You are on page 1of 31

UJIAN KASUS BEDAH ONKOLOGI

SEORANG WANITA 55 TAHUN DENGAN TUMOR THYROID


SUSPEK MALIGNANSI

Oleh :
Martha Oktavia Dewi Savitri

G99142017

Satrio Sarwo Trengginas

G99142124

Nadira Asad

G99161065

Pembimbing:
dr. Hengky Agung Nugroho, Sp.B(K)Onk

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2016

BAB I
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. S
Umur
: 55 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Alamat
: Surakarta
MRS
: 20 Oktober 2016
No. RM
: 013568xx
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Benjolan di leher
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien merupakan konsulan poli dari TS Interna tanggal 22
Oktober 2016. Pasien datang dengan keluhan benjolan di leher kanan sejak
6 tahun yang lalu, awalnya hanya sebesar biji kacang hijau, kemudian
dirasakan semakin membesar di kedua sisi dalam 9 bulan SMRS. Pasien
mengatakan benjolan tersebut tidak nyeri, benjolan teraba agak keras dan
berbenjol-benjol tidak dapat digerakkan. Karena benjolan yang membesar
tersebut pasien juga mengeluhkan sulit menelan.
Pasien juga sering mengeluhkan berdebar-debar sejak 6 tahun yang
lalu, namun sudah cukup terkontrol semenjak pasien minum obat. Keluhan
berdebar-berdebar dirasakan memberat sejak 9 bulan ini. Pasien sering
sulit tidur karena berdebar-debar.
Selain itu, pasien juga mengeluhkan badannya lemas, sering
gemetar, berkeringat, dan telapak tangannya terasa lembab. Keluhan
gemetar dan berkeringat ini juga sudah dirasakan sejak 6 tahun yang lalu,
sering muncul terutama 9 bulan ini. Pasien mengatakan tidak tahan dengan
cuaca panas dan sering berkeringat. Terkadang saat malam hari, pasien
tidak bisa tidur karena keringat dingin. Pasien juga merasakan mudah lelah
semenjak benjolan tersbeut muncul. Badan lemah terutama sejak 1 bulan
SMRS, dirasakan sepanjang hari, tidak membaik dengan istirahat maupun
pemberian makanan.
1

Berat badan pasien turun 15 kg sejak 9 bulan SMRS. Nafsu makan


mulai menurun karena sulit menelan, pasien masih bisa minum. Pasien
juga merasakan sering merasa mual, namun tidak muntah.
Pasien juga mengeluhkan matanya seperti melotot semenjak 9
bulan ini, mata terasa lebih sering berair dan terasa berpasir. Tidak ada
gangguan penglihatan.
Pasien juga merasakan sendinya mulai ngilu-ngilu, terutama di
lututnya dan punggungnya. Terkadang terdengar suara gemertak di
tulangnya. Pasien sudah tidak menstruasi.
BAB pasien 1-2 kali/hari konsistensi lembek warna coklat. BAK
normal 7-8x/hari 1 gelas belimbing tiap kali BAK, BAK tidak ada darah
dan tidak berpasir.
Keluhan sesak nafas, nyeri dada, demam hilang timbul dan suara
serak disangkal.
Pasien sudah berobat sejak 6 tahun yang lalu di Sragen dan RS
swasta di Solo, mendapat obat PTU dan propanolol. Pasien juga punya
riwayat DM sejak 4 tahun dan mendapat obat metformin 3 kali sehari.
Riwayat hipertensi sejak kurang lebih 7-8 tahun yang lalu, minum obat
amlodipin 1x10 mg, rutin minum. Pasien merupakan rujukan dari RS
swasta di Solo karena hasil FNAB nya mengindikasikan keganasan dan
memerlukan tata laksana lebih lanjut.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi
Riwayat DM
Riwayat penyakit jantung

: (+) 7-8 tahun, rutin minum obat


amlodipin 1x10mg
: (+) 4 tahun, minum obat metformin
3x500mg
: (+) rutin kontrol di poli jantung RS
swasta
di
Solo,
dikatakan
pembengkakan

Riwayat asma
Riwayat alergi
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat hipertensi
Riwayat diabetes melitus
Riwayat alergi
Riwayat penyakit jantung

jantung,

minum

propanolol 3x10mg
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
2

Riwayat keganasan

: disangkal

5. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien adalah seorang ibu rumah tangga, tinggal bersama suami dan kedua
anaknya. Pasien menggunakan fasilitas BPJS.
6. Anamnesis Sistemik
Kepala
: pusing (-), nyeri kepala (-), jejas (-)
Mata
: pandangan kabur (-/-), lebam (-/-), menonjol (+/+) sering
berair dan berpasir (+/+)
Hidung
: pilek (-), mimisan (-), hidung tersumbat (-)
Telinga
: pendengaran kurang (-/-), keluar cairan (-/-), denging (-/-)
Mulut
: mulut kering (-), bibir biru (-), sariawan (-), gusi berdarah
(-), bibir pecah-pecah (-)
Leher
: benjolan (+/+) sulit menelan (-/-)
Respirasi
: sesak (-), batuk (-), dahak (-), batuk darah (-), mengi (-)
Cardiovascular : nyeri dada (-), pingsan (-), kaki bengkak (-), keringat
berlebih (+), lemas (+), berdebar-debar (+)
Gastrointestinal: mual (-), muntah (-), sebah (-), muntah darah (-), BAB
lendir darah (-), BAB sulit (-)
Genitourinaria : BAK warna gelap (-), nyeri saat BAK (-)
Muskuloskeletal: nyeri otot (-), nyeri sendi (+), bengkak sendi (-)
Ekstremitas
: Atas : pucat (-/-), nyeri (-/-), bengkak (-/-),luka (-/-),
terasa dingin (-/-) gemetar (+/+) lembab (+/+)
Bawah: pucat (-/-), nyeri (-/-), bengkak (-/-), luka (-/-)
gemetar (+/+) lembab (+/+)
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum dan vital sign
Keadaan umum
Derajat kesadaran
Derajat gizi
TD
HR
RR
Suhu
2. General survey

: baik
: GCS E4V5M6
: gizi kesan cukup
: 160/80 mmHg
: 96 x/menit
: 20 x/menit
: 36,6 0C
a Kulit

: Kulit sawo matang

(-) ujud

kelainan kulit (-)


b Kepala
: bentuk mesocephal

c Mata

: konjuntiva pucat (-/-) sklera ikterik

(-/-) exophthalmus (+/+)


d Telinga: sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid
(-/-),
e Hidung

