You are on page 1of 20

REFERAT BEDAH SARAF

ABSES OTAK

Oleh:
Sarah Nadya Roosana

G99142104

Rifaatul Mahmudah

G99152107

Periode : 23 28 Mei 2016

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI
SURAKARTA
2016

BAB I
PENDAHULUAN
Abses serebri merupakan infeksi intraserebral fokal yang dimulai sebagai
serebritis yang lokalisatorik dan berkembang menjadi kumpulan pus yang
dikelilingi oleh kapsul otak disebabkan oleh berbagai macam variasi bakteri,
fungus dan protozoa.. Abses serebri/ abses otak pada anak jarang ditemukan dan
di Indonesia juga belum banyak dilaporkan. Morgagni (1682-1771) pertama kali
melaporkan AO yang disebabkan oleh peradangan telinga. Pada beberapa
penderita

dihubungkan

dengan

kelainan

jantung

bawaan

sianotik. Mikroorganisme penyebab abses otak meliputi bakteri, jamur dan parasit
tertentu. Mikroorganisme tersebut mencapai substansia otak melalui aliran darah,
perluasan infeksi sekitar otak, luka tembus trauma kepala dan kelainan
kardiopulmoner. Pada beberapa kasus tidak diketahui sumber infeksinya.
Walaupun teknologi kedokteran diagnostik dan perkembangan antibiotika
saat ini telah mengalami kemajuan, namun rate kematian penyakit abses otak tetap
masih tinggi yaitu sekitar 10-60% atau rata-rata 40%. Penyakit ini sudah jarang
dijumpai terutama di negara-negara maju, namun karena resiko kematiannya
tinggi, abses otak termasuk golongan penyakit infeksi yang mengancam
kehidupan masyarakat. Abses serebri dapat terjadi di dua hemisfer, dan kira-kira
80% kasus dapat terjadi di lobus frontal, parietal, dan temporal. Abses serebri di
lobus occipital, serebelum dan batang otak terjadi pada sekitar 20% kasus.
Abses otak dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus
infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau
secara langsung seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi
oleh penyebaran hematogen dapat pada setiap bagian otak, tetapi paling sering
pada pertemuan substansia alba dan grisea; sedangkan yang perkontinuitatum
biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu. Abses
otak bersifat soliter atau multipel. Yang multipel biasanya ditemukan pada
penyakit jantung bawaan sianotik; adanya shunt kanan ke kiri akan menyebabkan
darah sistemik selalu tidak jenuh sehingga sekunder terjadi polisitemia.
Polisitemia ini memudahkan terjadinya trombo-emboli.3

Gejala klinik AO berupa tanda-tanda infeksi yaitu demam, anoreksi dan


malaise, peninggian tekanan intrakranial serta gejala nerologik fokal sesuai
lokalisasi

abses.

Terapi

AO

terdiri

dari

pemberian

antibiotik

dan

pembedahan. Tanpa pengobatan, prognosis AO dapat menjadi jelek.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Abses serebri merupakan infeksi intraserebral fokal yang dimulai
sebagai serebritis yang lokalisatorik dan berkembang menjadi kumpulan pus
yang dikelilingi oleh kapsul otak disebabkan oleh berbagai macam variasi
bakteri, fungus dan protozoa.1
B. Epidemiologi
Abses otak dapat terjadi pada berbagai kelompok usia, namun paling
sering terjadi pada anak berusia 4 sampai 8 tahun. Penyebab abses otak yaitu,
embolisasi oleh penyakit jantung kongenital dengan pintas atrioventrikuler
(terutama tetralogi fallot), meningitis, otitis media kronis dan mastoiditis,
sinusitis, infeksi jaringan lunak pada wajah ataupun scalp, status
imunodefisiensi dan infeksi pada pintas ventrikuloperitonial. Patogenesis
abses otak tidak begitu dimengerti pada 10-15% kasus.1,2
Walaupun teknologi kedokteran diagnostik dan perkembangan
antibiotika saat ini telah mengalami kemajuan, namun rate kematian penyakit
abses otak masih tetap tinggi, yaitu sekitar 10-60% atau rata-rata 40%.
Penyakit ini sudah jarang dijumpai terutama di negara-negara maju, namun
karena resiko kematiannya sangat tinggi, abses otak termasuk golongan
penyakit infeksi yang mengancam kehidupan masyarakat (life threatening
infection).1
Di Indonesia belum ada data pasti, namun Amerika Serikat dilaporkan
sekitar 1500-2500 kasus abses serebri per tahun. Prevalensi diperkirakan 0,31,3 per 100.000 orang/tahun. Jumlah penderita pria lebih banyak daripada
wanita, yaitu dengan perbandingan 2-3:1. 1
Sepanjang paruh pertama abad ke-20, distribusi usia abses otak adalah
bimodal, dengan tingkat tertinggi adalah pada anak-anak dan orang dewasa
lebih dari 60 tahun. Namun, kemajuan dalam vaksinasi dan strategi antibiotik,
telah menyebabkan pergeseran demografi pada dekade tengah. Secara
keseluruhan, sekitar 25% kasus abses otak masih terjadi pada anak-anak,

