Professional Documents
Culture Documents
ABSES OTAK
Oleh:
Sarah Nadya Roosana
G99142104
Rifaatul Mahmudah
G99152107
BAB I
PENDAHULUAN
Abses serebri merupakan infeksi intraserebral fokal yang dimulai sebagai
serebritis yang lokalisatorik dan berkembang menjadi kumpulan pus yang
dikelilingi oleh kapsul otak disebabkan oleh berbagai macam variasi bakteri,
fungus dan protozoa.. Abses serebri/ abses otak pada anak jarang ditemukan dan
di Indonesia juga belum banyak dilaporkan. Morgagni (1682-1771) pertama kali
melaporkan AO yang disebabkan oleh peradangan telinga. Pada beberapa
penderita
dihubungkan
dengan
kelainan
jantung
bawaan
sianotik. Mikroorganisme penyebab abses otak meliputi bakteri, jamur dan parasit
tertentu. Mikroorganisme tersebut mencapai substansia otak melalui aliran darah,
perluasan infeksi sekitar otak, luka tembus trauma kepala dan kelainan
kardiopulmoner. Pada beberapa kasus tidak diketahui sumber infeksinya.
Walaupun teknologi kedokteran diagnostik dan perkembangan antibiotika
saat ini telah mengalami kemajuan, namun rate kematian penyakit abses otak tetap
masih tinggi yaitu sekitar 10-60% atau rata-rata 40%. Penyakit ini sudah jarang
dijumpai terutama di negara-negara maju, namun karena resiko kematiannya
tinggi, abses otak termasuk golongan penyakit infeksi yang mengancam
kehidupan masyarakat. Abses serebri dapat terjadi di dua hemisfer, dan kira-kira
80% kasus dapat terjadi di lobus frontal, parietal, dan temporal. Abses serebri di
lobus occipital, serebelum dan batang otak terjadi pada sekitar 20% kasus.
Abses otak dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus
infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau
secara langsung seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi
oleh penyebaran hematogen dapat pada setiap bagian otak, tetapi paling sering
pada pertemuan substansia alba dan grisea; sedangkan yang perkontinuitatum
biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu. Abses
otak bersifat soliter atau multipel. Yang multipel biasanya ditemukan pada
penyakit jantung bawaan sianotik; adanya shunt kanan ke kiri akan menyebabkan
darah sistemik selalu tidak jenuh sehingga sekunder terjadi polisitemia.
Polisitemia ini memudahkan terjadinya trombo-emboli.3
abses.
Terapi
AO
terdiri
dari
pemberian
antibiotik
dan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Abses serebri merupakan infeksi intraserebral fokal yang dimulai
sebagai serebritis yang lokalisatorik dan berkembang menjadi kumpulan pus
yang dikelilingi oleh kapsul otak disebabkan oleh berbagai macam variasi
bakteri, fungus dan protozoa.1
B. Epidemiologi
Abses otak dapat terjadi pada berbagai kelompok usia, namun paling
sering terjadi pada anak berusia 4 sampai 8 tahun. Penyebab abses otak yaitu,
embolisasi oleh penyakit jantung kongenital dengan pintas atrioventrikuler
(terutama tetralogi fallot), meningitis, otitis media kronis dan mastoiditis,
sinusitis, infeksi jaringan lunak pada wajah ataupun scalp, status
imunodefisiensi dan infeksi pada pintas ventrikuloperitonial. Patogenesis
abses otak tidak begitu dimengerti pada 10-15% kasus.1,2
Walaupun teknologi kedokteran diagnostik dan perkembangan
antibiotika saat ini telah mengalami kemajuan, namun rate kematian penyakit
abses otak masih tetap tinggi, yaitu sekitar 10-60% atau rata-rata 40%.