: bentuk simetris, secret (-), keluar

darah (-)
f Mulut

: gusi berdarah (-), lidah kotor (-),

jejas (-), maloklusi (-),


g Leher
: pembesaran limfonod sekitar (-),
nyeri tekan (-), JVP tidak meningkat, benjolan
(+) (lihat status lokalis)
h Thorak
: normochest, ketertinggalan gerak
(-), jejas (-)
i Jantung
Inspeksi

: ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: ictus cordis kuat angkat

Perkusi

: batas jantung kesan melebar caudolateral

Auskultasi

: bunyi jantung I-II int. normal, regular, bising


sistolik (+)

Pulmo
Inspeksi

: pengembangan dada kanan sama dengan kiri

Palpasi

: fremitus raba kanan=kiri, nyeri tekan (-/-)

Perkusi

: sonor/sonor

Auskultasi

: suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)

Abdomen
Inspeksi

: distended (-), dinding abdomen sejajar dinding


dada

Palpasi

: supel, nyeri tekan (-), defense muscular (-)

Perkusi

: timpani

Auskultasi

: bising usus (+) normal


l Genitourinaria : BAK normal, BAK darah (-), BAK
nanah (-), nyeri BAK (-)
m Ekstremitas :
Edema

Akral dingin
-

Status Lokalis
-

R. Colli
Kesan
Inspeksi

: tampak asimetris, massa bilateral


: tampak massa di regio colli dekstra et sinistra,

warna sama dengan sekitar


Palpasi
:
Dekstra
: teraba massa padat berbenjol-benjol, ukuran
6x4x3cm, batas tidak tegas, tefiksir, mengikuti gerakan menelan, nyeri
(-)
Sinistra

: teraba massa padat berbenjol-benjol, ukuran

7x3x3cm, batas tidak tegas, tefiksir, mengikuti gerakan menelan, nyeri

(-)
Auskultasi
: bruit (-), wheezing (+)
Kelenjar getah bening
Limfonodi infraclavicula, supraclavicula, submentale, submandibula,
aurikuler, occipital tidak teraba adanya pembesaran, nyeri tekan (-)

Gambar 1.1 Status lokalis


D. ASSESMENT I :
Suspek tumor thryoid bilateral
E. PLANNING I :
1. USG Thyroid
2. Rontgen thoraks
5

3. FNAB
4. Cek TSH, FT4, FT3, DR2, Elektrolit

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1

Pemeriksaan Laboratorium darah 20 dan 21 Oktober 2016

Pemeriksaan
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
Golongan
Darah
PT
APTT
GDS
HbA1c
GDP
SGOT
SGPT
Creatinin
Ureum
Albumin
Natrium
Kalium
Calsium
INR
HBsAg
TSH
Free T3
Free T4
2

Hasil
12.1
36
8.5
237
4.58
A

Satuan
g/dL
%
Ribu/l
Ribu/l
Juta/l

Rujukan
12,0 15,6
33 45
4,5 11,0
150 450
3,8 5,8

12.8
31.1
185
6.4
82
15
26
0.3
23
3.4
133
4.6
1.15
0.980
Non-reactive
<0.05
31.23
>100.00

detik
detik
Mg/dL
%
Mg/dl
u/L
u/L
Mg/dL
Mg/dL
g/dl
mmol/L
mmol/L
mmol/L

10,0 15,0
20,0 40,0
60 140
4.5 5.9
70 - 110
< 31
< 34
0,6 1,1
< 50
3.5 5.2
136 145
3,3 5,1
1.17 1.29

uIU/mL
Pmol/L
Pmol/L

Non-reactive
0.50 8.90
3.00 8.00
10.30 34.70

Pemeriksaan Laboratorium Urine 26 Oktober 2016

Pemeriksaan
Warna
Kerjernihan
Berat Jenis
pH
Leukosit
Nitrit

Hasil
Yellow
Clear
1.019
6.5
Negatif
Negatif

Satuan

Rujukan
1.015

/ul

1.025
4.5 8.0
Negative
Negative
6

Protein
Glukosa
Keton
Urobilinogen
Bilirubin
Eritrosit
Epitel

Negatif
1000
Negatif
Normal
Negatif
Negatif
4-8

squamous
Epitel

Mg/dl
Mg/dl
Mg/dl
Mg/dl
Mg/dl
Mg/dl
/LPB

Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif

/LPB

Negatif

transisional
Epitel Bulat
Silinder hyalin
Silinder

0
-

/LPB
/LPK
/LPK

Negatif
03
Negative

granulated
Kristal
Yeast like cell
Induktivitas

0.1
0.0
13.4

/uL
/uL
M5/ccm

0.0 0.0
0.00
3.0 32.0

Eritrosit 1-4/LPB, leukosit 0-3/LPB, Kristal amorf (+), bakteri (+)


3

Pemeriksaan Biopsi Jarum dan Sitologi Evaluasi


Pemeriksaan 12 Oktober 2016 (RS. PKU Muhammadiyah Surakarta)
Makroskopis : jaringan tiroid bilateral diameter 12 cm, kenyal lunak,
ikut gerakan menelan. Pada aspirasi didapatkan cairan coklat
kemerahan
Mikroskopis :
Thyroid kanan : sediaan sitologi menunjukkan sel-sel epitel
folikel yang tersusun berkelompok, sel-sel atipia, pleomorfi
ringan

dengan

sitoplasma

sedikit.

Inti

bulat,

oval,

overlapping (bertumpuk), kromatin halus, sebagian dengan


gambaran Nuclear Inclussion. Latar belakang: eritrosit,

massa koloid, limfosit, lekosit PMN


Thyroid kiri : sediaan sitologi menunjukkan sel-sel epitel
folikel yang tersusun berkelompok, sel-sel relatif monomorf
dengan sitoplasma cukup. Inti bulat, oval, dengan kromatin
halus. Latar belakang: eritrosit, massa koloid, limfosit, lekosit
PMN

Kesimpulan:

Thyroid kanan : Bethesda system kelas 5 : Suspicious for

malignancy
Thyroid kiri : Bethesda system kelas 4 : Folicullar

Neoplasma
Hasil USG Abdomen 24 Oktober 2016
Kesimpulan : Tak tampak abdominal metastase

Pemeriksaan USG Thyroid 24 Oktober 2016


Thyroid dekstra : membesar dengan ukuran 6,75x3,83cm, intensitas
echoparenkim meningkat, tampak nodul multipel dengan ukuran
bervariasi di tiroid kanan, peningkatan vaskularisasi intralesi
Thyroid sinistra : membesar dengan ukuran 7,24x3,68cm, intensitas
echoparenkim meningkat, tampak nodul multipel dengan ukuran
bervariasi di tiroid kiri, peningkatan vaskularisasi intralesi
Tak tampak limfadenopati
Kesimpulan :
Struma nodusa tiroid bilateral
Tak tampak limfadenopati di regio submandibula, sublingual,

parotid gland, subclavicula bilateral


Hasil Pemeriksaan Parasitologi Tinja 21 Oktober 2016-10-28
Kesimpulan : ditemukan yeast cell pada sampel tinja

