You are on page 1of 19

Tinjauan pustaka

Nyeri dan Kaku Lutut pada Osteoarthritis


Lisa Mery Nathania. 102012024. C1
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 06 Jakarta 11510. Telp: 5694-2051. Email: ichanathania@yahoo.co.id

Pendahuluan
Proses menua merupakan suatu proses normal yang berlangsung sejak maturitas dan
berakhir dengan kematian. Semakin meningkatnya usia harapan hidup di seluruh dunia,
menyebabkan terjadinya pergeseran penyakit. Dahulu lebih banyak ditemukan penyakit
infeksi, namun penyakit-penyakit tersebut sekarang telah berkurang dengan semakin
banyaknya penyakit degeneratif. Osteoarthritis (OA) adalah suatu jenis penyakit degeneratif
yang rentan terjadi pada usia tua.
Oeteoarthritis merupakan bentuk radang sendi yang paling sering ditemukan. Di
Amerika Serikat penderita osteoarthtritis mencapai 21 juta orang. Penyakit ini cukup
menggangu

karena

menyebabkan

nyeri

yang

semakin

parah

seiring

dengan

perkembangannya. Hal ini dapat berujung pada disabilitas pasien serta penurunan kualitas
hidupnya. Osteoarthritis adalah jenis penyakit yang dapat ditangani melalui pengobatan,
pembedahan maupun fisioterapi. Oleh karena itu penulis akan membahas tentang penyakit ini
dengan harapan agar para pembaca dapat menangani kasus osteoarthtritis secara tepat jika
menemukan kasus ini di kemudian hari.
Anamnesis
Pada anamnesis biasanya didapatkan pasien yang berusia lanjut yang menderita nyeri
pada sendi-sendi besar seperti vertebrae, panggul, lutut dan pergelangan kaki. Sendi-sendi
pergelangan dan jari tangan jarang terkena osteoarthritis. Tidak ada dominasi jenis kelamin
dalam osteoarthtritis. Pada umur di bawah 50 tahun didapatkan lebih banyak pria yang
menderita osteoarthritis. Sedangkan pada saat berusia diatas 50 tahun lebih banyak ditemukan
penderita wanita. Osteoarthtritis ialah penyakit yang bersifat kronik progresif. Pada tingkat
yang lebih lanjut pasien dapat datang bukan hanya dengan keluhan nyeri, namun bisa juga
terdapat dua pembesaran sendi yang dapat menghambat gerakan sendi bahkan deformitas
sendi tersebut. Pada osteoarthritis daerah genu dapat terlihat kaki yang berbentuk valgus
maupun varus.1
1

Pasien osteoarthritis juga biasanya mengalami stress pada sendi akibat penekanan
berat badan tubuh yang berlebih. Sehingga pada pasien penyakit ini biasanya didapat
obesitas. Selain itu dapat pula ditanyakan apakah pasien mengalami cedera sebelumnya
karena cedera dapat memperburuk keadaan penyakit. Dari kasus dengan auto-anamnesis dari
pasien sendiri, diketahui bahwa pasien adalah seorang perempuan berusia 60 tahun yang
mengalami nyeri lutut kanan dan kiri yang memberat sejak 1 minggu, dimana keadaan ini
sudah dirasakan sejak 2 tahun sebelumnya. Nyeri pada lutut tersebut terutama bertambah saat
berjalan, menekuk kaki, bangun dari duduk yang lama dan saat sholat. Pasien juga
mengatakan saat bangun tidur lututnya sering terasa kaku sekitar 30 menit dan pada lututnya
sering berbunyi kretek-kretek.1
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik merupakan suatu tahap pemeriksaan awal yang dilakukan oleh
dokter atau petugas medis. Hal ini dilakukan dengan tujuan mengetahui keadaan fisik pasien
secara umum, guna menegakan diagnosis awal penyakit yang diderita. Cara pemeriksaan fisik
yaitu dengan melakukan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Pada inspeksi umum,
dilihat apakah ada perubahan secara umum atau tidak lalu periksa juga keadaan umum
pasien. Setelah itu melakukan palpasi dengan melakukan perabaan dengan telapak tangan dan
jari-jari tangan. Langkah selanjutnya adalah perkusi yaitu dengan mengetuk pada beberapa
bagian organ untuk melihat apakah terdapat perbedaan suara atau tidak. Yang terakhir adalah
pemeriksaan auskultasi yaitu mendengarkan dengan stetoskop.2
Untuk pemeriksaan fisik dalam pasien OA, yang harus dilakukan adalah inspeksi dan
palpasi pada sendi-sendi yang terkena. Untuk pemeriksaan pada regio genu sinistra
didapatkan hasil: edema (-), kalor (-), nyeri tekan (-), nyeri saat bergerak (+), dan deformitas
(-). Sedangkan pada regio genu dextra hasil pemeriksaannya adalah sebagai berikut: edema
(-), kalor (-), nyeri tekan (-), nyeri saat bergerak (+), dan deformitas (-). Krepitasi juga terasa
saat dilakukan palpasi.
Selain melakukan pemeriksaan-pemeriksaan tersebut diatas, juga dilakukan
pemeriksaan tanda-tanda vital untuk mengetahui apakah ada peningkatan atau penurunan
pada tekanan darah pasien. Pada skenario didapatkan hasil pasien dengan kesadaran compos
mentis yaitu kesadaran penuh, keadaan umumnya nampak sakit ringan, dengan tinggi badan
165 cm, berat badan 80 kg, nadi 88 kali per menit, tekanan darah 130/80, suhu 36.4oC, dan
respiratory rate 20 kali per menit.

Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan penunjang dapat dilakukan artosentesis sebagai suatu indikasi
untuk memastikan diagnosis. Namun perlu diperhatikan kontraindikasi yaitu pada sendi yang
tidak stabil. Hal ini biasanya terjadi pada tingkat ostearthritis yang lebih tinggi dimana terjadi
deformitas. Selain itu pada osteoarthritis yang sudah parah juga dapat ditemukan gangguan
sendi celah sendi menyempit dan jmlah cairan sendi berkurang. Pengambilan cairan sendi
akan semakin memperburuk keadaan pada kondisi ini.3
Pada artrosentesis dapat dilakukan pemeriksaan makroskopik, mikroskopik, tes
mikrobiologi, tes kimia serta tes imunologi. Pada pemeriksaan makroskopik yang dapat
dilihat ialah warna cairan sendi, tes musin, tes viskositas dan melihat bekuan dalam sendi.
Diantara keempat jenis tes tersebut hanya tes warna yang masih bisa digunakan untuk kasus
osteoarthritis. Pada tes warna umumnya didapatkan perubahan warna cairan sendi dari bening
menjadi warna kuning jernih. Tes yang lain umumnya tetap terlihat seperti keadaan normal.3

Gambar 1. Warna Cairan Sendi pada Penderita Osteoarthritis3


Selain itu angka normal juga ditunjukan pada pemeriksaan hitung sel darah dan laju
endap darah darah. Pemeriksaan imunologi seperti pemeriksaan C-Reactive Protein, Anti
Nuclear Antibodies serta Rheumatoid Factor juga tidak banyak membantu karena hasilnya
tetap normal. Akan tetapi ketiga pemeriksaan ini bisa digunakan untuk membedakan
osteoarthritis terhadap jenis penyakit sendi yang lain seperti rheumatoid arthritis.3
C-Reactive Protein ialah suatu protein yang dilepaskan secara cepat pada proses
peradangan akut. Pada 70-80 % penderita rheumatoid arthritis didapatkan peningkatan kadar
CRP. Sedangkan Rheumatoid Factor merupakan antibodi terhadap bagian Fc (constant
region) dari immunoglobulin G yang ditemukan pada 80% penderita rheumatoid arthritis. Tes
Anti Nuclear Antibodies umumnya meningkat pada 70% penderita Sistemic Lupus
Eritomatosus dan pada 20% penderita rheumatoid arthritis. Sehingga ketiga tes tadi bisa
digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan pasien terkena osteoarthritis bila didapatkan
hasil yang positif.3
3

Lantas jenis pemeriksaan apa yang dapat kita gunakan untuk memastikan diagnosis
osteoarthritis? Pemeriksaan radiologi ialah jenis pemeriksaan yang cukup akurat dan
meyakinkan dalam diagnosis penyakit ini. Pada pemeriksaan radiologi umumnya didapatkan
penyempitan pada rongga sendi yang disertai dengan sklerosis tepi persendian. Mungkin pula
terdapat deformitas, pembentukan kista juksta artikular serta pembentukan spur atau osteofit.
Kadang bisa didapatkan liping pada tepi tulang serta adanya tulang yang lepas.1,3,4
Berdasarkan gambaran radiologisnya, dua orang ahli yaitu Kellgren dan Lawrance
menetapkan lima derajat osteoarthritis, yaitu: Derajat 0 yang merupakan derajat dalam taraf
normal, celah sendi baik, tidak ada osteofit dan kista subkondral. Kemudian derajat 1 dimana
pada derajat ini ditemukan adanya penyempitan celah sendi yang meragukan dan adanya
kemungkinan pembentukan osteofit. Dilanjutkan dengan derajat 2 dimana adanya osteofit
yang disertai dengan kemungkinan penyempitan pada celah sendi terjadi. Pada derajat 3
jumlah osteofit lebih dari satu, penyempitan celah sendi, beberapa gambaran sklerotik pada
tulang yang disertai dengan kemungkinan adanya deformitas tulang. Pada derajat 4, muncul
osteofit yang besar, celah sendi yang menyempit, sklerosis dalam tingkatan yang parah serta
didapatkan adanya deformitas pada tulang.3,4

Gambar 2. Osteoarthritis Sendi Lutut Derajat 33


Derajat ini digunakan untuk mengetahui tingkat keparahan penyakit serta penanganan
yang tepat terhadap tingkat penyakit tersebut. Selain pemeriksaan radiologi, dapat pula
dilakukan pemeriksaan resonansi magnetik (MRI) serta artoskopi untuk mendukung
diagnosis osteoarthritis.3
Terdapat bermacam-macam marker molekular yang dapat ditemukan pada cairan
sinovial maupun dalam serum pasien OA yang berasal dari komponen ekstraartikular matriks
yang dapat digunakan sebagai penanda biokimia timbulnya penyakit ini. Contohnya ialah
core protein epitopes, keratan sulfate epitopes, cartilage matrix proteins dan type II colagen
C-propeptide. Semua biomarker tadi akan meningkat kadarnya dalam cairan sendi penderita
osteoarthritis.3

Differential Diagnosis
Diagnosis banding terhadap osteoarthritis ialah penyakit radang sendi lainnya, yaitu:
1. Rheumatoid Arthritis
Rheumatoid Arthritis merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik kronik dengan
manifestasi utama poliarthritis progresif dan dapat menyaebabkan komplikasi ke seluruh
organ tubuh. Penyakit ini merupakan suatu penyakit autoimun. Terlibatnya sendi pada pasien
arthritis rheumatoid akan terjadi pada tingkatan yang lebih lanjut dari penyakit ini.5
Penyakit ini umumnya menyerang sendi yang kecil, meskipun tidak menutup
kemungkinan mengenai sendi yang besar. Hal ini berbanding terbalik dengan osteoarthritis
yang umumnya mengenai sendi penyangga tubuh. Seringkali terdapat deformitas yang sangat
khas untuk RA yaitu deformitas swan neck (fleksi kontraktur MCP hiperekstensi PIP
fleksi PIP) dan deformitas Boutonniere (fleksi PIP hiperekstensi DIP).5