biasanya yang berusia 4-7 tahun. Dalam penelitian anak, penyakit jantung
bawaan tetap merupakan faktor predisposisi yang paling umum.17
Yang SY menyatakan bahwa kondisi pasien sewaktu masuk rumah
sakit merupakan faktor yang sangat mempengaruhi rate kematian. Jika kondisi
pasien buruk, rate kematian akan tinggi. Dalam era preantibiotik, kematian
dari abses otak hampir 100%.14 Meskipun telah dikenal antibiotik dan
perbaikan dalam teknik drainase bedah saraf, angka kematian masih sekitar
30-50% pada

tahun 1970-an.

Pendekatan

diagnosis

dengan teknik

neuroimaging, seperti CT dan MRI, dapat memungkinkan untuk diagnosis


yang akurat, cepat, dan dapat melokalisasi abses otak. Dalam era modern,
angka kematian biasanya kurang dari 15%.15 Pecahnya abses otak jarang
terjadi dan berhubungan dengan angka kematian yang tinggi (hingga 80%).16
C. Etiologi
Sebagian besar abses otak berasal langsung dari penyebaran infeksi
telinga

tengah,

sinusitis

(paranasal,

ethmoidalis,

sphenoidalis

dan

maxillaries).1
Abses otak dapat timbul akibat penyebaran secara hematogen dari
infeksi paru sistemik (empiema, abses paru, bronkiektasis, pneumonia),
endokarditis bakterial akut dan sub akut dan pada penyakit jantung bawaan
Tetralogi Fallot (abses multipel, lokasi pada substansi putih dan abu dari
jaringan otak). Abses otak yang penyebarannya secara hematogen, letak
absesnya sesuai dengan peredaran darah yang didistribusi oleh arteri cerebri
media terutama lobus parietalis, atau cerebellum dan batang otak.13,15
Abses dapat juga dijumpai pada penderita penyakit immunologik
seperti AIDS, penderita penyakit kronis yang mendapat kemoterapi/steroid
yang dapat menurunkan system kekebalan tubuh. 20-37% penyebab abses
otak tidak diketahui. Penyebab abses yang jarang dijumpai, osteomielitis
tengkorak, selulitis, erysipelas wajah, abses tonsil, pustul kulit, luka tembus
pada tengkorak kepala, infeksi gigi luka tembak di kepala, septikemia.
Berdasarkan sumber infeksi dapat ditentukan lokasi timbulnya abses di lobus
otak.14,16