Pemeriksaan Foto Thoraks PA 24 Oktober 2016

Kesimpulan:
Tidak didapatkan pulmonal maupun intraabdominal metastase

II. ASSESSMENT
Tumor thyroid dekstra sinistra suspek malignancy
III. PLAN
Pro total thyroidektomi
Infus RL 20 tpm
Inj Ranitidin 50 mg/8 jam
Inj Ketorolac 30 mg/8 jam

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI TIROID


1 Anatomi
Tiroid berarti organ berbentuk perisai segi empat. Kelenjar tiroid
merupakan organ yang bentuknya seperti kupu-kupu dan terletak pada
leher bagian bawah di sebelah anterior trakea. Kelenjar ini merupakan
kelenjar endokrin yang paling banyak vaskularisasinya, dibungkus
oleh kapsula yang berasal dari lamina pretracheal fascia profunda.
Kapsula ini melekatkan tiroid ke laring dan trakea. Kelenjar ini terdiri
atas dua buah lobus lateral yang dihubungkan oleh suatu jembatan
jaringan isthmus tiroid yang tipis dibawah kartilago krikoidea di leher,
dan kadangkadang terdapat lobus piramidalis yang muncul dari
isthmus di depan laring.
Kelenjar tiroid terletak di leher depan setentang vertebra cervicalis 5
sampai thoracalis 1, terdiri dari lobus kiri dan kanan yang
dihubungkan oleh isthmus. Setiap lobus berbentuk seperti buah pear,
dengan apeks di atas sejauh linea oblique lamina cartilage thyroidea,
dengan basis di bawah cincin trakea 5 atau 6. 9 Kelenjar tiroid
mempunyai panjang 5 cm, lebar 3 cm, dan dalam keadaan normal
kelenjar tiroid pada orang dewasa beratnya antara 10 sampai 20 gram.
Aliran darah kedalam tiroid per gram jaringan kelenjar sangat tinggi
( 5 ml/menit/gram tiroid).
Tiroid terdiri dari nodula-nodula yang tersusun dari folikel-folikel
kecil yang dipisahkan satu dengan lainnya oleh suatu jaringan ikat.
Setiap folikel dibatasi oleh epitel kubus dan diisi oleh bahan
proteinaseosa berwarna merah muda yang disebut koloid.
Sel-sel epitel folikel merupakan tempat sintesis hormon tiroid dan
mengaktifkan pelepasannya dalam sirkulasi. Zat koloid, triglobulin,
merupakan tempat hormon tiroid disintesis dan pada akhirnya
disimpan.7 Dua hormon tiroid utama yang dihasilkan oleh folikel-

10

folikel adalah tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3). Sel pensekresi


hormon lain dalam kelenjar tiroid yaitu sel parafolikular yang terdapat
pada dasar folikel dan berhubungan dengan membran folikel, sel ini
mensekresi hormon kalsitonin, suatu hormon yang dapat merendahkan
kadar kalsium serum dan dengan demikian ikut berperan dalam
pengaturan homeostasis kalsium.
Tiroksin (T4) mengandung empat atom yodium dan triiodotironin
(T3) mengandung tiga atom yodium. T4 disekresi dalam jumlah lebih
banyak dibandingkan dengan T3, tetapi apabila dibandingkan
milligram per milligram, T3 merupakan hormon yang lebih aktif
daripada T4.
2

Fisiologi
Fungsi utama hormon tiroid T3 dan T4 adalah mengendalikan
aktivitas metabolik seluler. Kedua hormon ini bekerja sebagai alat
pacu umum dengan mempercepat proses metabolisme. Efeknya pada
kecepatan metabolisme sering ditimbulkan oleh peningkatan kadar
enzim-enzim spesifik yang turut berperan dalam konsumsi oksigen,
dan oleh perubahan sifat responsif jaringan terhadap hormon yang
lain. Hormon tiroid mempengaruhi replikasi sel dan sangat penting
bagi perkembangan otak. Adanya hormon tiroid dalam jumlah yang
adekuat juga diperlukan untuk pertumbuhan normal. Melalui efeknya
yang luas terhadap metabolisme seluler, hormon tiroid mempengaruhi
setiap sistem organ yang penting. 6 Kelenjar tiroid berfungsi untuk
mempertahankan tingkat metabolisme di berbagai jaringan agar
optimal

sehingga

mereka

berfungsi

normal.

Hormon

tiroid

merangsang konsumsi O2 pada sebagian besar sel di tubuh, membantu


mengatur metabolisme lemak dan karbohidrat, dan penting untuk
pertumbuhan dan pematangan normal.
Hormon-hormon tiroid memiliki efek pada pertumbuhan sel,
perkembangan dan metabolisme energi. Efek-efek ini bersifat
genomic, melalui pengaturan ekspresi gen, dan yang tidak bersifat
genomic, melalui efek langsung pada sitosol sel, membran sel, dan
11

mitokondria. Hormon tiroid juga merangsang pertumbuhan somatis


dan berperan dalam perkembangan normal sistem saraf pusat.7
Hormon ini tidak esensial bagi kehidupan, tetapi ketiadaannya
menyebabkan

perlambatan

perkembangan

mental

dan

fisik,

berkurangnya daya tahan tubuh terhadap dingin, serta pada anak-anak


timbul retardasi mental dan kecebolan (dwarfisme). Sebaliknya,
sekresi tiroid yang berlebihan menyebabkan badan menjadi kurus,
gelisah, takikardia, tremor, dan kelebihan pembentukan panas.
B. KLASIFIKASI
1. Struma
Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher
oleh karena pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula
tiroid dapat berupa gangguan fungsi atau perubahan susunan
kelenjar dan morfologinya.
Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar
tiroid yang dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ di
sekitarnya. Di bagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat
trakea dan esophagus. Struma dapat mengarah ke dalam sehingga
mendorong trakea, esophagus dan pita suara sehingga terjadi
kesulitan bernapas dan disfagia. Hal tersebut akan berdampak
terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan
elektrolit. Bila pembesaran keluar maka akan memberi bentuk leher
yang besar dapat asimetris atau tidak, jarang disertai kesulitan
bernapas dan disfagia.
Struma dapat terjadi akibat kekurangan yodium yang dapat
menghambat pembentukan hormon tiroid oleh kelenjar tiroid
sehingga terjadi pula penghambatan dalam pembentukan TSH oleh
hipofisis

anterior.