Gambar 3. Swan Neck Deformities5


Selain itu ciri yang khas ialah terdapatnya poliarthritis yang serentak serta arthritis
pada daerah persendian tangan yang bersifat simetris. Hal ini berbanding terbalik dengan
osteoarthritis yang lebih sering terjadi monarthritis asimetris. Ciri khas lain dari RA ialah
adanya nodul subkutan pada pada lengan ekstensor yang bila dibiopsi akan terlihat kolagen
rusak dengan histiosit yang tersusun seperti pagar. Pemeriksaan laboratorium juga dapat
mendiferensiasi RA terhadap OA. Laju endap darah, hitung sel darah, rheumatoid factor, anti
CCP dan C-reactive protein umumnya meningkat pada penderita rheumatoid arthritis. Pada
penderita osteoarthritis didapati angka yang normal pada semua indikator diatas.5
2. Kristaline Arthritis
Merupakan suatu peradangan sendi yang kebanyakan disebabkan oleh deposit kristal
urat di jaringan lunak dan sendi. Penyakit ini lebih dikenal sebagai gout. Ciri khasnya ialah
umumnya kadar asam urat dalam darah yang meningkat diatas 7 mg/dl. Penyakit ini dapat
semakin bertambah parah, biasanya dimulai dari serangan akut yang jika tidak dapat

ditangani dengan baik dapat berubah menjadi kronik dan dapat menyebabkan komplikasi ke
organ lain seperti ginjal.4,5
Perbedaan utama yang ditemukan antara gout dan OA ialah pada gout sendi yang
berwarna kemerahan dan adanya pembengkakan yang bila dibiopsi akan terdapat massa
amorf urat dan giant cell proses peradangan yang disebut sebagai tophus. Hal ini tidak
ditemukan pada osteoarthritis. Selain itu juga ciri khas pada gout ialah ditemukannya
pembengkakan pada persendian metatarsophalangeal 1 yang hanya terjadi unilateral. Tophus
yang terjadi pada pada kristaline arthritis biasanya terjadi pada lokasi yang spesifik dan khas
seperti cuping telinga, olekranon, metatarsophalangeal 1, tendon achiles dan jari tangan. 5

Gambar 4. Gout pada Jaringan Lunak di Persendian Tangan5


3. Infeksius Arthritis
Penyakit ini merupakan peradangan sendi yang disebabkan oleh bakteri maupun virus
yang menginfeksi tubuh. Jenis bakteri yang menginfeksi ialah Spirocheta borelia, Nesseria
gonorhoe dan Mycobacterium tuberculosis. Infeksi ini sering menyebabkan nyeri sendi yang
berpindah pindah / athralgia. Peradangan oleh Spirocheta borelia dapat menyebabkan sendi
meradang kronis dengan papula merah yang menonjol seperti mata sapi. Sedangkan bila
disebabkan oleh Nesseria gonorhoe dapat terjadi radang sendi yang menghasilkan nanah.
Peradangan oleh Mycobacterium tuberculosis mungkin disebabkan adanya tuberkulosis paru
sebelumnya. Karena disebabkan oleh bakteri, maka pada biopsi akan ditemukan adanya
sedang radang akut/neutrofil yang berperan sebagai imunitas seluler tubuh terhadap bakteri.5
Selain itu bila dikultur dan diberi pewarnaan gram dapat terlihat warna ungu yang
menandakan bakteri gram positif pada Nesseria gonorhoe dan warna merah yang
menandakan bakteri gram negatif pada Mycobacterium tuberculosis. Sedangkan dengan

teknik pewarnaan khusus seperti Fontana-Tribendau dapat terlihat Spirocheta borelia pada
hasil biopsi. Hal ini tentu saja tidak kita temukan pada hasil biopsi penderita osteoarthritis.5
Working Diagnosis
Diagnosis kerja penderita osteoarthritis dipastikan melalui gambaran klinis dan
radiografis. Gambaran klinis yang tampak pada pasien osteoarthritis yang pertama umumnya
adalah nyeri sendi. Keluhan ini yang umumnya disampaikan oleh pasien saat pertama kali
bertemu dengan dokter. Pasien biasanya merasa bertambah nyeri pada saat beraktivitas dan
berkurang nyerinya saat beristirahat. Nyeri pada osteoarthritis juga dapat berupa penjalaran
maupun akibat radikulopati misalnya pada osteoarthritis servikal dan lumbal. OA lumbal
dapat menimbulkan stenosis spinal yang berujung pada rasa nyeri di daerah betis yang
disebut sebagai claudicatio intermitten.3
Gambaran klinis yang kedua adalah hambatan gerakan sendi. Gangguan ini umumnya
semakin bertambah parah seiring bertambahnya rasa nyeri. Gejala berikutnya adalah kaku
pagi dimana kaku biasanya timbul setelah imobilitas, seperti duduk di kursi dalam waktu
yang lama maupun setelah bangun tidur. Setidak-tidaknya didapati 20 menit keadaan kaku
sebelum sendi dapat digerakan lagi.3
Gambaran klinis keempat adalah krepitasi. Pada keadaan di mana celah sendi telah
menyempit dapat terjadi pergesekan antara tulang yang satu dengan yang lainnya yang
menimbulkan bunyi gemertak dan dapat terdengar pada jarak tertentu inilah keadaan yang
dikenal dengan krepitasi. Yang kelima, gambaran klinis yang biasa terjadi adalah pembesaran
sendi (Deformitas). Biasanya perbesaran sendi secara progresif dapat terlihat pada sendi lutut
dan sendi tangan. Selanjutnya adalah perubahan gaya berjalan dimana yang paling sering
terlihat ialah menjadi pincang. Hal ini akan sangat mengganggu mobilisasi pasien OA.3
Adapun gambaran radiologi yang dapat menyokong diagnosis osteoarthritis ialah:3

Penyempitan celah sendi yang seringkali bersifat asimetris dan lebih sering terjadi pada

persendian yang berperan untuk menyangga badan.


Peningkatan densitas (gambaran sklerotik) tulang subkondral.
Adanya kista pada tulang akibat efusi cairan sendi.
Osteofit yang tampak pada pinggiran sendi.
Perubahan struktur anatomis sendi.
Namun yang perlu diperhatikan ialah perubahan radiografi ini seringkali tidak terlihat

pada tingkat awal OA. Selain radiografi dapat dilakukan pemeriksaan pencitraan magnetik
(MRI) untuk bila OA dicurigai berkaitan dengan penyakit akibat gangguan metabolisme

seperti alkaptonuria, displasia epifisis, hiperparatiroidisme, maupun penyakit Paget. MRI


