menyusut. Pada luka
yang dalam puncak penyusutan terjadi dalam 5 - 15 hari setelah terjadinya
luka. penyusutan dapat berakhir dalam beberapa minggu, dan berlanjut bahkan
setelah luka mengalami reepitelisasi. Jika pengerutan berlanjut terlalu lama,
hal ini akan menuju pada kerusakan dan malfungsi. Pengerutan terjadi untuk
mengurangi bentuk yang berlebihan dari penyembuhan luka. Luka yang besar
akan menjadi 40 - 80 % lebih kecil setelah terjadinya pengerutan. Pada
awalnya, pengerutan terjadi tanpa keterlibatan miofibroblas. Miofibroblas
yang mirip sel otot polos bertanggung jawab pada kontraksi. Miofibroblas
31
mengandung aktin yang serupa ditemukan di dalam sel otot polos (Grab dan
Smith 2006).
Fase ini dimulai 2-3 minggu setelah penutupan luka. Selama fase ini,
jaringan granulasi mengalami remodeling dan maturasi untuk membentuk
jaringan scar, ketika jaringan granulasi telah ditutupi epitelium. Fase ini
ditandai dengan penurunan densitas sel, jumlah kapiler dan aktivitas
metabolik. Fibril kolagen membentuk serabut kolagen yang tebal (Gottrup
dkk., 2007).
Fase terakhir dalam penyembuhan luka merupakan fase maturasi yang
ditandai keseimbangan antara proses pembentukan dan degradasi kolagen.
Setidaknya terdapat tiga prasyarat kondisi lokal agar proses penyembuhan
luka dapat berlangsung dengan normal, yaitu: 1) semua jaringan di area luka
dan sekitarnya harus vital, 2) tidak terdapat benda asing, 3) tidak disertai
kontaminasi eksesif atau infeksi (Prasetyono, 2009). Saat kadar produksi dan
degradasi kolagen mencapai keseimbangan, maka mulailah fase maturasi dari
penyembuhan jaringan luka. Fase ini dapat berlangsung hingga 1 tahun
lamanya atau lebih, tergantung dari ukuran luka dan metode penutupan luka
yang dipakai. Selama proses maturasi, kolagen tipe III yang banyak berperan
saat fase proliferasi akan menurun kadarnya secara bertahap, digantikan
dengan kolagen tipe I yang lebih kuat. Serabut-serabut kolagen ini akan
disusun, dirangkai, dan dirapikan sepanjang garis luka (Grab dan Smith 2006).
Fase remodelling jaringan parut adalah fase terlama dari proses
penyembuhan. Pembentukan kolagen akan mulai menurun dan stabil.
32
33
34
angiogenesis,
misalnya
selama
regenerasi
jaringan
pada
luka,sel-sel
pada
tepian
luka
menggepang
Selama
menjadi
lembaran tipis yang menyebar menutupi celah dalam epitel. Sedangkan pada
tepi luka, pembelahan sel dimulai agak belakangan untuk menyediakan sel yang
diperlukan untuk pemulihan epitel sampai tebalnya normal (Martyarini, 2011).
35
36
: Plantae ( tumbuhan )
: Magnoliophyta ( berbunga )
Kelas
Ordo
: Apiales
Familia
Genus
: Foeniculum
Spesies
: F. vulgare
37
38
Biji adas yang berwarna hijau merupakan pilihan terbaik jika digunakan
untuk memasak . umbinya garing, akarnya yg kuat dapat dibuat sayur dan dapat
tumis, direbus, dipanggang atau dimakan mentah. Adas sering digunakan terutama
dalam masakan Mediterania, di mana umbi dan daun yang digunakan, baik
mentah dan dimasak, dalam lauk, salad, pasta, masakan sayuran. Banyak budaya
di anak benua India dan Timur Tengah menggunakan biji adas dalam masakan
mereka. Adas merupakan salah satu rempah-rempah yang paling penting dalam
masakan Kashmiri Pandit dan Gujarati (Diaaz-Maroto dkk., 2005).