Bakteri penyebabnya antara lain, Streptococcus aureus, streptococci


(viridians, pneumococci, microaerophilic), bakteri anaerob (bakteri kokus
gram positif, Bacteroides spp, Fusobacterium spp, Prevotella spp,
Actinomyces spp, dan Clostridium spp), basil aerob gram-negatif (enteric
rods, Proteus spp, Pseudomonas aeruginosa, Citrobacterdiversus, dan
Haemophilus spp). Infeksi parasit (Schistosomiasis, Amoeba) dan fungus
(Actinomycosis, Candida albicans) dapat pula menimbulkan abses, tetapi hal
ini jarang terjadi.13,16,17
Faktor predisposisi dapat menyangkut host, kuman infeksi atau factor
lingkungan.
1. Faktor tuan rumah (host)
Daya pertahanan susunan saraf pusat untuk menangkis infeksi
mencakup kesehatan umum yang sempurna, struktur sawar darah otak
yang utuh dan efektif, aliran darah ke otak yang adekuat, sistem
imunologik humoral dan selular yang berfungsi sempurna.
2. Faktor kuman
Kuman

tertentu

cendeerung

neurotropik

seperti

yang

membangkitkan meningitis bacterial akut, memiliki beberapa faktor


virulensi yang tidak bersangkut paut dengan faktor pertahanan host.
Kuman yang memiliki virulensi yang rendah dapat menyebabkan infeksi
di susunan saraf pusat jika terdapat ganggguan pada system limfoid atau
retikuloendotelial.
3. Faktor lingkungan
Faktor tersebut bersangkutan dengan transisi kuman. Yang dapat
masuk ke dalam tubuh melalui kontak antar individu, vektor, melaui air,
atau udara.
D. Patofisiologi
Abses

otak

dapat

terjadi

akibat

penyebaran

perkontinuitatum dari fokus infeksi di sekitar otak maupun


secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara

langsung seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi.


Abses yang terjadi oleh penyebaran hematogen dapat pada
setiap bagian otak, tetapi paling sering pada pertemuan
substansia

alba

dan

grisea;

sedangkan

yang

perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah dekat


permukaan otak pada lobus tertentu.2,7
Pada tahap awal abses otak terjadi reaksi radang yang
difus pada jaringan otak dengan infiltrasi lekosit disertai
edema, perlunakan dan kongesti jaringan otak, kadangkadang disertai bintik perdarahan. Setelah beberapa hari
sampai beberapa minggu terjadi nekrosis dan pencairan pada
pusat

lesi

sehingga

membentuk

suatu

rongga

abses.

Astroglia, fibroblas dan makrofag mengelilingi jaringan yang


nekrotik. Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi lama
kelamaan dengan fibrosis yang progresif terbentuk kapsul
dengan

dinding

yang

konsentris.

Tebal

kapsul

antara

beberapa mm sampai beberapa cm. Beberapa ahli membagi


perubahan patologi abses otak dalam 4 stadium yaitu :
1. Stadium serebritis dini (Early Cerebritis)
Terjadi reaksi radang local dengan infiltrasi leukosit
PMN, limfosit dan plasma sel dengan pergeseran aliran
darah tepi, yang dimulai pada hari pertama dan meningkat
pada hari ke-3. Sel-sel radang terdapat pada tunika
adventisia dari pembuluh darah dan mengelilingi daerah
nekrosis

infeksi.

Peradangan

perivaskular

ini

disebut

cerebritis. Saat ini terjadi edema di sekita otak dan


peningkatan efek massa karena pembesaran abses.
2. Stadium serebritis lanjut (Late Cerebritis)
Saat ini terjadi perubahan histologis yang sangat
berarti. Daerah pusat nekrosis membesar oleh karena
peningkatan acellular debris dan pembentukan nanah

karena pelepasan enzim-enzim dari sel radang. Di tepi


pusat nekrosis didapati daerah sel radang, makrofagmakrofag besar dan gambaran fibroblast yang terpencar.
Fibroblast mulai menjadi reticulum yang akan membentuk
kapsul kolagen. Pada fase ini edema otak menyebar
maksimal sehingga lesi menjadi sangat besar
3.