serta artroskopi dapat dilakukan juga bila OA disertai dengan penyakit berat seperti
osteonekrosis dan pigmented sinovitis.3
Etiologi
Terdapat beberapa faktor umum mempengaruhi peningkatan resiko osteoarhritis. Yang
pertama ialah faktor umur. Faktor ini merupakan faktor dengan hubungan terbesar terhadap
osteoarthritis. Ditemukan sekitar 80% individu berusia diatas 75 tahun yang menderita
osteoarthritis dengan progresivitas penyakit hampir mengenai seluruh sendi. Perubahan
radiologis yang menunjukan gejala OA umumnya makin nyata ditemukan pada usia lanjut
meskipun perubahan ini tidak selalu berkorelasi dengan gejala klinik yang muncul. Perubahan
morfologis dan struktural yang berkaitan dengan kartilago pada sendi ialah semakin menipis
dan melembutnya permukaan kartilago. Selain itu berkurangnya ukuran dan agregasi matriks
proteoglikan juga dapat terlihat pada usia tua. Hal ini mungkin disebabkan oleh penurunan
kemampuan kondrosit dalam memperbaiki jaringan akibat proses degenerasi yang terjadi.
Selain itu pada usia tua sering ditemukan penurunan sensitivitas kondrosit terhadap insulin
growth factor 1 yang berperan dalam stimulasi produksi proteoglikan, kolagen dan reseptor
sel integrin. Didapatkan pula korelasi langsung antara apoptosis pada kondrosit dan degradasi
kartilago pada usia lanjut dengan peningkatan resiko timbulnya osteoarthritis. 3,4
Faktor kedua adalah lokasi sendi. Ostearthritis kerap terjadi pada persendian antara
tulang-tulang yang menyangga badan, seperti pada persendian pangkal paha, lutut dan
pergelangan kaki. Hal ini juga tidak lepas dari pengaruh umur yang mempercepat penurunan
fungsi persendian dalam menyangga badan. Sebuah studi menunjukkan bahwa daerah
pangkal paha dan lutut lebih tinggi kemungkinannya untuk terkena osteoarthritis. Pada kedua
daerah ini ditemukan lebih banyak reseptor terhadap interleukin 1 dan lebih banyak kondrosit
yang mengekspresikan Mrna pembentuk metalloproteinase dibanding daerah pergelangan
kaki. Hal ini diduga turut berperan dalam mempercepat degenerasi yang terjadi dalam
persendian tersebut.3,4
Faktor ketiga adalah obesitas. Obesitas juga merupakan suatu predisposisi terhadap
peningkatan resiko terkena osteoarthritis. Seseorang dikatakan mengalami obesitas apabila
indeks massa tubuhnya melebihi 25,0 (indeks massa tubuh ialah hasil pembagian berat badan
dalam kilogram terhadap kuadrat tinggi badan dalam meter). Obesitas menyebabkan tulangtulang penyangga badan bekerja lebih keras dalam menyangga badan sehingga meningkatkan
gaya mekanik pada persendian antar tulang tersebut. Apalagi bila kondisi ini ditambah
8

dengan aktivitas fisik yang terlalu keras. Hal ini tentu saja dapat memperberat keadaan
tersebut. Oleh karena itu harus dijaga agar penderita osteoarthritis tidak melakukan aktivitas
fisik yang berlebihan. Pada penderita OA yang menurunkan berat badannya didapati
peningkatan status fungsional yang berarti bahkan didapati perbaikan yang setara dengan
pasien yang telah mengalami operasi penggantian sendi.3,4
Faktor yang keempat ialah faktor genetik. Studi populasi yang diikuti pasien dengan
perubahan radiografis khas osteoarthritis menemukan kontribusi genetik terhadap penyakit
ini, yaitu gen resesif dan komponen multifaktorial. Ada beberapa gen struktural yang
berperan penting dalam pengelolaan serta perbaikan kartilago sendi dan berperan dalam
pengaturan proliferasi kondrosit serta ekspresi gen. Beberapa gen untuk kode protein
pembentukan matriks ekstraselular yang mengalami mutasi telah dianggap sebagai salah satu
penyebab terjadinya osteoarthritis. Contohnya ialah mutasi titik yang terjadi pada gen yang
berperan dalam pembentukan protein kolagen tipe II. Mutasi ini diwariskan dalam keluarga
yang memiliki riwayat spondyloepifisial displasia dan poliartikular osteoarthritis. Gangguan
ini pada gilirannya akan menghasilkan protein yang salah sehingga protein yang terbentuk
tidak dapat bekerja dengan tepat dalam perbaikan kartilago sendi sehingga meningkatkan
resiko timbulnya osteoarthritis.3,4
Faktor yang kelima adalah faktor trauma. Terjadinya trauma dapat menyebabkan
peningkatan terjadinya osteoarthritis secara cepat maupun dapat menginisiasi suatu proses
lambat yang menghasilkan gejala osteoarthritis beberapa tahun kemudian. Hal ini mungkin
disebabkan kurangnya suplai darah periartikular pasca trauma maupun berkurangnya proses
remodelling pada osteochondral junction. Faktor lokal lainnya seperti stress yang berkaitan
dengan frekuensi penggunaan sendi dan deformitas sendi juga mempunyai pengaruh atas
timbulnya osteoarthritis.4
Faktor terakhir yang mempengaruhi peningkatan resiko osteoarhritis adalah faktor
gender. Wanita memiliki resiko dua kali lebih besar dibanding pria untuk terkena
osteoarthritis. Sebelum usia 50 tahun, lebih banyak didapati pria penderita OA dibanding
wanita. Diatas 50 tahun, hal ini menjadi berkebalikan. Hal ini dikaitkan dengan berkurangnya
kadar estrogen pasca menopause pada wanita berusia di atas 50 tahun. Kondrosit pada daerah
persendian memiliki reseptor terhadap estrogen yang mengindikasikan bahwa sebenarnya selsel diregulasi oleh estrogen. Peningkatan kadar estrogen juga sebanding dengan peningkatan
proteoglikan yang sangat diperlukan untuk menunjang matriks ekstraselular. Sebuah studi
juga menunjukkan bahwa konsumsi estrogen oral selama 10 tahun berturut pada wanita pasca

menopause menghindarkan mereka terhadap resiko terkena osteoarthritis di daerah pangkal


