You are on page 1of 61

BAB I

PENDAHULUAN

A. Penegasan Istilah
Skripsi ini berjudul Tingkat Perbandingan Dalam Bahasa Indonesia, Arab, dan
Inggris Serta Implikasinya Dalam Pengajaran Bahasa Arab (Suatu Analisis Kontrastif ).
Dari judul tersebut agar tidak terjadi asumsi serta pernafasan yang keliru mengenai obyek
pembahasan yang dimaksud, di sini penulis perlu menguraikan, menjelaskan dan
menegaskan judul tersebut.
1. Tingkat Perbandingan
Perbandingan berarti memberi nilai lebih terhadap sesuatu. Sehingga tingkat
perbandingan dapat diartikan sebagai bentuk morfologi yang menunjukkan keadaan
lebih dari sesuatu terhadap yang lain.
2. Bahasa Indonesia, Arab dan Inggris
Yang dimaksudkan dengan ketiga bahasa adalah bahasa baku yang menjadi
bahasa resmi negara masing-masing dan sesuai dengan tata bahasa yang sudah
ditentukan.
3. Analisis Kontrastif
Analisis

kontrastif

adalah

aktivitas

atau

kegiatan

yang

mencoba

membandingkan struktur B1 dengan struktur B2 untuk mengidentifikasi perbedaanperbedaan antara kedua bahasa. Perbedaan-perbedaan tersebut dapat digunakan
sebagai landasan dalam meramalkan atau memprediksi kesulitan-kesulitan belajar
berbahasa yang akan dihadapi para siswa.[1]

B. Latar Belakang Masalah


Bahasa Arab dan bahasa Inggris merupakan dua bahasa asing yang paling diminati
oleh pelajar muslim di Indonesia, khususnya mereka yang sedang belajar di perguruan

tinggi Islam maupun pondok-pondok pesantren (modern). Penguasaan atas dua bahasa
tersebut menjadi sebuah tantangan sekaligus tuntutan bagi mereka, sebab khasanah
intelektual Islam yang bermutu banyak ditulis ke dalam dua bahasa tersebut.
Bahasa Arab bagi seorang menjadi kunci pokok untuk membuka cakrawala
pengetahuan keislaman. Dengan kunci itulah, ia akan mampu mengetahui tentang
sejarah, keilmuan, serta kebudayaan Islam yang dahulu pernah mencapai mercusuar
peradaban internasional sebelum akhirnya tergilas oleh peradaban modern sekarang ini.
Mengapa bisa tergilas dan terpendam, tidak lain oleh karena tiadanya generasi penerus,
yang paling tidak bisa mempertahankan kalaupun tidak mampu mengembangkan
peradaban pendahulunya. Mengapa pula mereka tidak mampu mempertahankannya,
jawabannya adalah karena mereka buta dari peradaban tertulis.[2]
Bahasa Arab sebagai bahasa ilmu pengetahuan telah diakui peranannya oleh
lembaga internasional, bahkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah membuat suatu
keputusan yang menetapkan bahasa Arab sebagai salah satu bahasa resmi yang
dipergunakan dalam lembaga internasional ini serta lembaga-lembaga yang bernaung di
bawahnya. Dengan demikian bahasa Arab menjadi sangat penting artinya

bagi

bangsa Indonesia sebagai salah satu anggota PBB sekaligus sebagai negara yang
mayoritas penduduknya beragama Islam dan juga telah lama menjalin hubungan cukup
erat dengan negara-negara Arab. Adanya kepentingan tersebut menjadikan bahasa Arab
dalam segala aspeknya, layak dan menarik untuk dikaji.[3]
Demikian pula halnya dengan bahasa Inggris yang merupakan bahasa
komunikasi dunia. Umat Islam mau tidak mau harus berusaha menguasainya juga jika
tidak ingin tersisih dari pergaulan dunia. Dalam dunia keilmuan, banyak karya bermutu
yang ditulis dalam bahasa ini. Bahkan tidak sedikit juga karya keislaman oleh sarjana
Barat, yang tentunya lebih obyektif dalam melihat Islam, yang ditulis ke dalam bahasa
Inggris

seolah-olah

tidak

mereka

maksudkan

untuk

konsumsi

orang

Islam

saja. Para cendekiawan muslim sendiri tidak jarang menorehkan karya-karya mereka
dalam bahasa ini. Barangkali mereka bermaksud agar karya mereka dapat dibaca oleh
khalayak yang lebih luas. Memang sepuluh sampai dua puluh tahun terakhir ini Islam
seolah menjadi agama yang paling menarik perhatian dunia internasional terlepas dari
baik buruknya pandangan mereka terhadap agama ini.
Disinilah letak pentingnya kedua bahasa tersebut bagi umat Islam. Dan kita,
mahasiswa UIN Sunan Kalijaga,

yang sebentar lagi akan mewarisi tongkat estafet

perjuangan harus berusaha sekuat tenaga menguasai kedua bahasa tersebut sebagai bekal
kita membuka serta menyelami khasanah intelektual Islam bermutu yang banyak ditulis
ke dalam dua bahasa tersebut.
Masalahnya sekarang adalah bagaimana meningkatkan kualitas berbahasa Arab
dan Inggris yang oleh sebagian mahasiswa masih dianggap sebagai bahasa yang sulit
bahkan memandangnya sebagai momok. Hal ini merupakan tantangan yang harus
diupayakan pemecahannya. Di sini peran guru dan pakar bahasa Arab sangat dinantikan.
Upaya yang dapat dilakukan berupa pengadaan pusat latihan, laboratorium bahasa,
kursus-kursus, massa media yang menyajikan bahasa Arab dan inggris yang praktis, serta
buku-buku karya ilmiah yang menyajikan bahasa Arab dan inggris yang mudah,
gamblang serta metodologis. Dan hal ini, khususnya bahasa Arab, terasa masih langka.
[4]

Usaha lain yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan penelitian-penelitian

kebahasaan di mana hasilnya akan sangat bermanfaat bagi pengembangan metode


pengajaran bahasa. Dan seorang mahasiswa jurusan pendidikan bahasa asing harus sudi
belajar untuk melakukan hal tersebut.[5] Salah satu bentuk penelitian kebahasaan adalah
analisis kontrastif.
Berkaitan dengan hal tersebut penulis mencoba untuk memberikan sumbangan
bagi dunia pengajaran bahasa dengan melakukan sebuah penelitian kebahasaan berupa
Analisis kontrastif. Sejak akhir perang dunia II sampai pertengahan tahun 1960-an

Analisis kontrastif (Anakon) mendominasi dunia pengajaran B2 dan pengajaran bahasa


asing. Mengingat pentingnya peranan Analisis kontrastif tersebut maka wajar apabila para
guru bahasa asing dan bahasa kedua memahaminya.[6]
Analisis kontrastif, berupa prosedur kerja, adalah aktifitas atau kegiatan yang
mencoba membandingkan struktur B1 dengan B2 untuk mengidentifikasi perbedaanperbedaan antara dua bahasa yang diperoleh dan dihasilkan melalui analisis kontrastif,
yang dapat digunakan sebagai landasan dalam meramalkan atau memprediksi kesulitankesulitan belajar berbahasa yang akan dihadapi para siswa di sekolah, terlebih dalam
belajar B2.[7] Karena hambatan terbesar dalam proses menguasai B2 adalah tercampurnya
sistem bahasa pertama dengan bahasa kedua. Disinilah peran analisis kontrastif, yaitu
menjembatani kesulitan tersebut dengan mengkontraskan kedua sistem bahasa tersebut
untuk meramalkan kesulitan-kesulitan yang mungkin akan dialami siswa.[8] Dari hasil
analisis itu akan diketahui perbedaan-perbedaan dan persamaan-persamaan struktur yang
dikontraskan. Makin banyak perbedaan, makin banyak pula waktu yang harus digunakan
untuk melatih siswa.[9]
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut penulis mengangkat analisis
kontrastif sebagai tema penulis skripsi tepatnya berjudul analisis kontrastif struktur
kalimat perbandingan dalam bahasa Arab, bahasa inggris dan bahasa Indonesia. Dalam
skripsi ini penulis membandingkan dua B2 sekaligus yaitu bahasa Arab dan bahasa
inggris dan bahasa Indonesia sebagai B1, dengan pertimbangan dua bahasa asing itulah
yang kami pelajari di PBA (pendidikan bahasa Arab) bahkan sejak kami belajar di
sekolah menengah. Jadi kami pikir, kami sudah lama bergelut dengan kedua bahasa
tersebut di samping pertimbangan-pertimbangan lain yang telah kami sebutkan di depan.
Namun hasil dari studi ini ditujukan sebagai masukan terhadap pembelajaran bahasa
Arab.

Tingkat perbandingan dalam bahasa Arab biasa disebut Isim Tafdhil sedangkan
dalam bahasa inggris disebut Eletives atau Degree of Comparison. tingkat perbandingan
termasuk fungsi gramatikal yang sering dipakai. Sehingga sangat penting bagi kita
sebagai mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa untuk memahaminya sebagai bekal kita
menelaah teks-teks Arab maupun inggris.
C. Rumusan masalah
Berdasarkan atas uraian latar belakang yang penulis kemukakkan di atas maka ada
beberapa persoalan pokok yang dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai
berikut :
1. Bagaimana bentuk tingkat perbandingan dalam bahasa Arab?
2. Bagaimana bentuk tingkat perbandingan dalam bahasa Inggris?
3. Bagaimana bentuk tingkat perbandingan dalam bahasa Indonesia?
4. Apa saja perbedaan dan persamaan diantara bentuk tingkat perbandingan dalam
bahasa Arab, inggris dan Indonesia?
5. Apa implikasi dari perbedaan-perbedaan tersebut dalam pembelajaran bahasa Arab ?

D. Tujuan dan kegunaan penelitian


1. Tujuan Penelitian
a.

Memberikan penjelasan tentang bentuk tingkat perbandingan dalam bahasa Arab.

b. Memberi penjelasan tentang bentuk tingkat perbandingan dalam bahasa Inggris


c.

Memberi penjelasan tentang bentuk tingkat perbandingan dalam bahasa Indonesia

d. Menentukan atau menjelaskan perbedaan dan persamaan yang ada di antara


bentuk tingkat perbandingan ketiga bahasa tersebut.

e.

Menjelaskan implikasi analisis tersebut dalam pembelajaran bahasa Arab serta


memberi atau menawarkan solusi dalam pembelajaran bahasa Arab berdasarkan
Anakon tersebut.

2. Kegunaan Penelitian
a.

Sebagai sumbangan pemikiran dan masukan bagi pengembangan pengajaran


bahasa Arab dab inggris di Jurusan Pendidikan Bahasa Arab Fakultas Tarbiyah
IAIN Sunan Kali jaga

b. Sebagai bahan pertimbangan bagi pengajar bahasa Arab dan inggris di Jurusan
Pendidikan Bahasa Arab Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga dalam
menentukan kebijaksanaan peningkatan keberhasilan pengajaran kedua bahasa.
c.

Sebagai rangsangan teman-teman di jurusan PBA untuk menyukai kegiatan


penelitian bahasa.

E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Metode penelitian merupakan cara untuk menempuh sesuatu yang hendak
dicapai. Dalam skripsi ini, jenis penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah
penelitian perpustakaan (library research) yaitu penelitian yang menggunakan cara
untuk mendapatkan data dan informasi dengan memanfaatkan fasilitas yang ada alam
perpustakaan seperti buku-buku, majalah, dokumen, catatan, kisah-kisah sejarah.[10]
2. Pengumpulan Data
Sebelum dilakukan penelitian ini, penulis telah menemukan dan menentukan
obyek yang hendak diteliti. Karena hal ini merupakan langkah pertama dalam
melaksanakan penelitian.
Adapun obyek pembahasan dalam skripsi ini adalah struktur kalimat dalam
bahasa Arab, bahasa Inggris dan bahasa Indonesia kemudian untuk mengumpulkan

data-data pengumpulan data dengan masalah buku-buku serta catatan-catatan yang


ada hubungannya dengan masalah yang diteliti.[11] Data-data yang digunakan dalam
penelitian ini dibedakan atas dua yaitu :
a.

Sumber Data Primer


1) Matan Alfiyah (terjemahan) Karya M. Anwar, Bandung 1986.
2) Arabic Made Easy Karya Abul Hasim, Kuala Lumpur 1991
3) Tata Bahasa Buku Indonesia Karya Depdikbud, Jakarta 1988
4) Pengajaran Analisa Kontrastif Bahasa Karya H.G. Tarigan, Bandung 1992

b. Sumber Data Sekunder


Sumber data sekunder berasal dari buku-buku, catatan-catatan serta makalah yang
relevan dan mendukung permasalahan yang penulis bahas
3. Metode Analisa Data
Dalam menganalisa data yang ada penulis menggunakan metode sebagai
berikut:
a.

Metode Induktif
Yaitu metode yang prinsipnya apa yang dipandang benar pada suatu kelas atau
jenis, berlaku juga sebagai hal yang benar pada semua peristiwa yang termasuk
dalam kelas atau jenis itu.[12]

b. Metode Deduktif
Yaitu cara menarik kesimpulan dari pengetahuan yang bersifat umum dan bertitik
tolak pada pengetahuan umm itu kita menilai kejadian yang bersifat khusus.[13]
F. Tinjauan Pustaka
Karya dari rekan mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Arab yang membahas
tentang Analisis Kontrastif antara lain skripsi yang berjudul Analisa Kontrastif Struktur
Kalimat Tunggal Dalam Bahasa Arab dab Bahasa Indonesia karya rekan Supriyadi,
karya lain oleh rekan Mamik Nurohmati yang berjudul Kata Tunjuk Dalam Bahasa Arab

dan Bahasa Indonesia. Keduanya, seperti terlihat dari judulnya sama-sama


membandingkan struktur gramatikal yang ada dalam bahasa Arab dan bahasa Indonesia,
sama halnya dengan skripsi yang saya tulis. Tetapi sedikit berbeda dengan keduanya,
dalam

skripsi

ini

saya

mencoba

membandingkan

tiga

bahasa

yaitu

bahasa Arab, Indonesia dan inggris, sebab bahasa Inggris tidak kalah pentingnya dari
bahasa Arab. Di jurusan PBA sendiri, bobot mata kuliah bahasa Arab dan bahasa Inggris
sama-sama 8 SKS. Di sini menunjukkan bahwa mahasiswa jurusan PBA dituntut
menguasai kedua bahasa tersebut dengan kualitas yang sama. Meskipun hasil dari
analisis ini nantinya ditujukan untuk memberi masukan bagi pembelajaran bahasa Arab.
Tetapi sebenarnya, penulis juga terinspirasi oleh buku yang berjudul Problematika
pengajaran bahasa Arab dan Bahasa Inggris karya Umar Assasudin Sokah. Dalam buku
tersebut dia membuat studi perbandingan struktur kalimat kondisional dalam bahasa
Inggris, Arab dan Indonesia. Skripsi ini bisa dianggap sebagai pelengkap atas karya-karya
terdahulu.