Stadium

pembentukan

kapsul

dini

(Early

Capsule

Formation)
Pusat nekrosis mulai mengecil, makrofag menelan
acellular

debris

pembentukan

dan

kapsul.

fibroblast
Lapisan

meningkat

fibroblast

dalam

membentuk

anyaman reticulum mengelilingi pusat nekrosis. Di daerah


ventrikel, pembentukan dinding sangat lambat oleh karena
kurangnya

vaskularisasi

di

daerah

substansi

putih

dibandingkan substansi abu. Pembentukan kapsul yang


terlambat di permukaan tengah memungkinkan abses
membesar ke dalam substansi putih. Bila abses cukup
besar, dapat robek ke dalam ventrikel lateralis. Pada
pembentukan kapsul, terlihat daerah anyaman reticulum
yang tersebar membentuk kapsul kolagen, reaksi astrosit di
sekitar otak mulai meningkat.
4.

Stadium

pembentukan

kapsul

lanjut

(Late

Capsule

Formation)
Pada stadium ini, terjadi perkembangan lengkap abses
dengan gambaran histologis sebagai berikut:
a. Bentuk pusat nekrosis diisi oleh acellular debris dan selsel radang
b. Daerah tepi dari sel radang, makrofag, dan fibroblast
c. Kapsul kolagen yang tebal
d. Lapisan neurovaskular sehubungan dengan serebritis
yang berlanjut
e. Reaksi astrosit, gliosis, dan edema otak di luar kapsul

Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin


membesar dan meluas ke arah ventrikel sehingga bila
terjadi ruptur, dapat menimbulkan meningitis. Infeksi jaringan
fasial, selulitis orbita, sinusitis etmoidalis, amputasi meningoensefalokel
nasal dan abses apikal dental dapat menyebabkan AO yang berlokasi pada
lobus frontalis. Otitis media, mastoiditis terutama menyebabkan AO lobus
temporalis dan serebelum, sedang abses lobus parietalis biasanya terjadi
secara hematogen.7

Respon Imunologik pada Abses Otak.


Setelah kuman telah menerobos permukaan tubuh, kemudian sampai ke
susunan saraf pusat melalui lintasan-lintasan berikut. Kuman yang bersarang
di mastoid dapat menjalar ke otak perkuntinuitatum. Invasi hematogenik
melalui arteri intraserebral merupakan penyebaran ke otak secara langsung.
Ada penjagaan otak khusus terhadap bahaya yang dating melalui
lintasan hematogen, yang dikenal sebagai sawar darah otak atau blood brain
barrier. Pada toksemia dan septicemia, sawar darah otak terusak dan tidak lagi
bertindak sebagai sawar khusus. Infeksi jaringan otak jarang dikarenakan
hanya bakterimia saja, oleh karena jaringan otak yang sehat cukup resisten
terhadap infeksi. Kuman yang dimasukkan ke dalam otak secara langsung
pada binatang percobaan ternyata tidak membangkitkan abses sereebri/ abses
otak, kecuali apabila jumlah kumannya sangat besar atau sebelum inokulasi
intraserebral telah diadakan nekrosis terlebih dahulu. Walaupun dalam banyak
hal sawar darah otak sangat protektif, namun ia menghambat penetrasi
fagosit, antibody dan antibiotik. Jaringan otak tidak memiliki fagosit yang
efektif dan juga tidak memiliki lintasan pembuangan limfatik untuk
pemberantasan infeksi bila hal itu terjadi. Maka berbeda dengan proses
infeksi di luar otak, infeksi di otak cenderung menjadi sangat virulen dan
destruktif.