paha.4
Epidemiologi
Penyakit ini tidak terkonsentrasi pada wilayah tertentu di belahan bumi. Namun
penyakit ini sangat umum dijumpai pada usia lanjut. Data yang dimiliki di Indonesia adalah
data OA pada sendi lutut. Didapat prevalensi OA pada pria 15,5% dan wanita 12,7%. Angka
yang cukup tinggi ini membuat osteoarthritis memiliki dampak sosio-ekonomik yang cukup
besar baik di negara maju maupun negara berkembang.3
Data dari National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES III) di
Amerika Serikat menunjukan prevalensi osteoarthritis lutut pada usia di atas 60 tahun
mencapai 12,1% dari keseluruhan kasus dimana wanita lebih sering terkena OA lutut
dibanding laki-laki (42,1% berbanding 31,2%) dan wanita lebih sering terkena OA derajat 3
dan 4 (12,9% berbanding 6,5% laki-laki.4
Patogenesis
Secara umum berdasarkan patogenesisnya osteoarthritis dibagi menjadi dua, yaitu OA
primer dan OA sekunder. OA primer primer disebut juga OA idiopatik yaitu jenis OA yang
penyebabnya tidak diketahui dan tidak ada hubungan dengan penyakit sistemik serta
perubahan lokal yang terjadi pada sendi. Sedangkan yang disebut sebagai OA sekunder ialah
OA yang didasari pada kelainan endokrin, inflamasi, metabolik, pertumbuhan, herediter, jejas
mikro dan makro serta imobilisasi yang terjadi dalam waktu yang lama. Kasus primer lebih
sering ditemukan dalam kenyataannya dibanding dengan kasus sekunder.3
Para ahli menyatakan bahwa OA merupakan penyakit dengan gangguan metabolisme
pada kartilago yang juga diikuti dengan kerusakan struktur proteoglikan kartilago yang belum
diketahui mekanismenya. Terjadinya jejas mekanik dan kimiawi pada sinovial sendi
umumnya disebabkan oleh banyak faktor dan jejas ini dapat merangsang pembentukan
molekul yang abnormal serta menyebabkan adanya produk dari hasil degradasi kartilago
yang berada di dalam persendian yang memicu terjadinya inflamasi sendi, kerusakan
kondrosit serta nyeri. Pada OA juga didapati hipertrofi kartilago berupa peningkatan terbatas
dari sintesis matriks makromolekul oleh kondrosit yang diduga merupakan suatu mekanisme
kompensasi terhadap degradasi rawan sendi, remodelling tulang dan inflamasi pada cairan
sendi.3

10

Secara fisiologis didapatkan bahwa rawan sendi mampu melakukan perbaikan sendiri
dimana akan terjadi replikasi pada kondrosit untuk memproduksi matriks yang baru. Proses
perbaikan ini dibantu oleh oleh suatu polipeptida yang mengontrol proliferasi sel serta
membantu proses komunikasi antar sel. Polipeptida ini merupakan suatu faktor pertumbuhan
yang menginduksi proses sintesis DNA dan protein serta kolagen dan proteoglikan. Contoh
faktor pertumbuhan tersebut ialah insulin-like growth factor (IGF-1), growth hormon,
transforming growth factor (TGF- ) dan coloni stimulating factors (CSFs). Namun pada
keadaan inflamasi terjadi suatu kondisi dimana sensitivitas sel terhadap faktor pertumbuhan
menurun. Selain faktor-faktor pertumbuhan tadi, hormon seperti testosteron, -estradiol dan
kalsitonin juga memiliki peranan dalam sintesis komponen kartilago.4
Proses degradasi pada kolagen akan terjadi oleh berbagai macam faktor (yang
terutama ialah usia). Seiring dengan laju degradasi yang makin cepat ini maka hasil degradasi
matriks tulang rawan sendi cenderung berkumpul di dalam cairan sendi. Hal ini akan
mengawali terjadinya inflamasi sendi. Hal ini juga didukung dengan data bahwa
perbandingan sintesis dan pemecahan matriks tulang rawan sendi pada pasien penderita OA
ialah sekitar 0,29 berbanding 1.3
Pada penderita OA juga terjadi gangguan suplai darah. Gangguan ini disebabkan oleh
peningkatan aktivitas fibrinogenik sekaligus penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini akan
menyebabkan munumpuknya trombus dan kompleks lipid pada pembuluh darah daerah
subkondral yang berujung pada iskemia dan nekrosis pada jaringan subkondral tersebut.
Seperti kita ketahui bersama saat terjadi nekrosis, sel akan melepaskan mediator kimiawi
seperti prostaglandin dan interleukin yang dapat memicu rasa sakit karena dihantar oleh saraf
sensibel. Selain dilepaskannya mediator kimiawi, adanya peradangan pada tendo atau
ligamen serta spasme otot ekstra artikuler juga dapat memicu terjadinya rasa sakit. Sakit pada
sendi juga dapat disebabkan oleh adanya penekanan periosteum dan radiks saraf oleh osteofit
serta peningkatan tekanan intramedular akibat statisnya aliran darah vena intramedular karena
proses remodelling pada trabekula dan subkondral.3,4
Pada saat terjadi jejas yang menyebabkan nekrosis sel, material hasil nekrosis (yang
dikenal sebagai CSFs) akan memproduksi suatu sitokin aktivator plasminogen yang disebut
sebagai katabolin. Sitokin ini terdiri dari interleukin, tumor necrosis factor dan interferon.
Sitokin ini akan merangsang pembentukan CSFs tambahan yang akan mempengaruhi
monosit untuk mendegradasi rawan sendi secara lebih lanjut. Selain itu adanya sitokin ini
juga akan mempercepat proses resorpsi matriks rawan sendi. Adanya interlekuin-1 juga
memiliki efek yang banyak terhadap cairan sendi, yaitu meningkatkan sintesis enzim yang
11