2.6.4. Pengunaan Adas dalam Pengobatan Lokal dan Tradisional
Secara medis adas sering digunakan sebagai campuran pencahar untuk
menghilangkan efek sampingnya. campurannya dibuat dlm bentuk bubuk senyawa
manis. Adas dicampur dengan natrium bikarbonat dan sirup digunakan untuk
mengobati perut kembung pada bayi. Teh adas, juga digunakan sebagai
karminatif, dibuat dengan menuangkan air mendidih pada satu sendok teh biji
adas memar. Di anak benua India, biji adas dimakan mentah, kadang-kadang
dengan beberapa pemanis untuk meningkatkan penglihatan. Dalam beberapa
penilitian pada studi hewan ekstrak biji adas terbukti memiliki potensi untuk
digunakan dalam pengobatan glaukoma, sebagai diuretik dan obat yang potensial
untuk pengobatan hipertensi. adas telah digunakan sebagai galactagogue yaitu
meningkatkan pasokan susu ibu menyusui. Hal tersebut disebabkan kehadiran
fitoestrogen yang terkandung dalam adas yang mendorong pertumbuhan jaringan
payudara (Agarwal dkk., 2008).
39
40
Gambar 2.6 Struktur Molekul Bioaktif Utama dari Komponen Esesensial Oil
Foeniculum vulgare (Tognolini dkk., 2007).
Kelas-kelas lain dari phytochemical yang terkandung dalam F. vulgare
adalah fenol dan glikosida fenolik. F. vulgare telah dilaporkan mengandung asam
fenolik seperti 3-O-Caffeoylquinic, asam 4-O-caffeoylquinic, 5-O Asam caffeoylquinic, 1,3-O-di caffeoylquinic asam, 1,4-O-di caffeoylquinic asam, 1,5-
41
O-di caffeoylquini. Flavonoid seperti eriodictyol-7-rutinosida, quercetin-3rutinosida dan asam rosmarinic juga telah diisolasi dari F. vulgare (Faudale dkk.,
2008).
Quercetin-3-O-galactoside, kaempferol-3-O-rutinosida dan kaempferol-3O-glukosida juga telah dilaporkan terdapat di ekstrak air F. vulgare. Quercitin-3O-glukuronida, kampferol-3-O-glukuronida, isoquercitin dan isorhamnetin-3-Oglukosida juga telah diisolasi dari F. vulgare (Parejo dkk., 2004). Senyawa fenolik
hadir dalam F. vulgare dianggap terkait dengan pencegahan penyakit yang
dianggap disebabkan oleh stress oksidatif seperti penyakit jantung, kanker dan
peradangan. Senyawa fenolik ini telah mendapat perhatian luar biasa di kalangan
ahli gizi, ilmuwan makanan dan konsumen karena peran mereka dalam kesehatan
manusia. Diglucoside trimer stilbene dan turunannya benzoisofuranone juga telah
diisolasi dari buah F. vulgare bersama dengan cis-miyabenol C, trans-miyabenol
C, trans-resveratrol-3-O--D-glucopyranoside, glukosida sinapyl, syringin-4-O-glukosida, asam oleanolic, 7-hydroxycampesterol, (3, 5, 8, 22E) 5,8epidioxy-ergosta-6,22-dien-3-ol,
(Marino dkk., 2007).
dan
2,3-dihydropropylheptadec-5-onoate
42
43
2.6.5
A. Aktivitas antibakteri
Minyak atsiri dari buah F. vulgare menunjukkan efek antibakteri
terhadap patogen bawaan makanan seperti Escherichia coli, Bacillus
megaterium dan Staphylococcus aureus (Mohsenzadeh, 2007), E. coli
0157: H7, Listeria monocytogenes dan S. aureus (Dadalioglu dan
Evrendilek 2004; Cantore dkk., 2004). Ekstrak air dan organik F. vulgare
telah dilaporkan menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap beberapa
strain bakteri (Kaur dan Arora, 2008). Biji minyak atsiri F. vulgare juga
telah dilaporkan memiliki aktivitas antibakteri terhadap beberapa bakteri
patogen manusia. Etanol dan air ekstrak F. vulgare telah menunjukkan
aktivitas terhadap Campylobacter jejuni dan Helicobacter pylori (Mahady
dkk., 2005).
