Professional Documents
Culture Documents
Tektonik Regional
Cekungan Sumatra tengah merupakan cekungan sedimentasi
tersier penghasil hidrokarbon terbesar di Indonesia. Ditinjau dari posisi
tektoniknya, Cekungan Sumatra tengah merupakan cekungan belakang
busur.
Cekungan Sumatra tengah ini relatif memanjang Barat lautTenggara, dimana pembentukannya dipengaruhi oleh adanya subduksi
lempeng Hindia-Australia dibawah lempeng Asia (gambar 1). Batas
cekungan sebelah Barat daya adalah Pegunungan Barisan yang tersusun
oleh batuan pre-Tersier, sedangkan ke arah Timur laut dibatasi oleh
paparan Sunda. Batas tenggara cekungan ini yaitu Pegunungan Tigapuluh
yang sekaligus memisahkan Cekungan Sumatra tengah dengan Cekungan
Sumatra selatan. Adapun batas cekungan sebelah barat laut yaitu Busur
Asahan, yang memisahkan Cekungan Sumatra tengah dari Cekungan
Sumatra utara (gambar 2).
073.13.115_Teuku M. Iqbal | 8
Batuan Pra-Tersier
Batuan Pra-Tersier Cekungan Sumatera Selatan merupakan dasar
cekungan sedimen Tersier. Batuan ini diketemukan sebagai batuan beku,
batuan metamorf dan batuan sedimen (De Coster, 1974) Westerveld
(1941), membagi batuan berumur Paleozoikum (Permokarbon) berupa
slate dan yang berumur Mesozoikum (Yurakapur) berupa seri fasies
vulkanik dan seri fasies laut dalam. Batuan Pra-Tersier ini diperkirakan
telah mengalami perlipatan dan patahan yang intensif pada zaman Kapur
Tengah sampai zaman Kapur Akhir dan diintrusi oleh batuan beku sejak
orogenesa Mesozoikum Tengah (De Coster, 1974).
2.
Batuan Tersier
Berdasarkan penelitian terdahulu urutan sedimentasi Tersier di
Cekungan Sumatera Selatan dibagi menjadi dua tahap pengendapan,
yaitu tahap genang laut dan tahap susut laut. Sedimen-sedimen yang
terbentuk pada tahap genang laut disebut Kelompok Telisa (De Coster,
1974, Spruyt, 1956), dari umur Eosen Awal hingga Miosen Tengah terdiri
atas Formasi Lahat (LAF), Formasi Talang Akar (TAF), Formasi Baturaja
073.13.115_Teuku M. Iqbal | 10
(BRF), dan Formasi Gumai (GUF). Sedangkan yang terbentuk pada tahap
susut laut disebut Kelompok Palembang (Spruyt, 1956) dari umur Miosen
Tengah Pliosen terdiri atas Formasi Air Benakat (ABF), Formasi Muara
Enim (MEF), dan Formsi Kasai (KAF).
a.
Formasi Lahat (LAF)
Menurut Spruyt (1956), Formasi ini terletak secara tidak selaras
diatas batuan dasar, yang terdiri atas lapisan-lapisan tipis tuf andesitik
yang secara berangsur berubah keatas menjadi batu lempung tufan.
Selain itu breksi andesit berselingan dengan lava andesit, yang terdapat
dibagian bawah. Batulempung tufan, segarnya berwarna hijau dan
lapuknya berwarna ungu sampai merah keunguan. Menurut De Coster
(1973) formasi ini terdiri dari tuf, aglomerat, batulempung, batupasir
tufan, konglomeratan dan breksi yang berumur Eosen Akhir hingga
Oligosen Awal. Formasi ini diendapkan dalam air tawar daratan. Ketebalan
dan litologi sangat bervariasi dari satu tempat ke tempat yang lainnya
karena bentuk cekungan yang tidak teratur, selanjutnya pada umur Eosen
hingga Miosen Awal, tejadi kegiatan vulkanik yang menghasilkan andesit
(Westerveld, 1941 vide of side katilli 1941), kegiatan ini mencapai
puncaknya pada umur Oligosen Akhir sedangkan batuannya disebut
sebagai batuan Lava Andesit tua yang juga mengintrusi batuan yang
diendapkan pada Zaman Tersier Awal.
b.
f.
CEKUNGAN BENGKULU
Cekungan Bengkulu adalah
salah satu cekungan forearc di
Indonesia. Cekungan forearc artinya
cekungan yang berposisi di depan
jalur volkanik (fore arc; arc = jalur
volkanik). Tetapi, kita menyebutnya
demikian
berdasarkan
posisi
geologinya saat ini. Apakah posisi
tersebut sudah dari dulu begitu?