Penyakit ini sudah jarang dijumpai terutama di negara-negara maju, namun
karena resiko kematiannya sangat tinggi, abses otak termasuk golongan
penyakit infeksi yang mengancam kehidupan masyarakat (life threatening
infection).1
Di Indonesia belum ada data pasti, namun Amerika Serikat dilaporkan
sekitar 1500-2500 kasus abses serebri per tahun. Prevalensi diperkirakan 0,31,3 per 100.000 orang/tahun. Jumlah penderita pria lebih banyak daripada
wanita, yaitu dengan perbandingan 2-3:1. 1
Sepanjang paruh pertama abad ke-20, distribusi usia abses otak adalah
bimodal, dengan tingkat tertinggi adalah pada anak-anak dan orang dewasa
lebih dari 60 tahun. Namun, kemajuan dalam vaksinasi dan strategi antibiotik,
telah menyebabkan pergeseran demografi pada dekade tengah. Secara
keseluruhan, sekitar 25% kasus abses otak masih terjadi pada anak-anak,
biasanya yang berusia 4-7 tahun. Dalam penelitian anak, penyakit jantung
bawaan tetap merupakan faktor predisposisi yang paling umum.17
Yang SY menyatakan bahwa kondisi pasien sewaktu masuk rumah
sakit merupakan faktor yang sangat mempengaruhi rate kematian. Jika kondisi
pasien buruk, rate kematian akan tinggi. Dalam era preantibiotik, kematian
dari abses otak hampir 100%.14 Meskipun telah dikenal antibiotik dan
perbaikan dalam teknik drainase bedah saraf, angka kematian masih sekitar
30-50% pada
tahun 1970-an.
Pendekatan
diagnosis
dengan teknik
tengah,
sinusitis
(paranasal,
ethmoidalis,
sphenoidalis
dan
maxillaries).1
Abses otak dapat timbul akibat penyebaran secara hematogen dari
infeksi paru sistemik (empiema, abses paru, bronkiektasis, pneumonia),
endokarditis bakterial akut dan sub akut dan pada penyakit jantung bawaan
Tetralogi Fallot (abses multipel, lokasi pada substansi putih dan abu dari
jaringan otak). Abses otak yang penyebarannya secara hematogen, letak
absesnya sesuai dengan peredaran darah yang didistribusi oleh arteri cerebri
media terutama lobus parietalis, atau cerebellum dan batang otak.13,15
Abses dapat juga dijumpai pada penderita penyakit immunologik
seperti AIDS, penderita penyakit kronis yang mendapat kemoterapi/steroid
yang dapat menurunkan system kekebalan tubuh. 20-37% penyebab abses
otak tidak diketahui. Penyebab abses yang jarang dijumpai, osteomielitis
tengkorak, selulitis, erysipelas wajah, abses tonsil, pustul kulit, luka tembus
pada tengkorak kepala, infeksi gigi luka tembak di kepala, septikemia.
Berdasarkan sumber infeksi dapat ditentukan lokasi timbulnya abses di lobus
otak.14,16
tertentu
cendeerung
neurotropik
seperti
yang
otak
dapat
terjadi
akibat
penyebaran
alba
dan
grisea;
sedangkan
yang
lesi
sehingga
membentuk
suatu
rongga
abses.
dinding
yang
konsentris.
Tebal
kapsul
antara
infeksi.
Peradangan
perivaskular
ini
disebut
Stadium
pembentukan
kapsul
dini
(Early
Capsule
Formation)
Pusat nekrosis mulai mengecil, makrofag menelan
acellular
debris
pembentukan
dan
kapsul.
fibroblast
Lapisan
meningkat
fibroblast
dalam
membentuk
vaskularisasi
di
daerah
substansi
putih
Stadium
pembentukan
kapsul
lanjut
(Late
Capsule
Formation)
Pada stadium ini, terjadi perkembangan lengkap abses
dengan gambaran histologis sebagai berikut:
a. Bentuk pusat nekrosis diisi oleh acellular debris dan selsel radang
b. Daerah tepi dari sel radang, makrofag, dan fibroblast
c. Kapsul kolagen yang tebal
d. Lapisan neurovaskular sehubungan dengan serebritis
yang berlanjut
e. Reaksi astrosit, gliosis, dan edema otak di luar kapsul
E. Gambaran Klinis
Pada stadium awal gambaran klinik AO tidak khas, terdapat gejalagejala infeksi seperti demam, malaise, anoreksi dan gejala-gejala peninggian
tekanan intrakranial berupa muntah, sakit kepala dan kejang. Dengan semakin
besarnya abses otak gejala menjadi khas berupa trias abses otak yang terdiri
dari gejala infeksi (demam, leukositosis), peninggian tekanan intracranial
(sakit kepala, muntah proyektil, papil edema) dan gejala neurologik fokal
(kejang, paresis, ataksia, afaksia).