Hal

tersebut

memungkinkan

hipofisis

mensekresikan TSH dalam jumlah yang berlebihan. TSH kemudian


menyebabkan sel-sel tiroid mensekresikan tiroglobulin dalam
jumlah yang besar (kolid) ke dalam folikel, dan kelenjar tumbuh

12

makin lama makin bertambah besar. Akibat kekurangan yodium


maka tidak terjadi peningkatan pembentukan T4 dan T3, ukuran
folikel menjadi lebih besar dan kelenjar tiroid dapat bertambah
berat sekitar 300-500 gram.
Selain itu, struma dapat disebabkan kelainan metabolik kongenital
yang menghambat sintesa hormon tiroid, penghambatan sintesa
hormon oleh zat kimia (goitrogenic agent), proses peradangan atau
gangguan autoimun, seperti penyakit Graves. Pembesaran yang
didasari oleh suatu tumor atau neoplasma dan penghambatan
sintesa hormon tiroid oleh obat-obatan misalnya thiocarbamide,
sulfonylurea dan litium, gangguan metabolik, misalnya struma
koloid dan struma non toksik (struma endemik).
a

Klasifikasi Struma Berdasarkan Fisiologisnya


Berdasakan fisiologisnya struma dapat diklasifikasikan
menjadi eutiroidisme, hipotiroidisme, dan hipertiroidisme.
Hipotiroidisme dapat disebabkan kelainan pada hipotalamus,
kerusakan hipofisis, defisiensi iodium, penggunaan antitiroid,
dan tiroiditis. Terdapat pula keadaan yang dikenal sebagai
hipotiroidisme iatrogenik yang terjadi pascatiroidektomi atau
pascapengobatan iodium radioaktif.
Hipertiroidisme dapat terjadi pada struma difus toksik
(penyakit

Graves),

struma

nodosa

toksik,

pengobatan

berlebihan dengan tiroksin, permulaan tiroiditis, struma


ovarium, dan pada metastasis ekstensif karsinoma tiroid
berdiferensiasi baik. Gejala hipertiroidisme berupa berat badan
menurun, nafsu makan meningkat, keringat berlebihan,
kelelahan, leboh suka udara dingin, sesak napas. Selain itu juga
terdapat gejala jantung berdebar-debar, tremor pada tungkai
bagian atas, mata melotot (eksoftalamus), diare, haid tidak
b

1)

teratur, rambut rontok, dan atrofi otot.


Berdasarkan Klinisnya
Secara klinis pemeriksaan klinis struma toksik dapat dibedakan
menjadi:
Struma toksik
13

Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma difus


toksik dan struma nodusa toksik. Istilah difus dan nodusa lebih
mengarah kepada perubahan bentuk anatomi dimana struma
difus toksik akan menyebar luas ke jaringan lain. Jika tidak
diberikan

tindakan

medis

sementara

nodusa

akan

memperlihatkan benjolan yang secara klinik teraba satu atau


lebih benjolan (struma multinoduler toksik).
Struma difus toksik (tiroktosikosis) menunjukkan gejala
hipermetabolisme karena jaringan tubuh dipengaruhi oleh
hormon tiroid yang berlebihan dalam darah. Penyebab
2)

tersering adalah penyakit Graves.


Struma Non Toksik
Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik yang
dibagi menjadi struma difus nontoksik dan struma nodusa
nontoksik. Struma nontoksik disebabkan oleh kekurangan
iodium yang kronik. Struma ini disebut sebagai simple goiter,
struma endemik, atau goiter koloid yang sering ditemukan di
daerah yang air minumya kurang sekali mengandung iodium

atau terpapar goitrogen yang bisa menghambat sintesa hormon.


Struma Nodusa Nontoksik
Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul,
maka pembesaran ini disebut struma nodusa. Struma nodusa tanpa
disertai tanda-tanda hipertiroidisme dan hipotiroidisme disebut
struma nodusa nontoksik. Biasanya tiroid sudah mulai membesar
pada usia muda, awalnya difus, dan berkembang menjadi
multinodular.
Struma multinodosa biasanya terjadi pada wanita berusia lanjut dan
perubahan yang terdapat pada kelenjar berupa kombinasi bagian
yang hiperplasia dan berinvolusi. Pada awalnya, sebagian struma
multinodosa dapat dihambat pertumbuhannya dengan pemberian
hormon tiroksin.
Biasanya penderita struma nodosa tidak mempunyai keluhan
karena tidak mengalami hipo- atau hipertiroidisme. Degenerasi

14

jaringan menyebabkan terbentuknya kista atau adenoma. Karena


pertumbuhan terjadi secara perlahan, struma dapat membesar tanpa
memberikan gejala selain adanya benjolan di leher, yang
dikeluhkan terutama alasan kosmetik.
Walaupun sebagian besar struma nodosa tidak mengganggu
pernapasan karena pertumbuhannya ke arah lateral atau ke anterior,
sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan trakea jika
pembesarannya

bilateral.

Struma

nodosa

unilateral

dapat

menyebabkan pendorongan trakea ke arah kontralateral tanpa


menimbulkan gangguan akibat obstruksi pernapasan. Penyempitan
yang hebat dapat menyebabkan gangguan pernapasan dengan
gejala stridor inspiratoar. Secara umum, struma adenomatosa
benigna hanya menimbulkan keluhan rasa berat di leher, adanya
benjolan yang bergerak naik turun waktu menelan, dan alasan
kosmetik. Jarang terjadi hipertiroidisme pada struma adenomatosa.
Sekitar 5% struma nodosa mengalami degenerasi maligna.
Berbagai tanda keganasan yang dapat dievaluasi meliputi
perubahan bentuk, pertumbuhan lebih cepat, dan tanda infiltrasi
pada kulit dan jaringan sekitar. Dapat terjadi penekanan pada
nervus rekurens, trakea, atau esofagus. Adanya nodul tunggal harus
tetap mendapat perhatian karena dapat merupakan nodul koloid,
kistik, adenoma tiroid, atau suatu karsinoma tiroid. Nodul maligna
sering ditemukan pada pria usia muda dan lanjut.
Struma nodosa yang berlangsung lama biasanya tidak dapat lagi
dipengaruhi oleh pengobatan supresi hormon atau pemberian
hormon

tiroid.

Penanganan

struma

lama

adalah

dengan

tiroidektomi subtotal atas indikasi yang tepat (kosmetik, eksisi


nodulus tunggal suspek ganas, struma multinodular yang berat,
struma yang menyebabkan kompresi laring atau struktur leher lain,
struma retrosternal yang mengompresi trakea).
Struma dapat meluas sampai ke mediastinum anterior superior,
terutama pada bentuk nodulus yang disebut struma retrosternum.

