You are on page 1of 12

HUBUNGAN PERIODONTITIS DENGAN DIABETES

MELITUS SERTA PERAWATANNYA


PENDAHULUAN
Periodontitis merupakan peradangan atau infeksi pada jaringan
penyangga gigi, yakni gusi, tulang yang membentuk kantong
tempat gigi berada, dan ligament periodontal.1 Sedangkan diabetes
melitus merupakan penyakit gangguan metabolisme tubuh dimana
hormon insulin tidak bekerja sebagaimana mestinya. Diabetes
Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit sistemik yang dapat
berperan sebagai faktor risiko bagi terjadinya periodontitis dan
memperburuk kesehatan periodonsium. 2
Siaran pers baru-baru ini dari American Academy of
Periodontology menyatakan bahwa penderita diabetes lebih
cenderung memiliki penyakit periodontal dibandingkan orang
tanpa diabetes.3 Akhir-akhir ini para pakar telah mencoba
mengungkapkan hubungan timbal balik antara periodontitis dengan
DM, yang dititikberatkan pada pengaruh keberadaan DM terhadap
kontrol gula darah pasien diabetik.2
Dalam pembahasan berikut akan dikemukakan mengenai pengaruh
DM terhadap kesehatan periodontal, pengaruh penyakit
periodontal terhadap DM, dan perawatan periodontal pada
penderita DM.

DEFINISI PERIODONTITIS
Periodontitis dapat terjadi apabila perlekatan antara jaringan
periodontal dengan gigi mengalami kerusakan. Selain itu tulang
alveolar (tulang yang menyangga gigi) juga mengalami kerusakan.
Peridontitis dapat berkembang dari gingivitis (peradangan atau
infeksi pada gusi) yang tidak dirawat. Infeksi akan meluas dari
gusi ke arah tulang di bawah gigi sehingga menyebabkan
kerusakan yang lebih luas pada jaringan periodontal. Bila ini
tejadi, gusi dapat mengalami penurunan, sehingga permukaan akan
terlihat dan sensitivitas gigi terhadap panas dan dingin meningkat.
Gigi dapat mengalami kegoyangan karena adanya kerusakan
tulang.1
Periodontitis umumnya disebabkan oleh plak. Plak adalah lapisan
tipis biofilm yang mengandung bakteri, produk bakteri, dan sisa
makanan. Lapisan ini melekat pada permukaan gigi dan berwarna
putih atau putih kekuningan. Plak yang menyebabkan gingivitis
dan periodontitis adalah plak yang berada tepat di atas garis gusi.
Bakteri dan produknya dapat menyebar ke bawah gusi sehingga
terjadi proses peradangan dan terjadilah periodontitis.1

DEFINISI DIABETES MELITUS


Diabetes melitus merupakan penyakit yang sangat penting dari
sudut pandang periodonsia.4 Hal ini ditandai oleh kurangnya
fungsi sel-sel beta dari pulau Langerhans di pankreas yang
menyebabkan kadar glukosa darah tinggi dan eksresi gula dalam
urin.4,5
Ada dua tipe DM primer, yaitu tipe 1 dan 2.4 Pada penderita
diabetes tipe 1, kelenjar pankreas tidak mampu memproduksi
insulin, sehingga jumlah insulin beredar dalam tubuh tidak
mencukupi kebutuhan. Lain halnya pada diabetes tipe 2, hormon
insulin tetap diproduksi namun tidak dapat berfungsi dengan baik.
Sebahagian besar penderita diabetes di Indonesia mengidap
diabetes tipe 2. Diabetes tipe ini secara umum biasa dikaitkan
dengan usia lanjut. Diabetes tipe 2 ini juga disebabkan karena
obesitas (kegemukan) dan gaya hidup yang tidak sehat (pola
makan tinggi lemak dan jarang berolah raga).6 Disamping kedua
tipe diatas, ada tipe lain yang dinamakan diabetes sekunder, yang
berkaitan dengan penyakit lain yang melibatkan pankreas dan
merusak sel-sel pembuat insulin.4

PENGARUH DIABETES MELITUS TERHADAP


KESEHATAN PERIODONTAL
Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit yang berpengaruh
terhadap kesehatan jaringan periodontal. Ada beberapa hal yang
terjadi pada pasien diabetes sehingga penyakit ini cenderung untuk
memperparah kesehatan jaringan periodontal.
Bacterial Pathogens
Kandungan glukosa yang terdapat di dalam cairan gusi dan darah
pada pasien diabetes dapat mengubah lingkungan dari mikroflora,
meliputi perubahan kualitatif bakteri yang berpengaruh terhadap
keparahan dari penyakit periodontal.
Polymorphonuclear Leukocyte Function
Penderita diabetes rentan terhadap terjadinya infeksi. Hal ini
dihipotesiskan sebagai akibat dari polymorphonuclear leukocyte
deficiencies yang menyebabkan gangguan chemotaxis, adherence,
dan defek phagocytosis.
Pada pasien dengan diabetes yang tidak terkontrol terjadi pula
gangguan pada fungsi PMN (Polymorphonuclear Leukocytes) dan
monocytes / macrophage yang berperan sebagai pertahanan
terhadap bakteri patogen.
Altered Collagen Metabolis
Pada pasien dengan diabetes yang tidak terkontrol yang mengalami
hiperglikemi kronis terjadi pula perubahan metabolisme kolagen,
dimana terjadi peningkatan aktivitas collagenese dan penurunan
collagen synthesis.
Kolagen yang terdapat di dalam jaringan cenderung lebih mudah
mengalami kerusakan akibat infeksi periodontal. Hal ini
mempengaruhi integritas jaringan tersebut.7
Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa DM yang disertai oleh
beberapa perubahan pada periodonsium berpotensi dan berperan
dalam terjadinya periodontitis kronis.
Hiperglikemia yang terjadi pada diabetes bertanggung jawab bagi
terjadinya komplikasi yang menyertai penyakit tersebut. Keadaan
hiperglikemia menyebakan terbentuknya advanced glycation and
products (AGE) non enzimatik pada makromolekul jaringan. AGE
merupakan senyawa yang berasal dari glukosa, secara kimiawi
irreversible dan terbentuk secara perlahan-lahan tetapi terusmenerus sejalan dengan peningkatan kadar glukosa darah.
Penumpukan AGE bisa terjadi di dalam plasma dan jaringan
gingival penderita diabetes.
Sel-sel pada endotelial, otot polos, neuron dan monosit mempunyai
sisi pengikat (binding site) AGE pada permukaannya, yang diberi
nama reseptor AGE (RAGE). Terikatnya AGE ke sel-sel endotelial
menyebabkan terjadinya lesi vaskular, trombosis dan vasokonsriksi
pada diabetes. AGE yang terikat ke monosit akan meningkatkan
kemotaksis dan aktivasi monosit yang disertai peningkatan jumlah
sitokin proinflamatori yang dilepas, seperti TNF-, IL-1, dan IL-6.
Ikatan AGE dengan RAGE pada fibroblas menyebabkan
terganggunya remodeling jaringan ikat, sedangkan ikatan AGE
dengan kolagen menyebabkan penurunan solubilitas dan laju
pembaharuan kolagen. Buruknya kontrol gula darah dan
meningkatnya pembentukan AGE menginduksi stress oksidan pada
gingival sehingga memperkuat kerusakan jaringan periodontal.2 Di
samping itu, dengan adanya peningkatan kadar sel radang dalam
cairan saku gusi, menyebabkan jaringan periodontal lebih mudah
terinfeksi dan menyebabkan kerusakan tulang.6
Selain merusak sel darah putih, komplikasi lain dari diabetes
adalah menebalnya pembuluh darah sehingga memperlambat aliran
nutrisi dan produk sisa dari tubuh. Lambatnya aliran darah ini
menurunkan kemampuan tubuh untuk memerangi infeksi,
sedangkan periodontitis adalah penyakit yang disebabkan oleh
infeksi bakteri. Jadi, infeksi bakteri pada penderita diabetes lebih
berat.6
Perubahan-perubahan yang dikemukakan di atas secara klinis
mempengaruhi kondisi periodonsium penderita diabetes. Diabetes