E. Gambaran Klinis
Pada stadium awal gambaran klinik AO tidak khas, terdapat gejalagejala infeksi seperti demam, malaise, anoreksi dan gejala-gejala peninggian
tekanan intrakranial berupa muntah, sakit kepala dan kejang. Dengan semakin
besarnya abses otak gejala menjadi khas berupa trias abses otak yang terdiri
dari gejala infeksi (demam, leukositosis), peninggian tekanan intracranial
(sakit kepala, muntah proyektil, papil edema) dan gejala neurologik fokal
(kejang, paresis, ataksia, afaksia).
Abses pada lobus frontalis biasanya tenang dan bila ada gejala-gejala
neurologik seperti hemikonvulsi, hemiparesis, hemianopsia homonim disertai
kesadaran yang menurun menunjukkan prognosis yang kurang baik karena
biasanya terjadi herniasi dan perforasi ke dalam kavum ventrikel.
Abses lobus temporalis selain menyebabkan gangguan pendengaran dan
mengecap didapatkan disfasi, defek penglihatan kwadran alas kontralateral
dan hemianopsi komplit. Gangguan motorik terutama wajah dan anggota
gerak atas dapat terjadi bila perluasan abses ke dalam lobus frontalis relatif
asimptomatik, berlokasi terutama di daerah anterior sehingga gejala fokal
adalah gejala sensorimotorik. Abses serebelum biasanya berlokasi pada satu
hemisfer dan menyebabkan gangguan koordinasi seperti ataksia, tremor,
dismetri dan nistagmus. Abses batang otak jarang sekali terjadi, biasanya
berasal hematogen dan berakibat fatal.18,19
F. Diagnosis
1. Anamnesis
Melalui anamnesis diperoleh gejala klinis abses otak antara lain
nyeri kepala, demam, muntah atau kesadaran menurun.
2. Pemeriksaan Fisik
Didapatkan kaku kuduk, kejang, kelumpuhan sebelah badan, serta
tanda-tanda peningkatan tekanan dalam kepala. Kadangkala ditemukan
infeksi pada bagian tubuh lain, misalnya pada telinga tengah, tulang
mastoid, sinus, paru-paru, atau jantung, yang dicurigai sebagai sumber
pernanahan.20
3. Pemeriksaan Laboratorium
10

Pemeriksaan laboratorium menunjukkan peningkatan sel darah


putih yaitu 10.000-20.000/cm3 dan peningkatan laju endap darah (LED)
hingga 45 mm/jam. Lumbal punksi tidak dianjurkan (tidak spesifik untuk
abses otak), karena dengan cepat menunjukkan tanda-tanda herniasi otak.20
4. Biopsi
Dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan tumor atau stroke
dan untuk menentukan organism penyebab terjadinya abses.21
5. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan yang terbaik dilakukan pada abses otak adalah CT
scan dan MRI. Pilihan utama pada pasien abses otak adalah MRI dengan
atau tanpa gadolinium. Hasil diagnostic serupa juga diharapkan pada CT
scan tengkorak dengan atau tanpa pemberian kontras iodine intravena.
Kedua pencitraan membantu mendeteksi efek massa abses, namun MRI
dengan

protokol

difusi

memberikan

hasil

lebih

spesifik

dalam

membedakan tumor cerebral, stroke, dan abses.21


Foto polos sinus paranasal hanya bisa disarankan adanya
kemungkinan penyebab dari abses otak. Penemuan dini pada pemeriksaan
CT scan tidak spesifik untuk abses otak. Gambaran edema dan efek massa
lunak tidak dapat dibedakan dari tumor atau stroke. Hasil MRI pada pasien
cerebritis dapat menyerupai gambaran stroke, sedangkan temuan infark
yang diakibatkan oleh vaskulitis dan serebritis bias menyerupai stroke
emboli.21

11

Gambar :Abses serebral akibat Streptococcus pada lobus frontal kiri22


a) Gambar T2-weighted MR potongan coronal. Tampak lesi
hiperintens di tengah dan dikelilingi cincin konsentrik.
b) T1-weighted Gadolinium. Lesi menunjukkan peningkatan cincin.
c) Gambar DW. Lesi homogen hiperintens.
G. Diagnosis Banding
d) ADC map menunjukkan hipointens, dengan difusi air terbatas.
Diagnosis banding abses yang utama dengan gambaran esensial
berupa peningkatan cincin pada lesi, meliputi23:
1. Metastasis serebral atau glioma stadium berat
a. Abses cenderung memiliki dinding dalam yang halus
b. Lesi satelit mendukung adanya infeksi
c. Abses mungkin memiliki capsul intensitas rendah
d. Elevasir CBV pada glioma stadium berat, abses berkurang
2. Infark sub akut / hemoragik / contusion
3. Demyelination
4. Radionekrosis
Jika lesi menampakkan peningkatan cincin dan difusi sentral yang
terbatas, abses otak merupakan diagnosis yang paling mungkin, namun harus
tetap

disertakan

diagnosis

banding

berupa

metastasis

serebral-

adenokarsinoma nekrotik.
H. Tatalaksana24
Abses otak merupakan suatu kedaruratan medis. Tekanan intrakranial
dapat menjadi cukup tinggi untuk dapat mengancam nyawa. Perawatan di