mendegradasi rawan sendi seperti stromelisin dan kolagenosa. Selain mendegradasi rawan
sendi, enzim ini juga menghambat proses sintesis dan perbaikan normal kondrosit.4
Efek antagonis dapat terlihat antara sitokin terhadap faktor pertumbuhan. Sitokin
cenderung merangsang degradasi komponen matriks rawan sendi, sebaliknya faktor
pertumbuhan merangsang sintesis. Namun yang menjadi permasalahan adalah pada penderita
OA seringkali didapatkan penurunan kadar faktor pertumbuhan seperti insulin-like growth
factor 1/IGF-1.3
Penatalaksanaan
Secara umum, penatalaksanaan bagi penderita OA terdiri atas tiga hal:
1. Terapi Non-Farmakologis
Terapi non-farmakologis dapat dilakukan dengan melaksanakan perlindungan sendi
dengan koreksi postur tubuh yang buruk, penyangga untuk lordosis pada daerah lumbal,
menghindari aktivitas berlebihan pada sendi yang sakit dan pemakaian alat-alat yang dapat
meringankan kerja sendi. Dapat juga dilakukan terapi penggunaan ultrasound, stimulasi
elektrik, akupuntur dan pemijatan untuk mengurangi efek nyeri pada osteoarthritis. Selain itu
diet juga dapat dilakukan untuk menurunkan berat badan agar dapat mengurangi timbulnya
keluhan. Fisioterapi dengan pemakaian panas dan dingin (diathermi), serta program latihan
yang tepat, edukasi dan penerangan tentang cara menangani pasien osteoarthritis bagi kerabat
dan keluarga yang bersangkutan, serta dorongan psikososial bagi penderita osteoarthritis juga
merupakan pilihan terapi non-farmakologis yang baik.4
2. Terapi Farmakologis
Pada penyakit osteoarthritis obat yang dapat digunakan meliputi analgesik oral nonopioid, analgesik topikal, OAINS, steroid intraartikular serta penggunaan suplemen. Pada
penderita osteoarthritis yang digunakan sebagai lini pertama penanganan penyakit adalah
asetaminofen. Asetaminofen atau Paracetamol merupakan obat analgesik-antipiretik yang
berasal dari golongan Para Amino Fenol. Dosis yang digunakan berkisar antara 350-650 mg
dan digunakan 4 kali sehari. Obat ini dapat mengurangi rasa nyeri dalam tingkat ringan yang
timbul akibat gejala awal dari osteoarthritis. Yang perlu diperhatikan adalah efek samping
obat yang dapat menyebabkan reaksi alergi seperti eritemia, urtikaria dan demam. Selain itu
dapat timbul nefropati analgesik. Dalam dosis yang toksik maka bisa terjadi nekrosis hati dan
tubuler ginjal.3

12

Obat antiinflamasi non-steroid (OAINS) yang digunakan hanya bekerja sebagai


analgesik dan mengurangi peradangan, namun tidak dapat menghentikan reaksi patologis
yang terjadi. Adapun jenis obat yang digunakan ialah fenoprofin, piroksikam serta ibuprofen.
Dosis yang digunakan hanya 1/2-1/3 dari dosis obat yang sama bila digunakan pada penderita
rheumatoid arthritis.3
Karena pemakaiannya yang digunakan dalam jangka panjang, umumnya muncul efek
samping utama yaitu gangguan mukosa lambung dan gangguan faal ginjal. Hal ini
disebabkan karena hambatan pada COX-1 dan COX-2 pada jalur siklooksigenase tempat
kerja obat ini. Oleh karena itu saat ini dikembangkan jenis OAINS yang hanya bekerja
selektif pada COX-2 yaitu Celecoxib dan Valdecoxib. Kedua jenis obat ini memiliki efek
samping yang lebih kecil pada traktus gastrointestinal dibanding jenis OAINS yang lain.5
Bila penggunakan Asetaminofen dan OAINS tidak memberi perubahan yang berarti
pada pasien, maka dapat diberikan analgesik opiod dalam dosis yang rendah yang
dikombinasikan dengan Asetaminofen. Contohnya ialah penggunaan 8 mg kodein ditambah
dengan 650 mg Paracetamol. Tetap perhatikan efek samping seperti mual, muntah, pusing,
sakit kepala dan penurunan tingkat kesadaran pada pemakaian obat ini.3
Selain penggunaan per oral, dapat digunakan analgesik topikal. Contohnya adalah
Capsaicin yang berasal dari ekstrak cabe merah. Capsaicin melepas substansi P dari serabut
saraf sehingga dapat mengurangi nyeri pada osteoarthritis. Agar efektif, Capsaicin harus
digunakan secara reguler setidak-tidaknya selam 2 minggu. Pemberian Capsaicin dapat
dikombinasikan dengan analgesik maupun OAINS.3
Penggunaan ketiga jenis obat-obatan diatas memiliki efek gastrointestinal yang cukup
besar seperti tukak lambung dan gastritis. Di Amerika Serikat penggunaan OAINS
menyebabkan 100.000 kasus tukak lambung dengan 10.000 15.000 kematian per tahun. Hal
ini mendorong para ahli untuk berusaha mencari obat yang bukan mengurangi nyeri dengan
menghambat jalur siklooksigenase, melainkan mencari obat yang dapat memperlambat
progresifitas kerusakan kartilago sendi bahkan kalau bisa mencegah timbulnya kerusakan
kartilago. Jenis obat ini digolongkan sebagai chondroprotective agents atau disease
modifying osteoarthritis drugs (DMOADs).6
Yang termasuk ke dalam golongan DMOADs ialah:

Tetrasiklin dan derivatnya yang mempunyai kemampuan menghambat kerja enzim


metaloproteinase. Salah satu derivat yang digunakan ialah doksisiklin dimana

13

penggunaan obat ini masih dalam tahap percobaan pada hewan dan belum diterapkan
pada manusia.6

Asam Hialuronat digunakan untuk memperbaiki tingkat kekentalan cairan sinovial. Obat
ini digunakan melalui suntikan intra-artikuler dengan dosis 2 cc sekali seminggu dan
disuntik sebanyak 3-5 minggu berturut-turut. Jenis preparat yang digunakan ialah NaHyaluronat (Hyalgan) dan Hylan G-F 20 (Synvisc). Asam hialuronat memegang peranan
penting dalam pembentukan matriks tulang rawan melalui agregasi dengan proteoglikan.
Efek samping yang perlu diperhatikan ialah pembengkakan dan reaksi kulit yang bersifat
lokal yang mungkin terjadi.5,6

Injeksi steroid intra-artikuler dapat mengurangi inflamasi sendi maupun efusi sendi yang
terjadi pada osteoarthritis. Hal ini dikarenakan steroid (seperti kortikosteroid) dapat
menghambat kerja enzim fosfolipase sehingga tidak terbentuk mediator peradangan
seperti prostaglandin dan leukotrien melalui jalur siklooksigenase dan lipooksigenase.
Penggunaan kortikosteroid dibatasi hanya 3 4 kali per tahun dikarenakan efek
sistemiknya yang besar. Preparat yang digunakan ialah Metil Prednisolon Asetat dan
Triamnisolon Hexatidone.3