yang tidak terkontrol atau kurang baik kontrolnya disertai oleh


peningkatan kerentanan terhadap infeksi, termasuk periodontitis
kronis. Periodontitis kronis lebih sering terjadi dan lebih parah
pada individu diabetik yang disertai komplikasi sistemik yang
lebih parah.
Taylor et.al melaporkan bahwa kehilangan perlekatan adalah lebih
sering dan lebih banyak pada pasien diabetes melitus tipe 1 dan 2
yang kontrol diabetesnya sedang sampai buruk. Kehilangan
perlekatan dan kehilangan tulang signifikan lebih tinggi pada
pasien DM tipe1 yang kontrol diabetesnya buruk dibandingkan
pasien yang diabetesnya terkontrol baik. Demikian juga pada
pasien diabetes melitus tipe 2, kedalaman saku dan kehilangan
perlekatan adalah signifikan lebih parah pada kelompok yang
diabetesnya tidak terkontrol baik.
Beberapa penelitian telah secara khusus mengamati hubungan
antara periodontitis kronis dengan diabetes melitus tipe 1 dan 2.
Dilaporkan bahwa penderita diabetes melitus tipe 1 meningkat
risikonya menderita periodontitis kronis sejalan dengan
pertambahan usia dan keparahan periodontitis kronis meningkat
sejalan dengan meningkatnya durasi diabetes. Pada pasien diabetik
dewasa dengan diabates yang tidak terkontrol baik, terjadi
kehilangan perlekatan dan kehilangan tulang yang lebih banyak
dibandingkan pasien dengan diabetes yang terkontrol baik,
meskipun mereka dalam memelihara mulutnya adalah setara.
Dilaporkan pula bahwa penderita DM tipe 2 adalah berisiko 4,2
kali mengalami kehilangan tulang yang progresif dibandingkan
dengan individu non-diabetik.
PENGARUH PENYAKIT PERIODONTAL TERHADAP
DIABETES MELITUS
Sintesa dan sekresi sitokin akibat infeksi yang berasal dari
periodontitis dapat memperhebat sintesa dan sekresi sitokin yang
berasal dari interaksi AGE dengan RAGE, dan sebaliknya. Hal ini
menunjukkan bahwa hubungan periodontitis dengan DM
berlangsung dalam dua arah.2,3 Dengan demikian penyakit
periodontal yang berupa inflamasi kronis dapat memperparah
status penderita diabetes melitus ke arah komplikasi yang lebih
berat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komplikasi diabates
pada diabetes melitus tipe 1 maupun tipe 2 lebih parah pada pasien
diabetik dengan penyakit periodontal yang parah dibandingkan
dengan pasien diabetik yang hanya menderita penyakit periodontal
ringan sampai sedang.3
Periodontitis kronis yang parah pada penderita DM diduga menjadi
penyebab bagi peningkatan konsentrasi hemoglobin terglikosilasi.
Infeksi yang berasal dari periodontitis selain meningkatkan
produksi sitokin, diduga dapat pula meningkatkan resistensi insulin
yang pada akhirnya memperburuk kontrol glikemik penderita
diabetes yang juga menderita periodontitis di mulutnya. Hal ini
dapat dilihat pada dua kutipan laporan penelitian di bawah ini.
Hasil penelitian prospektif terhadap penderita periodontitis kronis
pada pasien DM tipe 2 di kalangan suku India Pima menunjukkan,
bahwa pasien dengan periodontitis kronis yang parah pada
pemeriksaan awal adalah sekitar enam kali lebih tinggi
kemungkinannya mengalami kontrol glikemik yang buruk (HbA1c
9 %) dibandingkan pasien dengan periodontitis kronis yang lebih
ringan.
Penelitian lain berupa penelitian restrospektif terhadap pasien DM
tipe 2 menunjukkan bahwa level HbA1c signifikan meningkat pada
pasien dengan periodontitis yang parah.2
PERAWATAN PERIODONTAL PADA PENDERITA DIABETES
MELITUS
Beberapa kelompok peneliti telah mengamati pengaruh perawatan
periodontal terhadap kontrol glikemik pasien diabetes. Stewart et
al. melaporkan bahwa terjadinya penurunan level HbA1c secara
signifikan pada kelompok penderita DM tipe 2 yang mendapat
perawatan mekanis dibandingkan dengan kelompok kontrol yang
tidak mendapat perawatan periodontal.
Kelompok peneliti lainnya mengamati pula pengaruh perawatan
periodontal yang dibarengi dengan pemberian

antimikroba/antibiotik. Miller et al. mengamati 10 orang pasien


DM tipe 1 yang diberikan perawatan skeling, penyerutan akar dan
doksisiklin 100 secara sistemik, dan ternyata disertai penurunan
level HbA1c dan albumin terglikasi pada pasien yang mengalami
perbaikan inflamasi gingiva.
Iwamoto et al. melaporkan bahwa dengan terapi periodontal
mekanis yang dikombinasikan dengan aplikasi subgingival jel
minosiklin 10 mg (Periocline) terjadi penurunan level HbA1c
yang signifikan sebanyak 0,8% pada 13 orang pasien DM tipe 2.2
Pemberian antibiotik berupa doksisiklin atau minosiklin, keduanya
merupakan derivat tetarasiklin, ternyata mempengaruhi hasil
perawatan. Hal ini disebabkan tetrasiklin dan kedua derivatnya
mempunyai potensi menghambat proses kolagenolisis dan
meningkatkan sintesis dan sekresi protein. Disamping itu, melalui
mekanisme non-antikolagenase doksisiklin terbukti dapat
menurunkan level glikasi protein. Dengan demikian pemberian
doksisiklin sebagai penunjang perawatan medis pada pasien
diabetik yag menderita penyakit periodontal bisa memberikan dua
keuntungan. Pertama, sebagai antibioktik berspektrum luas yang
efektif terhadap kebanyakan patogen periodontal. Kedua, sebagai
modulator bagi respons pejamu pasien diabetik terhadap infeksi
periodontal, doksisiklin menghambat glikasi non-ensimatik protein
ekstraseluler dan kemungkinan besar menghambat pula glikasi
hemoglobin.2
Pada penderita DM, perawatan hanya dapat dilakukan apabila
diabetesnya terkontrol. Apabila akan dilakukan prosedur bedah
yang agak besar, sebaiknya diberikan antibiotik mulai sehari
sebelumnya sebagai perlindungan.7 Bila diabetes tidak terkontrol,
pasien harus segera dirujuk ke dokter umum yang akan melakukan
pemeriksaan kadar gula urin dan kadar gula darah.8
Sebuah kerja sama yang erat antara dokter spesialis yang
menangani masalah diabetes dan periondotologist sangat penting
untuk mengelola masalah-masalah periodontal pasien dan
mengurangi inflamasi dampak lingkungan yang merugikan pada
pengendalian diabetes dan kesehatan jantung. Apabila kedua ini
dikombinasikan, kedua disiplin memiliki kesuksesan yang lebih
besar dalam diagnosis dan pengendalian diabetes dan
periodontitis.9
PEMBAHASAN
Periodontitis dan DM memiliki hubungan timbal balik. DM dapat
menimbulkan serangkaian perubahan pada periodonsium yang
pada akhirnya bisa mempengaruhi kondisi periodontal penderita
diabetes. Di samping itu, infeksi yang terkait dengan penyakit
periodontal mempengaruhi pula status diabetes pasien, khususnya
level hemoglobin terglikasi.
Perawatan periodontal yang dibarengi pemberian minosiklin atau
doksisiklin lebih berpotensi menurunkan level hemoglobin
terglikasi dibandingkan dengan perawatan mekanis saja.
Dengan adanya hubungan timbal balik antara periodontitis dengan
DM, seorang dokter gigi dituntut untuk lebih profesional dalam
penanganan pasien diabetes. Kerentanan terhadap kerusakan
periodontal harus dijelaskan kepada pasien dan harus dilakukan
scaling yang teratur dan perawatan kebersihan mulut yang rutin.
Disarankan dilakukannya pemeriksaan gigi dan mulut setiap tahun
bagi pasien DM karena memungkinkan dilakukannya diagnosis
penyakit mulut yang lebih awal. Para praktisi di bidang kedokteran
gigi ikut bertanggung jawab menginformasikan pasien DM
mengenai komplikasi penyakit ini di rongga mulut dan
menganjurkan perawatan kesehatan mulut yang baik.
Daftar Pustaka
1.Ikatan Dokter Indonesia. Periodontitis. 16 Juli 2008.
http://www.klikdokter.com/illnes/detail/114 (3 Oktober 2009).
2.Daliemunthe SH. Hubungan timbal balik antara periodontitis
dengan diabates melitus. Dentika J Dent 2003; 8(2): 120-5.
3.Willlman DE, Gehrig, Nield JS. Foundations of periodontics.
Philadelpia: Wolters Kluwer Company, 1990: 103-6.
4.Daliemunthe SH. Etiologi penyakit gingiva dan periodontal.
Dalam: Daliemunthe SH. eds Revisi Periodonsia. Medan: Bagian
Periodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara,
2008: 138-9.

5.Carranza FA. Glickmans clinical periodontology. 6th ed.


Philadelpia: W. B. Saunders Company, 1984: 461-2.
6.Gigi Sehat Badan Sehat. Diabates melitus dan jaringan
periodontal. 24 Juni 2009.
http:/gigisehatbadansehat.blogspot.com/2009/07/diabetesjaringan.html (3 Oktober 2009).
7.Daliemunthe SH. Hubungan periodonsia dengan bidang lain.
Dalam: Daliemunthe SH. eds. Terapi Periodontal. Medan: Bagian
Periodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara,
2006: 288-9.
8.Manson JD, Eley BM. Outline of periodontics. Alih Bahasa.
Anastasia S. Jakarta: Hipokrates, 1993: 71.
9.Schulze A, Busse M. Periodontal disease in diabetics :
Relationship, Prevention, and Treatment. Clinical Sports Medicine
International (CSMI) 2008; 1(2): 1-4.
Diposkan oleh docter's zone di 01.08
A. DEFINISI
Periodontitis adalah seperangkat peradangan penyakit yang
mempengaruhi periodontium yaitu, jaringan yang mengelilingi
dan mendukung gigi . Periodontitis melibatkan hilangnya progresif
dari tulang alveolar di sekitar gigi, dan jika tidak diobati, dapat
menyebabkan melonggarnya dan kemudian kehilangan gigi .
Merupakan suatu penyakit jaringan penyangga gigi yaitu yang
melibatkan gingiva, ligamen periodontal, sementum, dan tulang
alveolar karena suatu proses inflamasi. Inflamasi berasal dari
gingiva (gingivitis) yang tidak dirawat, dan bila proses berlanjut
maka akan menginvasi struktur di bawahnya sehingga akan
terbentuk poket yang menyebabkan peradangan berlanjut dan
merusak tulang serta jaringan penyangga gigi, akibatnya gigi
menjadi goyang dan akhirnya harus dicabut. Karekteristik
periodontitis dapat dilihat dengan adanya inflamasi gingiva,
pembentukan poket periodontal, kerusakan ligamen periodontal
dan tulang alveolar sampai hilangnya sebagian atau seluruh gigi.
Periodontitis adalah penyakit atau peradangan pada periodontium
(jaringan penyangga gigi / periodontal), merupakan keradangan
berlanjut akibat gingivitis yang tidak dirawat.
Periodontitis adalah peradangan pada jaringan yang menyelimuti
gigi dan akar gigi. Secara umum periodontitis terbagi atas 2 jenis
yaitu:
1. Marginal periodontitis
2. Apikal periodontitis
Periodontitis marginali berkembang dari gingivitis (peradangan
atau infeksi pada gusi) yang tidak dirawat. Infeksi akan meluas
dari gusi ke arah bawah gigi sehingga menyebabkan kerusakan
yang lebih luas pada jaringan periodontal.
Sedangkan periodontitis apikalis adalah peradangan yang terjadi
pada jaringan sekitar apeks gigi yang biasanya merupakan lanjutan
dari infeksi atau peradangan pada pulpa.
B. KLASIFIKASI :