G.Sistematika Pembahasan
Pembahasan dalam skripsi ini terdiri atas empat bab, masing-masing bab terdiri
dari beberapa sub pembahasan.
Adapun sistematika pembahasan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :
Bab I

: Pendahuluan, yang meliputi latar belakang masalah, perumusan masalah,


tujuan dan kegunaan penelitian, metode penelitian, tinjauan pustaka dan
sistematika pembahasan.

Bab II

: Pembahasan tentang Analisis Kontrastif yang meliputi definisi Anakon,


sejarah perkembangan Anakon, hipotesis dalam Anakon, metode serta
tuntutan Pedagogis Anakon.

Bab III

: Pembahasan tentang analisis kontrastif struktur kalimat perbandingan dalam


bahasa Arab, Inggris dan Indonesia yang terdiri dari pembahasan mengenai
struktur kalimat perbandingan dalam bahasa Arab, struktur kalimat
perbandingan dalam bahasa inggris serta struktur kalimat perbandingan
dalam bahasa Indonesia dan pembahasan mengenai persamaan dan
perbedaan diantara ketiga bahasa serta usaha yang dapat dibenarkan untuk
mengurangi kesulitan siswa dalam belajar B2 karena adanya perbedaanperbedaan tersebut.

Bab IV

: Penutup yang terdiri atas kesimpulan, saran dan kata penutup.

BAB II
BAHASA, LINGUISTIK DAN ANALISIS KONTRASTIF

A. Bahasa
1. Pengertian
Pengertian orang tentang bahasa sangat beraneka ragam, bergantung pada teori
apa yang dipakai. Setiap teori mempunyai definisi yang berbeda antara yang satu
dengan yang lain. Apabila hal ini kita perturutkan maka tidak akan mungkin berbicara
tentang bahasa dengan bahasa yang sama. Untuk mengatasi hal tersebut, tanpa
mengurangi eksistensi dan peranan teori yang lain, untuk sementara pembicaraan
tentang bahasa ini akan bertolak pada salah satu teori yang kebetulan telah tersebar
luas secara umum, tidak terlalu moderen dan tidak terlalu kuno. Teori yang dimaksud
itu adalah teori struktural.[14]
Menurut teori struktural, bahasa dapat didefinisikan sebagai suatu sistem tanda
arbriter yang konvensional. Berkaitan dengan ciri sistem, bahasa bersifat semantik
karena mengikuti ketentuan-ketentuan atau kaidah-kaidah yang teratur. Bahasa juga

bersifat sistematik karena bahasa itu sendiri merupakan suatu sistem atau subsistemsubsistem. Misalnya, subsistem fonologi, subsistem morfologi, subsistem sintaksis,
subsistem semantik dan subsistem leksiton. Berkaitan dengan ciri tanda, bahasa pada
dasarnya merupakan paduan antara dua sistem yaitu signifie dan signifiant. Signifie
adalah unsur bahasa yang berada dibalik tanda yang merupakan konsep di dalam
benak si penutur. Orang awam menyebutnya sebagai makna. Sedangkan signifikan
adalah unsur bahasa yang merupakan wujud fisik atau yang berupa tanda ujar. Dalam
pengertian ini wujud fisik harus atau hanya yang berupa bunyi ujar. Selain itu bahasa
juga mempunyai ciri arbriter yakni hubungan yang sifatnya semena-mena antara
signifie dan signifiant atau antara makna dan bentuk. Kesemena-menaan ini dibatasi
oleh kesepakatan antar penutur. Oleh sebab itulah makna bahasa juga memiliki ciri
konvensional. Ciri kesepakatan antar penutur (konvensional) ini secara implisit
mengisyaratkan bahwa fungsi bahasa sebagai alat komunikasi sosial juga diatur dalam
konvensi tersebut.[15]
Berdasarkan pengertian bahasa seperti itu, maka hanya yang berupa ujaran
saja yang disebut bahasa. Bentuk-bentuk dan perwujudan lain seperti gerak anggota
badan, rambu lalu lintas, morse, bunyi kentongan, tepuk tangan pada hakikatnya tidak
dapat disebut bahasa dalam arti yang sebenarnya. Kesemuanya hanyalah bentuk lain
atau perwujudan lain-lain bahasa yang sebenarnya, termasuk tulisan (istilah awam
bahasa tulis) juga tidak dapat digolongkan bahasa dalam arti yang sebenarnya,
melainkan perwujudan lain dari bahasa yang sebenarnya dengan menggunakan media
huruf.[16]

Fungsi
Secara umum bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi sosial. Di dalam
masyarakat ada komunikasi atau hubungan antar anggota. Untuk keperluan itu

dipergunakan suatu wahana yang dinamakan bahasa. Dengan demikian, setiap


masyarakat dipastikan memiliki dan menggunakan alat komunikasi sosial tersebut.
Tidak ada masyarakat tanpa bahasa, dan tidak ada pula bahasa tanpa masyarakat.
Beberapa ahli mengemukakan pendapatnya mengenai fungsi bahasa. Roman
Jakobson mengemukakan bahwa bahasa mampunyai 6 fungsi. Fungsi itu ialah (i)
emotive, (ii) referential, (iii) conative, (iv) poetic, (v) phatic, (vi) metalingual. Fungsi
emotif (emotive) mengacu pada penggunaan bahasa yang berisi hal-hal yang
berhubungan dengan pribadi pembicara. Fungsi referensial (referential) mengacu pada
penggunaan bahasa yang berhubungan dengan hal, benda, proses, peristiwa yang ada
di luar pembicara atau pendengar. Fungsi konatif (conative) mengacu pada
penggunaan bahasa untuk mempengaruhi, mengajak menyuruh atau melarang. Fungsi
puitis (poetic) mengacu pada penggunaan bahasa yang bernilai puitis. Fungsi fatis
(phatic) mengacu pada penggunaan bahasa untuk memelihara kontak antara
pembicara dengan pendengar, dan fungsi metalingual mengacu pada penggunaan
bahasa untuk menguraikan unsur-unsur bahasa itu sendiri.[17]
Sedangkan Halliday seperti yang dikkutip oleh Sadtono membedakan 7 fungsi
bahasa, yaitu:
a.

Fungsi instrumental yang mengacu pada penggunaan bahasa yang menyebabkan


timbulnya keadaan tertentu, misalnya siap, maju, jangan pegang bukuku.

b. Fungsi regulatori mengacu kepada penggunaan bahasa yang bersifat memelihara


termasuk didalamnya persetujuan, penolakan pengawasan terhadap tingkah laku.
c.

Fungsi representational mengacu kepada penggunaan bahasa yang menyajikan


fakta dan pengetahuan, merepresentasikan kenyataan seperti yang kita lihat,
misalnya inem sexy.

d. Fungsi interctional mengacu kepada penggunan bahasa yang berusaha agar


komunikasi tetap berjalan lancar, misalnya harus memperhatikan situasi, norma.

e.

Fungsi personal mengacu kepada penggunaan bahasa yang menyatakan pikiran,


kemauan dan perasaan pribadi.

f.

Fungsi heuristic menggacu kepada penggunaan bahasa unutk memperoleh


pengetahuan, untuk mengenal lingkungan. Anak-anak menggunakan fungsi
heuristik ini dengan menggunakan pernyataan, mengapa mengenai dunia
sekitarnya.

g. Fungsi imaginatif mengacu kepada penggunaan bahasa untuk menciptakan ide


yang imagintif, misalnya menciptakan sajak, novel dan cerpen.[18]
Fungsi-fungsi bahasa tersebut di atas akan nampak dalam komunikasi.
2. Perkembangan Ilmu Bahasa
Sejarah perkembangan ilmu bahasa pada dasarnya dapat dikatakan bermula
dari dua dunia, yaitu dunia Barat dan dunia Timur. Secara kebetulan bermulanya
sejarah bahasa di dunia Barat dan di dunia Timur hampir bersamaan masanya, yaitu
sekitar abad IV sebelum Masehi. Sejarah perkembangan bahasa di dunia Barat
tersebut diawali dari Yunani Kuno, sedangkan perkembangan ilmu bahasa di dunia
Timur di awali dari India.
a. Perkembangan Ilmu Bahasa di Dunia Barat
Sejarah perkembangan ilmu bahasa di dunia Barat dimulai sejak dua puluh
empat abad yang lalu, yaitu abad IV sebelum Masehi. Plato (429-348 SM)
menelorkan pembagian jenis kata berjasa Yunani Kuno dalam kerangka telaah
filsafatnya. Ia sebenarnya tidak berfikir bahwa ia akan menjadi orang pertama
yang memikirkan bahasa dan ilmu bahasa. Dalam kerangka telaah filsafatnya itu
Plato membagi jenis kata bahasa Yunani Kuno menjadi dua golongan
yakni anoma dan rema. Secara awam anoma dapat disejajarkan dengan kata
benda, sedangkan rhema dapat disejajarkan dengan kata kerja atau kata sifat.
Pembagian ini kemudian dikembangkan oleh Aristoteles, murid Plato, dengan

menambahkan jenis ketiga yaitu syndesmos, yaitu jenis kata yang tidak pernah
mengalami perubahan bentuk. Sampai masa ini perkembangan bahasa terbatas
pada telaah kata saja, khususnya tentang jenis kata.
Tata bahasa atau gramatika mulai diperhatikan pada akhir abad kedua
Sebelum Masehi (130 SM) oleh Dyonisius Thrax. Buku tata bahasa yang pertama
disusun itu berjudul Techne Gramatike. Buku inilah yang kemudian menjadi
panutan para ahli tata bahasa yang lain. Para ahli tata bahasa yang mengikuti
Thrax ini kemudian dikenal sebagai penganut aliran tradisionalisme. Pada zaman
ini pembagian jenis kata meliputi: (1) nomina, (2) protonima, (3) artikel, (4)
verba, (5) adverbia, (6) preposisi, (7) partisiplum, dan (8) konjugasi.
Ketika bangsa Romawi menaklukkan bangsa Yunani pun dikenakan pada
bahasa Latin. Gramatisasi yang dikenal pada masa itu ialah Donatius (abad IV)
dan Priscianus (abad V). Pembagian jenis kata pada saat itu menjadi tujuh, yaitu:
nomina, protomina, verba, adverbia, preposisi, partisiplum, dan konjugasi/
konjugasio. Sedangkan pada abad pertengahan pembagian jenis kata dilakukan
oleh Modistae. Ia membagi jenis kata menjadi delapan, yaitu: nomina, protomina,
verba, adverbia, preposisi, partisiplum, konjugasio dan interjeksi. Pada masa
Renaisance pembagian jenis kata kembali menjadi tujuh dengan menghilangkan
jenis verba.
Sejak masa Yunani Kuno sampai akhir abad XIX ilmu bahasa lebih banyak
menggeluti kata, khususnya masalah pembagian jenis kata. Ilmu bahasa
komparatif yang juga berkembang pesat pada abad XIX hanya berhasil
membandingkan kata-kata.
Awal abad XX muncul karangan Ferdinand de Saussure yang berjudul
Course de Linguistique Generale (1916) yang merupakan angin segar bagi
perkembangan ilmu bahasa moderen. Konsepnya tentang signifiant dan signifie

merupakan kunci utama untuk memahami hakikat bahasa. Konsep lain yang
ditampilkan antara lain Parole, Langue, dan Langage, representatif grafis serta
deretan sintakmatik dan paradigmatik. Pandangan Saussure ini kemudain
berkembang menjadi aliran strukturalisme tidak lagi menggunakan kriteria
filosofis. Kriteria yang dipakai adalah kriteria struktur yang meliputi struktur
morfologis, fraseologis, dan klausal.[19]
b. Perkembangan Ilmu Bahasa di Dunia Timur
Sejarah perkembangan ilmu bahasa di dunia Timur dimulai dari India pada
lebih kurang abad empat sebelum masehi, jadi hampir bersamaan dengan
dimulainya sejarah ilmu bahasa di Barat. Perkembangan bahasa di dunia Timur ini
ditandai dengan munculnya karya Panini yang berjudul Vyakarya. Buku tersebut
merupakan buku tata bahasa Sansekerta yang sangat mengagumkan dunia, karena
pada zaman yang sedini itu telah dapat mendeskripsikan bahasa Sansekerta secara
lengkap dan seksama, teristimewa dalam bidang fonologinya. Huruf Devanagarai
yang dipakai untuk melambangkan bunyi-bunyi bahasa Sansekerta demikian
lengkap. Setiap bunyi diupayakan dilambangkan secara khas.
Di dunia tidak ada bahasa yang secermat ini sistem bunyi dan sistem
tulisannya. Banyak ahli bahasa Barat yang kagum ddan tereperanjat setelah
mengetahui bahwa tata bahasa Sansekerta pada zaman sedini ini sudah memiliki
deskripsi yang tak ubahnya dengan deskripsi ahli bahasa struktural di Barat paada
awal abad dua puluh. Bahkan banyak yang menilai bahwa deskripsi linguistik
Panini ini merupakan deskripsi struktural paling murni. Sayangnya puncak
strukturalisme terputus sama sekali dan tidak ada kelanjutannya barang
sedikitpun.[20]