15

Umumnya, struma retrosternum tidak turun naik pada gerakan


menelan karena apertura toraks terlalu sempit. Seringkali struma ini
berlangsung lama dan bersifat asimptomatik, sampai terjadi
penekanan pada organ atau struktur sekitarnya. Penekanan ini akan
memberikan gejala dan tanda penekanan trakea atau esofagus.
Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan foto rontgen atau
iodium radioaktif. Biasanya pembedahan struma retrosternum
dapat dilakukan melalui insisi di leher dan tidak memerlukan
torakotomi karena perdarahan berpangkal pada pembuluh di leher.
Jika letaknya di dorsal arteri subklavia, pembedahan dilakukan
dengan cara torakotomi.
Diagnosis banding struma nodosa ialah tumor mediastinum
anterior, superior, seperti timoma, limfoma, tumor dermoid, dan
metastasi keganasan paru pada kelenjar getah bening.
2. Karsinoma tiroid
Karsinoma tiroid merupakan keganasan terbanyak ke-9 di antara 10
kanker terbanyak. Insidensnya lebih tinggi di negara endemik
struma,

terutama

jenis

folikular

dan

jenis

berdiferensiasi

buruk/anaplastik. Nodul tiroid dapat dijumpai pada semua usia.


Insidensnya meningkat seiring dengan meningkatnya usia dengan
puncaknya pada usia antara 21-40 tahun. Wanita 2-4 kali lebih
sering mengalami nodul ini daripada laki-laki.
Keganasan tiroid berasal dari sel folikel tiroid dan dapat
diklasifikasikan menjadi berdiferensiasi baik, yaitu bentuk papilar,
folikular, atau campuran keduanya, medular yang berasal dari sel
parafolikular dan mengeluarkan kalsitonin, serta berdiferensiasi
buruk/anaplastik. Perubahan dari struma menjadi karsinoma
anaplastik biasa terjadi pada usia lanjut.
Radiasi daerah leher merupakan salah satu faktor risiko yang
penting. Risiko menderita karsinoma tiroid akibat radiasi biasanya
juga bergantung pada usia. Bila radiasi terjadi pada usia lebih dari
20 tahun, korelasi risikonya menjadi kurang bermakna.
16

Terdapat beberapa kriteria klinis yang dapat menunjukkan bahwa


suatu tumor tiroid bersifat ganas, antara lain usia <20 tahun atau
>50 tahun, riwayat terpapar radiasi leher pada masa kanak-kanak,
pembesaran kelenjar tiroid yang cepat, struma dengan suara parau,
disfagia, nyeri spontan, riwayat keluarga menderita kanker, struma
hiperplasia yang tetap membesar setelah diberikan tiroksin, dan
sesak napas.
Klasifikasi Karsinoma Tiroid
Karsinoma papiler, karsinoma ini berasal dari sel-sel tiroid dan
merupakan jenis paling umum dari karsinoma tiroid. Merupakan
jenis keganasan tiroid berdiferensiasi baik dan paling sering
ditemukan (60%). Merupakan karsinoma yang bersifat kronik,
tumbuh lambat dan mempunyai prognosis paling baik diantara
keganasan tiroid lainnya

Lebih sering terdapat pada anak dan

dewasa muda dan lebih banyak pada wanita. Terkena radiasi


semasa kanak ikut menjadi sebab keganasan ini. Pertama kali
muncul berupa benjolan teraba pada kelenjar tiroid atau sebagai
pembesaran kelenjar limfe didaerah leher. Metastasis dapat terjadi
melalui limfe ke daerah lain pada tiroid atau, pada beberapa kasus,
ke paru
Karsinoma folikuler, karsinoma ini berasal dari sel-sel folikel dan
merupakan 20-25 % dari karsinoma tiroid. Merupakan jenis kedua
kanker tiroid paling umum, merupakan 5-10 persen dari karsinoma
tiroid dan sekitar 15 persen dari karsinoma tiroid berdeferensiasi
baik. Lebih agresif (ganas) dari karsinoma papiler, dan terjadi lebih
sering pada wanita daripada pria dengan rasio tiga banding satu.
Puncaknya onset adalah pada usia 50 tahun. Biasanya tidak
menyebar ke kelenjar getah bening, tetapi dapat menyerang vena
dan arteri, dan kemudian dapat menyebar (metastasis) ke lain
organ. Paling sering metastasis ke paru-paru, tulang, otak, hati,
kandung kemih, dan kulit. Kanker ini jarang terjadi pada individu
yang telah terpapar radiasi dan lebih jarang terjadi pada anak-anak.

17

Muncul dari sel-sel yang membuat hormon tiroid. Survival rate


tergantung pada ukuran tumor dan apakah telah menginvasi
pembuluh darah, kelangsungan hidup 10 tahun untuk tumor yang
non invasif 86 persen dan untuk yang invasif 44 persen
Karsinoma anaplastik, karsinoma ini sangat ganas dan merupakan
5-10% dari kanker tiroid. Metastasis terjadi secara cepat, mulamula di sekitarnya dan kemudian ke seluruh bagian tubuh. Jarang
ditemukan dibandingkan dengan karsinoma yang berdiferensiasi
baik. Tumor ini sangat ganas, terutama terdapat pada usia tua dan
lebih banyak pada wanita. Sebagian tumor terjadi pada struma
nodosa yang kemudian membesar dengan cepat. Tumor ini sering
disertai nyeri dan nyeri alih ke daerah telinga dan suara serak
karena infiltrasi n.rekuren
Karsinoma parafolikular, karsinoma parafolikular atau meduller
adalah unik diantara kanker tiroid. Karsinoma ini dengan cepat
bermetastasis, sering ketempat jauh seperti paru, tulang, dan hati.
Ciri khasnya adalah kemampuannya mensekresi kalsitonin karena
asalnya. Karsinoma ini sering dikatakan herediter. Tumor berbatas
tegas dan keras pada perabaan. Tumor ini terutama ditemukan pada
usia di atas 40 tahun, tetapi juga ditemukan pada usia yang lebih
muda bahkan pada anak- anak dan biasanya disertai gangguan
endokrin lainnya
Kalsifikasi klinis TNM karsinoma tiroid :
1