Belum tentu, dan inilah yang harus
kita selidiki. Publikasi-publikasi dari
Howles (1986), Mulhadiono dan
Asikin (1989), Hall et al. (1993) dan
Yulihanto et al. (1995)semuanya
di proceedings IPA baik untuk
dipelajari soal Bengkulu Basin.
(slip) yang sama dari dua sesar mendatar yang berpasangan (couple
strike-slip atau duplex) akan bersifat trans-tension atau membuka wilayah
yang diapitnya. Dengan cara itulah semua cekungan forearc di sebelah
barat Sumatera yang diapit dua sesar besar ini menjadi terbuka oleh sesar
mendatar (trans-tension pull-apart opening) yang mengakibatkan
cekungan-cekungan ini tenggelam sehingga punya ruang untuk
mengembangkan terumbu karbonat Neogen yang masif asalkan tidak
terlalu dalam.
Di cekungan-cekungan forearc utara Bengkulu (Mentawai, Sibolga,
Meulaboh) pun berkembang terumbu-terumbu Neogen yang masif akibat
pembukaan dan penenggelaman cekungan-cekungan ini. Dan, dalam
dunia perminyakan terumbu-terumbu inilah yang sejak akhir 1960-an
telah menjadi target-target pemboran eksplorasi. Sayangnya, sampai saat
ini belum berhasil ditemukan cadangan yang komersial, hanya ditemukan
gas biogenik dan oil show (Dobson et al., 1998 dan Yulihanto, 2000
proceedings IPA untuk keterangan Mentawai dan Sibolga Basins).
Cekungan Bengkulu merupakan salah satu dari dua cekungan
forearc di Indonesia yang paling banyak dikerjakan operator perminyakan
(satunya lagi Cekungan Sibolga-Meulaboh). Meskipun belum berhasil
menemukan minyak atau gas komersial, tidak berarti cekungan-cekungan
ini tidak mengandung migas komersial. Sebab, target-target pemboran di
wilayah ini (total sekitar 30 sumur) tak ada satu pun yang menembus
target Paleogen dengan sistem graben-nya yag telah terbukti produktif di
Cekungan-Cekungan Sumatera Tengah dan Sumatera Selatan.
CEKUNGAN KUTAI
REGIONAL
Cekungan Kutai dibatasi oleh Paternoster platform, Barito Basin, dan
Pegunungan Meratus ke selatan, dengan Schwaner Blok ke barat daya,
lalu Tinggian Mangkalihat di sebelah utara - timur laut, dan Central
Kalimantan Mountains (Moss dan Chambers, 1999) untuk barat dan utara
073.13.115_Teuku M. Iqbal | 16
6) Formasi Pulubalang
Formasi Pulubalang diendapkan selaras di atas Formasi Pamaluan,
terdiri dari atas selang-seling pasir lanauan dengan disipan
batugamping tipis dan batulempung. Umur dari formasi ini adalah
Miosen Tengah dan diendapkan pada lingkungan sub litoral, kadangkadang dipengaruhi oleh marine influx . Formasi ini mempunyai
hubungan menjari dengan Formasi Bebulu yang tersusun oleh
batugamping pasiran dengan serpih
7) Formasi Balikpapan
Formasi Balikpapan diendapkan secara selaras di atas Formasi
Pulubalang. Formasi ini terdiri dari selang seling antara batulempung
dan batupasir dengan sisipan batubara dan batugamping di bagian
bawah. Data pemboran yang pernah dilakukan di Cekungan Kutai
membuktikan bahwa Formasi Balikpapan diendapkan dengan sistem
delta, pada delta plain hingga delta front . Umur formasi ini Miosen
Tengah Miosen Akhir.
8) Formasi Kampungbaru
Formasi Kampung Baru ini berumur Mio-Pliosen, terletak di atas
Formasi
Balikpapan,
terdiri
dari
selang-seling
batupasir,
batulempung dan batubara dengan disipan batugamping tipis
sebagai marine influx . Lingkungan pengendapan formasi ini adalah
delta.
9) Formasi Mahakam
Formasi Mahakam terbentuk pada kala Pleistosen sekarang. Proses
pengendapannya masih berlangsung hingga saat ini, dengan ciri
litologi material lepas berukuran lempung hingga pasir halus.
073.13.115_Teuku M. Iqbal | 19
TARAKAN BASIN
CEKUNGAN TARAKAN
073.13.115_Teuku M. Iqbal | 20
CEKUNGAN TARAKAN
Cekungan Tarakan, sesuai namanya berada di sekitar Pulau Tarakan.
Pulau Tersebut secara geografis terletak di daerah Tarakan, dan
Sekitarnya, Provinsi Kalimantan Timur, sekitar 240 km arah Utara Timur
Laut dari Balikpapan. Secara geologis pulau ini terletak di bagian tengah
dari Cekungan Tarakan yang merupakan bagian dari NE Kalimantan Basin
(Gambar 1).