B. Linguistik

1. Pengertian
Linguistik berarti ilmu bahasa. Kata linguistik berasal dari kata Latin
yaitu lingua (bahasa). Dalam bahasa-bahasa Roman (yaitu bahasa-bahasa yang
berasal dari bahasa Latin) masih ada kata-kata serupa dengan lingua, yaitu langue dan
langage dalam bahasa Perancis dan lingua dalam bahasa Itali. Bahasa Inggris
memungut dari bahasa Perancis kata yang kini menjadi language. Istilah linguistics
dalam bahasa Inggris berkaitan dengan kata language itu, seperti dalam bahasa
Perancis istilah linguistique berkaitan dengan langage. Dalam bahasa Indonesia
linguistik adalah bidang ilmu bahasa.[21]
Langacker

mengatakan,

language. Menurutnya

Linguistics

linguistik

is

the

adalah

study
studi

of

human
bahasa

manusia. Lyons berpendapat: Linguistics may be defined as the scientific study of


language. Dengan kata lain linguistik adalah studi ilmiah tentang bahasa. Hal yang
sama dikatakan oleh Stork dan Widdowson yang mengatakan,Linguistics is the
study of language.Linguistik adalah studi tentang bahasa.[22]
Berdasarkan batasan-batasan yang dikemukakan di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa linguistik adalah studi bahasa manusia secara ilmiah. Dengan
mempelajari linguistik berarti kita mempelajari teori bahasa pada umumnya dan
bukan teori bahasa tertentu. Dengan mempelajari linguistik kitra menddapat
keterangan tentang objeknya, tataran-tatarannya, struktur bahasanya, sejarahnya, dan
teori tentang aliran yang berkembang ddlam linguistik. Pendek kata teori bahasa pada
umumnya.
2. Objek Linguistik
Bertitik tolak dari definisi yang dikutip di atas, dapat diambil kesimpulan
bahwa objek linguistik adalah bahasa. Kita pun harus berhati-hati di sini, sebab yang
dimaksud bahasa dalam pengertian ini, adalah bahasa manusia. Manusia yang

dimaksud pun adalah manusia yang normal dan dewasa. Bahasa orang gila dan bahasa
anak kecil tidak dibahas dalam linguistik. Bahasa anak kecil lebih banyak dibicarakan
dalam psikologis, namun persoalan pemerolehan bahasa dan belajar bahasa biasanya
dibicarakan dalam linguistik, dalam hal ini dalam psikolinguistik serta dalam
linguistik terapan.
Akan tetapi pengertian bahasa yang bagaimana yang menjadi objek linguistik
tersebut belum tentu jelas. Karena itu marilah kita teliti berbagai arti yang dimiliki
istilah bahasa itu.
Pertama, istilah bahasa sering dipakai dalam arti kiasan, seperti dalam
ungkapan bahasa tari, bahasa alami, bahasa tubuh, dan lain sebagainya. Perlu
diperhatikan bahwa arti kiasan seperti itu tidak termasuk arti istilah bahasa dalam
ilmu linguistik.
Kedua, ada pengertian istilah bahasa dalam ungkapan seperti ilmu bahasa,
bahasa Indonesia, bahasa Arab, bahasa Inggris, dan lain sebagainya. Hanya
dalam pengertian kedua inilah bahasa menjadi objek ilmu linguistik. Di samping itu,
kita juga membeddakan bahasa tutur dan bahasa tulis. Bahasa tulis dapat disebut
turunan dari bahasa tutur. Bahasa tutur merupakan objek primer ilmu linguistik.
Sedangkan bahasa tutur merupakan objek sekunder linguistik.[23]

3. Subdisiplin Linguistik
Antilla mengatakan bahwa secara tradisional linguistik dapat dibagi atas (i)
deskriptif, (ii) historis, dan (iii) komparatif. Linguistik deskriptif memformulasikan
struktur bahasa sesuai apa adanya yang berlaku sekarang ini. Linguistik historis atau
yang biasa disebut linguistik diakronis adalah subdisiplin linguistik yang mempelajari
bahasa dari tahun ke tahun, sedangkan linguistik komparatif adalah subdisiplin

linguistik yang bertugas menetapkan tingkat hubungan antara dua bahasa atau lebih
dan berusaha merekonstruksi bahasa pada awalnya yang disebut bahasa proto.[24]
Lansacker menyebut linguistik deskriptif, historis, antropologis, psikologistik,
dan terrapan. Sedangkan Pateda membagi linguistik berdasarkan (i) pembidangnya,
(ii) sifat telaahnya, (iii) pendekatan objeknya, (iv) instrumen, (v) ilmu-ilmu lain, (vi)
penerapannya, dan (vii) aliran dan teori yang mendasarinya.
Dilihat dari segi pembidangnya, linguistik dapat dibagi atas linguistik umum,
terapan, teoritis, dan konstratif. Sedangkan dilihat dari segi instrumen yang
digunakan, linguistik dapat disebut adanya linguistik komputer. Selanjutnya dilihat
dari segi hubungannya dengan ilmu-ilmu yang lain, dikenal psikologuistik,
sosiolinguistik, antropolinguistik, etnolinguistik, statiskolinguistik, neurolinguistik,
biolinguistik dan linguistik aljabar.
Dilihat dari segi penerapannya, di dalam linguistik dikenal istilah linguistik
terapan, dalektologi, leksikologi, dan leksikostatisitik. Sedangkan dilihat dari segi
aliran atau teori yang mendasarinya, linguistik dapat dibagi atas lingusitik struktural
dan linguistik transformasi.[25] Demikianlah subdisiplin linguistik. Dari sini kita tahu
bahwa akar dari anallisis kontrastif adalah linguistik kontrastif yang merupakan
subdisiplin linguistik dilihat dari segi pendekatan objeklnya.
4. Bidang-bidang Linguistik
Linguistik terdiri atas tiga tataran atau hierarki, yaitu: (1) tataran fonologikal,
(2) tataran gramatikal, dan (3) tataran referensial. Berdasarkan hal itu, maka
pembiddangan linguistik didasarkan juga atas tataran tersebut. Tataran fonologikal
pada bidang fonologi. Tataran gramatikal meliputi bidang morfologi dan sintaksis.
Tataran referensial pada bidang semantik.[26]
Berikut ini penjelasan singkat empat bidang tersebut.
a. Fonologi

Fonologi adalah bidang linguistik yang mempelajari bunyi bahasa secara


umum, baik yang mempelajari bunyi bahasa tanpa menghiraukan arti maupun
tidak. Ilmu bahasa yang mempelajari bunyi bahasa tanpa menghiraukan arti
disebut fonetik, sedangkan ilmu bahasa yang mempelajari bunyi bahasa yang
membedakan arti disebut fonemik.
b. Morfologi
Morfologi adalah bidang linguistik yang mempelajari bentuk dan
pembentukan kata. Tataran terendah yang dipelajari oleh morfologi adalah
morfem, sedangkan tataran tertinggi yang dipelajari adalah kata kompleks.
Pembahasan tentang morfologi ini akan kami jelaskan sedikit lebih rinci pada
bagian tersendiri karena berkaitan dengan tema pembahasan skripsi ini.
c.

Sintaksis
Menurut aliran struktural, sintaksis diartikan sebagai bidang linguistik
yang mempelajari tata susun frasa sampai kalimat. Dengan demikian ada tataran
gramatikal yang menjadi garapan sintaksis, yakni: frasa, klausa dan kalimat.

d. Semantik
Semantik adalah biddang linguistik yang mempelajari makna secar umum,
baik makna leksikal maupun makna gramatikal. Arti leksikal adalah arti yang
dimiliki oleh kata atau leksikon itu sendiri. Arti gramatikal bukan hanya arti yang
timbul oleh prosede morfologis seperti kebanyakan dikemukakan orang, akan
tetapi dalam struktur gramatikal maupun arti keseluruhan struktur gramatikal, baik
struktur kata, frasa, klausa, kalimat, alenia, maupun wacana.
Demikian keterangan sekitar keempat bidang yang dimiliki linguistik. Berikut
ini keterangan lebih lanjut tentang sintaksis yang merupakan fokus skripsi ini.
5. Sintaksis

Menurut aliran struktural, sintaksis dapat diartikan sebagai bidang linguistik


yang mempelajari tata susun frasa sampai kalimat. Dengan demikian ada tiga tataran
gramatikal yang menjadi garapan sintaksis yaitu: frasa, klausa, dan kalimat.
Telah kita ketahui bersama bahwa morfologi mempelajari satuan gramatika
terkecil yang mempunyai arti, atau dengan perkataan lain bagian terkecil yang
mempunyai arti dari kalimat.[27]Bagaimana proses penggabungan morfem-morfem
atau kata-kata dari kalimat, inilah yang menjadi cakupan pembahasan sintaksis.
a. Tautan Sintaksis
Kata-kata sebagai pembentuk kesatuan kalimat antara yang satu dengan
yang lain mempunyai tautan sintaksis yang terbagi atas: (1) positional relations,
(2) relations of co-occurance, dan (3) relations of substitutability.[28]
1. Positional Relations (tautan tempat)
Ini adalah tautan yang paling mudah diamati. Tautannya jelas dalam
bentuk tertib kata dalam kalimat, yaitu tertib penempatan kata-kata sebagai
simbul dalam bentuk tulisan diatas kertas. Dalam ujaran tertib penempatan ini
pun mudah dimengerti, karena ujaran bisa didengar. Frasa Inggris a new book,
frasa Indonesia sebuah buku baru, dan frasa Arab menampilkan dua
tertib kata yang tidak sama. Dalam bahasa Inggris kata sifat mendahului kata
benda, sedangkan dalam frasa Indonesia justru sebaliknya kata benda
mendahului kata sifat seperti bahasa Arab. Perbedaan tertib kata ini bukti
arbitrer (manasuka) bahasa dalam sintaksis.[29]
2. Relations of Co-occurance (tautan saling membutuhkan)
Dengan tautan saling membutuhkan ini dimaksudkan, bahwa kata-kata
dari berbagai jenis kata itu senantiasa membutuhkan kehadiran kata-kata dari
jenis kata lainnya. Kosakata Arab dan atau dalam kosakata
Inggris man, woman, horse dan sebagainya, serta kosakata Indonesia baju,

ayah,

guru memerlukan

kehadiran

kosakata

lain

seperti atau , bad ataubeautiful, serta baru atau baik dan sebagainya
dalam kalimat, seperti: , The horse is beautiful, dan Baju itu
baru. Demikian pula kata the, , dan itu dalam kalimat di atas memerlukan
kehadiran , horse, dan baju sebagai kata dari kelompok kata benda. Sama
halnya dengan kosakata seperti , beautiful, dan baru. Kata-kata ini tidak
bisa

berdiri

sendiri,

melainkan

membutuhkan

kata-kata

seperti , horse, dan baju. Dari contoh-contoh ini kita ambil beberapa
kesimpulan, yaitu bahwa:
kata benda membutuhkan kata kerja.
determiner (seperti , the, dan itu) membutuhkan kata benda.
kata sifat membutuhkan kata benda.
3. Relation of substitutability (tautan saling menempati/mengganti)
Tautan ini mempunyai dua acuan yaitu:
a) penggantian satu kosakata oleh kosakata lain dari jenis kata yang sama
seperti pada contoh terdahulu:

4

1, 2, 3, 4 ini bisa diganti oleh kata lain dari jenis yang sama,
umpamanya .
b) penggantian satu gatra dalam kalimat dengan satu kata tertentu.
Perhatikan contoh berikut ini.
The man drank it yesterday.
1

Kalimat ini kita bagi menjadi dua himpunan yaitu The man dan

drank it

yesterday. Kita bisa mengganti himpunan pertama dengan man saja dan kedua
dengan drank saja, hingga kalimat tadi jadi sangat sederhana:
Man drank
Kita tidak bisa mengganti yang pertama dengan the dan yang kedua
dengan yesterday umpamanya, hingga menjadi:
The yesterday atau The it
1

Penggantian

1 2
ini

tentunya

penggantian

gramatik,

dalam

pengertian bahwa man drank di atas tadi bisa memenuhi persyaratan


gramatik dalam kalimat.
b. Transformasi
Dari pendekatan kaum struktural kita melihat bahwa dalam menganalisis
kalimat, kalimat itu diurai menjadi beberapa bagian dan setiap bagian ini
dijelaskan fungsinya, tepatnya dianalisis berdasarkan kenyataan sintaksis dan
morfologis. Pendekatan ini biasa juga disebut taxonomic syntactic theory.
[30]

Seandainya ada dua kalimat seperti berikut:


She walks fast.
She walked fast.

maka kedua kalimat mempunyai perbedaan morfologis saja. Akan tetapi dalam
bahasa Inggris banyak kalimat yang mempunyai struktur sama tapi artinya sangat
berjauhan, seperti contoh:
(1) John is easy to please.
(2) John is eager to please.

Secara sintaksis kedua kalimat memiliki struktur luar yang sama dan orang
akan mengerti perbedaan makna keduanya. Kalimat diatas bisa diungkapkan
sebagai berikut:
(1) John is easy to please
a. It is easy to please John.
b. To please John is easy.
Sedangkan (2) kalau diungkapkan seperti a dan b, artinya sama sekali
salah.
(2) John is eager to please.
c.

It is eager to please John.

d. To please John is easy.


6. Linguistik dan Pengajaran Bahasa
Tujuan seorang guru bahasa tidak sama dengan tujuan seorang linguis. Tugas
guru bahasa tidak hanya menyangkut deskripsi dan analisis bahasa secara sistematis
dan tuntas, melainkan juga menyangkut cara membantu orang lain memperoleh
bahasa lain diluar bahasa ibu dengan mudah. Linguis mendeskripsikan dan
menganalisis banyak bahasa yang karena alasan penghematan dan kepraktisan, tidak
akan pernah diajarkan kepada orang lain. Namun, kita berharap dan percaya bahwa
tehnik dan metode linguistik ilmiah, pada setiap tataran analisis bahasa akan
membantu meningkatkan pekerjaan seorang guru bahasa .
Guru bahasa kadang harus menyajikan materi pengajarannya dalam urutan
yang berbeda dari urutan yang dipakai dalam deskripsi yang obyektif, dan harus
mengubah-ubah presentasinya sesuai dengan latar belakang murid-muridnya. Dia
harus menyusun pelajaran gramatika secara agak berbeda-beda sesuai dengan
tipologis yang utama dari bahasa murid-muridnya. Karena perbedaan ini pada

umumnya menentukan kesulitan utama yang dihadapi murid dan menyebabkan


kesalahan yang paling mudah mereka lakukan dalam lafal dan gramatika.
Dalam pengajaran dan pembelajaran bahasa kedua (asing), linguis sangat
berkepentingan untuk memberikan bantuan apa saja dari pengetahuan yang dia miliki
tentang bahasa untuk mempermudah dan meningkatkan tugas guru dan murid.[31]
C. Analisis Kontrastif
1. Latar Belakang Sejarah
Para ahli linguistik struktural memperkenalkan suatu saran untuk menolong
para guru bahasa asing agar dapat menangani kesalahan-kesalahan atau kesulitan
yang dialami siswa yang sedang mempelajari bahasa asing (B) yang disebabkan oleh
adanya perbedaan fonetik maupun gramatikal antara B1 dan B2. Oleh karena itu, para
guru B2 harus menguasai benar sistem-sistem fonologi, morfologi, dan sintaksis B2,
agar dapat dibandingkan butir demi butir dengan sistem-sistem yang serupa dalam B1.
Studi seperti ini biasanya disebut analisis kontrastif (anakon)
Asal mula anakon dapat ditelusuri pada abad ke-18 ketiak William Jones
membandingkan bahasabahasa Yunani dan Latin dengan bahasa Sanskrit. Ia
menemukan banyak persamaan yang sistematis antara bahasa-bahasa itu. Dalam abad
ke-19 makin banyak penelitian mengenai perbandingan antara bahasa-bahasa. Pada
waktu itu yang ditekankan ialah hubungan-hubungan fonologi dan evaluasi fonologi.
Studi ini tidak dinamakan analisis kontrastif, tetapi studi perbandingan bahasa .
Dalam pertengahan abad ke-20, ketika psikologi behaviorisme dan linguistik
struktural masih pada puncak kejayaannya, hipotesis anakon mula-mula mendapat
perhatian umum dengan munculnya buku Lado (1957) yang berisi suatu pernyataan
dalam prakatanya sebagai berikut :
Rencana buku ini berdasarkan asumsi bahwa kita dapat meramalkan dan
menguraikan struktur-struktur B2 yang akan menyebabkan kesukaran dalam