T (Tumor primer)
TO

tidak terbukti ada tumor

Tx

tumor tidak dapat dinilai

T1

<1cm

T2

2-4 cm masih terbatas pada tiroid

T3

> 4 cm terbatas pada tiroid atau tumor dengan ukuran

berapa saja dengan ekstensi ekstra triod yang minimal (misal ke


otot sternotiroid atau jaringan lunak peritiroid)
T4a

tumor telah berestensi keluar kapsul tiroid dan menginvasi

18

ke tempat berikut ; jaringan lunak subkutan, laring, trakea,


esofagus, n. Laringeus recurren atau karsinoma anaplastik
terbatas pada tiroid (intra tiroid)
T4b

tumor telah menginvasi fasia prevertebra, pembuluh

mediastinal atau arteri carotis atau karsinoma anaplastik


berestensi keluar kapsul (ekstra tiroid)
2

N (Kelenjar getah bening regional)


Nx

kelenjar getah bening tidak dapat dinilai NO tidak

ditemukan metastasis ke kelenjar getah bening

N1

pembesaran (dapat dipalpasi)

N1a

hanya ipsilateral

N1b

kontralateral, bilateral, garis tengah atau mediastinum

M (Metastasis jauh
Mx

metastasi tidak dapat dinilai MO tidak terdapat metastasis

jauh
M1

terdapat metastasis jauh

C. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Dalam anamnesis, perlu ditanyakan riwayat keluarga mengenai
keganasan tiroid jinak maupun ganas. Penyakit terdahulu yang
mengikutsertakan leher (iradiasi kepala dan leher saat masa anakanak), riwayat kehamilan, dan kecepatan onset dan tingkat pertumbuhan
benjolan di leher harus ditanyakan. Adanya benjolan di leher selama
masa kanak-kanak dan remaja harus diperhatikan karena memiliki
kemungkinan keganasan tiga sampai empat kali lebih besar daripada di
orang dewasa. Risiko kanker tiroid juga meningkat pada usia tua dan
laki-laki.
Pasien dengan nodul tiroid biasanya tidak terlalu tampak atau tidak
bergejala. Seringkali, tidak ada hubungan yang jelas antara gambaran
histologist dengan gejala pada pasien. Pada pasien dengan gejala,
riwayat penyakit lengkap penting ditanyakan. Pertumbuhan benjolan
19

yang lambat tapi progresif (minggu sampai bulan) mengarahkan pada


keganasan.
Nyeri yang tiba-tiba biasanya diakibatkan perdarahan pada nodul kistik.
Pasien dengan pembesaran yang progresif disertai nyeri perlu dicurigai
adanya limpoma primer atau anaplastik karsinoma. Gejala seperti
sensasi tersedak, leher tegang atau nyeri, disfagia, atau suara serak
dapat menyertai penyakit tiroid, tetapi seringkali diakibatkan oleh
kelainan non-tiorid. Gejala servikal dengan onset yang lambat dapat
diakibatkan oleh penekanan struktur vital leher dan rongga dada atas.
Gejala ini muncul jika nodul tiroid tertanam dalam goiter yang besar.
Jika tidak terdapat goiter multinodular, gejala kompresi trakea (batuk
dan perubahan suara) dapat mengarahkan pada keganasan. Karsinoma
tiroid terdiferensiasi jarang menyebabkan obstruksi saluran napas,
paralisis pita suara, ataupun gejala esofageal. Oleh karena itu,
ketidakadaan gejala lokal tidak menyingkirkan kemungkinan tumor
ganas.

2. Pemeriksaan fisik
Kanker tiroid terdiferensiasi yang berukuran kecil seringkali tidak
memiliki karakteristik yang mencurigakan pada pemeriksaan fisik.
Namun, nodul tiroid baik yang keras ataupun berbatas tegas, dominan
maupun

soliter

yang

dapat

dibedakan

dari

kelenjar

lainnya

meningkatkan kemungkinan keganasan. Oleh karena itu, penting untuk


20

melakukan inspeksi dan palpasi yang teliti dari kelenjar tiroid serta
kompartemen anterior dan lateral nodul pada leher.
Pemeriksaan kelenjar tiroid secara umum terdiri dari inspeksi, palpasi,
dan auskultasi. Pada inspeksi perlu diperhatikan apakah terdapat
pergeseran trakea. Untuk dapat melihat kelenjar tiroid dengan jelas,
pasien diminta untuk sedikit mendangak, kemudian perhatikan daerah
dibawah kartilago krikoid. Minta pasien untuk menelan, perhatikan
gerakan ke atas kelenjar tiroid, simetrisitas, dan konturnya. Palpasi
kelenjar tiroid dilakukan dengan pemeriksa berdiri di belakang pasien.
Pasien diminta mendangak. Jari-jari kedua tangan diletakan di leher
pasien tepat dibawah kartilago krikoid. Minta pasien untuk menelan,
rasakan gerakan isthmus yang naik ke atas, tetapi tidak selalu teraba.
Geser trakea ke kanan dengan jari-jari tangan kiri. Jari-jari tangan
kanan meraba lobus kanan pada ruang diantara trakea dan
sternomastoid. Temukan lateral margin. Dengan cara yang sama,
periksa lobus kiri. Pada massa di tiroid pelaporan terdiri dari adalah
lokasi, konsistensi, ukuran nodul, ketegangan leher, nyeri, dan
adenopati servikal.

21

3. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium
Kadar TSH (Thyroid Stimulating Hormone) yang rendah
dihubungkan dengan berkurangnya kemungkinan keganasan
sehingga tidak perlu dilakukan pemeriksaan sitologi karena
insiden keganasan sangat rendah.3
b.

Pencitraan
Ultrasonografi resolusi tinggi merupakan tes yang paling sensitif
untuk mendeteksi lesi tiroid, mengetahui dimensi, struktur, dan
mengevaluasi perubahan difus pada kelenjar tiroid. Jika hasil
palpasi normal, ultrasonografi hanya dilakukan jikan ada faktor
risiko keganasan. Jika ditemukan pada pemeriksaan fisik
adenopati

leher

yang

mencurigakan,

perlu

dilakukan

ultrasonografi kedua nodus limfa dan kelenjar tiroid karena


terdapat risiko metastasis dari mikrokarsinoma papiler yang
tidak disadari sebelumnya.

22

Pada semua pasien dengan nodul tiroid dan multinodular stroma


teraba,

ultrasonografi

perlu

dilakukan

untuk

membantu

diagnosis, mencari koinsidental nodul tiroid atau perubahan


kelenjar tiroid difus, mendeteksi keganasan dan lesi untuk
dilakukan FNAB, memilih panjang jarum biopsi, mendapatkan
pengukuran objektif volume kelenjar tiroid dan lesi yang akan
dilakukan follow-up. Pelaporan ultrasonografi mencakup posisi,
bentuk, ukuran, batas, isi, dan ekogenik serta gambaran vaskular
pada nodul. Gambaran ultrasonografi yang mengarah pada
keganasan diantaranya hipoekogenitas, mikrokalsifikasi (kecil,
intranodular, punktata, titik hiperekoik dengan posterior acoustic
shadow

minim

atau

tidak

ada),

batas

irregular

atau

microlobulated , dan gambaran vaskularisasi intranodular yang


berantakan.