Periodontitis kronis

Periodontitis agresif

Periodontitis kronis adalah umum penyakit dari rongga mulut yang


terdiri dari kronis peradangan dari jaringan periodontal yang
disebabkan oleh akumulasi sebesar-besarnya jumlah plak gigi .
Pada tahap awal, periodontitis kronis memiliki beberapa gejala dan
banyak orang penyakit itu telah berkembang secara signifikan
sebelum mereka mencari pengobatan. Gejala dapat mencakup hal
berikut:
Kemerahan atau pendarahan dari gusi saat menyikat gigi ,
menggunakan benang gigi atau menggigit makanan keras (apel
misalnya) (meskipun hal ini dapat terjadi bahkan di gingivitis , di
mana tidak ada kerugian lampiran)
Gum pembengkakan yang berulang
Halitosis atau bau mulut, dan rasa logam terus-menerus dalam
mulut
Resesi gingiva , sehingga gigi tampak memanjang. (Ini juga dapat
disebabkan oleh berat atau menyikat tangan dengan sikat gigi
kaku.)
Deep saku antara gigi dan gusi ( saku adalah situs di mana
lampiran telah secara bertahap dihancurkan oleh kolagenmenghancurkan enzim, yang dikenal sebagai collagenases )
Loose gigi, pada tahap selanjutnya (meskipun hal ini mungkin
terjadi karena lain alasan juga)
Gingiva peradangan dan kerusakan tulang sering menyakitkan.
Kadang-kadang pasien menganggap bahwa pendarahan tanpa rasa
sakit setelah membersihkan gigi tidak signifikan, meskipun ini
mungkin merupakan gejala dari kemajuan periodontitis kronis
pada pasien itu.
kalkulus Subgingival adalah menemukan sering.
Ada lambat untuk menilai moderat perkembangan penyakit tetapi
pasien mungkin mengalami periode perkembangan yang cepat
(ledakan kehancuran). Periodontitis kronis dapat dikaitkan
dengan faktor-faktor predisposisi lokal (misalnya gigi-terkait atau
iatrogenik faktor). Penyakit ini dapat dimodifikasi oleh dan terkait
dengan penyakit sistemik (misalnya diabetes mellitus , HIV
infeksi) ini juga dapat dimodifikasi oleh faktor-faktor lain dari
penyakit sistemik seperti merokok dan emosional stres .
Mayor faktor risiko: bebas, kurangnya kesehatan mulut dengan
plakat memadai biofilm kontrol.
Periodontitis kronis diinisiasi oleh Gram-negatif -terkait mikroba
gigi biofilm yang menimbulkan suatu host respon, yang
menghasilkan tulang dan kerusakan jaringan lunak. In response to
endotoxin derived from periodontal pathogens , several osteoclast
-related mediators target the destruction of alveolar bone and
supporting connective tissue such as the periodontal ligament .
Menanggapi endotoksin yang berasal dari patogen periodontal ,
beberapa osteoclast terkait mediator-target penghancuran tulang
alveolar dan mendukung jaringan ikat seperti ligamentum
periodontal . Major drivers of this aggressive tissue destruction are
matrix metalloproteinases (MMPs), cathepsins , and other
osteoclast-derived enzymes . Mayor driver ini kerusakan jaringan
yang agresif adalah matriks metalloproteinases (MMPs),
cathepsins , dan lainnya berasal osteoclast- enzim .
Mikroaerofil bakteri Actinomyces actinomycetemcomitans , rektus
Campylobacter , dan corrodens Eikenella juga mungkin
memainkan peran dalam periodontitis kronis.
Periodontitis agresif
1.Localized aggressive periodontitis (LAP) Localized agresif
periodontitis (PAP)
2.Generalized aggressive periodontitis (GAP) Umum agresif
periodontitis (GAP)
Periodontitis agresif jauh kurang umum daripada periodontitis
kronis dan umumnya mempengaruhi pasien yang lebih muda
daripada bentuk kronis.
Bentuk-bentuk lokal dan umum tidak hanya berbeda dalam hal
luas, mereka berbeda dalam etiologi dan patogenesis.
Karakteristik Berbeda dengan periodontitis kronis , fitur utama
yang sama untuk kedua PAP dan GAP adalah sebagai berikut:

kecuali adanya penyakit periodontal , pasien dinyatakan


sehat

cepat hilangnya lampiran dan tulang kehancuran

keluarga agregasi

Selain itu, periodontitis agresif sering muncul dengan fitur


sekunder berikut:
Jumlah deposito mikroba tidak konsisten dengan tingkat keparahan
dari jaringan periodontal kehancuran
proporsi tinggi actinomycetemcomitans Aggregatibacter , dan
dalam beberapa kasus, dari Porphyromonas gingivalis serta
fagosit kelainan
hyperresponsive makrofag fenotipe , termasuk peningkatan kadar
prostaglandin E 2 (PGE 2) dan interleukin 1
perkembangan patogenesis mungkin membatasi diri
Localized vs bentuk umum periodontitis agresif
Konsensus 1999 Laporan diterbitkan oleh American Academy of
Periodonti diizinkan pembagian penyakit periodontal agresif ke
dalam bentuk-bentuk lokal dan umum berdasarkan fitur cukup
spesifik secara individu, sebagai berikut: [4]
1.

Localized aggressive periodontitis Localized


periodontitis agresif

2.

circumpubertal onset circumpubertal awal

3.

robust serum antibody response to infective agents : the


dominant serotype antibody is IgG2 kuat

4.

serum antibodi respon terhadap agen infektif : antibodi


serotipe yang dominan adalah IgG2

5.

localized first molar / incisor presentation lokal pertama


molar / gigi seri presentasi

Generalized aggressive periodontitis Umum periodontitis agresif

biasanya mempengaruhi pasien di bawah usia 30 tahun

antibodi respon terhadap agen infeksi

episodic diucapkan sifat pemusnah periodontal

presentasi umum yang berdampak pada sedikitnya 3


gigi permanen selain geraham pertama dan gigi seri

Keparahan kerusakan jaringan periodontal adalah


subclassified dengan cara yang sama seperti
periodontitis kronis .

Pengobatan biasanya melibatkan terapi mekanik (non-bedah atau


bedah debridemen) dalam hubungannya dengan antibiotik
.Beberapa studi menunjukkan bahwa jenis kasus merespon terbaik
untuk sebuah kombinasi debridement dan antibiotik. Terapi
regeneratif dengan prosedur penyambungan tulang sering dipilih
dalam kasus-kasus ini disebabkan oleh morfologi yang
menguntungkan dari tulang yang cacat akibat penyakit tersebut.
C. PENYEBAB