Pada dasarnya, wilayahnya Cekungan NE Kalimantan terbagi
menjadi 4 grup Sub cekungan: Sub Cekungan Tidung, Sub Cekungan
Berau, Sub Cekungan Muara, dan Sub Cekungan Tarakan.
Cekungan Tarakan berada pada bagian Utara dari Pulau
Kalimantan.Luasnya mencapai 68.000 km2. Secara umum, bagian Utara
dari cekungan ini dibatasi oleh paparan Mangkaliat, di bagian Timur
dibatasi oleh Laut Sulawesi dan dibagian Barat dibatasi oleh Central
Range Complex.
dapat
dibagi
menjadi
beberapa
sub-cekungan
1.
Sub Cekungan Tidung
Sub Cekungan ini terletak paling utara dan berada di darat meluas ke
Sabah dan berkembang pada kala Eosen Akhir sampai Miosen Tengah.
Dipisahkan dari anak Cekungan Berau disebelah selatannya oleh
Punggungan Latong. Terpisah dari Tarakan oleh Paparan Sebuku, antiklin
073.13.115_Teuku M. Iqbal | 21
dan sesar naik berarah barat laut di sepanjang pantai dan dibatasi oleh
sesar datar mengiri di Sempoa utara.
2.
Sub Cekungan Tarakan
Sub Cekungan ini berkembang terutama pada daerah lepas pantai yang
diisi oleh endapan klastik tebal Plio-Pleistosen dengan pusat pengendapan
disekitar Pulau Bunyu dan Tarakan serta telah mengalami pinchout dan
onlap ke arah barat
dan selatan.
3.
Sub Cekungan Muara
Sub Cekungan ini terletak di lepas pantai Tinggian Mangkalihat.
Mempunyai pusat pengendapan paling selatan, berkembang di lepas
pantai. Dibatasi oleh sesar-sesar mendatar sejajar berarah barat laut,
sesar Mangkalihat dan Maratua, sedimen-sedimen retakan dan passive
margin, serta strukturisasi karbonat Oligosen-Recent pada bagian postrift,
yang merupakan batuan induk pada umur Eosen.
4.
Sub Cekungan Berau
Sub Cekungan Berau terletak dibagian paling selatan Cekungan Tarakan
yang berkembang dari Eosen sampai Miosen dan mempunyai sejarah
pengendapan yang sama dengan Sub Cekungan Tidung. Struktur yang
dominan yang terdapat di pulau Tarakan ini adalah patahan normal
berarah Barat Laut hingga Utara dengan bidang patahan miring ke Timur.
Sebagian dari patahan ini merupakan patahan tumbuh (growth fault)
dengan antiklin (roll over).
073.13.115_Teuku M. Iqbal | 22
Fase akhir tektonik pada cekungan ini yaitu proses kompresi yang
terjadi pada Plio Pleistosen Akhir akibat dari kolisi lempeng Filipina
dengan lempeng Borneo / Kalimantan Timur. Hal ini mengaktifkan kembali
struktur yang telah ada dan membalikkan arah beberapa patahan
gravitasional. Akan tetapi gaya yang lebih kuat berada pada bagian utara
cekungan dimana endapan Miosen dan Plosen menjadi terlipat dan
terpatahkan dengan arah NW SE hingga WNE ESE. Pada bagian timur
cekungan, fase kompresi ini membentuk struktur yang tinggi karena
material endapan bersifat plastis sehingga membentuk antiklin Bunyu dan
Tarakan.
Dari fase tektonik tersebut dipercaya bahwa deformasi yang
terbentuk sejak awal proses tektonik merupakan pengontrol utama
pembentukan cebakan hidrokarbon di cekungan Tarakan.
CEKUNGAN BARITO
Secara tektonik Cekungan Barito terletak pada batas bagian
tenggara dari Schwanner Shield, Kalimantan Selatan. Cekungan ini
dibatasi oleh Tinggian Meratus pada bagian Timur dan pada bagian Utara
terpisah dengan Cekungan Kutai oleh pelenturan berupa Sesar Adang, ke
Selatan masih membuka ke Laut Jawa, dan ke Barat dibatasi oleh Paparan
Sunda.
Cekungan Barito merupakan cekungan asimetrik, memiliki cekungan
depan (foredeep) pada bagian paling Timur dan berupa platform pada
073.13.115_Teuku M. Iqbal | 25
bagian Barat. Cekungan Barito mulai terbentuk pada Kapur Akhir, setelah
tumbukan (collision) antara microcontinent Paternoster dan Baratdaya
Kalimantan (Metcalfe, 1996; Satyana, 1996).