pelajaran, dan struktur-struktur yang tidak akan menyebabkan kesukaran, dengan :


membandingkan secara sistematis bahasa dan budaya B2 dengan bahasa dan budaya
B1.[32]
Kemudian Lado meneruskan bahwa dalam perbandingan antara B2 dan B1
itulah letak kunci yang akan menentukan mudah tidaknya pelajaran B2. unsur-unsur
yang sama/mirip antara B2 dan B1 akan mudah bagi pelajar, sedangkan unsur-unsur
yang berlainan/berbeda akan sukar baginya. Kata yang paling penting dalam
pernyataan Lado itu adalah meramalkan.
Jadi kalau studi perbandingan dikerjakan antara dua bahasa (B1 dan B2),
semua persamaan dan perbedaan itu akan tampak. Sesudah itu orang dapat
meramalkan kesukaran-kesukaran yang akan dialami oleh pelajar B2. Karena ini akan
meliputi perbedaan-perbedaan antara B2 dan B1, sedang orang tidak akan
mengharapkan problem apa-apa kalau ada persamaan-persamaan antara B2 dan B1.
Buku Lado tersebut dianggap sebagai permulaan dari Ilmu Linguistik Kontrastif
Modern.
2. Pengertian
Analisis kontrastif atau Anakon adalah kegiatan memperbandingkan struktur
B1 dan B2 untuk mengidentifikasi perbedaan kedua bahasa itu.[33] Hambatan terbesar
dalam

proses

menguasai

bahasa kedua

(B2)

adalah

tercampurnya

sistem

bahasa pertama (B1) dengan sistem B2. Analisis kontrastif (Anakon) mencoba
menjembatani

kesulitan

tersebut

dengan

mengkontraskan

kedua

sistem

bahasa tersebut untuk meramalkan kesulitan-kesulitan yang terjadi.


3. Acuan Teori
Analisis kontrastif sering dipersamakan dengan istilah linguistic kontrastif.
Linguistik

kontrastif

adalah

suatu

cabang

ilmu

bahasa yang

tugasnya

membandingkan secara sinkronis dua bahasa sedemikian rupa sehingga kemiripan


dan perbedaan kedua bahasa itu bisa dilihat.[34]
Penetapan analisis kontrastif dalam pengajaran bahasa didasarkan pada
asumsi teoritis bahwa :
a.

Materi pengajaran bahasa yang paling efektif adalah materi yang didasarkan
pada deskripsi bahasa itu (Fries, 1945).

b. Dengan mengkontrakan bahasa pertama dengan bahasa yang akan dipelajari


dapat meramalkan dan mendeskripsikan pola-pola yang akan menyebabkan
kesulitandan kemudahan belajar bahasa (Lado, 1957).
c.

Perubahan yang harus terjadi pada tingkah laku seseorang yang belajar
bahasa asing dapat disamakan dengan perbedaan antar struktur bahasa dan
budaya murid dengan struktur bahasa dan budaya yang akan dipelajari
(Valdmans 1960, dalam Wardhaugh, 1970).[35]
Anakon menjadi semakin populer setelah muncul karya Lado (1959) yang

berjudul Lingusitik A Cross Culture yang menguraikan secara panjang lebar mengenai
cara-cara mengkontraskan dua bahasa. Buku tersebut berisi uraian anakon antara
bahasa Inggris dengan bahasa Spanyol, dengan suplemen contoh-contoh lain dari
bahasa Cina, Muangthai dan sebagainya. Lado menganjurkan agar pengkontrasan itu
dilakukan terhadap fonologi, struktur gramatikal, kosakata serta sistem penulisan.
4. Hipotesis Analisis Kontrastif
Perbandingan struktur antara dua bahasa B1 dan B2 yang akan dipelajari oleh
siswa menghasilkan identifikasi perbedaan antara kedua bahasa tersebut. Perbedaan
antara dua bahasa merupakan dasar untuk memperkirakan butir-butir yang
menimbulkan kesulitan belajar bahasa dan kesalahan yang akan dihadapi oleh siswa.
Dari sinilah dijabarkan hipotesis analisis kontrastif.

Dalam perkembangannya kita mengenal dua versi hipotesis anakon, hipotesis


bentuk kuat menyatakan bahwa Semua kesalahan dalam B2 dapat diramalkan
dengan mengidentifikasi perbedaan antara B1 dan B2 yang dipelajari oleh para siswa.
Sedangkan hipotesis bentuk lemah menyatakan bahwa anakon hanyalah bersifat
diagnostik belaka. Karena itu anakon dan analisis kesalahan (anakes) harus saling
melengkapi. Anakes mengidentifikasi kesalahan di dalam korpus bahasa siswa,
kemudian anakon menetapkan kesalahan mana yang termasuk ke dalam kategori yang
disebabkan oleh perbedaan B1 dan B2.[36]
Hipotesis bentuk kuat ini didasarkan kepada asumsi-asumsi berikut ini :
1. Penyebab utama atau penyebab tunggal kesulitan belajar dan kesalahan dalam
pengajaran asing adalah interferensi bahasa ibu.
2. Kesulitan belajar itu sebagian atau seluruhnya disebabkan oleh perbedaan B1 dan B2.
3. Semakin besar perbedaan antara B1 dan B2 semakin akut atau gawat kesulitan
belajar.
4. Hasil perbandingan antara B1 dan B2 diperlukan untuk meramalkan kesulitan dan
kesalahan yang akan terjadi dalam belajar bahasa asing.
5. Bahan pengajaran dapat ditentukan secara tepat dengan membandingkan kedua
bahasa itu, kemudian dikurangi dengan bagian yang sama, sehingga apa yang harus
dipelajari oleh siswa adalah sejumlah perbedaan yang disusun berdasarkan kontrastif.
[37]

Ada tiga sumber yang digunakan sebagai penguat hipotesis anakon, yaitu :
a. Pengalaman praktis guru bahasa asing
Setiap pengajar atau guru bahasa asing (B2) yang sudah berpengalaman pasti
mengetahui secara pasti bahwa kesalahan yang berjumlah cukup besar dan tetap
atau selalu berulang dapat dipulangkan kembali kepada tekanan B1 para siswa.
Tekanan atau dorongan B1 tersebut dapat terjadi pada pelafalan, susunan kata,

pembentukan

kata,

susunan

kalimat,

dan

sebagainya.

Misalnya,

orang Indonesia berbahasa Arab atau Inggris dengan aksen Indonesia.


b. Telaah

mengenai

kontak

bahasa di

dalam

situasi

kedwibahasaan

(bilinguallisme)
Dwibahasaan yang mengenal atau mengetahui dua bahasa atau lebih merupakan
wadah tempat terjadinya kontak bahasa. Semakin besar kuantitas dwibahasaan
yang seperti ini semakin intensif pula kontak antara kedua bahasa. Kontak
bahasa menimbulkan fenomena saling mempengaruhi. Bahasa mana yang
berpengaruh besar tergantung kepada tingkat pengusaan bahasa asing sang
dwibahasaan. Bila yang bersangkutan lebih menguasai bahasa ibu maka
bahasa ibu itulah yang banyak mempengaruhi B2. Sebaliknya, karena suatu
sebab, penguasaan B2 melebihi penguasaan B1 maka giliran B1 lah yang
dipengaruhi oleh B2. Dalam taraf permulaan pembelajaran B2 dapat dipastikan
bahwa bahasa ibu sangat menonjol terhadap B2. Bila pengaruh itu tidak sejalan
dengan sistem B2 maka terjadilah interferensi B1 terhadap B2, dan interferensi
merupakan sumber kesulitan dalam belajar B2 dan juga penyebab kesalahan
berbahasa.
c. Telaah teori
Sumber ketiga sebagai penguat hipotesis anakon adalah teori belajar, terutama teori
transfer. Transfer maksudnya suatu proses yang melukiskan penggunaan tingkah laku,
yang telah dipelajari, secara otomatis, spontan dalam usaha memberikan response
baru. Transfer dapat bersifat negative atau positif. Transfer negative terjadi kalau
sistem B1 yang telah dikuasai digunakan dalam B2, sedang sistem itu berbeda dalam
kedua bahasa. Sebaliknya kalau sistem tersebut sama maka terjadilah transfer positif.
5. Interferensi Dan Transfer

Dalam anakon dibedakan antara interferensi dan transfer. Istilah interferensi


digunakan pada penutur bilingual yang secara dasar dan familiar mengetahui dua
bahasa tersebut dan untuk mencapai kedekatan informasi atau untuk menunjukkan
prestise, ia menggunakan campuran dari dua bahasa tersebut. Di sini timbullah alih
kode atau campur kode.
Sedangkan

istilah

transfer

digunakan

untuk

pindahan

bahasa yang

menyebabkan kesalahan karena bentuk-bentuk bahasa itu tidak sama atau


penggunaannya tidak sama.[38]
Untuk keperluan anakon dua konsep ini sudah sering dipakai. Proses
pengalihan kebiasaan ber-B1 ke dalam ber-B2 disebut transfer. Sedangkan kesalahan
ber-B2 disebut transfer. Sedangkan kesalahan ber-B2 sebagai akibat kebiasaan ber-B1
yang tidak sama disebut interferensi. Dengan demikian, transfer negative menjadi
sama dengan interferensi dalam ber-B2.
6. Metodologi Analisis Kontrastif
Prasyarat pertama analisis kontrastif ialah salah satu analisis secara deskriptif yang
baik dan mendalam tentang bahasa-bahasa yang hendak dikontraskan. Juga dalam hal ini
teori analisis dua atua lebih bahasa yang hendak dibandingkan atau dikontraskan itu harus
ditentukan pula.
Pengontrasan dua bahasa tidak mungkin dilakukan secara menyeluruh. Oleh karena
itu, perlu seleksi. Salah satu metode ialah memilih dan menentukan unsur dari sub sistem
dan kategori tertentu untuk dibandingkan. Misalnya, perbandingan tentang kategori kelas
kata penunjuk, perbandingan tentang penggunaan bentuk-bentuk verba atau frase verba.
Kriteria yang kedua dari analisis kontrastif ialah sifat penjelas dan bukan komponen
bahasa yang dikontarakan itu berdasarkan pengalaman bahwa komponen atau unsur itu
memberikan dan menimbulkan kesulitan bagi siswa ber-B2. dengan sendirinya, analisis

kontrastif membatasi diri hanya pada bagian-bagian tertentu mengenai bahasabahasa yang
hendak dibandingkan.
Setelah secara umum dilakukan seleksi, maka hal yang utama dan penting ialah
keterbandingan atau keterkontrasan. Kemudian bagaimana cara membandingkan atau
mengkontraskan, ada tiga cara yang mungkin ditempuh, yakni : (1) persamaan struktural
dan formal, (2) persamaan dalam terjemahan, dan (3) persamaan dalam struktur dan
terjemahan.[39]
Sedangkan dalam skripsi ini, perbandingan tidak hanya pada dataran morfologis
saja melainkan juga memasuki wilayah sintaksis bahkan semantik. Wazan af'alu merupakan
bentuk morfologis. Namun ketika ia diaplikasikan akan memasuki wilayah sintaksis.
7. Data Bahasa B1 dan B2
Secara ideal, data B1 dan B2 sebaiknya (1) data bahasa yang telah distandarkan, (2)
data bahasa berkaidah atau telah dikaidahkan, (3) data bahasa B1 dan B2

sebaiknya

terlepas dari konteks atau dekontekstualisasi.[40]


Setiap bahasa mengenal beberapa variasi, diantaranya bahasa standard an non
standar. Untuk dapat melakukan analisis kontrastif secara ideal, pembanding hendaknya
memilih bahasa standar. Salah satu data bahasa yang mudah dikaidahkan adalah data
bahasa tertulis. Sebaiknya pembanding menyusun satu tata bahasa yang mendekati standar,
atau mencari beberapa macam tata bahasa standar dari B1 dan B2 yang hendak
dibandingkan.
Oleh karena itu, pada umumnya analisis kontrastif dilakukan antara B1 dan B2 yang
hendak dibandingkan telah mempunyai tata bahasa standard an telah disepakti kaidahkaidahnya.

8. Prosedur Analisis Kontrastif

Cara membandingkan dan bahasa didasarkan pada beberapa keyakinan teoritis di


atas. Pertama, model yang dipergunakan harus bersifat umum dan atau general. Ini berarti
pembanding harus membandingkan bahasa-bahasa berdasarkan kriteria bentuk dan fungsi.
Kedua, bandingan harus bersifat taksonomi dan operasional.[41]
Dengan prinsip di atas maka langkah dilakukakn sebagai berikut :
(1) langkah pertama ialah mengamati perbedaan-perbedaan struktur luar B1 dan B2.
perbedaan-perbedaan itu dapat direntang mulai dari ketiadaan total dari beberapa ciri
salah satu bahasa terbanding sampai perbedaan sebagian atau parsial. Misalnya, mulai
dengan ketiadaan total kategori waktu pada verbum bahasa Indonesia dibandingkan
bahasa Inggris dan Arab sampai kepada persamaan atau perbedaan parsial pada
pernyataan kategori jumlah nomen.
(2) Langkah kedua ialah pembanding membuat beberapa postulat tentang cirri
kesemestaan. Jik akita membandingkan bahasa Indonesia dengan bahasa Arab atau
Inggris untuk pernyataan plural nomen, kita pun akan menjumpai bahwa penutur
bahasa Indonesia pun akan memiliki cara dan ciri-ciri sendiri untuk menyatakan
perbedan antara satu, dua, tiga dan sebagainya.
(3) Langkah ketiga ialah merumuskan kaidah realisasi dari struktur dalam ke struktur luar
pada tiap bahasa yang berhubunganh dengan anakon. Akan tetapi pembanding tidak
menghasilkan dua realisasi yang lengkap dan terpisah dari dua bahasa karena tujuan
analisisnya ialah membandingkan.