12

rumah sakit diperlukan sampai kondisi pasien stabil. Alat bantu nafas
diperlukan dalam beberapa kasus.
Terapi definitif untuk abses melibatkan :
1. Penatalaksanaan terhadap efek massa (abses dan edema) yang dapat
mengancam jiwa
2. Terapi antibiotik dan test sensitifitas dari kultur material abses
3. Terapi bedah saraf (aspirasi atau eksisi)
4. Pengobatan terhadap infeksi primer
5. Pencegahan kejang
6. Neurorehabilitasi

Terapi medikamentosa, tanpa pembedahan, direkomendasikan pada kasus :


1. Abses kecil (kurang dari 2 cm)
2. Abses yang letaknya dibagian dalam otak
3. Abses dengan meningitis
4. Abses yang jumlahnya lebih dari satu (jarang terjadi)
5. Terpasang shunts di otak untuk hidrosefalus ( pada beberapa kasus shunts
perlu dilepas untuk sementara atau diganti)
6. Infeksi toksoplasmosis pada orang dengan HIV
Terapi antimikroba awal empirik harus didasarkan pada agen etiologi
yang sesuai dengan sumber infeksi primer, dan patogenesis yang diduga dari
pembentukan abses. Terapi empiris awal dapat disesuaikan secara khusus
sesuai dengan bakteri yang diisolasi.
Beberapa jenis antibiotik diperlukan untuk memastikan pengobatan
dapat berhasil. Pengobatan antimikroba untuk abses otak umumnya panjang
(6-8 minggu) karena waktu yang lama yang dibutuhkan untuk jaringan otak

13

untuk memperbaiki ruang abses. Terapi antijamur dapat diberikan jika


terdapat kemungkinan adanya infeksi yang disebabkan oleh jamur.
Tabel 1 Prinsip Pemilihan Antibiotik pada Abses Otak
Etiologi
Antibiotik
Infeksi bakteri gram negatif, bakteri anaerob, Meropenem
stafilokokkus dan stretokokkus
Penyakit jantung sianotik
Post VP-Shunt
Otitis media, sinusitis, atau mastoiditis
Infeksi meningitis citrobacter

Penissilin dan metronidazole


Vancomycin dan ceptazidine
Vancomycin
Sefalosporin generasi ketiga,

yang

secara umum dikombinasi dengan


terapi aminoglikosida

Tabel 2 Dosis dan Cara Pemberian Antibiotik pada Abses Otak


Drug Dose

Frekwensi dan rute

Cefotaxime

2-3 kali per hari,

(Claforan) 50-100
mg/KgBBt/Hari

IV

Ceftriaxone (Rocephin)

2-3 kali per hari,

50-100 mg/KgBBt/Hari

IV

Metronidazole (Flagyl)

3 kali per hari,

35-50 mg/KgBB/Hari

IV

Nafcillin (Unipen, Nafcil)