Glikosaminoglikan merupakan sejenis suplemen yang dapat menghambat sejumlah enzim


yang berperan dalam proses degradasi tulang rawan seperti hialuronidase, protease,
elastase dan cathepsin B1 in vitro. Selain itu glikosaminoglikan juga merangsang sistensis
proteoglikan dan asam hialuronat pada kultur tulang rawan sendi manusia. Berdasarkan
peneliatian didapatkan penggunaan glikosaminoglikan selama 5 tahun dapat memberikan
perbaikan dalam rasa sakit pada lutut, naik tangga dan kehilangan jam kerja aktif.5

Kondroitin Sulfat ialah suatu komponen yang penting pada matriks ekstraselular
sekeliling sel pada kelompok vertebrata. Tulang rawan kita terdiri dari 98% matriks
ekstraselular dan hanya 2% sel. Pada OA terjadi kerusakan sendi yang disebabkan oleh
berkurangnya komponen matriks ekstraselular seperti proteoglikan. Pada pemberian
Kondroitin Sulfat ditemukan efek protektif terhadap kerusakan tulang rawan sendi
tersebut.6

Vitamin C, dapat berguna pada penderita OA karena dapat menghambat aktivitas enzim
lizosim.6

Superoxide Dismutase, merupakan suatu enzim yang dapat menangkal radikal bebas
seperti superoksida dan radikal hidroksil. Radikal bebas ini dapat merusak kolagen,

14

proteoglikan, asam hialuronat dan kondrosit. Sehingga pemberian superoxide dismutase


dapat memberikan efek positif dalam pengobatan penderita OA.6
3. Pembedahan
Pembedahan dilakukan bila penatalaksanaan dengan terapi non farmakologis dan
terapi farmakologis tidak berhasil dengan baik. Selain itu pembedahan juga dapat dilakukan
juga pasien mengalami keluhan seperti nyeri, kaku dan deformitas bengkok yang semakin
bertambah parah seiring dengan perjalanan penyakit. Keluhan ini sangat mengganggu pasien
karena membatasi aktivitas sehari-hari pasien seperti berjalan, naik turun tangga dan bekerja.
Secara umum ada 2 tindakan yang dilakukan dalam pembedahan yaitu artroskopi dan total
joint replacement. Tindakan ini diindikasikan sesuai dengan derajat keparahan radiologis
penderita OA menurun Kellgren dan Lawrance (Pembagian derajat Kellgren Lawrance dapat
dilihat pada bagian pemeriksaan penunjang). Untuk OA derajat 1 dan 2 dilakukan artroskopi
sedangkan untuk OA derajat 3 dan 4 dilakukan total joint replacement.7
Bentuk pembedahan pertama adalah Artroskopi. Artroskopi merupakan prosedur
pembedahan tanpa operasi terbuka dengan cara melihat sendi melalui kabel serat optik sambil
melakukan proses pembedahan dengan semacam selang kecil yang ditusukan ke dalam
persendian. Indikasi dilakukannya artroskopi ialah bila ada peradangan tiba-tiba serta keluhan
terkunci (locking), tertahan (catching), dan sempoyongan (giving way). Selain itu artroskopi
dapat dilakukan untuk memperbaiki robekan meniskus/bantalan sendi. Pada artroskopi dapat
dikeluarkan benda asing dan pencucian sendi. Umumnya pasca operasi nyeri dapat hilang
hingga 2-5 tahun pada 50-85% pasien.7
Ada dua bentuk artroskopi yang dipakai saat ini yaitu lavage dan debridement.
Lavage merupakan proses pencucian cairan sendi dengan memakai larutan garam yang
kemudian dikeluarkan lagi bersama benda asing dari dalam sendi beserta dengan cairan sendi
yang berlebihan. Sedangkan debridement merupakan proses yang sama namun ditambah
dengan proses penipisan dan pelembutan kartilago sendi yang telah keras dan meradang serta
pengambilan serpihan tulang rawan yang ada dari persendian. Selain itu pada debridement
dapat pula dilakukan synovectomy yaitu tindakan membuang selaput sinovial yang
meradang. Berdasarkan studi prospektif yang dilakukan Jackson pada tahun 1982, ditemukan
bahwa debridement memiliki angka keberhasilan yang lebih baik dibandingkan lavage dalam
jangka waktu 3 tahun pasca operasi.7
Bentuk pembedahan yang kedua adalah Total Joint Replacement, dimana
pembedahan ini merupakan operasi penggantian permukaan sendi yang rusak dengan metal
15

dan plastik. Operasi ini telah dimulai sejak tahun 1950. Saat ini dilakukan penelitian untuk
mendapatkan material yang lebih baik sehingga sendi buatan ini bertahan lebih lama. Operasi
penggantian sendi secara total diindikasikan pada orang yang mengalami ostearthritis derajat
3 dan 4. Operasi ini jarang dilakukan pada usia muda. Kontraindikasi dilakukannya total
joint replacement ialah adanya penyakit tambahan seperti diabetes dan jantung yang dapat
memperparah keadaan pasien. Operasi ini dilakukan pada penderita yang mengalami nyeri
lutut parah hingga terjadi deformitas (seperti varus dan valgus pada lutut), kegagalan
pengobatan serta keterbatasan dalam melakukan gerakan yang berujung pada kehilangan
fungsi sendi seperti ketidakmampuan berjalan dan berjongkok.8
Sendi yang paling sering dilakukan total joint replacement adalah sendi lutut dan
pangkal paha. Umumnya keluhan nyeri berkurang setelah operasi dan terdapat koreksi pada
deformitas. Pada lutut didapati fleksi hingga 120 derajat bahkan dengan desain implant high
flex knee fleksi hingga 155 derajat bisa tercapai. Hal ini akan sangat membantu pasien dalam
melakukan gerakan yang melibatkan fleksi yang dalam seperti berlutut pada saat berdoa.
Selain itu tingkat keberhasilan operasi ini cukup tinggi, yaitu mencapai lebih dari 95% dalam
kurun waktu 10-15 tahun pasca operasi.8