Dalam studi lain, minyak esensial F. vulgare telah menunjukkan
potensi kontrol infeksi multidrug resistant Acinetobacter baumannii.
Beberapa kandungan kimia dari F. vulgare seperti fenil turunan propanoid
Dillapional telah diidentifikasi sebagai antimikroba aktif. Molekul lain
yaitu Scopoletin yang merupakan turunan kumarin telah diisolasi dari F.
vulgare dan dilaporkan memiliki efek antimikroba marginal (Kwon dkk.,
2002).
44
45
Aksi inhibisi minyak dan ekstrak aseton dalam sistem asam linoleat
dipelajari dengan memantau akumulasi peroksida dalam emulsi selama inkubasi
melalui metode tiosianat besi. F. vulgare ekstrak buah dan senyawa murni yaitu
cis-miyabenol C 11a-O--D-glucopyranosyl- (1 6) --d-glucopyranoside, cismiyabenol C, trans-miyabenol C, glukosida sinapyl dan syringing 4-O-glukosida telah dilaporkan menunjukkan aktivitas antioksidan. Ekstrak Buah F.
vulgare menunjukkan aktivitas moderat dalam uji peroksidasi lipid tetapi aktivitas
yang kuat pada konsentrasi tinggi. Senyawa murni yang diisolasi dari F. vulgare
menunjukkan aktivitas antioksidan lebih tinggi dari ekstrak kasar (Marino dkk.,
2007).
Senyawa fenolik yang diisolasi dari residu bagian bunga dari adas yang
dihasilkan dari distilasi untuk minyak esensial telah dilaporkan memiliki aktivitas
yang kuat yang dapat memberikan kontribusi pada interpretasi efek farmakologis
dari F. vulgare. Senyawa hasil isolasi dicirikan sebagai 3-caffeoylquinic asam, 4caffeoylquinic asam, asam 1,5-O-dicaffeoylquinic, asam rosmarinic, eriodictyol7-rutinosida,
quercetin-3-O-galactoside,
kaempferol-3-O-rutinosida
dan
46
D. Aktivitas Antitrombotik
Minyak esensial dari F. vulgare dan komponen utamanya telah terbukti
memiliki aktivitas antitrombotik aman karena aktivitas antiplatelet spektrum luas ,
efek destabilisasi gumpalan dan aktivitas vasorelaksan. Anethole yang merupakan
salah satu komponen minyak adas diuji dalam guinea plasma babi dapat
menghambat asam arakidonat, kolagen-ADP dan agregasi U46619 diinduksi.
Anethole juga mencegah trombin disebabkan gumpalan reaksi pada konsentrasi
yang mirip dengan minyak adas. Minyak adas telah diuji pada aorta tikus dengan
atau tanpa endotelium dan ditampilkan aktivitas vasorelaksan independen
sebanding dengan konsentrasi antiplatelet yang telah terbukti bebas dari efek
sitotoksik in vitro. Selain itu, minyak esensial F. vulgare dan anethole (100 mg /
kg oral) memberikan perlindungan yang signifikan terhadap lesi lambung pada
tikus (Tognolini dkk., 2007).