setiap 4 jam,

2 grams

IV

Vancomycin

setiap 12 jam,

14

15 mg/KgBB/Hari

IV

Kebanyakan studi klinis menunjukkan bahwa penggunaan steroid dapat


mempengaruhi

penetrasi

antibiotik

tertentu

dan dapat

menghalangi

pembentukan kapsul abses. Tetapi penggunaannya dapat dipertimbangkan


pada kasus-kasus dimana terdapat risiko potensial dalam peningkatan tekanan
intrakranial. Dosis yang dipakai 10 mg dexamethasone setiap 6 jam
intravenous, dan ditapering dalam 3-7 hari.
Pada penderita ini, kortikosteroid diberikan dengan pertimbangan
adanya tekanan intrakranial yang meningkat, papil edema dan gambaran
edema yang luas serta midline shift pada CT scan. Kortikosteroid diberikan
dalam 2 minggu setelah itu di tap-off, dan terlihat bahwa berangsur-angsur
sakit kepala berkurang dan pada pemeriksaan nervus optikus hari XV tidak
didapatkan papil edema. Penatalaksanaan secara bedah pada abses otak
dipertimbangkan dengan menggunakan CT-Scan, yang diperiksa secara dini,
untuk mengetahui tingkatan peradangan, seperti cerebritis atau dengan abses
yang multipel.
Terapi optimal dalam mengatasi abses serebri adalah kombinasi antara
antimikrobial dan tindakan bedah. Pada studi terakhir, terapi eksisi dan
drainase abses melalui kraniotomi merupakan prosedur pilihan. Tetapi pada
center-center tertentu lebih dipilih penggunaan stereotaktik aspirasi atau MRguided aspiration and biopsy. Tindakan aspirasi biasa dilakukan pada abses
multipel, abses batang otak dan pada lesi yang lebih luas digunakan eksisi.
Pembedahan diperlukan jika :
1.
2.
3.
4.

Peningkatan tekanan intracranial berlanjut atau bertambah parah


Abses otak tidak mengecil setelah terapi medikamentosa
Abses otak mengandung gas (dihasilkan oleh beberapa jenis bakteri)
Abses otak ruptur
Pembedahan dilakukan dengan membuka tulang tengkorak sampai

otak terlihat, dan dilakukan drainase pada abses. Pemeriksaan laboratorium


seringkali dilakukan untuk mengevaluasi cairan abses. Hal tersebut berguna

15

untuk mengidentifikasi penyebab infeksi, sehingga dapat diberikan terapi


antibiotik atau antijamur secara tepat.
Aspirasi menggunakan jarum dengan panduan CT atau MRI mungkin
diperlukan untuk abses yang letaknya dalam. Selama prosedur ini, perlu
diberikan obat dengan injeksi langsung ke massa tesebut. Diuretk dan steroid
dapat diberikan untuk mengurangi pembengkakan pada otak.
I. Komplikasi
Abses

otak

menyebabkan

kecacatan

bahkan

kematian.

Adapun

komplikasinya adalah:
1. Robeknya kapsul abses ke dalam ventrikel atau ruang subarachnoid
2. Penyumbatan cairan serebrospinal yang menyebabkan hidrosefalus
3. Edema otak
4. Herniasi oleh massa Abses otak
J. Prognosis3,4
Angka kematian yang dihubungkan dengan abses otak secara
signifikan berkurang, dengan perkiraan 5-10% didahului CT-Scan atau MRI
dan antibiotik yang tepat, serta manajemen pembedahan merupakan faktor
yang berhubungan dengan tingginya angka kematian, dan waktu yang
mempengaruhi lesi, abses mutipel, kesadaran koma dan minimnya fasilitas
CT-Scan. Angka harapan yang terjadi paling tidak 50% dari penderita,
termasuk hemiparesis, kejang, hidrosefalus, dan abnormalitas nervus
kranialis.
Prognosis dari abses otak ini tergantung dari:
1. Cepatnya diagnosis ditegakkan
2. Derajat perubahan patologis
3. Soliter atau multipel
4. Penanganan yang adekuat.
Dengan alat-alat canggih dewasa ini abses otak pada stadium dini
dapat lebih cepat didiagnosis sehingga prognosis lebih baik. Prognosis abses

16

otak soliter lebih baik dan mu1tipel. Defisit fokal dapat membaik, tetapi
keajng dapat menetap pada 50% penderita.