Pada Tersier Awal terjadi deformasi ekstensional sebagai dampak
dari tektonik konvergen, dan menghasilkan pola rifting Baratlaut
Tenggara. Rifting ini kemudian menjadi tempat pengendapan sedimen
lacustrine dan kipas aluvial (alluvial fan) dari Formasi Tanjung bagian
bawah yang berasal dari wilayah horst dan mengisi bagian graben,
kemudian diikuti oleh pengendapan Formasi Tanjung bagian atas dalam
hubungan transgresi.
Pada Awal Oligosen terjadi proses pengangkatan yang diikuti oleh
pengendapan Formasi Berai bagian Bawah yang menutupi Formasi
Tanjung bagian atas secara selaras dalam hubungan regresi. Pada Miosen
Awal dikuti oleh pengendapan satuan batugamping masif Formasi Berai.
Selama Miosen tengah terjadi proses pengangkatan kompleks
Meratus yang mengakibatkan terjadinya siklus regresi bersamaan dengan
diendapkannya Formasi Warukin bagian bawah, dan pada beberapa
tempat menunjukkan adanya gejala ketidakselarasan lokal (hiatus) antara
Formasi Warukin bagian atas dan Formasi Warukin bagian bawah.
Pengangkatan ini berlanjut hingga Akhir Miosen Tengah yang pada
akhirnya mengakibatkan terjadinya ketidakselarasan regional antara
Formasi Warukin atas dengan Formasi Dahor yang berumur Miosen Atas
pliosen.
Tektonik terakhir terjadi pada kala Plio-Pliestosen, seluruh wilayah
terangkat, terlipat, dan terpatahkan. Sumbu struktur sejajar dengan
Tinggian Meratus. Sesar-sesar naik terbentuk dengan kemiringan ke arah
Timur, mematahkan batuan-batuan tersier, terutama daerah-daerah
Tinggian Meratus.
073.13.115_Teuku M. Iqbal | 26
073.13.115_Teuku M. Iqbal | 27
Tektonik Pertama
Pada zaman Akhir Kapur awal Tersier, Jawa Barat Utara dapat
dilkasifikasikan sebagai Fore Arc Basin dengan dijumpainya orientasi
struktural mulai dari Cileutuh, Sub Cekungan Bogor, Jatibarang, Cekungan
Muriah dan Cekungan Florence Barat yang mengindikasikan kontrol
Meratus Trend. Periode Paleogen (Eosen-Oligosen) di kenal sebagai
Paleogen Extensional Rifting. Pada periode ini terjadi sesar geser
mendatar menganan utama krataon Sunda akibat dari peristiwa tumbukan
Lempeng Hindia dengan Lempeng Eurasia. Sesar-sesar ini mengawali
pembentukan cekungan-cekungan Tersier di Indonesia Bagian Barat dan
membentuk Cekungan Jawa Barat Utara sebagai pull apart basin.
Tektonik ektensi ini membentuk sesar-sesar bongkah (half gnraben
system) da merupakan fase pertama rifting (Rifting I : fill phase). Sedimen
yang diendapkan pada rifting I ini disebut sebagai sedimen synrift I.
Cekungan awal rifting terbentuk selama fragmentasi, rotasi dan
pergerakan dari kraton Sunda. Dua trend sesar normal yang diakibatkan
oleh perkembangan rifting-I (early fill) berarah N 60o W N 40o W dan
hampir N S yang dikenal sebagai Pola sesar Sunda. Pada masa ini
terbentuk endapan lacustrin dan volkanik dari Formasi Jatibarang yang
menutup rendahan-rendahan yang ada. Proses sedimentasi ini terus
berlangsung dengan dijumpainya endapan transisi Formasi Talangakar.
Sistem ini kemudian diakhiri dengan diendapkannya lingkungan karbonat
Formasi Baturaja.
2.
Tektonik kedua
Fase tektonik kedua terjadi pada permulaan Neogen (Oligo-Miosen)
dan dikenal sebagai Neogen Compressional Wrenching. Ditandai dengan
pembentukan sesar-sesar geser akibat gaya kompresif dari tumbukan
Lempeng Hindia.Sebagian besar pergeseran sesar merupakan reaktifasi
dari sesar normal yang terbentuk pada periode Paleogen.
Jalur penunjaman baru terbentuk di selatan Jawa. Jalur volkanik
periode Miosen Awal yang sekarang ini terletak di lepas pantai selatan
Jawa. Deretan gunungapi ini menghasilkan endapan gunungapi bawah laut
yang sekarang dikenal sebagai old andesite yang tersebar di sepanjang
selatan Pulau Jawa. Pola tektonik ini disebut Pola Tektonik Jawa yang
merubah pola tektonik tua yang terjadi sebelumnya menjadi berarah
barat-timur dan menghasilkan suatu sistem sesar naik, dimulai dari
selatan (Ciletuh) bergerak ke utara. Pola sesar ini sesuai dengan sistem
sesar naik belakang busur atau yang dikenal thrust foldbelt system.