E. Aktivitas anti-inflamasi
Ekstrak methanol buah adas yang diberikan secara oral (200 mg / kg)
dilaporkan menunjukkan efek penghambatan terhadap penyakit inflamasi akut dan
subakut dan reaksi alergi tipe IV dan memberikan efek analgesic, serta
meningkatkan dismutase superoksida plasma dan aktivitas katalase serta
meningkatkan densitas kolesterol lipoprotein. Ekstrak methanol buah adas dapat
menurunkan lipid peroksidase secara signifikan dibanding kelompok kontrol,
hasil tersebut menunjukkan bahwa buah adas dapat mengurangi inflamasi. Selain
itu Pemberian secara oral ekstrak kering etanol 80% dari buah adas yang
47
diberikan secara oral pada dosis 200 mg/kg, menghambat oedem tikus yang
diinduksi oleh carrageenan 69% setelah 3 jam (p<0,05). Dosis ini juga
menghambat oedem pada telinga mencit yang telah diinduksi dengan asam
arakidonat 70 % selama 3 jam (p<0,05) (Choi dan Hwang, 2004).
F. Aktivitas Estrogenik
F. vulgare telah digunakan sebagai agen estrogen selama berabad-abad.
Telah
dilaporkan
mempermudah
meningkatkan
kelahiran,
sekresi
meringankan
susu,
gejala
mendorong
klimakterik
menstruasi,
laki-laki
dan
meningkatkan libido. Bahan utama minyak esensial adas yaitu, anethole telah
dianggap sebagai agen estrogen aktif. (Albert dan Puleo, 2001).
G. Aktivitas hepatoprotektif
Minyak esensial adas telah dilaporkan memiliki aktivitas hepatoprotektif.
Dalam sebuah penelitian, hepatotoksisitas yang dihasilkan oleh administrasi CCl4
akut ditemukan dihambat oleh minyak esensial adas dengan bukti penurunan
kadar serum aspartat aminotransferase (AST), SGPT (ALT), alkaline phosphatase
(ALP) dan bilirubin (Ozbek dkk., 2003).
48
kotor pada pasien rawat jalan, dan untuk mengurangi sepsis luka pada luka bakar
(Tjay dan Rahardja, 2002).
Povidone Iodine merupakan salah satu antiseptik dari golongan halogen.
Senyawa ini merupakan kompleks antara iodin dengan polivinilpirolidon. Bentuk
kompleks ini merupakan bentuk iodofor, yaitu campuran iodin dengan surfaktan
yang bekerja sebagai pembawa dan pelarut iodin. Golongan ini berdaya aksi
dengan cara oksidasi, namun tidak efektif untuk membunuh beberapa jenis
bakteri. Povidone Iodine merupakan polimer larut air yang mengandung sekitar
10% Iodine. Povidoen Iodine ditoleransi kulit dengan baik, tidak memperlambat
penyembuhan luka, dan dapat meninggalkan deposit iodin aktif yang dapat
menciptakan efek berkelanjutan. Keuntungan antiseptik berbasis iodin adalah
memiliki cakupan aktivitas antimikroba yang luas. Iodin dapat membunuh semua
patogen utama berikut spora-sporanya, yang sulit diatasi oleh desinfektan dan
antiseptik lain (Sneader, 2005).
2.7.2 Struktur Kimia Povidone Iodine
Povidine Iodine adalah senyawa larut air yang merupakan komplek
senyawa iodine dengan polyvinylpyrrolidone, dengan konsentrasi iodine mulai
dari 9 5 sampai dengan 12 % dihitung berdasarkan berat kering. Povidone Iodine
mempunyai rumus bangun (C6H9NO)n.xl (Kapten, 2013).
49
50
sebelum operasi dan mengobati infeksi yang peka terhadap iodine. Povidone
Iodine harus digunakan secara hati-hati pada penderita yang alergi terhadap
iodine. Jika terjadi iritasi, kemerahan dan bengkak penggunaan zat harus
dihentikan (Kapten, 2013). Larutan Povidone Iodine dapat digunakan beberapa
kali dalam sehari, dan digunakan dengan konsentrasi penuh baik untuk mengoles
maupun kompres (James dan Joise, 2007).
51
: Animalia
Phylum
: Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class
: Mammalia
Order
: Rodentia
Family
: Muridae
Genus
: Rattus
Species
: norvegicus