Periodontitis umumnya disebabkan oleh plak. Plak adalah lapisan


tipis biofilm yang mengandung bakteri, produk bakteri, dan sisa
makanan. Lapisan ini melekat pada permukaan gigi dan berwarna
putih atau putih kekuningan. Plak yang menyebabkan gingivitis
dan periodontitis adalah plak yang berada tepat di atas garis gusi.
Bakteri dan produknya dapat menyebar ke bawah gusi sehingga
terjadi proses peradangan dan terjadilah periodontitis.
Periodontitis disebabkan oleh mikroorganisme bahwa mematuhi
dan tumbuh pada permukaan gigi, bersama dengan terlalu agresif
kekebalan respon terhadap mikroorganisme tersebut.
Etiologi Periodontitis Secara Umum
Terutama disebabkan oleh mikroorganisme dan produkproduknya yaitu: plak supra dan sub gingiva.
Faktor sistemik juga dapat berpengaruh pada terjadinya
periodontitis, meskipun tidak didahului oleh proses imflamasi.
Tekanan oklusal yang berlebihan juga dapat memainkan
peranan penting pada progresivitas penyakit periodontitis dan
terjadinya kerusakan tulang (contohnya: pada pemakaian alat
ortodonsi dengan tekanan yang berlebihan).
Keadaan gigi yang tidak beraturan, ujung tambahan yang kasar dan
alat-alat yang kotor berada dimulut (alat ortodontik, gigi tiruan)
dapat mengiritasi gusi dan meningkatkan faktor resiko. Serta
kesalahan cara menyikat gigi juga yang dapat mempengaruhinya.
Faktor predisposing atau faktor etiologi sekunder dari periodontitis
dapat dihubungkan dengan
adanya akumulasi, retensi dan maturasi dari plak,
kalkulus yang terdapat pada gingiva tepi dan yang over kontur,
impaksi makanan yang menyebabkan terjadinya kedalaman
poket.
D. PATOGENESIS
Periodontitis dimulai dengan gingivitis dan bila kemungkinan
terjadi proses inflamasi, maka pada kebanyakan pasien tetapi tidak
semua pasien inflamasi secara bertahap akan memasuki jaringan
periodontal yang lebih dalam. Bersama dengan proses inflamasi
akan timbul potensi untuk menstimulasi resorpsi jaringan
periodontal dan pembentukan poket periodontal.
Dengan terbentuknya poket, penyakit inflamasi periodontal
menjadi dengan sendirinya mengekalkan faktor etiologi prinsipal,
yaitu plak, yang pada saat ini terbentuk di dalam lingkungan poket
yang lehih anaerob, yang mendorong pertumbuhan organisme
patologis periodontal dan lebih sulit diakses untuk dibuang sendiri
oleh pasien. Bila urutan kejadian ini bertahan dalam waktu yang
lama, infeksi kronis bisa menyebabkan kerusakan periodontium
yang parah dan hilangnya gigi-gigi. Penelitian terbaru menunjukan
bahwa kemungkinan ada periode aktif resorpsi tulang dikuti
dengan waktu tidak aktif dimana ada poket periodontal tetapi tidak
menyebabkan attachment loss lebih lanjut.

E. GEJALA
Tanda klinik dari periodontitis adalah:
1. Inflamasi gingiva dan pendarahan
2. Poket
3. Resesi gingiva
4. Mobilitas gigi
5. Nyeri
6. Halitosis dan rasa tidak enak
Penampakan luar sangat bervariasi tergantung dari lamanya waktu
terjadinya penyakit dan respons dari jaringan itu sendiri.
Warna gingiva bervariasi dari merah sampai merah kebiruan.
Konsistensinya dari odem sampai fibrotik.
Teksturnya tidak stippling,

konturnya pada gingiva tepi membulat dan pada interdental


gingiva mendatar.
Ukurannya rata-rata membesar, junctional epithelium berjarak
3-4 mm kearah apikal dari CEJ. Tendensi perdarahan banyak,
pada permukaan gigi biasanya terdapat kalkulus diikuti dengan
adanya eksudat purulen dan terdapat poket periodontal yang lebih
dari 2mm, terjadi mobilitas gigi.
F. PEMERIKSAAN
1. Inflamasi gingiva dan pendarahan
Adanya dan keparahan inflamasi gingiva tergantung pada statu
kebersihan mulut; bila buruk, inflamasi gingiva akan timbul dan
terjadi pendarahan waktu penyikatan atau bahkan pendarahan
spontan. Bila penyikatan gigi pasien cukup baik, plak cukup
terkontrol tetapi ada deposit subgingiva karena skaling yang
kurang adekuat, adnya penyakit periodontal mungkin tidak
ditemukan pada pemeriksaan superfisial.bila dilakukan
pemeriksaan riwayat dengan cermat pasien sering melaporkan
riwayat pendarahan dimasa lalu yang berhenti ketika ia makin rajin
membersihkan giginya.
2. Poket
Pengukuran kedalaman poket merupakan bagian penting dari
diagnosis periodontal tetapi harus tetap diinterpretasikan bersama
dengan inflamasi gingiva dan pembengkakan.
Teoritis, bila tidak ada pembengkakan gingiva, poket sedalam lebih
dari 2 mm menunjukkan adanya migrasi ke apikal dari epiteluim
krevikular, tetapi pembengkakan inflamasi sangat sering mengenai
individu muda usia sehingga poket sedalam 3-4mm dapat
seluruhnya merupakan poket gingiva atau poket palsu.
Pemeriksaan kedalaman poket
3. Resesi gingiva
Resesi gingiva dan terbukanya akar dapat meyertai periodontitis
kronis tetapi tidak selalu merupakan tanda dari penyakit. Bila ada
resesi, pengukuran kedalaman poket hanya merupakan cerminan
sebagian dari kerusakan periodontal seluruhnya.
4. Mobilitas gigi
Beberapa mobilitas gigi pada bidang labiolingual dapa terjadi pada
gigi yang sehat, berakar tunggal, khususnya pada gigi insisivus
bawah yang lebih kecil mobil daripada gigi berakar jamak.
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan menekan salah satu sisi gigi
yang bersangkutan dengan alat atau ujung jari dengan ujung jari
lainnya pada sisi gigi yang berseberangna dan gigi tetangganya
yang digunakan sebagai titik pedoman sehingga gerakan realtif
dapat diperiksa. Cara lain untuk memeriksa mobilitas (walaupun
tidak megukurnya) adalah dengan pasien mengoklusikan gigigeliginya.
5. Derajat mobilitas gigi dapat dikelompokkan
Grade 1. Hanya dirasakan
Grade 2. Mudah dirasakan, pergeseran labiolingual 1 mm
Grade 3. Pergeseran labiolingual lebih dri 1 mm, mobilitas dari
gigi ke atas dan kebawah pada arah aksial.
6. Nyeri
Nyeri atau sakit waktu gigi diperkusi menunjukkan adanya
inflamasi aktif dari jaringan penopang, yang paling akut bila ada
pembentukan abcess dimana gigi sangan sensitif terhadap
sentuhan. Sensitivitas terhadap dingin atau panas dan dingin
kadang ditemukan bila ada resesi gingiva dan terbukanya pulpa.

G. DIAGNOSIS
Diagnosis periodontitis ditegakkan berdasarkan anamnesa,
gambaran klinik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesa
didapatkan gejala berupa gusimudah berdarah, gigi goyang. Dari
pemeriksaan penunjang untuk memastikan bakteri penyebab dapat
dilakukan kultur, dan untuk pemeriksaan radiologis, gambaran
radiologik pada gigi yang mengalami kelainan periondontium
biasa memperlihatkan kehilangan tulang yang menyeluruh baik
vertikal maupun horizontal sepanjang permukaan pada ketinggian
yang berberda-beda atau tampak gambaran destruksi processus
alveolaris berbentuk V m(cup like resorption).
H. PENATALAKSANAAN
1. Skaling dan root planing
Skaling subginggiva adalah metode paling konservatif dari reduksi
poket dan bila poket dangkal, merupakan satu-satunya perawaan
yang perlu dilakukan. Meskipun demikian, bila kedalaman poket 4
mm atau lebih, diperlukan perawatan tambahan. Ayng pain gsering
adalah root planing dengan atau tanpa kuretase subginggiva.
Skeling adalah suatu tindakan pembersihan plak gigi,kalkulus dan
deposit-deposit lain dari permukaan gigi. Penghalusan akar
dilakukan untuk mencegah akumulasi kembali dari deposit-deposit
tersebut. Tertinggalnya kalkulus supragingival maupun kalkulus
subgingival serta ketidak sempurnaan penghalusan permukaan gigi
dan akar gigi mengakibatkan mudah terjadi rekurensi pengendapan
kalkulus pada permukaan gigi.
2. Antibiotik
Antibiotik biasanya diberikan untuk menghentikan infeksi pada
gusi dan jaringan di bawahnya. Perbaikan kebersihan mulut oleh
pasien sendiri juga sangat penting.
Obat pilihan adalah tetrasiklin, tetapi akhir-akhir ini obat yang
mengandung metronidazol dibuktikan sangat efektif terhadap
bakteri patogen periodontal. Pengalaman klinik menunjukkan
bahwa metronidazol dikombinasikan dengan amoksisilin sangat
efektif untuk perawatan periodontitis lanjut dan hasilnya
memuaskan.
3. Kumur-kumur antiseptik
Terutama yang sering digunakan pada saat sekarang adalah
chlorhexidin atau heksitidin yang telah terbukti efektif dalam
meredakan proses peradangan pada jaringan periodontal dan dapat
mematikan bakteri patogen periodontal serta dapat meghambat
terbentuknya plak.
4. Bedah periodontal
Pada kasus-kasus yang lebih parah, tentunya perawatan yang
diberikan akan jauh lebih kompleks. Bila dengan kuretase tidak
berhasil dan kedalaman poket tidak berkurang, maka perlu
dilakukan tindakan operasi kecil yang disebut gingivectomy.
Tindakan operasi ini dapat dilakukan di bawah bius lokal.
Pada beberapa kasus tertentu yang sudah tidak bisa diatasi dengan
perawatan di atas, dapat dilakukan operasi dengan teknik flap,
yaitu prosedur yang meliputi pembukaan jaringan gusi, kemudian
menghilangkan kotoran dan jaringan yang meradang di bawahnya.
5. Ektraksi gigi
Bila kegoyangan gigi parah atau didapatakan gangren pulpa, maka
dilakukan ektraksi gigi.
I. PENCEGAHAN PERIODONTITIS