Abses pada lobus frontalis biasanya tenang dan bila ada gejala-gejala
neurologik seperti hemikonvulsi, hemiparesis, hemianopsia homonim disertai
kesadaran yang menurun menunjukkan prognosis yang kurang baik karena
biasanya terjadi herniasi dan perforasi ke dalam kavum ventrikel.
Abses lobus temporalis selain menyebabkan gangguan pendengaran dan
mengecap didapatkan disfasi, defek penglihatan kwadran alas kontralateral
dan hemianopsi komplit. Gangguan motorik terutama wajah dan anggota
gerak atas dapat terjadi bila perluasan abses ke dalam lobus frontalis relatif
asimptomatik, berlokasi terutama di daerah anterior sehingga gejala fokal
adalah gejala sensorimotorik. Abses serebelum biasanya berlokasi pada satu
hemisfer dan menyebabkan gangguan koordinasi seperti ataksia, tremor,
dismetri dan nistagmus. Abses batang otak jarang sekali terjadi, biasanya
berasal hematogen dan berakibat fatal.18,19
F. Diagnosis
1. Anamnesis
Melalui anamnesis diperoleh gejala klinis abses otak antara lain
nyeri kepala, demam, muntah atau kesadaran menurun.
2. Pemeriksaan Fisik
Didapatkan kaku kuduk, kejang, kelumpuhan sebelah badan, serta
tanda-tanda peningkatan tekanan dalam kepala. Kadangkala ditemukan
infeksi pada bagian tubuh lain, misalnya pada telinga tengah, tulang
mastoid, sinus, paru-paru, atau jantung, yang dicurigai sebagai sumber
pernanahan.20
3. Pemeriksaan Laboratorium
10
protokol
difusi
memberikan
hasil
lebih
spesifik
dalam
11
disertakan
diagnosis
banding
berupa
metastasis
serebral-
adenokarsinoma nekrotik.
H. Tatalaksana24
Abses otak merupakan suatu kedaruratan medis. Tekanan intrakranial
dapat menjadi cukup tinggi untuk dapat mengancam nyawa. Perawatan di
12
rumah sakit diperlukan sampai kondisi pasien stabil. Alat bantu nafas
diperlukan dalam beberapa kasus.
Terapi definitif untuk abses melibatkan :
1. Penatalaksanaan terhadap efek massa (abses dan edema) yang dapat
mengancam jiwa
2. Terapi antibiotik dan test sensitifitas dari kultur material abses
3. Terapi bedah saraf (aspirasi atau eksisi)
4. Pengobatan terhadap infeksi primer
5. Pencegahan kejang
6. Neurorehabilitasi
13
yang
Cefotaxime
(Claforan) 50-100
mg/KgBBt/Hari
IV
Ceftriaxone (Rocephin)
50-100 mg/KgBBt/Hari
IV
Metronidazole (Flagyl)
35-50 mg/KgBB/Hari
IV
setiap 4 jam,
2 grams
IV
Vancomycin
setiap 12 jam,
14
15 mg/KgBB/Hari
IV
penetrasi
antibiotik
tertentu
dan dapat
menghalangi
15
otak
menyebabkan
kecacatan
bahkan
kematian.
Adapun
komplikasinya adalah:
1. Robeknya kapsul abses ke dalam ventrikel atau ruang subarachnoid
2. Penyumbatan cairan serebrospinal yang menyebabkan hidrosefalus
3. Edema otak
4. Herniasi oleh massa Abses otak
J. Prognosis3,4
Angka kematian yang dihubungkan dengan abses otak secara
signifikan berkurang, dengan perkiraan 5-10% didahului CT-Scan atau MRI
dan antibiotik yang tepat, serta manajemen pembedahan merupakan faktor
yang berhubungan dengan tingginya angka kematian, dan waktu yang
mempengaruhi lesi, abses mutipel, kesadaran koma dan minimnya fasilitas
CT-Scan. Angka harapan yang terjadi paling tidak 50% dari penderita,
termasuk hemiparesis, kejang, hidrosefalus, dan abnormalitas nervus
kranialis.