3.
Tektonik Terakhir
Fase tektonik akhir yang terjadi adalah pada Pliosen Pleistosen,
dimana terjadi proses kompresi kembali dan membentuk perangkapperangkap sruktur berupa sesar-sesar naik di jalur selatan Cekungan Jawa
Barat Utara. Sesar-sesar naik yang terbentuk adalah sesar naik Pasirjadi
dan sesar naik Subang, sedangkan di jalur utara Cekungan Jawa Barat
Utara terbentuk sesar turun berupa sesar turun Pamanukan. Akibat
073.13.115_Teuku M. Iqbal | 29
4.
Formasi Baturaja
Formasi ini terendapkan secara selaras di atas Formasi Talang Akar.
Pengendapan Formasi Baturaja yang terdiri dari batugamping, baik yang
berupa paparan maupun yang berkembang sebagai reef buildup manandai
fase post rift yangs secara regional menutupi seluruh sedimen klastik
Formasi Talang Akar di Cekungan Jawa Barat Utara. Perkembangan
batugamping terumbu umumnya dijumpai pada daerah tinggian. Namun,
sekarang diketahui sebagai daerah dalaman. Formasi ini terbentuk pada
Kala Miosen AwalMiosen Tengah (terutama dari asosiasi foraminifera).
Lingkungan pembentukan formasi ini adalah pada kondisi laut dangkal, air
cukup jernih, sinar matahari ada (terutama dari melimpahnya foraminifera
Spriroclypens Sp).
5. Formasi Cibulakan Atas
Formasi ini terdiri dari perselingan antara serpih dengan batupasir
dan batugamping. Batugamping pada satuan ini umumnya merupakan
batugamping kklastik serta batugamping terumbu yang berkembang
secara setempat-setempat. Batugamping ini dikenali sebagai Mid Main
Carbonate (MMC). Formasi ini diendapkan pada Kala Miosen Awal-Miosen
Akhir. Formasi ini terbagi menjadi 3 Anggota, yaitu:
Massive
Anggota ini terendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Baturaja.
Litologi anggota ini adalah perselingan batulempung dengan batupasir
yang mempunyai ukuran butir dari halus-sedang. Pada massive ini
dijumpai kandungan hidrokarbon, terutama pada bagian atas. Selain itu
terdapat fosil foraminifera planktonik seperti Globigerina trilobus,
foraminifera
bentonik
seperti
Amphistegina
(Arpandi
dan
Patmosukismo, 1975).
Main
Anggota Main terendapkan secara selaras diatas Anggota Massive.
Litologi penyusunnya adalah batulempung berselingan dengan
batupasir yang mempunyai ukuran butir halus-sedang (bersifat
glaukonitan). Pada awal pembentukannya berkembang batugamping
dan juga blangket-blangket pasir, dimana pada bagian ini Anggota Main
terbagi lagi yang disebut dengan Mid Main Carbonat (Budiyani
dkk,1991).
Parigi
Anggota Pre Parigi terendapkan secara selaras diatas Anggota Main.
Litologinya adalah perselingan batugamping, dolomit, batupasir dan
batulanau. Anggota ini terbentuk pada Kala Miosen Tengah-Miosen
Akhir dan diendapkan pada lingkungan Neritik Tengah-Neritik Dalam
(Arpandi & Patmosukismo, 1975), dengan dijumpainya fauna-fauna laut
dangkal dan juga kandungan batupasir glaukonitan.
6. Formasi Parigi
Formasi ini terendapkan secara selaras di atas Formasi Cibulakan
Atas.. Litologi penyusunnya sebagian besar adalah batugamping klastik
maupun batugamping terumbu. Pengendapan batugamping ini melampar
ke seluruh Cekungan Jawa Barat Utara. Lingkungan pengendapan formasi
073.13.115_Teuku M. Iqbal | 31
073.13.115_Teuku M. Iqbal | 33
GEOMORFOLOGI
Zona ini meliputi pantai utara Jawa yang membentang dari Tuban ke
arah timur melalui Lamongan, Gresik, dan hampir keseluruhan Pulau
Madura. Merupakan daerah dataran yang berundulasi dengan jajaran
perbukitan yang berarah barat-timur dan berselingan dengan dataran
aluvial. Lebar rata-rata zona ini adalah 50 km dengan puncak tertinggi 515
m (Gading) dan 491 (Tungangan). Litologi karbonat mendominasi zona ini.