Sikat gigi dua kali sehari, pada pagi hari setelah sarapan dan
malam hari sebelum tidur.
Lakukan flossing sekali dalam sehari untuk mengangkat plak dan
sisa makanan yang tersangkut di antara celah gigi-geligi.
Pemakaian obat kumur anti bakteri untuk mengurangi
pertumbuhan bakteri dalam mulut, misalnya obat kumur yang
mengandung chlorhexidine. Lakukan konsultasi terlebih dahulu
dengan dokter gigi Anda dalam penggunaan obat kumur tersebut.
Berhenti merokok
Lakukan kunjungan secara teratur ke dokter gigi setiap 6 bulan
sekali untuk kontrol rutin dan pembersihan.
I. PROGNOSIS
Dokter mengukur hygienists penyakit periodontal menggunakan
perangkat yang disebut probe periodontal . Ini adalah tongkat tipis
mengukur yang lembut ditempatkan ke dalam ruang antara gusi
dan gigi, dan menyelipkan di bawah garis-gusi.
Jika ujung dapat slip lebih dari 3 milimeter di bawah garis-gusi,
pasien dikatakan memiliki saku gingiva jika tidak ada migrasi
lampiran epitel telah terjadi atau saku periodontal jika migrasi
apikal telah terjadi.
Hal ini agak keliru, karena setiap kedalaman dalam esensi saku,
yang pada gilirannya ditentukan oleh kedalaman, yaitu, saku 2 mm
atau saku 6 mm. Namun, secara umum diterima bahwa saku adalah
diri-cleansable (di rumah, oleh pasien, dengan sikat gigi) jika
mereka 3 mm atau kurang secara mendalam. Hal ini penting
karena jika ada saku yang lebih dari 3 mm di sekitar gigi,
perawatan di rumah tidak akan cukup untuk membersihkan saku,
dan perawatan profesional harus dicari.
Ketika kedalaman saku mencapai 6 dan 7 mm di kedalaman,
instrumen tangan dan cavitrons digunakan oleh profesional gigi
tidak dapat mencapai cukup mendalam ke dalam saku untuk
membersihkan plak microbic yang menyebabkan inflamasi
gingiva.
Dalam situasi tulang atau gusi sekitar gigi yang harus diubah atau
pembedahan akan selalu memiliki peradangan yang kemungkinan
akan menyebabkan hilangnya tulang di sekitar gigi yang lebih
banyak. Cara tambahan untuk menghentikan peradangan akan bagi
pasien untuk menerima antibiotik subgingival (seperti minocycline
) atau mengalami beberapa bentuk operasi gingiva untuk
mengakses kedalaman kantong dan mungkin bahkan mengubah
kedalaman saku sehingga mereka menjadi 3 mm atau kurang
secara mendalam dan dapat sekali lagi akan dibersihkan oleh
pasien di rumah dengan sikat gigi nya.
Jika seorang pasien memiliki 7 mm atau lebih dalam saku sekitar
gigi mereka, maka mereka cenderung akan resiko kerugian
akhirnya gigi selama bertahun-tahun.Jika kondisi periodontal tidak
diidentifikasi dan pasien tetap tidak menyadari sifat progresif dari
penyakit ini kemudian, tahun kemudian, mereka mungkin akan
terkejut bahwa sebagian gigi berangsur-angsur akan menjadi
longgar dan mungkin perlu digali, kadang-kadang karena infeksi
yang parah atau bahkan nyeri.
Prognosis lesi-lesi ini bergantung pada perawatan periodontik,
perawatan saluran tidak merupakan indikasi, terutama jika
pulpanya masih vital. Bila penanganan dilakukan segera,
kehilangan gigi dapat dicegah, bila tidak ditangani dengan baik
dapat terbentuk pus dan bisa meluas menjadi pyorrhea alveolaris
atau dapat menimbulkan kegoyangan gigi yang parah sehingga
harus dilakukan ekstraksi gigi
HUBUNGAN ANTARA PENYAKIT PERIODONTAL
DENGAN DIABETES MELITUS
Ditulis pada Oktober 28, 2010 oleh Blie
BLISA NOVERTASARI .S

MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS SUMATRA UTARA 2010

Abstract
Diabetes mellitus is a disease in which the concentration of
glucose (simple sugar) in the blood is high because the body can
not release or use insulin adequately. Periodontal disease is a
multi-factorial disease with a major cause of anaerobic gramnegative bacteria as well as the disruption of the systemic
disorders and immunological disorders. Periodontitis is one
manifestation of diabetes mellitus with symptoms of periodontal
pocket, wobbly teeth and bone resorption. Diabetes Mellitus (DM)
is a predisposing factor to the onset of infection. In the mouth of
DM can increase the number of bacteria that cause abnormalities
in the periodontal tissue, and if continued could lead to tooth
becomes wobbly. Patients with diabetes, the risk of getting infected
with the periodontal tissue to reach even 2-4 times greater than
non-diabetic patients. Chronic periodontal infection causes
systemic inflammation which will increase insulin resistance and
hyperglycemia. Insulin resistance inhibits optimal glycemic control
and increase the risk of heart disease. writing this article aims to
show how important maintaining oral health for people with
diabetes mellitus.
Keywords : periodontitis, diabetes mellitus, periodontitis and
diabetes mellitus interrelationship

PENDAHULUAN
Diabetes melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduaduanya dengan karakteristik hiperglikemia. Diabetes melitus dapat
dibedakan menjadi 2 tipe, yaitu dimana tipe 1 mempunyai latar
belakang kelainan berupa kurangnya insulin secara absolute akibat
proses autoimun, sedangkan tipe 2 mempunyai latar belakang
resistensi insulin.1
Akhir-akhir ini beberapa pakar telah mencoba mengungkapkan
hubungan antara periodontitis dengan diabetes mellitus, yang
difokuskan dan diutamakan pada pengaruh adanya diabetes
mellitus terhadap kesehatan periodontal dan pengaruh penyakit
periodontal terhadap kontrol gula dalam darah pasien diabetik.2
Hal ini bertujuan agar pasien diabetes melitus lebih memperhatikan
kebersihan dan kesehatan giginya agar dapat terhindar dari
keparahan penyakit periodontal.
Pada uraian berikut akan dikemukakan mengenai etiologi penyakit
periodontal, peranan penyakit diabetes melitus pada penyakit
periodontal, pengaruh penyakit periodontal terhadap diabetes
melitus, dan patogenesis diabetes melitus pada penyakit
periodontal.

ETIOLOGI PENYAKIT PERIODONTAL


Penyakit periodontal dapat diartikan sebagai suatu proses patologis
yang mengenai jaringan periodontal. Sebagian besar penyakit
periodontal inflamatif disebabkan oleh infeksi bakteri. Walaupun
faktor-faktor lain dapat juga memengaruhi jaringan periodontal,
penyebab utama penyakit periodontal adalah mikroorganisme yang
berkumpul di permukaan gigi (plak bakteri dan produk-produk
yang dihasilkannya) dan membentuk koloni. Beberapa kelainan
sistemik dapat berpengaruh buruk terhadap jaringan periodontal,
tetapi faktor sistemik semata tanpa adanya plak bakteri tidak dapat
menjadi pemicu terjadinya periodontitis. Lagi pula, ada beberapa
faktor lokal yang bersama dengan plak bakteri menyebabkan
penyakit kronis jaringan periodontal. Dua faktor yang mungkin
menjadi pemicu terjadinya penyakit periodontal tanpa adanya plak
bakteri adalah malignansi dan trauma oklusi primer.3
Etiologi periodontitis yang utama berhubungan dengan mikroorganisme dan produk-produknya yang ditemukan pada plak
supra dan sub-gingiva. Pencetus yang umum atau faktor etiologi
kedua yang menyumbang terhadap akumulasi, retensi dan
maturasi plak gigi adalah kalkulus supra dan sub-gingiva, tepi
gingiva yang menggantung
dan restorasi gigi yang over-contoure, dapat menimbulkan impaksi
makanan dan menambah kedalaman probing. Faktor-faktor
sistemik dapat mempengaruhi keparahan, karena mengubah
respons jaringan terhadap bakteri.4
Etiologi penyakit periodontal sangat kompleks. Para ahli
mengemukakan bahwa etiologi penyakit periodontal dapat
diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu faktor lokal dan
faktor sistemik, faktor lokal dan faktor sistemik sangat erat
hubungannya dan berperan sebagai penyebab terjadinya kerusakan
jaringan periodontal. Tapi pada umumnya, penyebab utama
penyakit periodontal adalah faktor lokal. Keadaan ini dapat
diperparah oleh keadaan sistemik yang kurang menguntungkan,
yang memungkinkan terjadinya keadaan yang progresif.
Faktor lokal adalah faktor yang berpengaruh langsung pada
jaringan periodonsium; dapat dibedakan menjadi dua yaitu faktor
iritasi lokal dan fungsi lokal. Yang dimaksud dengan faktor lokal
adalah plak bakteri sebagai penyebab utama. Sedangkan faktorfaktor lainnya antara lain adalah bentuk gigi yang kurang baik dan
letak gigi yang tidak teratur, maloklusi, malfungsi gigi, restorasi
yang menggantung dan bruksisme.
Faktor sistemik sebagai penyebab penyakit periodontal antara lain
adalah pengaruh hormonal pada masa pubertas, kehamilan,
menopause, defisiensi vitamin, diabetes mellitus dan lain-lain.
Kenyataan yang menunjukkan adanya hubungan yang erat antara
faktor lokal dan faktor sistemik, yaitu adanya penyakit diabetes
mellitus yang dapat mengakibatkan meningkatnya karies gigi dan
memperberat gingivitis maupun penyakit periodontal. Sebaliknya
infeksi gigi dan jaringan sekitarnya dapat mempengaruhi stabilitas
kadar gula darah. Pernah dilaporkan bahwa kerusaakan jaringan
periodontal pada penderita diabetes melitus lebih parah