Prognosis dari abses otak ini tergantung dari:
1. Cepatnya diagnosis ditegakkan
2. Derajat perubahan patologis
3. Soliter atau multipel
4. Penanganan yang adekuat.
Dengan alat-alat canggih dewasa ini abses otak pada stadium dini
dapat lebih cepat didiagnosis sehingga prognosis lebih baik. Prognosis abses
16
otak soliter lebih baik dan mu1tipel. Defisit fokal dapat membaik, tetapi
keajng dapat menetap pada 50% penderita.
DAFTAR PUSTAKA
1. Robert H. A. Haslam. Brain Abscess. In Nelson Textbook of Pediatrics 17th ed.
USA: WB Saunders. 2004. p: 2047-2048.
2. Robert H. A. Haslam. Neurologic Evaluation. In Nelson Textbook of Pediatrics
17th ed. USA: WB Saunders. 2004. p:1973-1982.
3. Dorlan, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. Jakarta : EGC
4. Adams RD, Victor Maurice. Brain Abscess. In Principles of Neurology. 5th ed.
USA:McGraw-Hill Inc, 1993:612-616.
5. Margaret B. Rennels, Celeste L. Woodward, Walker L. Robinson, Maria T.
Gumbinas.1983. Medical Cure of Apparent Brain Abscesses. Pediatrics
1983;72;220-224.
6. Edwin G. Fischer, James E. McLennan, Yamato Suzuki. 1981. Cerebral
Abscess in Children. Am J Dis Child. 1981;135(8):746-749.
17
7. Goodkin HP, Harper MB, Pomeroy SL. 2004. Prevalence, Symptoms, and
Prognosis of Intracerebral Abscess. American Academy of Pediatrics.
Available
at
http://aapgrandrounds.aappublications.org
accessed
at
28
Available
at
November 2015.
8.
Bailey
R.
2011.
Anatomy
of
the
Brain.
http://biology.about.com/od/humananatomybiology/a/anatomybrain.htm
accessed 28 November 2015.
9. Mardjono, M. Sidharta, P. 2006. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Penerbit Dian
Rakyat.
10. Britt, Richard H. 1985. Brain Abscess, J. Neurosurg. ; vol.3.
11. Ingham HR, Selkon JB & Roxby CM : Bacteriological study of otogenic
cerebral abscess; Chemotherapeutic role of metronidazole, British Med J,
1977
12. Xiang Y.Han et al :Fusobacterial brain abscess A review of five cases and
analysis of possible pathogenesis; Journal of Neurosurg, Oct.2003; vol.99.
13. Prasad KN, Mishra AM, Gupta D, et al. (2006). Analysis of microbial etiology
and mortality in patients with brain abscess. J Infect, 53(4):221-7.
14. Nathoo N, Narotam PK, Nadvi S, van Dellen JR (2012). Taming an old
enemy: a profile of intracranial suppuration. World Neurosurg, 77(3-4):484-90.
15. Menon S, Bharadwaj R, Chowdhary A, Kaundinya DV, Palande DA (2008).
Current epidemiology of intracranial abscesses: a prospective 5 years study. J
Med Microbiol, 57(10):1259-68.
16. Carpenter J, Stapleton S, Holliman R (2007). Retrospective analysis of 49
cases of brain abscess and review of the literature. Eur J Clin Microbiol Infect
Dis, 26(1):1-11.
18
accessed
28
November 2015.
22. Mueller C, Castillo M, Mang TG, Cartes F, Weber M. Fungal versus bacterial
brain abscess : is diffusion-weihted MR imaging a useful tool in the differential
diagnosis? Diagnostic Neuroradilogy 2007:651-657.
23. Gaillard F. Cerebral Abscess. Available at : URL: http://creativecommons.org.
Accessed 30 november, 2011.
24.
Brook
I,
et
al.
2015.
Brain
Abscess.
http://reference.medscape.com/article/212946-overview
Available
accessed
at
:
28
November 2015.
19
20