Aksesibilitas cukup mudah dan karakter tanah keras.
Jalur Rembang terdiri dari pegunungan lipatan berbentuk
Antiklinorium yang memanjang ke arah Barat Timur, dari Kota Purwodadi
melalui Blora, Jatirogo, Tuban sampai Pulau Madura. Morfologi di daerah
tersebut dapat dibagi menjadi 3 satuan, yaitu Satuan Morfologi dataran
rendah, perbukitan bergelombang dan Satuan Morfologi perbukitan terjal,
dengan punggung perbukitan tersebut umumnya memanjang berarah
Barat Timur, sehingga pola aliran sungai umumnya hampir sejajar (subparallel) dan sebagian berpola mencabang (dendritic). Sungai utama yang
melewati daerah penyelidikan yaitu S. Lusi, yang mengalir ke arah
Baratdaya, melalui Kota Blora dan bermuara di Bengawan Solo.
STRATIGRAFI
Menurut Sutarso dan Suyitno (1976), secara fisiografi daerah
penelitian termasuk dalam Zona Rembang yang merupakan bagian dari
cekungan sedimentasi Jawa Timur bagian Utara (East Java Geosyncline).
Cekungan ini terbentuk pada Oligosen Akhir yang berarah Timur Barat
hampir sejajar dengan Pulau Jawa (Van Bemmelen, 1949).
Menurut Koesoemadinata (1978), cekungan Jawa Timur bagian Utara
lebih merupakan geosinklin dengan ketebalan sedimen Tersier mungkin
melebihi 6000 meter. Suatu hal yang khas dari cekungan Jawa Timur
bagian Utara berarah Timur-Barat dan terlihat merupakan gejala tektonik
Tersier Muda.
Tiga tahap orogenesa telah dikenal berpengaruh terhadap
pengendapan seri batuan Kenozoikum di Indonesia (Van Bemmelen, 1949).
Yang pertama terjadi di antara interval Kapur Akhir Eosen Tengah, kedua
pada Eosen Tengah (Intramiocene Orogeny) dan ketiga terjadi pada PlioPleistosen. Orogenesa yang terjadi pada Miosen Tengah ditandai oleh
peristiwa yang penting di dalam distribusi sedimen dan penyebaran flora
073.13.115_Teuku M. Iqbal | 34
berorientasi Timur Laut Barat Daya (searah dengan pola Meratus). Pola
ini menyebabkan Cekungan Jawa Timur bagian Utara, yang merupakan
cekungan belakang busur, mengalami rejim tektonik regangan yang
diindikasikan oleh litologi batuan dasar berumur Pra Tersier menunjukkan
pola akresi berarah Timur Laut Barat Daya, yang ditunjukkan oleh
orientasi sesar sesar di batuan dasar, horst atau sesar sesar anjak dan
graben atau sesar tangga. Dan pada jaman Neogen (Miosen Pliosen)
berubah menjadi relatif Timur Barat (searah dengan memanjangnya
Pulau Jawa), yang merupakan rejim tektonik kompresi, sehingga
menghasilkan struktur geologi lipatan, sesar sesar anjak dan
menyebabkan cekungan Jawa Timur Utara terangkat (Orogonesa Plio
Pleistosen) (Pulonggono, 1994). Khusus di Cekungan Jawa Timur bagian
Utara, data yang mendukung kedua pola tektonik bisa dilihat dari data
seismik dan dari data struktur yang tersingkap.
Menurut Van Bemmelen (1949), Cekungan Jawa Timur bagian Utara
(North East Java Basin) yaitu Zona Kendeng, Zona Rembang Madura,
Zona Paparan Laut Jawa (Stable Platform) dan Zona Depresi Randublatung.
Keadaan struktur perlipatan pada Cekungan Jawa Timur bagian
Utara pada umumnya berarah Barat Timur, sedangkan struktur
patahannya umumnya berarah Timur Laut Barat Daya dan ada beberapa
sesar naik berarah Timur Barat.
Zona pegunungan Rembang Madura (Northern Java Hinge Belt)
dapat dibedakan menjadi 2 bagian yaitu bagian Utara (Northern Rembang
Anticlinorium) dan bagian Selatan (Middle Rembang Anticlinorium).
Bagian Utara pernah mengalami pengangkatan yang lebih kuat
dibandingkan dengan di bagian selatan sehingga terjadi erosi sampai
Formasi Tawun, bahkan kadang kadang sampai Kujung Bawah. Di bagian
selatan dari daerah ini terletak antara lain struktur struktur Banyubang,
Mojokerep dan Ngrayong.