dibandingkan dengan yang bukan penderita diabetes mellitus,


meskipun pada kelompok bukan penderita diabetes mellitus
memiliki penumpukan plak yang lebih banyak dibandingkan pada
kelompok penderita diabetes mellitus.5 Penumpukan plak itu akan
terbentuk kantong diantara gigi dan gusi dan meluas ke bawah
diantara akar gigi dan tulang dibawahnya. Kantong ini
mengumpulkan plak dalam suatu lingkungan bebas oksigen,
sehingga mempermudah pertumbuhan bakteri. Jika keadaan ini
terus berlanjut, pada akhirnya banyak tulang rahang di dekat
kantong yang dirusak sehingga menyebabkan lepasnya gigi.
Pada orang-orang yang memiliki jumlah tartar yang sama memiliki
kecepatan pertumbuhan periodontitis yang berbeda-beda. Hal ini
mungkin dikarenakan plak dari masing-masing orang tersebut
mengandung jenis dan jumlah bakteri yang berbeda, dan juga
karena respon yang berbeda terhadap bakteri. Beberapa keadaan
medis yang bisa mempermudah terjadinya periodontitis:

diabetes melitus

sindrom Down

penyakit Crohn

kekurangan sel darah putih

AIDS6

PERANAN PENYAKIT DIABETES MELITUS PADA


PENYAKIT PERIODONTAL
Telah banyak dilakukan penelitian dan perdebatan. Oliver dan
Ternoven menyimpulkan bahwa pernyataan diabetes menambah
risiko terjadinya penyakit periodontal terlalu dilebih-lebihkan.
Sedangkan Loe tahun 1993 menyatakan bahwa penyakit
periodontal merupakan komplikasi ke-enam. Penelitian lain
melaporkan hanya diabetes melitus yang merupakan penyakit
sistemik yang secara positif berhubungan dengan attachment loss
(Odds Ratio=2,32). Sebenarnya pada tahun tahun 1970 telah
diperoleh kesimpulan bahwa skor penyakit gingival dan
periodontal lebih tinggi seccara signifikans pada pasien diabetic
dibandingkan non-diabetik, yang mana hal ini didapat dari laporan
hasil penelitian longitudinal selam 2 tahun.6
Dari keseluruhan hasil penelitian diatas, menunjukkan bahwa
diabetes mellitus yang disertai oleh beberapa perubahan pada
periodonsium berpotensi dan berperan dalam terjadinya
periodontitis kronis.
Salah satu hipotesa yang dikemukakan berkaitan dengan hubungan
antara diabetes melitus dan penyakit periodontal. Salah satu
hipotesa menyatakan bahwa respon sitokin yang diperantarai oleh
AGE (Advance Glycation End products) dapat diperhebat oleh
sintesa dan sekresi sitokin yang diperantarai oleh infeksi

periodontal, dan begitu juga sebaliknya.2 AGE merupakan senyawa


yang berasal dari glukosa, secara kimiawi irreversible, dan
terbentuk secara perlahan-lahan, tetapi terus-menerus sejalan
dengan peningkatan kadar glukosa darah.2
Pada penderita diabetes mellitus, dengan meningkatnya kadar
glukosa dalam darah dan cairan gingival berarti juga merubah
lingkungan mikroflora, menginduksi perubahan bakteri secara
kualitatif. Sehingga perubahan tersebut mengarah pada penyakit
periodontal yang berat, dan dapat teramati pada penderita diabetes
melitus dengan kontrol buruk. Berkaitan dengan jaringan
periodontal, hiperglikemia kronik penderita diabetes melitus akan
meningkatkan aktivitas kolagenase, dan menurunkan sintesis
kolagen. Enzim kolagenase menguraikan kolagen, sehingga
ligament periodontal rusak, dan gigi menjadi goyah. Jaringan
periodontal akan menjadi kuat kembali apabila diabetes melitus
diobati dengan baik, serta gigi goyah pada pasien diabetes melitus
jangan buru-buru dicabut.7
Secara klinis kondisi periodonsium penderita diabetes dipengaruhi
oleh perubahan-perubahan yang dikemukakan diatas. Diabetes
yang tidak terkontrol atau kurang baik kontrolnya disertai oleh
peningkatan kerentanan terhadap infeksi, termasuk periodontitis
kronis. Periodontitis kronis lebih sering terjadi dan lebih parah
pada individu diabetik yang disertai komplikasi sistemik yang
lebih parah.2
Hubungan antara periodontitis kronis dengan diabetes mellitus tipe
1 dan diabetes melitus tipe 2 telah secara khusus diamati pada
beberapa penelitian. Dilaporkan bahwa meningakt resikonya
menderita periodontitis kronis pada penderita diabetes mellitus tipe
1 sejalan dengan pertambahan usia, dan keparahan periodontitis
kronis meningkat sejalan dengan meningkatnya durasi diabetes.
Pada pasien diabetik dewasa dengan diabetes yang tidak terkontrol
baik akan mengalami kehilangan tulang dan kehilangan perlekatan
yang lebih banyak dibandingkan pasien dengan diabetes yang
terkontrol baik, meskipun kemampuan mereka dalam memelihara
kebersihan mulutnya adalah setara.2
Semua hal yang dikemukakan diatas secara jelas menunjukkan
hubungan serta peranan diabetes mellitus terhadap terjadinya
periodontitis kronis. Dengan demikian penyakit periodontal adalah
salah satu komplikasi diabetes mellitus yang harus diperhatikan.

PENGARUH PENYAKIT PERIODONTAL TERHADAP


DIABETES MELITUS
Sintesa dan sekresi sitokin yang berasal dari interaksi AGE dengan
RAGE dapat diperhebat oleh sintesa dan sekresi sitokin akibat
infeksi yang berasal dari periodontitis, begitu juga sebaliknya. Hal
ini menunjukkan bahwa hubungan periodontitis dengan diabetes
mellitus berlangsung dalam dua arah. Dengan demikian penyakit
periodontal yang berupa inflamasi kronis dapat memperparah
status penderita diabetes mellitus sehingga menjurus ke arah
komplikasi yang lebih berat.2

Peningkatan konsentrasi hemoglobin terglikosilasi diduga


disebabkan oleh periodontitis kronis yang parah pada penderita
diabetes mellitus. Infeksi yang berasal dari periodontitis selain
meningkatkan produksi sitokin, diduga dapat pula meningkatkan
resistensi insulin yang pada akhirnya memperburuk kontrol
glikemik penderita diabetes yang juga menderita periodontitis di
mulutnya. Hal ini diperkuat dengan adanya penelitian berupa
penelitian retrospektif terhadap pasien diabetes mellitus tipe 2
menunjukkan bahwa level HbA1c signifikan meningkat pada
pasien dengan periodontitis yang parah.2

PATOGENESIS DIABETES MELITUS PADA PENYAKIT


PERIODONTAL6
Beberapa pakar mengusulkan peruntuk menjelaskan lebih
parahnya penyakit periodontal pada pasien diabetic, beberapa
pakar mengusulkan peranan beberapa faktor. Pada studi awal
ditemukan membran basalis kapiler Gingival yang lebih lebar pada
diabetik dibandingkan pada non-diabetik. Perbedaan yang
ditemukan pada membran dasar diabetik meliputi penebalan
deposit periendotelial dan perubahan pada lebarnya. Perubahan ini
berperan pada perubahan nutrisi dan penyembuhan jaringan. Pada
studi lain mengusulkan kerusakan kemotaksis neutrofil pada
diabetik yang dapat membuat pasien tersebut rentan terhadap
infeksi, termasuk infeksi Mikroflora yang dominan pada lesi
periodontal pasien diabetik tipe 2. Terjadinya kerentanan penderita
diabetes melitus untuk menderita penyakit periodontal dapat
dijelaskan pada berbagai mekanisme, yang meliputi :
1. Perubahan vaskular. Terjadi penebalan membran basalis dari
dinding vaskular sehingga akan mengurangi migrasi leukosit,
difusi oksigen dan eliminasi sampah metabolit yang bertambah
intensitasnya sesuai dengan kontrol metabolik dan durasi yang
lama dari penyakit diabetesnya sendiri.
2. Perubahan mikroflora terjadi karena pada penderita diabetik,
pada daerah sulkus gingivanya akan tercipta lingkungan yang baik
untuk berkembang-biaknya berbagai mikroba.
3. Disfungsi neutrofil, melalui terjadinya depresi kemotaksis
maupun fagositosis dalam repons imun.
4. Terjadinya perubahan metabolisme kolagen gingiva, yaitu
melalui berkurangnya sintesis kolagen, berkurangnya
perkembangan dan proliferasi sel, berkurangnya produksi matriks
tulang, bertambahnya kolagenase gingiva dan terjadinya gradasi
kolagen yang baru terbentuk.
5. Genetik, diduga penyakit periodontal berhubungan dengan
HLA, terutama DR3 dan DR4 melalui mekanisme molekulmolekul sel- sel antigen pada darah tepi mungkin memberi sinyal
bertambahnya kerentanan terhadap periodontitis.