Tumor

berukuran

besar

dengan

perubahan

degeneratif dan beberapa area yang terisi cairan kadang


ditemukan pada mikrokarsinoma. Walaupun kebanyakan nodul
tiroid dengan dominasi komponen cairan bersifat jinak,
ultrasonografi tetap harus dilaukan karena karsinoma tiroid
papiler sebagian dapat berbentuk kistik. Lesi hipoekoik yang
melebar hingga ke kapsul, menginvasi otot pretiroid, dan
menginfiltraasi

saraf

laring

jarang

ditemukan

tetapi

memerlukan pemeriksaan sitologi segera. Adanya pembesaran


kelenjar

limfa

tanpa

hilum,

perubahan

kistik,

dan

mikrokalsifikasi meningkatkan kemungkinan ke arah keganasan.


Gambaran melingkar dan hipervaskularisasi yang berantakan
lebih sering ditemukan, tetapi tidak spesifik.3
c. Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB)
FNAB pada nodul tiroid lebih baik jika dikombinasikan dengan
guided ultrasonografi. Hasil FNAB ini digunakan untuk
pemeriksaan sitologi. Hasil dari FNAB dikategorikan menjadi
diagnostik dan non-diagnostik. Dikatakan diagnostik bila terdiri
dari minimal 6 grup sel epitelial tiroid yang baik dan setiap grup

23

terdiri dari 10 sel. Klasifikasi hasil pemeriksaan sitologi dibagi


menjadi lima, yaitu nondiagnostik, jinak, lesi folikular,
mencurigakan, dan ganas.

Klasifikasi Sitologi Biopsi Aspirasi Jarum Halus


1. Jinak
Sel-sel epitel tersebar dan sebagian membentuk kelompokan atau
mikrofolikuler. Inti sel bulat atau oval dengan kromatin yang dense dan

24

homogen. Sitoplasma sedikit dan agak eosinofilik, tetapi kadang-kadang


ditemukan sel-sel onkositik. Sejumlah koloid dapat ditemukan.
2. Curiga
Sel-sel epitel membentuk kelompokan atau susunan folikuler. Inti
sel membesar, bulat atau oval dengan kromatin yang bergranul dan anak
inti yang menonjol. Sitoplasma eosinofilik, bergranul, karakteristik akan
perubahan sel-sel onkositik. Koloid sedikit atau tidak dijumpai.
3. Ganas

Bentuk papiler: sel-sel epitel tersusun dalam gambaran papiler. Inti


bulat atau oval dengan adanya pseudoinklusi nuklear, nuclear

grooves dan/atau bentuk palisada.


Bentuk meduler: sel-sel yang hiperselular. Bentuk bervariasi dengan
inti bentuk bulat, oval atau lonjong. Inti terletak eksentrik dengan

gambaran plasmasitoid. Struktur amiloid jarang terlihat.


Bentuk anaplastik: terdiri dari sel-sel yang kecil, adanya
multinukleated sel raksasa dan sel-sel bentuk lonjong. Inti besar,
bizarre, satu atau banyak, dan kromatin kasar dan anak inti yang
menonjol. Kadang dijumpai mitosis atipik.

Prosedur terakhir

menganjurkan sistim pelaporan hasil sitologi tiroid dibuat sama


seperti sistim pada sitologi payudara.
Ada lima kategori sitologi tiroid ditunjukkan pada tabel di bawah ini.

Keuntungan dari FNAB adalah akurat, cost-effective, sederhana,


bila terjadi komplikasi ringan, sensitivitas dan akurasi tinggi. Tetapi hal itu
25

dipengaruhi oleh operator, aspirasi yang baik, dan dinilai oleh ahli sitologi
berpengalaman.
Keterbatasan FNAB yaitu tidak mampu membedakan neoplasma
sel folikuler dan sel Hurthle jinak atau ganas, karena keduanya mirip.
Keduanya bisa dibedakan dari ada atau tidak invasi kapsul atau invasi
vaskular pada pemeriksaan histopatologis sediaan dari operasi.
d. Biopsi patologi anatomi
Pemeriksaan biopsi patologi anatomi atau disebut juga dengan biopsi
insisional merupakan metode diagnostik pilihan dan merupakan gold
standard dalam menentukan jenis nodul tiroid. Pemeriksaan ini bersifat
invasif dengan mengambil sebagian jaringan untuk kemudian diperiksa
menggunakan mikroskop oleh ahli sitologi.
Kelebihan teknik biopsi dibandingkan dengan biopsi aspirasi jarum halus
adalah biopsi insisi dapat memperoleh hasil lebih luas dan memperoleh
sampel berupa jaringan sehingga didapatkan hasil yang lebih sensitif dan
spesifik. Kelemahan dari teknik ini adalah karena memerlukan proses yang
lebih rumit dan biaya yang lebih besar.
Pada pemeriksaan makroskopis, karsinoma papilifer berupa suatu
neoplasma

keputihan

invasif

dengan

ill-defined

margin.

Secara

mikroskopik terlihat neoplasma yang tidak berkapsul yang mempunyai


karakteristik tumbuh dengan papila yang terdiri dari epitel neoplastik
menutupi tangkai fibrovaskuler. Tumor yang sangat terdiferensiasi dapat
mempunyai pola yang komplek.
Nukleus memiliki empty ground glass appearance

dengan lekukan

nukleus uang khas dan adanya pseudoinklusi. Mitosis jarang dijumpai


pada karsinoma papilifer. Gambaran histologi lain adalah adanya
psammoma bodies yang terjadi pada sekitar 50% dari karsinoma papilifer.
Psammoma bodies adalah dasar kalsifikasi yang mempunyai tampilan
sirkuler yang berlapis-lapis dan dapat ditemukan pada stroma tumor.
Karsinoma papilifer biasanya multisentrik dengan fokus yang terdapat
pada lobus ipsilateral dan kontralateral.