9. Tuntutan Pedagogis Anlisis Kontrastif


Kesulitan dalam belajar B2 serta kesalahan dalam berbahasa yang umum dialami
oleh para siswa yang mempelajari B2 atau bahasa asing menyebabkan adanya tuntutan
perbaikan pengejaran bahasa asing tersebut. Hal inilah yang merupakan tuntutan

pedagogis terhadap anakon. Ada empat langkah yang merupakan tangapan anakon dalam
usaha memperbaiki pengajaran bahasa, yaitu:
a) Pengidentifikasian perbedaan struktur bahasa
b) Prakiraan kesulitan dan kesalahan berbahasa
c) Penyusunan urutan bahan ajaran
d) Penyempaian bahan ajaran
Kita mulai dengan langkah pertama, mengidentifikasi perbedaan struktur bahasa
B1 dan B2 yang akan dipelajari siswa diperbandingkan. Perbandingan bahasa ini
mengangkut segi linguistik. Satu hal yang menjadi tujuan langkah pertama ini adalah
terlukisnya perbedaan antara B1 dan B2 yang akan dipelajari siswa.
Langkah kedua, memperbaiki atau meperkirakan kesulitan belajar dan kesalahan
berbahasa. Hasil perbandingan struktur bahasa berupa identifikasi perbedaan antara B1
dan B2. berdasarkan identifikasi ini disusunlah perkiraan kesulitan belajar yang akan
dihadapi oleh siswa dalam belajar B2. Kesulitan belajar inilah salah satu sumber dari
kesalahan berbahasa.
Langkah ketiga, menyusun serta mengurutkan bahan ajaran. Perbandingan
struktur menghasilkan identifikasi perbedaan. Identifikasi pebedaan dipakai sebagai dasar
memperkirakan kesulitan serta kesalahan berbahasa. Hal terakhirt inilah yang dipakai
sebagai dasar untuk menentukan urutan atau susunan bahan pengekaran B2. karena isi
dari identifikasi perbedaan antara dua bahasa selalu berbeda, maka buku teks yang
seragam bagi semua siswa di semua daerah belajar B2 tidak relevan lagi.
Langkah keempat berkaitan dengan cara penyampaian bahan. Siswa yang belajar
B2 sudah mempunyai kebiasaan tertentu dalam bahasa ibunya. Kebiasaan ini harus
diatasi agar tidak lagi mengintervensi ke dalam B2. pembentukan kebiasaan dalam B2
dilakukan dengan penyampaian bahan pelajaran yang telah disusun berdasarkan langkah
pertama, kedua dan ketiga dengan cara-cara tertentu. Cara-cara yang dianggap sesuai

antara lain : peniruan, pengulangan, latihan-runutn (drills) dan penguatan (hadiah dan
hukuman). Dengan cara ini, diharapkan para siswa memmpunyai kebiasaan ber-B2 yang
kokoh dan dapat mengatasi kebiasaan dalam ber-B1.[42]
BAB III
TINGKAT PERBANDINGAN
DALAM BAHASA INDONESIA, ARAB, DAN INGGRIS

Kata-kata sifat secara khusus dapat ditempatkan dalam tingkat perbandingan untuk
membandingkan suatu keadaan dengan keadaan yang lain, suatu benda dengan benda yang
lain atau suatu tindakan dengan tindakan yang lain. Secara umum terdapat tiga macam tingkat
perbandingan, yaitu tingkat (1) ekuatif, (2) komparatif, dan (3) superlatif. Tingkat ekuatif
adalah bentuk morfologi untuk menyatakan bahwa dua hal yang dibandingkan memiliki
kualitas atau sifat yang sama. Tingkat komparatif menyatakan bahwa satu dari dua hal yang
dibandingkan memiliki sifat atau kualitas yang lebih ataupun kurang dari yang lain.
Sedangkan tingkat superlatif menyatakan bahwa dari sekian hal yang dibandingkan ada satu
yang memiliki kualitas atau sifat yang paling menonjol dibanding yang lainnya. Berikut ini
penjelasan tentang bentuk-bentuk tingkat perbandingan dalam bahasa Indonesia, Arab, dan
Inggris. Penjabaran ini dimaksudkankan untuk melihat dengan lebih jelas perbedaan serta
persamaan bentuk tingkat perbandingan yang mungkin ada diantara ketiga bahasa tersebut.
A. Tingkat Perbandingan Dalam Bahasa Indonesia
Dalam bahasa Indonesia terdapat tiga macam bentuk tingkat perbandingan;
ekuatif, komparatif, dan superlatif.[43]
1. Bentuk Ekuatif / Positif
Ada dua macam bentuk untuk menyatakan perbandingan ekuatif, yakni (1)
pemakaian se-, dan (2) pemakaian sama. dengan. Lihatlah formula berikut.
a.

se + adjektiva.

b.

sama + adjektiva + -nya + dengan.

Dari formula (a) kita tahu bahwa cara membentuk perbandingan ekuatif adalah dengan
menambahkan se- dimuka adjektiva. Dengan demikian, kita peroleh bentuk seperti:
1. Tuti secantik ibunya.
2. Toni tidak seberani adiknya.
3. Harga di Pasar Baru tidak semahal di Ratu Plaza.
Dalam kaitannya dengan adjektiva turunan, bentuk se- tidak dapat dipakai dengan
adjektiva yang diturunkan dari paduan kata yang menimbulkan makna baru. Hal itu
disebabkan oleh kenyataan bahwa paduan seperti tinggi hati sebenarnya hanyalah kiasan
dari sombong, sehingga bentuk perbandingannya dilekatkan pada arti itu dan bukan pada
bentuk lahiriahnya. Karena itu, bentuk setinggi hati tidak dapat diterima, sedangkan
bentuk sesombong dapat diterima.[44]
Cara kedua untuk membentuk perbandingan ekuatif ialah dengan memakai sama + adjektiva
+ -nya + dengan. Bentuk kedua ini lebih produktif karena dapat digunakan pada bentuk
adjektiva macam apa saja. Contoh:
1. Mesin ketik ini sama mahalnya dengan mesin ketik itu.
2. Kita sama manusiawinya dengan orang Barat.
3. Tini sama lemah lembutnya dengan kakaknya.

2. Bentuk Komparatif
Tingkat perbandingan komparatif menyatakan bahwa satu dari dua hal yang dibandingkan
memiliki kualitas lebih atau kurang dari yang lain. Dalam bahasa Indonesia tingkat itu
dinyatakan dengan formula sebagai berikut:

lebih/kurang + adjektiva + daripada

Berikut ini beberapa contohnya:


1. Barang jepang lebih baik daripada barang taiwan.
2. Restoran ini kurang bersih daripada restoran itu.
3. Dia kurang manusiawi daripada direktur sebelumnya.
Tingkat komparatif dengan memakai kata kurang memang ada dalam bahasa
Indonesia dan dipakai terutama apabila adjektivanya tidak memiliki padanan lawan kata.
Adjektiva seperti manusiawi danilmiah misalnya, tidak memiliki lawan kata. Karena
itu kurang manusiawi atau kurang ilmiah layak kita pakai. Akan tetapi, jika adjektiva itu
memiliki lawan kata, maka dalam perbandingannya orang lebih condong memakai
bentuk lebih daripada kurang. Umumnya orang akan berkata: Saya minta batu yang lebih
besar daripada ini dan bukan memakai kata saya minta batu yang kurang kecil daripada
ini.Berikut ini adalah beberapa contoh yang lain ( nomor (a) kurang umum, sedangkan (b)
lebih umum);
1.a. Harga di Pasar Baru kurang mahal daripada di Ratu Plaza.
b. Harga di Pasar Baru lebih murah daripada di Ratu Plaza.
2.a. Berilah saya yang kurang besar.
b. Berilah saya yang lebih kecil.
3.a. Saya minta bola yang kurang berat daripada ini.
b. Saya minta bola yang lebih ringan daripada ini.
Meskipun bentuk yang memakai kata lebih sering dipakai seperti digambarkan diatas,
ada kalanya pemakaian bentuk yang memakai kata kurang sengaja dipakai karena adanya
perbedaan arti yang sangat halus. Perhatikan kalimat berikut.
1.a. Tuti kurang cantik dibandingkan dengan kakaknya.

b. Tuti lebih jelek daripada kakaknya.


2.a. Saya minta air yang kurang panas.
b. Saya minta air yang lebih dingin.
Arti yang tersirat pada kalimat (1.a.) adalah bahwa kakak Tuti itu cantik, dan Tuti juga
cantik. Akan tetapi, jika dibandingkan dengan kakaknya, Tuti kalah cantik. Pada kalimat
(1.b.) kakak Tuti tidaklah cantik, dia jelek. Tetapi Tuti lebih jelek lagi daripada kakaknya.
Demikian pula jika kita perhatikan kalimat (2), kita akan tahu bahwa yang diminta pada
(2.a.) adalah air yang hangat, sedangkan yang diminta pada (2.b.) adalah air yang lebih
dingin daripada air yang jadi bandingannya.
Perlu kiranya dicatat bahwa dari contoh diatas kata daripada tidak harus dipakai jika
konteknya telah dianggap jelas oleh pembicara. Dalam bahasa yang tidak baku orang sering
pula memakai dariuntuk menggantikan daripada: Dia lebih pintar dari adiknya. Untuk
perbandingan

komparatif

yang

memakai

kata kurang, frase jika

dibandingkan

dengan sering pula dipakai sebagai pengganti katadaripada.


3. Bentuk Superlatif
Tingkat perbandingan superlatif menyatakan bahwa dari sekian hal yang
dibandingkan ada satu yang melebihi yang lain. Dalam bahasa Indonesia tingkat superlatif
ini dinyatakan dengan bentuk ter-atau paling yang diikuti oleh adjektiva.
paling/ter- + adjektiva
Bentuk paling lebih produktif daripada ter-, karena bentuk paling dapat digabungkan
dengan adjektiva macam apa saja. Perhatikan contoh berikut.
1. Dari tiga bersaudara itu, Tonilah yang paling rajin.
2. Paling lama dua jam saya perlukan untuk menyelesaikan soal ini.
3. Harga termurah lima ribu rupiah, pak!
Bentuk paling dapat dipakai dengan adjektiva turunan maupun verba adjektiva,
sedangkan bentuk ter- umumnya tidak dapat. Perhatikan contoh berikut.

1. Dia yang paling keras kepala. ( bukan terkeras kepala )


2. Dialah siswa yang paling besar kepala. (bukan terbesar kepala )
3. Jalan keluar ini paling berbahaya. ( bukan terberbahaya )
4. Peristiwa itu yang paling menyedihkan dalam hidupku. ( bukan termenyedihkan )
Dari contoh nomor 4 kita dapat simpulkan juga bahwa selain adjektiva, kata kerja
juga bisa dijadikan perbandingan. Contoh lain adalah kata; memuakkan, memilukan,
memuaskan, dll.

B. Tingkat Perbandingan Dalam Bahasa Arab


Dalam bahasa Arab ada 2 istilah untuk menyatakan perbandingan, yaitu: isim tafdhil
dan afal tafdhil. Isim tafdhil adalah sifat yang diambil dari fiil yang menunjukkan bahwa
ada dua hal yang bersekutu dalam satu sifat akan tetapi yang satu melebihi yang lain dalam
sifat tersebut.[45] Sedangkan afal tafdhil adalah isim wazan afal yang menunjukkan
kelebihan, baiknya atau jeleknya
(

).[46] Berdasarkan dua definisi tersebut dapat

disimpulkan bahwa pada hakekatnya antara isim tafdhil dan afal tafdhil adalah sama.
Keduanya sama-sama memilki fungsi perbandingan. Contoh;
1. isim tafdhil:
2. afal tafdhil:
kalimat atau contoh pertama dapat diartikan Khalil lebih berpengetahuan daripada
Said. Sedangkan contoh kedua dapat diartikan Ahmad lebih utama dripada Zaid. Dua contoh
terdebut dengan jelas menunjukkan bahwa antara isim tafdhil dan afal tafdhil nyaris tidak
terdapat adanya perbedaan.
Dalam hal ini mungkin yang ada hanyalah perbedaan istilah, hakekatnya sama. Sehingga
penulis menganggap penggunaan salah satu dari keduaanya tidak menjadi masalah. Mereka
yang memakai istilah afal tafdhul mungkin lebih melihat bentuk wazannya yang

berupa afalu. Sedangkan mereka yang memakai memakai istilah isim tafdhil lebih melihat
hakekat gramatikanya yang berupa isim. Dalam skripsi ini penulis lebih condong untuk
memilih yang terakhir.

!.Isim Tafdhil
Isim tafdhil adalah sifat yang diambil dari fiil yang menunjukkan bahwa ada dua hal
yang bersekutu dalam satu sifat akan tetapi yang satu melebihi yang lain dalam sifat tersebut.
Seperti:
Ali lebih zuhud dalam (perkara) dunia daripada saya
Terkadang tafdhil (pelebihan) ini berada diantara dua sifat yang berbeda. Dalam hal
ini yang dimaksudkan adalah bahwa salah satu dari dua hal itu memiliki sifat yang melebihi
sifat berbeda yang berada pada hal lain, seperti:
-

= Kemarau itu lebih panas daripada musim hujan.

= Madu itu lebih manis daripada cuka.

Pada contoh pertama maksudnya adalah bahwa derajat panas musim kemarau melebihi
derajat dingin musim penghujan. Sedangkan pada contoh kedua maksudnya adalah bahwa
kadar manisnya madu melebihi kadar asamnya cuka.[47]
Ada juga pemakaian isim tafdhil yang tidak memiliki makna tafdhil (perlebihan),
seperti:
Saya memuliakan kaum itu, yang kecil dan yang besar[48]
2. Wazan Isim Tafdhil
Isim tafdhil hanya mempunyai satu wazan, yaitu: untuk mudakkar dan

untuk muannats, seperti:

Hamzah pada wazan


dan Seperti:

dan

dan

ada yang dibuang dalam tiga kata, yaitu , ,

Sebaik-baik manusia adalah orang yang memberi manfaat kepada sesama manusia


Seburuk-buruk manusia adalah orang yang membuat kerusakan

Kamu dicegah terhadap sesuatu, maka kamu memperbanyak (semakin) senang


kepadanya- Dan seeuatu yang lebih disukai manusia adalah apa yang dicegah
Lafal ,

dan

adalah isim tafdhil yang berasal dari , ,

dan . Menghilangkan hamzah ini banyak berlaku untuk lafal dan sedangkan
untuk

lafal

lafal
lafal

terhitung

dan

sedikit.