Bagian Selatan (Middle Rembang Anticlinorium) ditandai oleh dua
jalur positif yang jelas berdekatan dengan Cepu. Di jalur positif sebelah
Utara terdapat lapangan lapangan minyak yang penting di Jawa Timur,
yaitu lapangan : Kawengan, Ledok, Nglobo Semanggi, dan termasuk juga
antiklin antiklin Ngronggah, Banyuasin, Metes, Kedewaan dan
Tambakromo. Di dalam jalur positif sebelah selatan terdapat antiklinalantiklinal / struktur-struktur Gabus, Trembes, Kluweh, Kedinding Mundu,
Balun, Tobo, Ngasem Dander, dan Ngimbang High.
Sepanjang jalur Zona Rembang membentuk struktur perlipatan yang
dapat dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu :
1. Bagian Timur, dimana arah umum poros antiklin membujur dari Barat Laut Timur
Tenggara.
2. Bagian Barat, yang masing masing porosnya mempunyai arah Barat timur dan
secara umum antiklin-antiklin tersebut menunjam baik ke arah barat ataupun ke arah
timur.
073.13.115_Teuku M. Iqbal | 38
CEKUNGAN BUTON
PETA LOKASI
Kepulauan Buton berlokasi di bagian timur Indonesia, tepatnya di
pantai timur Sulawesi Tenggara. Stratigrafi dan struktur kepulauan
dibedakan dari Sulawesi Tenggara dan Kepulauan Muna. Tetapi terdapat
kesamaan antara Buton dan kepulauan di sebelahnya pada Busur Banda,
terutama Timor, Seram, dan Pulau Buru.
Secara Administratif Kabupaten Buton terletak di posisi 4.30 - 7.0
LS dan 125 - 125 BT. Cekungan Buton memiliki batas-batas sebagai
berikut :
Sebelah Utara
: Pulau Wawoni
Sebelah Selatan : Laut Flores
Sebelah Barat
: Kepulauan Muna dan Teluk Bone
Sebelah Timur
: Laut Banda
Sebelah Tenggara
: Platform Tukangbesi
Gambar 2. Posisi
FISIOGRAFI REGIONAL
Berdasarkan geomorfologinya fisiografi daerah Buton dibagi menjadi tiga
bagian, yaitu :
073.13.115_Teuku M. Iqbal | 39
1 Bagian Selatan terdiri atas perbukitan dan lembah berarah timur laut
dengan teras-teras reef yang terangkat dan topografi karst.
2 Bagian Tengah didominasi oleh pegunungan yang berarah utara
sepanjang pantai barat, batuan sedimennya berarah timur laut.
3 Bagian Utara didominasi oleh pegunungan di tepi pantai yang
memiliki bentuk menyerupai tapal kuda, pola pengalirannya berarah
ke selatan menuju rawa mangrove pada cekungan lambele. Secara
umum pegunungan-pegunungan yang ada berarah barat lauttenggara yang memiliki relief rendah disertai dengan koral reef yang
terangkat.
SITUASI CEKUNGAN
073.13.115_Teuku M. Iqbal | 42
073.13.115_Teuku M. Iqbal | 43
WNW
ESE
CEKUNGAN MIKROBENUA
DI INDONESIA TENGAH
Cekungan di Indonesia Tengah berhubungan dengan Fragmen Benua
yang disebut dengan Micro Continent yang berinteraksi dengan kerak
Samudra sekelilingnya sepanjang sesar geser. Tumbukan yang
mengakibatkan sesar sungkup dan imbrikasi serta terjadinya subduksi dan
obduksi yang komplek, sehingga melibatkan ophiolite.
SULAWESI
Cekungan Sulawesi Selatan (Kalosi Block)
Cekungan berada di atas kerak Benua Asia, Fragmen Sulawesi Selatan
ini memisahkan diri dari Kalimantan. Cekungan dalam hal ini dapat
dibagi atas: Cekungan Paleogen (sebagai Rift basin) dan Cekungan
Neogen. Istilah cekungan dalan hal ini lebih ke Cekungan Struktur
dibanding cekungan sedimenter. Cekungan sedimennya mneliputi
seluruh Sulawesi Selatan, dalam hal ini termasuk lepaspantai di selat
Makasar.
A. Cekungan Malawa (Depressi Malanae)
B. Cekungan Spermonde (Sulawesi Selatan, merupakan Carbonate shelf)
073.13.115_Teuku M. Iqbal | 44
G. Percekungan Buton
Buton merupakan Micro Continent yang telah mengakrasi pada
Pulau Muna yang terjadi pada tahap-tahap akhir dari pertumbukan
lempeng Australia-Pasific. Sejarah tektonik Buton adalah sangat
kompleks yang melahirkan beberapa cekungan struktur. Dua
cekungan struktur itu diantaranya :
sungkup dalam jalur kompleks sesar geser mengiri (Left lateral strike
slip zone). Antara Sesar Sorong di utara dan Sesae Tarera-Aiduna di
selatan, pada akhir Pliosen. Aktifitas tektonik terakhir membentuk
Young elongate perched thrust foreland basins Wahai Basin dan Bula
Basin berumur Pliosen-Pleistosen yang menutupi urutan lapisanlapisan Mesozoikum.