KESIMPULAN

Terdapat hubungan antara diabetes melitus dengan penyakit


periodontal. Hal ini diperkuat dengan adanya fakta bahwa diabetes
melitus dapat mengakibatkan meningkatnya karies, memperberat
gingivitis, maupun penyakit periodontal, sebaliknya infeksi gigi
dan jaringan sekitarnya dapat mempengaruhi stabilitas kadar gula
darah.
Penyakit diabetes melitus bila tidak dikontrol dengan baik, maka
akan menimbulkan kerusakan pada tubuh secara umum maupun
dalam rongga mulut. Berawal dari system ketahanan tubuh yang
menurun, penyakit diabetes mellitus menyebabkan terurainya serat
kolagen, pendukung utama jaringan periodontal. Kerusakan
kolagen berdampak pada goyahnya gigi karena kehilangan
hubungan dengan prosesus alveolaris. Oleh karena itu diabetes
melitus perlu diwaspadai oleh dokter gigi sejak awal, bahkan
sebelum memberikan pelayanan kepada pasien.
Sebagai akibat dari adanya hubungan antara diabetes melitus
dengan penyakit periodontal, peranan serta keterlibatan dokter gigi
dalam menangani pasien diabetes melitus perlu ditingkatkan.
Selain itu, dokter gigi juga dituntut untuk meningkatkan
profesionalitas dengan lebih aktif memposisikan diri sebagai mitra
dokter umum atau dokter spesialis dalam penanganan pasien
diabetes mellitus.

Hubungan Periodontitis dan Diabetes Melitus

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Kelainan pada gigi dapat disebabkan pleh karies dan
penyakit periodontal yang dalam proses infeksinya terjadi karena
lingkungan bakteri rongga mulut. Adanya kondisi tersebut tidak
diherankan jika ditemukan infeksi gigi piogenik, dmana penyebab
utama infeksi adalah bakteri penghasil nanah dalam rongga
mulut.1,2
Penyakit periodontal sering melibatkan sejumlah
penyebab dan gejala-gejala yang kompleks. penelitian juga
menyebutkan adanya hubungan antara diabetes Melitus dengan
penyakit periodontal (Periodontitis).1,2
Penderita DM menunjukan resiko yang lebih tinggi
untuk mengalami periodontitis. Hal ini mungkin disebabkan oleh
karena adanya perubahan pada pembuluh darah, gangguan fungsi
neutrofil,

sintesis

kolagen,

factor-faktor

mikrobiotik,

dan

predisposisi genetic.2
Komplikasi kesehatan rongga mulut yang dilaporkan
DAFTAR PUSTAKA

berhubungan dengan DM adalah kehilangan gigi, gingivitis,


periodontitis, dan kelainan patologis jaringan lunak rongga mulut.

1. Kaban S. Pengembangan Model Pengendalian Kejadian


Penyakit Diabetes Melitus Tipe 2 Di Kota Sibolga Tahun 2005.
Tesis. Medan: Percetakan USU. 2005: 8
2. Daliemunthe SH. Hubungan Timbal Balik Antara Periodontitis
dengan Diabetes Melitus. Dentika Dent J 2003; 8(2): 120-25

Keluhan p[ada rongga mulut dapat timbul pada penderita DM yang


belum terdeteksi, pasien DM yang belum terkontrol, atau pasien
DM dengan perawatan yang tidak adekuat. Prevalensi dan
keparahan komplikasi medis dan kesehatan rongga mulut
tergantung pada tipe DM.1,3
Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu penyakit

3. Vernino AR. Etiologi Penyakit Periodontal. Dalam: ed. Amaliya,


Juwono L. Silabus Periodonti. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC, 2004: 13

dengan karakteristik perubahan toleransi glukosa dan gangguan

4. Setyawan H. Penyakit Periodontal Pada Penderita Diabetes


Melitus. 20 Mei 2008.
<http://yureyco87.wordpress.com/2008/05/20/penyakitperiodontal-pada-penderita/>. (25 September 2010)

penurunan resistensi host terhadap infeksi. 2,3

5. Agtini MD. Epidemiologi dan Etiologi Penyakit Periodontal.


<http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/13_EpidemiologidanEtiolog
iPenyakit.pdf/13_EpidemiologidanEtiologiPenyakit.html>. (25
September 2010)
6. Henny ME. Hubungan Diabetes Melitus dengan Periodontitis.
<http://www.scribd.com/doc/36258966/epulis>. (25 September
2010)

metabolisme lemak dan karbohidrat. Pada penderita DM


ditemukan penurunan fungsi PMN, yang dapat menyebabkan
Pasien DM memiliki laju kehilangan gigi dan penyakit
periodontal yang lebih tinggi daripada non diabetes dan lamanya
menderita

diabetes

juga

memperbesar

kerusakan

jaringan

periodontal. Pasien Dm yang control metabolismenya tapi


kesehatan atau kebersihan mulutnya baik, hanya mengalami
kerusakan periodontal yang minimal.3
BAB II
PEMBAHASAN
Peridontitis yaitu hilangnya pelekatan ligament
periodontal dan tulang pendukung gigi yang sering kali disertai
dengan inflamasi pada jaringan ginggiva. Periodontitis umumnya

7. Praptiwi. Diabetes Melitus dan Kerusakan Jaringan Periodontal.


J PDGI 2006; 56(3): 148

disebabkan oleh plak, yaitu lapisantipis biofilm yang mengandung


bakteri, dan sisa makanan. Lapisan ini melekat pada permukaan

gigi dan berwarna putih atau putih kekuningan. Plak yang

sehingga gigi penderita DM tampak keluar dari soket, disebut juga

menyebabkan gingivitis dan periodontitis adalah plak yang tepat

food impaction (makanan masuk ke poket sehingga menjadi

berada diatas garis gusi. Bakteri dan produknya dapat menyebar

bau).1,2,3

kebawah gusi sehingga terjadi proses peradangan dan terjadilah


PEMERIKSAAN PENUNJANG UNTUK PENYAKIT

periodontitis.1,2,3

PERIODONTITIS DAN DIABETES MELITUS

Tanda klinik dari penyakit periodontitis diantaranya:

Untuk mendiagnosa apakah seseorang menderita penyakit


a.

periodontitis yang diikuti oleh penyakit diabetes mellitus, maka

Inflamasi ginggiva

dapat dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang diantaranya :


a.
a.
a.
a.

Poket gusi
Resesi ginggiva
Mobilitas gigi
halitosis

Periodontitis dapat disebabkan oleh berbagai factor. Tetapi


secara umum factor penyebab periodontitis dbagi dalam dua
golongan, yaitu faktor local dan factor sistemik. Factor local yang
menyebabkan periodontitis diantaranya factor disekitar gigi atau
jaringan penyangga gigi yang dapat mem berikan rangsangan
secara langsung pada jaringan penyangga gigi, termasuk
didalamnya plak gigi dan bakteri, traumatik oklusi, kalkulus, dan
titik kontak gigi. Dapat juga disebabkan oleh bernafas dengan
mulut, kelainan lidah, trauma gigi dan iritasi kronis.1,3,4
Pada factor sistemik dilihat dari daya tahan jaringan terhadap

perkusi : pukulan cepat pada gigi dengan mengetuk pada permukaan


gigi
palpasi : dengan perabaan, menekan gigi dan gusi yang sakit serta
jaringan sekitar untuk mengetahui jaringan sekitar.
pemeriksaan mobilitas gigi : untuk menentukan gigi terikat kuat
dengan tulang alveolar atau tidak.
mikrobiologi : menentukan bakteri yang menyebabkan penyakit.
pengukuran kedalaman poket : untuk diagnosis periodontal dan
interpretasi dari inflamasi ginggiva dan pembengkakan.
Pemeriksaan darah : untuk diagnosa kadar gula darah (deteksi DM),
diantaranya TTGO, darah puasa, post prandial, dan darah sewaktu
Pemeriksaan urine : untuk diagnosa kadar gula dalam urine guna
melihat apakah seseorang menderita DM atau tidak, termasuk
didalamnya test benedict, test rothera, test fehling dan kertas
celup.3,4,5

serangan dari luar, tetapi dilain pihak factor sistemik dapat

PROSEDUR PEMERIKSAAN, TRANSPORTASI KLINIK

menurunkan daya tahan jaringan, antara lain diabetes, penyakit

DAN IDENTIFIKASI PEMERIKSAAN PENUNJANG

paratiroid, dan nutrisi tidak seimbang.2,5

Untuk kasus periodontitis dengan diagnosa DM, perlu dilakukan

Pada kasus diatas dapat kita lihat terdapat penyakit


periodontitis didukung oleh factor sistemik diabetes mellitus.
Keadaan periodontal yang sehat ataupun yang sakit tergantung dari
infeksi diantara bakteri dan respon rongga mulut.1
MEKANISME DAN PATHOGENESIS PERIODONTITIS
DAN DIABETES MELITUS
DM manifestasi oralnya yaitu abses periodontal. DM
berpengaruh aktif pada proses kerusakan jaringan di rongga mulut.
Pada penderita DM pasti ada faktor iritasi lokal, dimana DM

pemeriksaan laboratorium, diantaranya:


1.

Kultur, langkah-langkahnya :

ambil spesimen dari bagian yang sakit dengan ose

masukkan dalam tabung reaksi yg berisi medium cair, centrifuge

ambik kapas lidi steril dan masukkan dalam tabung reaksi,

letakkan disk anti mikroba menggunakan pingset streril di atas

agar homogen dan diamkan 2-5 jam pada suhu 37 derajat celcius.
kemudian inokulasikan kepermukaan medium MHA secara merata.
permukaan media yang telah terinokulasi, kerjakan secara aseptif

sebagai faktor predisposisi dan plak sebagai faktor lokal

dalam savety cabinet dalam api bunsen.

periodontitis. DM dapat mempercepat kerusakan jaringan

Untuk interpretasinya dapat dilihat dengan daerah inhibisi

periodontal dengan agen mikrobial, perubahan vaskuler pada


penderita DM mengenai perubahan pembuluh darah besar dan
kecil ( angiopati ) jaringan periodontal mengalami kekurangan
suplai darah dan O2 kerusakan jaringan.
Kekurangan 02 bakteri anaerop tumbuh dengan cepat adanya
infeksi anaerop yang menyebabkan pertahanan jaringan menurun
hipoksia jaringan, dimana bakteri anaerop yang ada pada plak
subginggiva berkembang jadi patogen sehingga terjadi infeksi
jaringan periodontal. Pada penderita DM ginggivanya turun

mikrobiologi

diukur dengan jangka sorong atau penggaris. Dapat dinyatakan :

Sensitif

Hampir resisten ( intermediet)

resisten

1.