Sebaliknya

menetapkan

hamzah

pada

adalah terhiung sedikit, sedangkan menetapkan hamzah pada

terhitung banyak.

3. Syarat-syarat membentuk isim tafdhil


Syarat-syarat pembentukan isim tafdhil adalah sebagai berikut:
1. Berasal dari fiil tsulatsi (tiga hurufnya).
2. Dari fiil mutsbat (positif) bukan dari fiil manfi (negatif) atau dinafikan.
3.

Tidak mempunyai isim fail resmi berwazan . Contoh: , dan

4. Dari fiil tamm (

dan fiil naqish lainnya tidak dapat dijadikan isim tafdhil).

5. Dari fiil mutasharif ( ,

dan

tidak dapat dijadikan isim tafdhil).

6. Menerima untuk dilebihkan. Lafal tidak dapat dijadikan isim tafdhil sebab tidak
dapat dilebihkan karena mati itu hanya satu sehingga tidak dapat dilebihkan salah satu
daripada yang lain.
7. Dari fiil mabni maklum[49]
Apabila ada kalimat yang tidak memenuhi syarat terpaksa akan dibuat sebagai isim
tafdhil, maka kita datangkan mashdarnya yang dibaca nashab dan kita letakkan setelah
lafal dan

atau lafal lain yang serupa, seperti:

Ia sangat percaya, lebih banyak hitamnya, lebih sangat cacat sebelah matanya dan
lebih sempurna bercelak matanya.
4. Beberapa Hal Mengenai Isim Tafdhil
Ada empat hal yang berkaitan dengan isim tafdhil, yaitu:
a. Isim tafdhil yang tidak disertai

dan tidak diidhafahkan.

b. Isim tafdhil yang disertai


c. Isim tafdhil yang diidhafahkan kepada isim nakirah.
d. Isim tafdhil yang diidhafahkan kepada isim makrifat.

4.a. Isim tafdhil yang tidak disertai


Isim tafdhil yang tidak disertai

dan tidak diidhafahkan

dan tidak diidhafahkan, selamanya harus mufrad

mudzakkar dalam keadaan apapun dan harus bertemu

yang menjarkan isim yang

dilebihi (mufadhal alaih).

Perhatikan contoh dalam bagan di halaman berikut:

No.

Isim Tafdhil

Contoh

Keterangan

1.

mufrad mudzakar

2.

mufrad muannats

3.

mutsanna mudzakar

4.

mutsanna muannats

5.

jamak mudzakar

6.

jamak muannats

Adakalanya huruf jar ini tidak diperlihatkan (muqaddarah) seperti firman Allah:

Huruf dan majrurnya bersama isim tafdhil berkedudukan sebagaimana mudhaf ilaih
dari mudhaf. Oleh karena itu dan majrurnya tidak boleh mendahului isim tafdhil
sebagaimana tidak boleh dikatakan:

Khalid daripada Bakar itu lebih utama


Daripda Bakar Khalid itu lebih utama
Kecuali kalau majrurnya itu berupa isim istifham atau isim yang diidhafahkan kepada
isim istifham, maka jar majrur harus didahulukan sebab isim istifham harus selalu berada
di awal kalam, seperti:

= Dari pada siapa engkau lebih baik?

= Dari pada siapa diantara mereka engkau lebih berhak atas


ini?

4.b. Isim tafdhil yang disertai


Isim yang disertai

tidak boleh bertemu dan harus sesuai dengan isim

sebelumnya, baik mufrad, tatsniyah, jamak, mudzakkar maupun muannats. Seperti:


No.
1.

Isim Tafdhil

Contoh

Keterangan
Mufrad mudzakkar

2.

Mufrad muannats

3.

Mutsanna mudzakkar

4.

Mutsanna muannats

5.

Jamak mudzakkar

6.

Jamak muannats

4.c. Isim tafdhil yang diidhafahkan kepada isim nakirah


Isim tafdhil yang diidhafahkan kepada isim nakirah harus selalu mufrad
mudzakkar
No.

dan tidak boleh bertemu . Seperti:

Isim Tafdhil

Contoh

Keterangan

1.

Mufrad mudzakkar

2.

Mufrad muannats

3.

Mutsanna mudzakkar

4.

Mutsanna muannats

5.

Jamak mudzakkar

6.

Jamak muannats

4.d. Isim tafdhil yang diidhafahkan kepada isim makrifat


Isim tafdhil yang diidhafahkan kepada isim makrifat tidak boleh bertemu

dan boleh

:
- Selalu mufrad mudzakkar sebagaimana ketika diidhafahkan kepada isim nakirah,
- Disesuaikan dengan isim yang berada sebelumnya, baik mufrad, mutsanna, jamak,
mudzakkar, maupun muaannats sebagaimana ketika isim tafdhil tersebut disertai

Contoh:
- Isim tafdhil yang selalu mufrad mudzakkar:

Dan sungguh kamu akan mendapati mereka, seloba-loba manusia. (Al-Baqarah:96)
(bukan

- Isim tafdhil yang sesuai dengan isim sebelumnya:



Dan demikianlah Kami adakan pada tiap-tiap negeri penjahat-penjahat yang besar.
(Al-Anam: 123)
(lafal

jamak dari lafal

- Isim tafdhil yang mufrad mudzakkar dan yang sesuai dengan isim sebelumnya:

Maukah saya beritakan kepadamu orang yang paling tercinta olehku dan paling
dekat tempat duduknya kepadaku diantaramu pada hari kiamat, yaitu orang-orang
yang paling baik akhlaqnya diantaramu, yang menyediakan perlindungan, mereka
cinta dan dicintai. (Al Hadits)
(Lafal

dan

adalah mufrad mudzakkar sedangkan lafal

adalah jamak).
5. Wazan yang tidak mempunyai makna tafdhil
Wazan

yang biasanya mempunyai makna tafdhil terkadang ada yang tidak

mempunyai makna tafdhil. Dengan demikian wazan tersebut mengandung makna isim fail
atau makna sifat musyabihat.
Contoh makna isim fail [50]:
Tuhanmu mengetahui tentang dirimu. (Al Isra: 54)
Contoh makna sifat musyabihat:

Dan Dialah yang memulai penciptaan kemudian Dia mengembalikannya, dan hal itu
mudah bagiNya
Wazan

boleh tidak memiliki makna tafdhil apabila lafal tersebut tidak

disertai atau tidak diidhafahkan kepada isim nakirah dan tidak bertemu tafdhiliah. Jika
sebaliknya, maka lafal tersebut tidak boleh sepi dari makna tafdhil.

6.Ekuatif, Komparatif dan Superlatif


Dari keterangan diatas dapat diketahui bahwa dalam bahasa Arab tingkat
perbandingan positif/ekuatif tidak ada formula bakunya. Tingkat perbandingan atau isim
tafdhil dalam bahasa Arab hanya memungkinkan perbandingan komparatif dan superlatif
karena hakekat tafdhil adalah adanya perlebihan. Untuk menyatakan sesuatu yang sama
dalam bahasa arab menggunakan , seperti contoh :
Dalam penjelasan diatas juga belum jelas benar mana yang termasuk tingkat
komparatif dan mana yang termasuk tingkat superlatif. Dalam keterangan diatas dijelaskan
bahwa jika isim tafdhil tidak disertai

dan tidak diidhafahkan maka harus bertemu

dengan . Inilah bentuk tingkat komparatif dalam bahasa Arab dan hakekat penambahan
kata adalah menunjukkan adanya dua hal yang diperbandingkan. Sebaliknya isim tafdhil
yang disertai atau diidhafahkan dengan kata lainnya maka tidak boleh bertemu
dengan . Dan inilah bentuk tingkat superlatif dalam bahasa Arab. Tidak
adanya menunjukkan adanya komparasi mutlak atas banyak hal, tidak hanya atas dua
hal.
C. Tingkat perbandingan Dalam Bahasa Inggris
Ada beberapa

susunan

gramatis

penting

yang

dipakai

untuk

menyatakan

perbandingan dalam bahasa Inggris; a) positive degree, b) comparative degree, dan c)


superlative degree.
a). Positive Degree

Jika kita ingin menyatakan bahwa orang, perbuatan, dan sebagainya sama, maka kita
bisa memakai as atau like. Contoh;

Your sister looks just like you = Saudara perempuanmu kelihatan persis seperti
kamu.

Its best cooked in olive oil, as the Italians do it = Paling baik dimasak dengan
minyak

zaitun seperti yang dilakukan orang Italia.

Kalau kita ingin menyatakan bahwa sesuatu sederajat dalam satu hal atau satu sifat, maka
kita menggunakan susunan asas. Contoh;

He drives as fast as me. = Dia mengemudi secepat aku.

She looks as smart as her mother. = Dia kelihatan secerdas ibunya.

b). Comparative Degree


Tingkat perbandingan ini digunakan untuk menyatakan bahwa salah satu dari dua hal
atau benda memiliki keadaan ataupun sifat melebihi yang lainnya. Formula yang
digunakan adalah ...more.thanatau dengan menambahkan er pada akhir kata
sifat. More digunakan untuk kata sifat yang terdiri dari tiga suku kata atau lebih. Contoh:

Your questions are easier than his. = Pertanyaanmu lebih mudah dibanding
pertanyaannya.

Petronas towers are higher than Monas. = Menara Petronas itu lebih tinggi
dibanding Monas.

Studying in UIN is more expensive than in IAIN. = Belajar di UIN itu lebih
mahal dibanding di IAIN.

c). Superlative Degree


Tingkat perbandingan ini digunakan untuk menyatakan bahwa sesuatu hal atau benda
memiliki keadaan, kualitas ataupu sifat yang lebih diantara banyak hal lainnya.

Formula yang digunakan adalah dengan menambahkan est pada akhir kata sifat atau
dengan menggunakan most. Untuk kata sifat atau keterangan yang terdiri dari tiga suku
kata atau lebih. Contoh:

I am the youngest in my family. = Saya adalah yang paling muda dalam


keluargaku.

Orchid is the most beautiful flower. = Bunga anggrek adalah bunga yang terindah.

This is the most difficult question I ever known. = Ini adalah pertanyaan paling
sulit yang pernah aku ketahui.

Beberapa kata memiliki perubahan yang tidak beraturan ketika dipakai dalam tingkat
perbandingan baik komparatif maupun superlatif, diantaranya:
Positif

komparatif

suparlatif

Good

Better

best

Bad

Worse

worst

Far

farther/further

farthest/furthest

D. Studi Perbandingan
Kalau kita perhatikan ketiga bahasa tersebut diatas, akan kelihatan titik persamaan
dan perbedaannya. Ketiga bahasa tersebut sama-sama mengenal tingkat perbandingan, tidak
hanya berupa fungsi namun ada formula baku yang ditetapkan untuk menyatakannya.
Secara umum ada tiga macam tingkat perbandingan; positif/biasa, komparatif, dan
superlatif. Bahasa Indonesia dan inggris memiliki formula baku untuk menyatakan ketiga
macam tingkat perbandingan tersebut, baik positif, komparatif, maupun superlatif. Namun
sedikit berbeda dengan kedua bahasa tersebut dalam bahasa Arab bentuk ekuatif tidak diatur
dalam pembahasan isim tafdhil. Tingkat perbandingan dalam bahasa Arab yang dikenal
dengan istilah isim tafdhil hanya berfungsi untuk menyatakan keadaan komparatif dan
superlatif saja.

Ali lebih besar daripada Umar.


Besar. Big.

Ali is bigger than Umar.


Contoh diatas menunjukkan bahwa bahasa Indonesia, Inggris dan Arab memiliki cara
yang

berbeda-beda

untuk

menyatakan

tingkat

perbandingan

komparatif.

Dalam

bahasa Indonesia untuk menyatakan tingkat lebih adalah dengan memakai kata fungsi lebih
daripada. Sedangkan bahasa Inggris tidak melalui pemakaian kata fungsi tertentu
melainkan dengan cara memberi akhiran er pada kata sifat bersangkutan kemudian diikuti
kata than. Sedangkan bahasa Arab memiliki cara yang berbeda pula dalam menyatakan
tingkat perbandingan komparatif, tidak dengan pemakaian atau penambahan kata fungsi
tertentu ataupun dengan menambahkan akhiran tertentu melainkan mengikuti sebuah pola
(wazan) tertentu yaitu dan harus diikuti untuk menunjukkan keterbandingan.
Perbedaan-perbedaan seperti diatas harus benar-benar diperhatikan oleh siswa karena
disanalah letak kesukarannya. Untuk mengatakan Ali lebih besar Umar dalam bahasa Inggris
tidak dengan memakai kata more sebagai padanan kata lebih dalam bahasa Indonesia. Sebab
ada cara tersendiri dalam menyatakannya yakni dengan memberi akhiran er pada kata sifat
bersangkutan. Sehingga kalimat yang benar adalah Ali is bigger than Umar bukannya Ali is
more big than Umar. Kata more dipakai ketika kata sifat yang bersangkutan memilki jumlah
suku kata lebih dari dua, misalnya beautiful (cantik) dan disini, sekali lagi, siswa dituntut
untuk mampu memahaminya. Untuk mengungkapkan sebuah keadaan bahwa Fatimah lebih
cantik daripada Zainab bukanlah Fatimah is beautifuler than Zainab seperti cara yang
pertama, melainkan Fatimah is more beautiful than Zainab dan inilah cara kedua
pembentukan tingkat perbandingan komparatif dalam bahasa Inggris.

Sedangkan untuk menyatakan hal yang sama Ali lebih besar daripada Umar- dalam
bahasa Arab juga terdapat cara tertentu. Bagi siswa yang belum mengerti mungkin mereka
akan mengatakan .Ada tata cara khusus dalam bahasa Arab untuk
menyatakan hal tersebut yakni kata yang bersangkutan diikutkan pola . Sehingga
pernyataan tersebut seharusnya menjadi . Perbedaan cara inilah yang sangat
berpotensi menjadi kesulitan yang dialami siswa. Sedangkan persamaan-persamaan yang ada
relatif akan lebih ditangkap oleh siswa. Dalam hal ini persamaan yang dapat diambil sebagai
contoh adalah distribusi kata daripada, than, dan . Ketiganya juga memiliki arti sama
yang menunjukkan kesemestaan bahasa. Pada titik ini kemungkinan siswa melakukan
kesalahan relatif kecil.
Perbandingan selanjutnya adalah bentuk superlatif. Perhatikan gambar dibawah
ini.

Aku adalah yang terkecil di keluargaku.


Kecil. Small.

I am the smallest in my family.