DAFTAR PUSTAKA
1. Robert H. A. Haslam. Brain Abscess. In Nelson Textbook of Pediatrics 17th ed.
USA: WB Saunders. 2004. p: 2047-2048.
2. Robert H. A. Haslam. Neurologic Evaluation. In Nelson Textbook of Pediatrics
17th ed. USA: WB Saunders. 2004. p:1973-1982.
3. Dorlan, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. Jakarta : EGC
4. Adams RD, Victor Maurice. Brain Abscess. In Principles of Neurology. 5th ed.
USA:McGraw-Hill Inc, 1993:612-616.
5. Margaret B. Rennels, Celeste L. Woodward, Walker L. Robinson, Maria T.
Gumbinas.1983. Medical Cure of Apparent Brain Abscesses. Pediatrics
1983;72;220-224.
6. Edwin G. Fischer, James E. McLennan, Yamato Suzuki. 1981. Cerebral
Abscess in Children. Am J Dis Child. 1981;135(8):746-749.

17

7. Goodkin HP, Harper MB, Pomeroy SL. 2004. Prevalence, Symptoms, and
Prognosis of Intracerebral Abscess. American Academy of Pediatrics.
Available

at

http://aapgrandrounds.aappublications.org

accessed

at

28

Available

at

November 2015.
8.

Bailey

R.

2011.

Anatomy

of

the

Brain.

http://biology.about.com/od/humananatomybiology/a/anatomybrain.htm
accessed 28 November 2015.
9. Mardjono, M. Sidharta, P. 2006. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Penerbit Dian
Rakyat.
10. Britt, Richard H. 1985. Brain Abscess, J. Neurosurg. ; vol.3.
11. Ingham HR, Selkon JB & Roxby CM : Bacteriological study of otogenic
cerebral abscess; Chemotherapeutic role of metronidazole, British Med J,
1977
12. Xiang Y.Han et al :Fusobacterial brain abscess A review of five cases and
analysis of possible pathogenesis; Journal of Neurosurg, Oct.2003; vol.99.
13. Prasad KN, Mishra AM, Gupta D, et al. (2006). Analysis of microbial etiology
and mortality in patients with brain abscess. J Infect, 53(4):221-7.
14. Nathoo N, Narotam PK, Nadvi S, van Dellen JR (2012). Taming an old
enemy: a profile of intracranial suppuration. World Neurosurg, 77(3-4):484-90.
15. Menon S, Bharadwaj R, Chowdhary A, Kaundinya DV, Palande DA (2008).
Current epidemiology of intracranial abscesses: a prospective 5 years study. J
Med Microbiol, 57(10):1259-68.
16. Carpenter J, Stapleton S, Holliman R (2007). Retrospective analysis of 49
cases of brain abscess and review of the literature. Eur J Clin Microbiol Infect
Dis, 26(1):1-11.

18

17. Sharma R, Mohandas K, Cooke RP (2009). Intracranial abscesses: changes in


epidemiology and management over five decades in Merseyside. Infection,
37(1):39-43.
18. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Sistem Saraf. In: Hartanto H, editor. Buku
Ajar Patologi. 7 ed. Jakarta: EGC; 2007. p. 922-923.
19. Ginsberg L. Infeksi Neurologis. In: Safitri A, Astikawati R, editors. Lecture
Notes Neurologi. 8 ed. Jakarta: Erlangga; 2008. p. 124-125.
20. Hakim AA. Abses Otak. Majalah Kedokteran Nusantara. 2005;38:324-327.

21. Nadalo LA, et al. 2015. Brain Abscess Imaging. Available at :


http://emedicine.medscape.com/article/336829-overview

accessed

28

November 2015.
22. Mueller C, Castillo M, Mang TG, Cartes F, Weber M. Fungal versus bacterial
brain abscess : is diffusion-weihted MR imaging a useful tool in the differential
diagnosis? Diagnostic Neuroradilogy 2007:651-657.
23. Gaillard F. Cerebral Abscess. Available at : URL: http://creativecommons.org.
Accessed 30 november, 2011.
24.

Brook

I,

et

al.

2015.

Brain

Abscess.

http://reference.medscape.com/article/212946-overview

Available
accessed

at

:
28

November 2015.

19

20

You might also like