Patologi klinik

sediakan alat punksi yang steril dan jarum yang sesuai

pengambilan darah vena, langkah kerjanya :

sterilkan bagian lengan dengan alkohol 70 %, lengan atas di

Kalau diantisipasi akan ada keterlambatan maka gunakan medium

bendung dengan karet dan tangan dalam posisi hiperekstensi dan di


kepal

transfer.
Dilengkapi dengan diagnosa klinis dan label serta surat permohonan

arahkan jarum dengan sudut 30-45 derajat, setelah sampai dibawah

pemeriksaan.

kulit arahkan jarum kebagian vena.

Selain pemeriksaan penunjang, dapat juga dilakukan

hisap secara perlahan , lepaskan bendungan pada lengan atas

pemeriksaan objektif dan subjektif dari cirri-ciri yang terdapat

sebelum mengeluarkan jarum suntik.

dalam kasus tersebut.Pemeriksaan objektif merupakan

tutup bekas suntikan dengan kapas.

pemeriksaan yang bisa di lihat dan diamati secara langsung serta

2.

TTGO ( TES TOLERANSI GLUKOSA ORAL ), cara kerjanya

dapat diukur dengan parameter-parameter tertentu, diantaranya:4,5

yaitu:

demam

tiga hari sebelum pemeriksaan pasien makan seperti biasa

lemas

kegiatan jasmani cukup

Pipi bengkak

pasien puasa selama 10-12 jam

halitosis

periksa kadar glukosa darah puasa

Mobiliti

berikan glukosa 75 gram yang dilarutkan dalam air 250 ml, lalu

pemeriksaan subjektif merupakan pemeriksaan yang tidak

minum dalam 5 menit

periksa kadar gula darah saat ,1,2 jam setelah diberi glukosa

saat pemeriksaan pasien harus istirahat dan tidak boleh merokok


Untuk interpretasinya dapat dilihat pada table dibawah ini :

1.
a.

Pemeriksaan Urin
tes benedict, langkah kerja ;

dapat di amati secara langsung sehingga keterangan harus


diperoleh dari keterangan pasien. Meliputi :

palpasi pada pipi

gatal-gatal

Luka sulit sembuh

poliuria
PENATALAKSANAAN FARMAKOLOGI

Masukkan 1-2 ml urin spesimen dalam tabung reaksi

masukkan 1 ml regensia benedict kedalam urin tersebut lalu

kemungkinan, bakteri dapat mendegradasi enzim B laktamase,

dikocok

bakteri dapat merubah permeabilitas nya terhadap obat, perubahan

panaskan selama kurang lebih 2-3 menit

tempat kerja obat pada mikroba, inaktif obat oleh mikroba,

Perhatikan jika ada perubahan warna

mikroba membentuk jalan pintas menghindari tahap yang

Interpretasi :
0 : berwarna biru. Kadar glukosa < 0,2 gram/dl
+1 : warna hijau. Kadar glukosa 0,2- 0,5 gram/dl
+2 : warna orange. Kadar glukosa 0,5-1 gram/dl

Amoxicillin, pada kasus mengalami resistensi, dimana terjadi

dihambat oleh antimikroba. Kemungkinan terapi antibiotik lain


yang bisa digunakan:5
Metformin, digunakan untuk mengobati DM dengan menjaga daya
tahan tubuh.

+3 : warna orange tua. Kadar glukosa 1-2 gram/dl

Doksisiklin

+4 : warna merah bata atau merah pekat. Kadar glukosa >2 gram/dl

Eritromisin

b.

tes rothera

Brompekstrum

masukkan 5ml urin kedalam tabung reaksi

masukkan 1 gram reagensia rothera dak kocok hingga larut

obat yang sesuai dengan keperluan klinik, dosis yang sesuai

pegang tabung dalam keadaan miring

dengan kebutuhan pasien, memperhatikan jangka waktu pemberian

Masukkan 1-2 ml amonium hidroksida secara perlahan melalui

obat, dan biaya yang relative dapat dijangkau oleh pasien.4

dinding tabung

KESIMPULAN

diamkan tabung dalam keadaan berdiri/ tegak selama 3 menit,

Untuk peresepan obat hendaklah dokter mempertimbangkan

Pada kasus diatas dapat disimpulkan bahwa pasien menderita

baca hasilnya.

periodontitis yang disertai dengan komplikasi DM, dimana terlihat

Untuk interpretasinya jika ada warna ungu kemerahan diantara

dari etiologi dan gejala yang ditunjukan oleh pasien. Pemeriksaan

kedua lapisan cairan menandakan adanya zat keton.4,5

penunjang dan diagnosis dilakukan dengan tujuan agar kita dapat

CARA PENGIRIMAN SPESIMEN

mengetahui diagnose pasti dari penyakit yang diderita oleh pasien,

Untuk pengambilan specimen perlu diperhatikan beberapa hal:


Sebaiknya spesimen klinik untuk pemeriksaan mikrobiologi dikirim
ke lab sesegera mungkin, kurang dari 1 jam.

dan menentukan terapi serta pengobatan apa yang sesuai dengan


penyakit yang diderita pasien.

Untuk peresepan dan pengobatan pasien, seorang dokter


hendaklah memperhatikan criteria yang rasional dan sesuai dengan

Gambar 2.4. Resesi Gingiva Kelas I Miller


(Sumber: http://www.you-dentist.com/img/ldent-178.jpg diakses
pada tanggal 3 Juni 2014)

peraturan yang berlaku, mengutamakan kesehatan dan keselamatan


pasien.

2. Kelas II
DAFTAR PUSTAKA

1.

Panjaitan M. Etiologi Karies Gigi dan Penyakit Periodontal.


Medan: Universitas Sumatra Utara, 1995: 34-40.

2.

Resesi pada marginal gingiva meluas ke mucogingival junction,


tetapi belum terjadi kehilangan tulang atau jaringan lunak di
daerah interdental. Resesi ini dapat berukuran kecil atau besar.

Erfina I. Perawatan Periodontitis yang Disertai Trauma Karena


Oklusi. Jurnal of dent research 2004:9(2) : 110-4.

3.

Pratiwi R. Diabetes Melitus dan Penyakit Periodontal. Jurnal of


dent research 2004: 9(2) :127-30.

Resesi Gingiva 2.1.2.1 Pengertian Resesi gingiva


adalah keadaan atau kondisi marginal gingiva yang
lebih ke apikal dari CEJ dan biasanya disertai dengan
terbukanya permukaan akar gigi. Resesi gingiva
dapat ditemukan di gigi individu pada semua
kelompok usia. Prevalensi, luas, dan keparahannya
meningkat dengan bertambahnya usia.17,18
Resesi gingiva dapat dialami oleh penderita dengan
standar kebersihan rongga mulut yang tinggi
maupun rendah. Keberadaannya sering dan justru
ditemukan pada subjek dengan kebersihan mulut
yang baik. Pada individu yang berusia kurang dari 40
tahun, rajin menjaga kebersihan mulut, serta secara
rutin memeriksakan kesehatan gigi dan mulutnya,
resesi gingiva merupakan lesi periodontal
terbanyak.19,20 Resesi gingiva dapat bersifat lokal
maupun menyeluruh, tergantung dari faktor
penyebabnya. Resesi gingiva diukur dengan
berpedoman pada posisi tepi gingiva.14,15 2.1.2.2
Klasifikasi Klasifikasi resesi gingiva berdasarkan
keadaan marginal gingiva terhadap CEJ dan
mucogingival junction menurut Miller.

Gambar 2.5. Resesi Gingiva Kelas II Miller


(Sumber: http://www.you-dentist.com/img/ldent178.jpg diakses pada tanggal 3 Juni 2014)

3. Kelas III
Resesi pada marginal gingiva meluas ke mucogingival junction
disertai dengan kehilangan tulang dan jaringan lunak di daerah
interdental atau terdapat malposisi gigi yang ringan.

Gambar 2.6. Resesi Gingiva Kelas III Miller


(Sumber: http://www.you-dentist.com/img/ldent-178.jpg diakses
pada tanggal 3 Juni 2014)
4. Kelas IV
Resesi pada marginal gingiva meluas ke mucogingival junction
disertai dengan kehilangan tulang dan jaringan lunak yang parah di
daerah interdental atau terdapat malposisi gigi yang parah.

Kelas I
Resesi pada marginal gingiva yang belum meluas ke mucogingival
junction. Pada kelas ini belum terjadi kehilangan tulang atau
jaringan lunak di daerah interdental. Resesi ini dapat berukuran
kecil atau besar.

Gambar 2.7. Resesi Gingiva Kelas IV Miller


(Sumber: http://www.you-dentist.com/img/ldent178.jpg diakses pada tanggal 3 Juni 2014)

You might also like