Perbedaan cara pembentukan tingkat perbandingan superlatif ketiga bahasa tersebut


pada dasarnya hampir sama dengan perbedaan pada tingkat komparatif, yakni adanya proses
penggunaan

kata

fungsi

tertentu

dalam

bahasa

Indonesia,

dalam

hal

ini

kata paling, pemberian akhiran dan penggunaan kata fungsi tertentu dalam bahasa inggris,
dalam hal ini akhiran est pada akhir kata sifat serta penggunaan kata most jika kata sifat
yang bersangkutan terdiri lebih dari dua suku kata, serta mengikutkan pada pola tertentu
dalam bahasa Arab, dalam hal ini wazan . Titik perhatian dalam hal ini adalah tidak
adanya atau dihilangkannya kata daripada, than, dan yang pada pada tingkat komparatif
kesemuanya ada, serta adanya kata yang, the, dan pada awal kata sifat dimana ketiganya
berfungsi sama yaitu memarifatkan bahkan menguatkan.

Perbedaan dan persamaan ketiga

bahasa tersebut akan terlihat lebih jelas dalam tabel berikut ini.
Bahasa Indonesia
Bahasa Arab
Bahasa Inggris

Pola : se + adjektif
Pola: +
Pola: asas
Contoh: Tuti secantik Contoh:
Contoh: She is as smart
ibunya.
as her mother.
Ciri-ciri :
Ciri-ciri:
Ciri-ciri:
1. se berada sebelum
1. berada sebelum
1. as berada
adjektif.
masdar.
sebelum
dan
2. setelah se ada
2. setelah ada
sesudah adjektif.
adjektif.
masdar.
Makna : ekuatif

Makna: ekuatif
Makna: ekuatif

Pola: lebih + adjektif + Pola: ..


Pola:
dari(pada)
adjektif + er + than
Contoh:
more + adjektif +
Contoh: Motor Jepang
than
lebih
mahal
Contoh: 1. My house is
daripada
motor
bigger than yours.
Cina.
2. Rita
is
Ciri-ciri:
more
beautif
Ciri-ciri:
1. adanya
proses
ul than Tari.
1. kata
konjugasi (tashrif) Ciri-ciri:
fungsi lebihberada
dengan pola .
1. er diletakkan
sebelum adjektif.
2. mufadhal-isim
diakhir kata sifat
2. setelah
adjektif
tafdhil-mufadhal
yang terdiri dua
terdapat
alaih.
suku kata.
katadari(pada).
3. tak
ada
2. kata
3. tak ada kesesuaian
kesesuaian antara
fungsi moreberada
antara adjektif dan
isim tafdhil dan
sebelum adjektif
kata benda.
mufadhal.
yang terdiri lebih
4. kata
benda
4. setelah
isim
dari dua suku kata.
pertama lebih dari
tafdhil ada kata
3. tak ada kesesuaian
kata benda kedua.
fungsi .
antara adjektif dan
kata
benda
pertama.
Makna: komparatif
Makna: komparatif
4. klasifikasi
kata
sifat berdasarkan
jumlah
suku
katanya.
Makna: komparatif

Pola: paling/ter + adjektif Pola:( )+


Pola: - adjektif + est
Contoh: Rudi adalah siswa Contoh:
- most + adjektif
tertua dikelas.

Contoh: I am the youngest


Ciri-ciri:
Ciri-ciri:
in my family.
1. kata
1. adanya
proses Ciri-ciri:
fungsi paling atau
konjugasi dengan
1. diakhir
adjektif
imbuhan ter berada
mengikuti pola .
diberi
sebelum adjektif.
2. isim tafdhil harus
tambahan est jika
2. tak ada kata benda
ditambahi .
terdiri dari dua
kedua
yang
3. tidak ada kata
suku kata.
menunjukkan
fungsi setelah
2. kata
komparasi mutlak.
isim tafdhil.
fungsi mostberada
3. tak ada kesesuaian
4. adanya kesesuaian
sebelum adjektif
antara adjektif dan
antara isim tafdhil
yang terdiri lebih
kata benda.
dengan mufadhal.
dari dua suku kata.
3. tak ada kesesuaian
antara adjektif dan
kata benda.
4. adanya klasifikasi
kata
sifat
berdasarkan
Makna: superlatif
jumlah suku kata.
Makna: Superlatif

Makna: superlatif

E. Kesimpulan
Aturan pembentukan tingkat perbandingan dalam ketiga bahasa diatas memiliki
tingkat kerumitan yang berbeda. Bahasa Indonesia memiliki aturan yang paling sederhana
dibandingkan bahasa Inggris dan bahasa Arab. Hal ini dapat kita lihat bahwa untuk
menyatakan

perbandingan

positif/ekuatif

dalam

bahasa

Indonesia

cukup

dengan

menggunakan formula se + kata sifat atau sama + kata sifat + -nya + dengan. Contoh:

Beni tidak secerdas adiknya.

Tono sama nakalnya dengan kakaknya.

Sedangkan untuk menyatakan tingkat komparatif cukup menggunakan kata

lebih+

daripada dan untuk menyatakan tingkat superlatif menggunakan formula paling/ter- + kata
sifat. Contoh:

Barang barang yang ada di pasar Beringharjo lebih murah daripada di pasar
Gowok.

Partai Golkar memperoleh suara terbanyak dalam pemilu legislatif kemarin.

Gus

Dur

merupakan

presiden paling

kontrovesial yang

pernah

memimpin Indonesia.
Disini dapat kita lihat begitu sederhananya aturan pembentukan tingkat perbandingan dalam
bahasa indonesia. Hampir tak ada aturan yang sampai mempengaruhi bentuk kata sifat yang
digunakan, yang ada hanyalah penambahan kata (awalan) berupa ter untuk tingkat
superlatif.
Sedangkan bahasa Inggris memiliki tingkat kerumitan yang lebih tinggi dari bahasa
Indonesia namun tidak serumit bahasa Arab dalam pembentukan tingkat perbandingan.
Dikatakan lebih rumit dari bahasa Indonesia karena kaidah kaidah pembentukannya lebih
rinci. Hal ini dapat dilihat dalam proses pembentukan tingkat komparatif dan superlatif.
Sedangkan untuk pembentukan tingkat positif nyaris sesederhana bahasa Indonesia, yaitu
dengan menggunakan formula as..as. Sedangkan dalam pembentukan tingkat komparatif
dan superlatif selain terdapat adanya proses penggunaan kata tertentu dan sufikasi (akhiran),
juga terjadi pemilahan kata berdasarkan jumlah suku katanya. Bahkan ada kata kata tertentu
yang secara tak beraturan memiliki perubahan yang unik ketika dipakai untuk komparasi
sehingga perubahan perubahan tersebut harus dihafal karena tidak mengikuti pola yang
lazim. Mari kita perhatikan contoh berikut;

The books of Pustaka Pelajar publisher are cheaper than Mizan publishers. =
Buku-buku dari penerbit Pustaka Pelajar lebih murah dibanding buku-buku dari
penerbit Mizan.

Andi

graduates

from

the

university

faster

than

jono

because

he

is more dilligent than jono.= Andi lulus dari perguruan tinggi lebih cepat dari pada
Jono sebab ia lebih rajin dari Jono.

The best place for study is here in UIN Sunan Kalijaga. = Tempat terbaik untuk
belajar adalah disini di UIN Sunan Kalijaga.

Jika kita perhatikan contoh diatas akan terlihat bahwa pambentukan tingkat perbandingan
dalam bahasa Inggris sedikit lebih rumit dibanding dalam bahasa Indonesia. Contoh pertama
menunjukkan adanya sufikasi (akhiran), contoh kedua menunjukkan adanya penambahan
kata serta pemilahan kata sifat berdasarkan jumlah suku kata, sedangkan contoh terakhir
menunjukkan adanya kata-kata tertentu yang memiliki perubahan unik ketika dipakai dalam
kalimat komparasi. Kata best merupakan bentuk superlatif kata good yang jika mengikuti
pola lazim harusnya goodest.
Tak pelak lagi bahasa Arab menjadi bahasa yang paling rumit aturannya dalam
pembentukan tingkat perbandingan. Selain memiliki pola baku untuk menyatakan komparasi,
dalam bahasa Arab juga diatur mengenai syarat-syarat bagi sebuah kata untuk bisa dijadikan
isim tafdhil yang diantaranya adalah; berasal dari fiil tsulatsi, fiil mutasharif, fiil mabni
maklum, fiil tamm, dan menerima untuk dilebihkan. Selain itu dalam bahasa Arab juga
diperhatikan masalah jender. Jika isim tafdhil disertai

maka tidak boleh

bertemu dan harus sesuai dengan isim sebelumnya, baik mufrad, tatsniyah, jamak,
mudzakkar,

maupun

muannasnya.

Bahkan terdapat

kata-kata

yang

mengikuti

wazan namun tidak bermakna perbandingan.


Namun meski bahasa Arab memiliki kaidah isim tafdhil yang paling rumit, ada satu
hal yang menarik yakni bahwa ternyata tingkat perbandingan ekuatif/positif tidak diatur
dalam isim tafdhil ini. Sedangkan bahasa Indonesia dan Inggris sama-sama memiliki aturan
untuk tingkat ekuatif ini. Hal ini mungkin dapat dikembalikan dari penamaan istilah untuk
fungsi

perbandingan

ini.

Dalam

bahasa

Inggris

fungsi

ini

disebut degree

of

Comparison demikian juga bahasa Indonesia, tingkat perbandingan. Jadi titik penekanannya
adalah proses perbandingan, terlepas kualitas benda atau hal yang diperbandingkan.
Sedangkan dalam bahasa Arab fungsi ini disebut isim tafdhil, titik tekannya adalah adanya
unsur keterlebihan, yang dengan sendirinya memperhatikan kualitas bendanya. Untuk
menyatakan susuatu yang lebih dalam bahasa Arab adalah dengan menggunakan .

F. Implikasi Perbedaan Tingkat Perbandingan Dalam Bahasa Arab (B2) Dan


Bahasa Indonesia (B1) Terhadap Pengajaran Bahasa Arab
Dalam bagian ini penulis inginmendeskripsikan secara umum sekaligus sebagai
sebuah sumbangan pemikiran apa yang sebaiknya dilakukan baik oleh guru, dosen, ataupun
pengambil kebijakan pendidikan dalam rangka meningkatkan kualitas pengajaran bahasa
Arab serta kemampuan berbahasa Arab siswa.
Konsekuensi dari adanya perbedaan tingkat perbandingan dalam bahasa Arab (B2)
dan bahasa Indonesia (B1) adalah timbulnya berbagai kesulitan yang akan dialami oleh siswa
dalam proses belajar dimana perbedaan disini selain berupa perbedaan polanya bisa juga
berupa tingkat kerumitan proses pembentukan. Perbedaan tersebut tentu juga akan
mempengaruhi guru, dosen, serta pengambil kebijakan pendidikan dalam penyusunan materi
atau bahan pelajaran bahasa Arab, pemilihan metode pengajaran, serta pemilihan media yang
digunakan dalam rangka mencapai tujuan pengajaran bahasa Arab itu sendiri.
Penulis akan mencoba menawarkan solusi alternatif yang diharapkan dapat
mengeliminir kesulitan serta kesalahan yang dialami siswa dalam proses belajar bahasa Arab.
Setelah langkah membandingkan bahasa B2 dan B1 selesai, maka langkah selanjutnya yang
menjadi tuntutan pedagogis analisis kontrastif adalah menyusun urutan bahan pelajaran
berdasarkan hasil studi perbandingan yang telah dilakukan. Dari sini kemudian penulis
selanjutnya menawarkan metode penyampaiannya serta media yang sebaiknya dipakai.
Disinilah letak kontribusi analisis kontrastif dalam dunia pengajaran bahasa Arab.

F.1. Urutan Bahan Pelajaran Tingkat Perbandingan Bahasa Arab


Berdasarkan hasil dari studi perbandingan diatas, agar dalam proses mempelajari
tingkat perbandingan dalam bahasa Arab ( ) siswa tidak terlalu banyak
mengalami kesulitan dan kesalahan maka sebaiknya guru menyusun urutan bahan pelajaran
dari yang termudah hingga yang terumit. Dalam proses mengajar, guru sebaiknya sesekali
mejelaskan padanan atau perbandingan materi B2 dengan B1, berdasarkan data analisis
kontrastif, agar siswa terbantu dalam memahami materi yang sedang ia pelajari. Sebab
bagaiamanapun juga siswa yang mempelajari B2 sudah memiliki paradigma bahasa sendiri,
yakni bahasa ibu. Dengan paradigma bahasa ibunya-lah ia mencerna sebuah materi bahasa
asing (B2) dan tugas seorang guru tidak lain membantu mengarahkannya.
Urutan bahan pelajaran yang penulis tawarkan adalah sebagai berikut:
1. Definisi , polanya (wazan) serta padanannya dalam bahasa Indonesia.
2. Syarat-syarat pembentukan .
3. Hal-ihwal :

Isim tafdhil yang tidak disertai dan tidak diidhafahkan.

Isim tafdhil yang disertai .

Isim tafdhil yang diidhafahkan dengan isim nakhirah.

Isim tafdhil yang diidhafahkan dengan isim marifat.

4. Komparatif dan superlatif dalam bahasa Arab. Pada tahap ini guru menganalisa
kemudian menjelaskan pada siswa tentang bentuk tingkat komparatif dan superlatif
dalam bahasa Arab diselingi padanannya dalam bahasa Indonesia. Sebab
kebanyakan buku pelajaran bahasa Arab yang ada tidak memberi penjelasan tentang
bentuk komparatif dan superlatif ini.