26

Pada pemeriksaan makroskopis karsinoma folikuler, biasanya tumor


berbentuk bulat, berkapsul, dan berwarna coklat. Pada tumor sering
ditemukan adanya fibrosis, perdarahan, dan perubahan kistik. Dengan
menggunakan mikroskop dapat terlihat neoplasma yang terdiri dari sel
folikuler yang secara garis besar dapat terdiri dari pola yang pada,
trabekular,

atau

pertumbuhan

folikuler

(biasanya

menghasilkan

mikrofolikel). Pada karsinoma folikuler tidak ditemukan adanya gambaran


khas seperti pada karsinoma papilifer. Karsinoma folikuler dapat
dibedakan dari adenoma folikuler dengan adanya invasi kapsul atau invasi
vaskuler. Dengan alasan inilah, membedakan adenoma folikuler dan
karsinoma folikuler tidak dapat dibedakan hanya dengan menggunakan
FNAB atau analisis dari frozen surgery.
Pemeriksaan makroskopis karsinoma medulare dapat menunjukkan bentuk
tumor dengan batas yang baik, walaupun tidak mempunyai kapsul.
Biasanya tumor berwarna merah muda dan terdiri dari bagian granuler
kuning yang merupakan adanya klasifikasi lokal. Sebagian besar tumor
tumbuh di tengah dan sepertiga atas dari lobus kelenjar tiroid, setara
dengan dengan sel C parafolikuler pada kelenjar tiroid. Hasil pemeriksaan
mikroskopis

dapat bervariasi,

biasanya

pola

dari tumor adalah

pertumbuhan lobaris, trabekuler, insuler, namun beberapa tumor


mempunyai pola fibrotik. Sel ganas dapat mempunyai penampakan inti
bundar, poligonal, atau berbentuk spindel, sitoplasma eosinofilik dan
bergranuler. Pada stroma tumor sering dijumpai adanya deposit amiloid
yang berwarna green birefringence pada pengecatan Congo dan
penampakan ini adalah karakteristik yang dapat membedakan karsinoma
meduler dari keganasan jenis lain. Karakteristik lain yang didapatkan dari
karsinoma meduler adalah ditemukannya hiperplasia sel C.
Karsinoma anaplastik tiroid dengan pemeriksaan maksrokopis akan
terlihat sebagai tumor yang besar dan invasif. Adanya area yang nekrosis
dan perdarahan memberikan penampakan yang bervariasi dari tumor.
Tumor sering meluas melewati kapsul tiroid itu sendiri. Area tumor yang
berdiferensiasi baik dapat juga ditemukan bersamaan dengan pertumbuhan

27

anaplastik tersebut. Dengan menggunakan mikroskop dapat terlihat


beberapa variasi sel, yaitu skuamoid, sel spindel, atau sel besar. Ketiga
variasi histologik tersebut menunjukkan adanya aktifitas mitotik, fokus
nekrosis

yang

luas,

dan

adanya

infiltrasi.

Pada

pengecatan

imunohistiokimia biasanya positif untuk keratin bermolekul rendah dan


terkadang positif untuk tiroglobulin.
Kelebihan biopsi PA dari pada FNAB adalah dapat membedakan jenis
karsinoma folikuler dengan adenoma folikuler, untuk memperlihatkan
adanya invasi tumor atau invasi vaskuler.
Adapun kekurangannya adalah:
1) Sulit dilakukan tanpa tenaga ahli
2) Memerlukan anestesi lokal, insisi kulit, dan tehnik pengerjaan harus
steril
3) Nodul kurang dari 1cm tidak bisa digunakan menjadi sampel
4) Komplikasi lebih berat (perdarahan dan cedera n.laryngeal)
5) Membutuhkan proses pengerjaan yang lama
6) Biaya mahal, memerlukan pemeriksaan histologi, dan dibutuhkan tim
untuk memproses sampel dari awal mula sampai tahap interpretasi
D. TATA LAKSANA
1 Operasi
Pada kanker tiroid yang masih berdeferensiasi baik, tindakan tiroidektomi
(operasi pengambilan tiroid) total merupakan pilihan untuk mengangkat
sebanyak mungkin jaringan tumor. Pertimbangan dari tindakan ini antara lain
60-85% pasien dengan kanker jenis papilare ditemukan di kedua lobus. 52

10% kekambuhan terjadi pada lobus kontralateral, sesudah operasi unilateral


Ablasi Iodium radioaktif
Terapi ini diberikan pada pasien yang sudah menjalani tiroidektomi total
dengan maksud mematikan sisa sel kanker post operasi dan meningkatkan
spesifisitas sidik tiroid untuk deteksi kekambuhan atau penyebaran kanker.
Terapi ablasi tidak dianjurkan pada pasien dengan tumor soliter berdiameter

kurang 1mm, kecuali ditemukan adanya penyebaran


Supresi L-Tiroksin

28

Supresi terhadap TSH pada kanker tiroid pascaoperasi dipertimbangkan


karena adanya reseptor TSH di sel kanker tiroid bila tidak ditekan akan
merangsang pertumbuhan sel-sel ganas yang tertinggal. Harus juga
dipertimbangkan segi untung ruginya dengan terapi ini. Karena pada jangka
panjang (7-15 tahun) bisa menyebabkan gangguan metabolisme tulang dan
bisa meningkatkan risiko patah tulang

29

DAFTAR PUSTAKA
Tortora G J, Bryan D. Principles of anatomy and physiology. 12th. River street:
John Wiley & Sons Inc; 2009.p.658-61.
2 Marieb E N, Hoehn K. Human anatomy & physiology. 7 th ed. Boston: BenjaminCummings Publishing Company; 2007. [e-book]
3 Gharib H, Papini E, Paschke R, Duick D S, Valcavi E, Hegediis L, et al.
Association medical guidelines for clinical practice for the diagnosis and
management of thyroid nodules. Endocr Pract. 2006; 12 (1): 63-102.
4 Cooper D S, Doherty G M, Haugen B R, Kloos R T, Lee S L, Mandel S J, et al.
Revised American thyroid association management guidelines for patients with
thyroid nodules and differentiated thryroid cancer. Thyroid. 2009; 19 (1): 1-48.
5 Bickley L S. Bates guide to physical examination and history taking. 11 ed.
Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins; 2013. P.252-3.
6 British thyroid association. Guidelines for the management of thyroid cancer.
2nd ed. Report of the thyroid cancer guidelines update group. London: Royal
Collage of Physicians, 2007.
7 R. Sjamsuhidajat, Karnadihardja W, Prasetyono TOH, Rudiman R. Buku Ajar
Ilmu Bedah. 1st. Jakarta: EGC; 2012.p807-11.
8 Acosta J, et al. Sabiston Textbook of Surgery. 18th. USA: Elsevier Saunders;
2007.chap.36.
9 Sjamsuhidajat R, de Jong W. 2005. Buku Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC. 691-695.
10 Tjindarbumi. 2011. Karsinoma tiroid, dalam: kumpulan kuliah ilmu bedah.
Jakarta: Binarupa Aksara; page: 366-376.
1

30

You might also like