Gambar 5. Total Knee Joint Replacement8


Namun, ada komplikasi yang dapat timbul dari operasi total joint replacement, yaitu
infeksi akibat operasi terbuka, trombosis vena-vena dalam, keterbatasan gerakan sendi, nyeri
lutut yang menetap dan keausan implant dalam jangka panjang. Untuk mengatasi berbagai
kekurangan ini dikembangkan suatu sistem operasi dengan bantuan komputer. Sistem ini
dikenal sebagai Computer Assisted Surgery. Sistem ini memiliki tingkat akurasi yang lebih
tinggi dibanding operasi yang dikerjakan secara manual. Selain itu resiko infeksi dan
penggunaan tourniquet dapat diturunkan dalam penggunaan operasi ini.8
Pencegahan

16

Secara umum pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari resiko terkena
osteorarthritis adalah:6
1. Mengatur diet dan pola makan sehingga berat badan tetap stabil dan tidak terjadi obesitas.
2. Menghindarkan diri sebisa mungkin dari kemungkinan trauma yang dapat terjadi.
3. Konsumsi suplemen yang bersifat chondroprotective agents seperti kondroitin sulfat dan
glikosaminoglikan dan juga suplemen vitamin D.
4. Aktivitas fisik teratur namun hindari aktivitas fisik yang memberi beban terlalu berat pada
tubuh, apalagi bila sudah berusia lanjut.
Prognosis
Umumnya baik karena disabilitas atau cacat tubuh yang tampak secara nyata jarang
terlihat pada pasien OA dibandingkan dengan pasien penyakit sendi lainnya seperti
Rheumatoid Artritis, namun gejala yang terjadi lebih berat dan dapat menyebabkan
terbatasnya aktivitas atau mobilitas yang bisa dilakukan penderita. Terutama mobilitas yang
berhubungan dengan kerja lutut, panggul, atau tulang belakang servikal. Sebagian besar nyeri
dapat ditangani dengan obat-obat konservatif. Hanya pada kasus yang berat dan sangat
mengganggu aktivitas pasien saja baru dilakukan operasi. Operasi yang dilakukan pun
memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi. Kuncinya bergantung kepada penanganan yang
cepat dan tepat terhadap penyakit ini.5
Penutup
Osteoarthritis merupakan penyakit degeneratif yang dikaitkan dengan degenerasi pada
tulang rawan dan matriks ekstraselular pada sendi-sendi besar yang menyangga tubuh. Selain
akibat degenerasi, osteoarthritis juga dapat disebabkan oleh kelainan endokrin, inflamasi,
gangguan metabolik, pertumbuhan, herediter, jejas mikro dan makro, serta immobilisasi yang
terlalu lama. Anamnesis dan pemeriksaan fisik sangat penting untuk mendiagnosa OA.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi inspeksi, palpasi dan mengecek pergerakan sendi.
Pemeriksaan laboratorium kurang membantu karena hampir semua indikator masih berada
dalam level normal kecuali pemeriksaan dengan marker biokimiawi yang lebih spesifik untuk
OA. Pemeriksaan penunjang yang cukup berguna yaitu pemeriksaan radiologis.
Faktor resiko yang meningkatkan kemungkinan timbulnya osteoarthritis ialah umur,
lokasi persendian, genetik, trauma, obesitas, serta gender. Penyakit yang bukan merupakan
penyakit epedemik di suatu Negara ini umum terjadi pada wanita yang berusia tua. Jalur
patogenesis penyakit ini terutama akibat ketidakmampuan protein pada matriks tulang untuk

17

memperbaiki secara normal bagian rawan sendi yang telah terkena jejas baik secara mekanis
maupun biokimiawi. Penatalaksanaan penyakit ini meliputi penatalaksanaan secara nonfarmakologis, penatalaksanaan farmakologis dan pembedahan. Ketiganya dilakukan secara
bertahap dan bergantung pada derajat keparahan penyakit penderita. Dengan pencegahan
yang tepat meliputi pengontrolan diet, penghindaran diri dari resiko trauma, mengkonsumsi
suplemen yang bersifat chondroprotective agents dan vitamin D untuk menghindari
degenerasi matriks tulang lebih lanjut, serta tidak terlalu melakukan aktivitas berat, maka
prognosis penyakit ini umumnya baik asalkan dapat ditangani secara tepat.
Pada skenario didapatkan seorang pasien perempuan berusia lanjut 60 tahun dengan
berat badan 80kg dan tinggi badan 165cm (IMT=29.38, tingkat obesitas I), serta tanda-tanda
vital yang lain normal. Indivdu seperti ini sangat berpotensi untuk menderita OA. Dari
anamnesis diketahui nyeri pada kedua lutut sejak dua tahun lalu yang memberat seminggu
belakangan ini, dimana nyeri bertambah saat berjalan, menekuk kaki, bangun dari duduk
lama, saat sholat, serta kaku sekitar 30 menit setelah bangun tidur. Sedangkan dari
pemeriksaan lokalis pada kedua regio genu didapatkan bahwa ada rasa nyeri ketika
digerakkan dan krepitasi teraba ketika dipalpasi. Diagnosis Osteoarthritis dapat ditegakkan
untuk pasien ini karena dari anamnesis dan pemeriksaan fisik pada status lokalis didapatkan
gambaran klinis yang sesuai.
Daftar Pustaka
1. Runge MS, Greganti MA. Netters internal medicine. 2nd edition. Philadelphia: Saunders
Elsevier Publisher; 2009.p.1009-17.
2. Bickley LS, Szilagyi PG. Buku ajar pemeriksaan fisik & riwayat kesehatan. edisi 8.
Jakarta: EGC; 2009.h.516-30.
3. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku ajar ilmu penyakit dalam.
edisi 5 jilid III. Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.2538-49.
4. Firestein GS, Budd RC, Harris ED. Kelleys textbook of rheumatology. 8th edition.
Philadelphia: Elsevier Publisher; 2009.p.1525-73.
5. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, dkk. Kapita selekta kedokteran. Edisi 4 jilid 1. Jakarta:
Media Aeculapius; 2005.h.535-9.
6. Beers MH, Berkow R. The merck manual of geriatrics. 3th edition. New York: Merck &
Co. Inc; 2004.p.489-93.
7. Halter JB, Ouslander JG, Tinetti ME, etc. Hazzards geriatri medicine and gerontology.
6th edition. New York: McGraw-Hill Medical Publisher; 2009.p.1411-9.
8. Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, etc. Schwartzs principles of surgery. 8th
edition. New York: McGraw-Hill Medical Publisher; 2005.p.1703-6.

18

19

You might also like