F.2. Metode Pengajaran Tingkat Perbandingan Bahasa Arab

Setiap orang yang berkecimpung dalam dunia pengajaran bahasa asing tentu
memahami pentingnya sebuah metode untuk mengajarkannya. Prof. Mahmud Yunus
mengungkapkan:

Metode itu lebih penting dari substansi.[51]

Ungkapan diatas merupakan suatu pernyataan yang patut kita perhatikan karena pada
masa lalu ada semacam anggapan yang cukup menyesatkan bahwa penguasaan materi
sebuah
disiplin ilmu merupakan suatu jaminan kemampuan bagi seseorang untuk dapat
mengajarkan ilmu tersebut pada orang lain. Namun, kenyataan menunjukkan bahwa
seseorang yang cukup pintar dan menguasai suatu ilmu tertentu ternyata seringkali
menemui kesulitan dalam mengajarakan ilmu tersebut secara efektif.[52]
Dalam bukunya Language Teaching Analysis, William Francis Mackey mencatat 15
macam metode pengajaran bahasa yang selama ini digunakan, yaitu:
1) Direct Method, 2) Natural Method, 3) Psychological Method, 4) Phonetic Method, 5)
Reading Method, 6) Grammar Method, 7) Translation Method, 8) Grammar-Translation
Method, 9) Eclectic Method, 10) Unit Method, 11) Language-Control Method, 12) MimMem Method, 13) Practice-Theory Method, 14) Cognate Method, 15) Dual-Language
Method.[53]
Dari 15 macam metode pengajaran bahasa diatas, penulis memilih dua metode yang
dianggap tepat untuk mengajarkan tingkat perbandingan bahasa Arab; 1) Dual-Language
Method, dan 2) Grammar-Translation Method. Dual-Translation Method merupakan
metode yang sama persis dengan analisis kontrastif, yakni sebuah metode mengajar yang
didasarkan atas persamaan dan perbedaan antara kedua bahasa (B1 dan B2). Perbandingan
tersebut tidak hanya terbatas pada kata-kata saja, tetapi juga sistem bunyi dan sistem
gramatika kedua bahasa tersebut. Tiap perbedaan yang ada kemudian dijadikan fokus
pelajaran dan drill.[54] Setelah melalui proses studi perbandingan maka langkah selanjutnya
adalah drill, pelatihan secara intensif. Dalam proses pelatihan intensif (drill) ini, penulis

cenderung memilihgrammar-translation method sebagai metode yang paling. Metode ini


merupakan kombinasi metode gramatika dan metode menterjemah. Dalam metode
gramatika (grammar method) siswa ditutut menghafalkan aturan-aturan gramatika dan
sejumlah kata tertentu. Kata-kata ini kemudian dirangkaikan menurut kaidah tata bahasa,
dengan demikian kegiatan ini merupakan praktek penerapan kaidah-kaidah tata bahasa.
Sedangkan metode menterjemah (translation method) menitikberatkan kegiatan-kegiatan
menerjemahkan bacaan-bacaan, mula-mula dari bahasa asing ke dalam bahasa siswa
kemudian sebaliknya. Metode ini cocok untuk kelas yang besar, disamping mudah
pelaksanaannya dan murah.
Sehingga grammar-translation method memiliki ciri-ciri yang merupakan gabungan
dari kedua metode tersebut, diantaranya:
1. Pengajaran gramatika formil,
2. Kegiatan belajar terdiri dari penghafalan kaidah tatabahasa, penerjemahan
kata-kata tanpa konteks, serta penerjemahan bacaan-bacaan pendek,dan
3. Latihan ucapan tidak diberikan kecuali sedikit.
Berdasarkan metode itulah penulis mengusulkan agar pelajaran tingkat perbandingan
dalam bahasa Arab ( ) disampaikan. Latihan (drill) harus diberikan sesering
mungkin, hal ini bertujuan agar siswa terlatih dan terbiasa dengan paradigma B2. Apalagi
jika pelatihan yang diberikan tersebut sampai berhasil mengendap dalam pikiran bawah
sadar siswa maka penulis berani menjamin siswa bukannya akan sulit mengingatnya
bahkan sebaliknya siswa dijamin akan mengalami kesulitan untuk melupakannya.
F.3. Media Pengajarannya
Kata media berasal dari kata Latin medius yang artinya tengah. Secara umum,
media adalah semua bentuk perantara untuk menyebar, membawa atau menyampaikan
suatu pesan dan gagasan pada penerima.[55]

Penggunaan media dalam pengajaran bahasa bertitik tolak dari teori yang mengatakan
bahwa totalitas persentase banyaknya ilmu pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang
dimilikioleh seseorang terbanyak dan tertinggi melalui indera lihat dan pengalaman
langsung melakukan sendiri, sedangkan selebihnya melalui indera dengar dan indera
lainnya. John M. Lannon mengemukakan bahwa media pengajaran khususnya alat-alat
pandang dapat:
1. Menarik minat siswa;
2. Meningkatkan pengertian siswa;
3. Memadatkan informasi;
4. memudahkan menafsirkan data.[56]
Peter Hubbard menyebutkan beberapa macam media pengajaran bahasa, yaitu:
1. Papan tulis
2. Realia (obyek-obyek yang sesungguhnya yang dibawa ke kelas yang dapat ditangani
dan dilihat oleh siswa).
3. Flashcards (kartu gambar)
4. Overhead Projector (OHP)
5. Wall-charts (peta dinding)
6. Tape-recorder[57]
Dari keenam media diatas penulis menilai hanya papantulis dan (atau) OHP yang
sebaiknya digunakan untuk mengajarkan tingkat perbandingan bahasa Arab, serta
ditambah lagi kertas latihan. Dengan OHP (jika ada) atau papantulis materi yang
disampaikan guru akan terlihat jelas oleh siswa dimana hal ini akan sangat membantu
pemahamnnya. Untuk mengadakan drill secara intensif maka siswa sesering mungkin
harus diberi soal-soal berkaitan isim tafdhil, untuk itu kertas latihan menjadi media yang
mutlak harus ada.

Saya kira hanya inilah pemikiran yang dapat saya sumbangkan untuk pengajaran
bahasa Arab, khususnya isim tafdhil.

Bab IV
Penutup
1. Kesimpulan
Dari studi analisis kontrastif tingkat perbandingan bahasa Indonesia, Arab, dan
Inggris di atas ada beberapa hal yang dapat kita simpulkan, yaitu:
1. Diantara ketiga bahasa diatas, dalam proses pembentukan tingkat perbandingan ,
bahasa Indonesia merupakan yang bahasa yang paling sederhana aturannya, disusul
kemudian bahasa Inggris, dan bahasa Arab sebagai yang paling rumit aturannya yang
membuat siswa kesulitan mempelajarinya.
2. Ada tiga macam bentuk tingkat perbandingan: positif, komparatif, dan superlatif.
Bahasa Indonesia dan Inggris mengatur ketiga macam bentuk tersebut, sedangkan
bahasa Arab ( ) hanya memungkinkan perbandingan komparatif dan
superlatif.
3. Berdasarkan analisis kontrastif, urutan bahan pelajaran tingkat perbandingan bahasa
Arab adalah:
1).Definisi , polanya (wazan) serta padanannya dalam bahasa Indonesia.
2).Syarat-syarat pembentukan .
3).Hal-ihwal :

Isim tafdhil yang tidak disertai dan tidak diidhafahkan.

Isim tafdhil yang disertai .

Isim tafdhil yang diidhafahkan dengan isim nakhirah.

Isim tafdhil yang diidhafahkan dengan isim marifat.

4). Komparatif dan superlatif dalam bahasa Arab. Pada tahap ini guru menganalisa
kemudian menjelaskan pada siswa tentang bentuk tingkat komparatif dan
superlatif dalam bahasa Arab diselingi padanannya dalam bahasa Indonesia.
Sebab kebanyakan buku pelajaran bahasa Arab yang ada tidak memberi
penjelasan tentang bentuk komparatif dan superlatif ini.
4. Metode untuk mengajarkan tingkat perbandingan adalah Grammar-Translation
Method dimana dengan metode ini selain diajarkan aturan gramatika bahasa asing,
siswa sesering mungkin juga dilatih (drill) menggunaknnya dalam bentuk menjawab
soal serta latihan menterjemah, dengan harapan siswa terbiasa dengan paradigma
bahasa asing tersebut (B2).
5. Media yang dapat dipakai untuk mengajarkan tingkat perbandingan bahasa Arab ini
adalah papan tulis, OHP (jika ada), buku pegangan (diktat), dan kertas latihan.

2. Komentar Penutup
Anakon masih tetap berperan dalam pengajaran bahasa. Para guru harus dapat
memanfaatkan analisis kontrastif demi kepentingan proses belajar mengajar sesuai
dengan pengelamannya.
Walaupun akhir-akhir ini Anakom dianggap kurang berperan,namun dalam
pertemuan para professor dan pakar di Yugoslavia (1968), Federasi Guru dan Dosen
Bahasa Yang Masih Hidup (federatin Internationale de Langues Vivantes), telah
dikeluarkan rekomendasi sebagai berikut :
(1) Walaupun belum ada kemantapan penelitian tentang teori-teori linguistic, anakon
tetap harus dilanjutkan karena menfaatnya bagi pengajaran bahasa cukup besar.
(2) Anakon tidak boleh hanya dikenakan pada bahasa-bahasa yang besar dan
berpengaruh besar.

(3) Anakon harus diprakarsai dengan memperhatikan dampaknya secara teoritis serta
manfaatnya secara pedagogis.
(4) Anakon harus diterima sebagai salah satu sarana bagi guru diantara pelbagai sarana
pedagogis yang lain.
(5) Anakon harus dikenakan melampaui tataran sintaksisi. Anakon harus diberlakukan
pula pada tataran wacana, semantic, sosiokultural dan psikologi keberbahasaan.
(6) Nakon pun harus diberlakukan pada telaah tentang tahap-tahap perolehan bahasa ibu
pada anak-anak.
(7) Pada tataran fonologi, anakon harus didasarkan pada cirri-ciri artikulatoris.
(8) Anakon harus dilaksanakan dengan kriteria yang sama dan model yang sama. Ini
berarti anakon harus mengambil model deskriptif dan dalam seluruh pekerjaan
pembandingan.
(9) Pertemuan-pertemuan federasi selanjutnya harus diwakili oleh pakar-pakara yang
telah mengembangkan teori Anakon dalam pengajaran bahasa.
(10) Diharapkan akan diadakan satu symposium internasional tentang teori-teori dan
penerapan Anakon.
Keputusan atau Rekomendasi (9) dan (10) adalah keputusan tentang pekerjaan
federasi itu. Yang penting bagi kita adalah pengembangan dan penerapan teori-teori Anakon
serta pengakuan akan dampak dan menfaat anakon, khususnya bagi dan dalam pengajaran
bahasa.61

3. Saran
Betapa hebatnya sebuah karya, selama manusia yang membuatnya, tidak akan pernah
luput dari kritik. Segala kritik dan saran yang sifatnya membangun akan selalu kami terima
dengan senang hati.

[1]
[2]

Henry Guntur Tarigan. Op.Cit. hal.23


Muhammad Thalib, Sistem Cepat Pengajaran Bahasa Arab, (Bandung: Gema Risalah Press, 1997),

hal. 7.
[3]

Syamsudin Asyrofi dan Uswatun Hasanah, Konstruksi Apositif Dalam Bahasa Arab, (Yogyakarta:
Gema Insani Press, 1993), hal. 1
[4]

Umi Mukharromah, Metodologi Pengajaran Agama Dan Bahasa Arab, (jakarta : raja grafindo
perdsada, 1997), hal. 189.
[5]
Muhammad Adnan Laitef, English Syntax, (Surabaya : Karya Abditama, 1995), hal. iii
[6]
Hanry Guntur Tarigan, Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa, (Bandung : Aksara, 1990), hal.
21.
[7]
Ibid, hal 23.
[8]
Pranowo, Analisis Pengajaran Bahasa, (yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 1996), hal 40.
[9]
Umar Asasudin Sokah, Problematika Pengajaran Bahasa Arab dan inggris, (yogyakarta : CV. Nur
Cahya, 1982), hal. 9.
[10]
Mardalis, Metode Penelitian, Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta Bina Aksara. 1996). Hal. 28.
[11]
Suharsimi A. Prosedur Penelitian. (Jakarta Rineka Cipta, 1993), hal 210
[12]
Sutrisno Hadi, Merodologi Research , (Yogyakarta ; Andi Offset, 2000), hal. 42
[13]
Ibid, hal. 36
[14]
Suparno, Dasar-dasar Linguistik, (Yogyakarta: Mitra Gama Widya, 1993), hal
[15]
Ibid, hal. 2
[16]
Ibid, hal. 3
[17]
Mansoer Pateda, Linguistik Terapan, (Flores: Nusa Indah, 1991), hal. 82
[18]
Ibid, hal. 84
[19]
Op. Cit., Soeparno, hal. 9 - 13
[20]
Ibid., hal. 14-15
[21]
J.W.M. Verhaar, Asas-asas Linguistik Umum, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press), hal 5
[22]
Op. Cit., Mansoer Pateda, hal. 15
[23]
Op. Cit., J.W.M. Verhaar, hal. 7
[24]
Op.Cit., Mansoer Pateda, hal. 21
[25]
Ibid., hal. 22
[26]
Op.Cit., Soeparno, hal. 63
[27]
Drs. A. Chaedar Alwasilah, LINGUISTIK Suatu Pengantar, (Bandung: Angkasa), hal. 104
[28]
Ibid, hal. 106
[29]
Ibid, hal. 106
[30]
Ibid, hal. 120
[31]
R.H Robins, Linguistik Umum: Sebuah Pengantar, (Yogyakarta: Kanisius, 1992), hal. 508-510
[32]
J. Daniel Parera, Linguistik Edukasional, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1997), hal.107
[33]
Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa, (Bandung: Angkasa, 1990),
hal.59
[34]
Pranowo, Analisis Pengajaran Bahasa, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press), hal.
[35]
Ibid, hal.42
[36]
Op.Cit, Henry Guntur Tarigan, hal. 24
[37]
Ibid., hal. 25
[38]
Jos Daniel Parera, Linguistik Edukasional, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1997), hal. 106
[39]
Ibid, hal. 111
[40]
Ibid, hal. 112
[41]
Ibid, hal. 116
[42]
Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa, (Bandung: Angkasa, 1990), hal.
29
[43]
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
1992) hal. 213
[44]
Ibid, hal.213

[45]

Syaikh Mustafha Al-Ghulayani, Pelajaran Bahasa Arab Lengkap, Terjemah Jaamiud Durusil Arabiyyah jilid
I, (Semarang: Assyifa, 1992) hal. 387
[46]
H. Moch.Anwar, Tarjamah Matan Alfiyah, (P.T. Al Maarif, 1997) hal.263
[47]
Op. Cit., Syaikh Mustafa al-Ghulayani, hal.388
[48]
Ibid, hal.388
[49]
M. Wafi dan A. Bahauddin, Khazanah Andalus, (Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1998), hal. 291
[50]
Op. Cit. Syaikh Mustafa Al-ghulayani, hal. 399
[51]

Prof. Dr. Azhar Arsyad, Bahasa Arab dan metode mengajarkannya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003)
hal.66
[52]
ibid, hal. 66
[53]
Dr. Muljanto Sumardi, Pengajaran Bahasa Asing: Sebuah Tinjauan Dari Segi Metodologi, Jakarta, 1997,
hal.32
[54]
ibid, hal. 37
[55]
Op.Cit., Prof.Dr. Azhar arsyad, hal.74
[56]
Ibid, hal.75
[57]
Ibid, hal. 77
61
Op.Cit, Jos Daniel Parera, hal. 120

You might also like