2. Cekungan Tanimbar
Daerah percekungan ini meliputi kepulauan Kai dan Tanimbar di
bagian timur Busur Banda, Cekungan ini hasil interaksi tektonik
tumbukan dari busur-busur Banda dan tektonik regangan
(extensional tectonics) dari palung Aru dan terletak pada Pinggiran
Pasif Benua Australia-Paparan Arafuru. Urutan Cekungan Pre-Rift di
zaman Paleozoikum, Syn-Rift zaman Jura dan Passive Margin di
zaman Kapur serta Drift pada zaman Tersier dapat dikenali di sini.
Aktifitas tektonik disini yang terakhir menghasilkan cekungan yang
melandai ke arah timur dan dibatasi oleh jalur sesar sungkup lipatan
Dalam cekungan ini potensi untuk minyak dan gasbumi sangat kecil.
(foldthrust belt) di sebelah barat.
3. Cekungan Timur
Percekungan Timor merupakan kelanjutan dari Busur Banda,
memperlihatkan kesesuaian dengan Cekungan Tanimbar, namun
lebih kompleks karena disini kerak benua Australia dengan ujung
passive marginnya bertumbukan secara frontal dengan jalur
subduksi Busur Banda. Urutan Stratigrafi Australia juga dapat
dikenali disini dan nampak dalam sesar sungkup yang sangat
kompleks. Kecil sekali diketemukan minyak dan gasbumi disini.
4. Cekungan Nusa Tenggara
Sulit untuk dapat mengatakan adanya cekungan sedimen di daerah
ini, kecuali pada laut dalam di belakang maupun dimuka kepulauan
mulai dari Bali sampai Sumba. Busur kepulauan ini merupakan jalur
Magmatisme dengan kecil kemungkinan didapatkannya minyak dan
gasbumi.
Cekungan Salawati
Cekungan ini berhubungan dengan Sesar Geser Sorong,yang
membentuk asimetri, ada dugaan bahwa Cekungan Salawati
ini merupakan bahagian terpotong dari Cekungan Banggai.
Cekungan Bintuni
Pada Cekungan ini terbukti batuan Pra- Tersier menghasilkan
Gas, bukan merupakan bessement, Gas ditemukan pada
batuan umur Jura. Stratigrafi Pra-Tersier. Cekungan ini diduga
terbentuk
karena sesar geser yang menghasilkan
Transpressional struktur sesar sungkup dari Jakur Lengguru
pada penampang berbentuk asimetri.
DAFTAR PUSTAKA
Shaw, J.H., Hook, S.C. dan Sitohang E.P., 1999, Extensional Fault-Bend Folding and
Synrift Deposition: An Example from the Central Sumatra Basin, Indonesia,
AAPG Bulletin, V. 81, No. 3 - Online presentation.
http://www.searchanddiscovery.net/documents/Indonesia
Wain, A.S. dan Jackson, B.A., 1995, New Pematang Depocentres on The Kampar
Uplift, Central Sumatra, Proceedings Indonesian Petroleum Association Twenty
Fourth Annual Convention vol.1, Jakarta.
Wibowo, R.A., 1995, Pemodelan Termal Sub-Cekungan Aman Utara Sumatra Tengah,
Bidang Studi Ilmu Kebumian Program Pasca Sarjana Institut Teknologi
Bandung, Unpublished.
CEKUNGAN BENGKULU
http://geologi.iagi.or.id/2009/03/22/cekungan-bengkulu/
CEKUNGAN KUTAI
http://www.academia.edu/7302602/Laporan_Proposal_Eksplorasi_Batubara_di_Cekungan
_Kutai_Balikpapan_Kalimantan_Timur_-_Johan_Edwart
CEKUNGAN TARAKAN
http://nicoandreasnainggolan.blogspot.com/2014/04/tarakan-basin.html
CEKUNGAN BARITO
Satyana, A.H., 2000, Kalimantan, An Outline of The Geology of Indonesia, Indonesian
Association of Geologists, p.69-89.
Bachtiar, A., 2006, Slide Kuliah Geologi Indonesia, Prodi Teknik Geologi, FITB-ITB
CEKUNGAN BUTON
https://www.scribd.com/doc/121365561/Geologi-Buton
073.13.115_Teuku M. Iqbal | 49