You are on page 1of 10

Skenario

Seorang atlet lari maraton tiba-tiba memegangi dada kirinya saat mengikuti lomba.
Dengan nafas yang tidak beratur, larinya mulai melambat. Tak berselang lama dia
terjatuh tak sadarkan diri ditengah jalan. Petugas medis yang berada disekitar lokasi
langsung bertindak cepat mendatangi atlet tersebut.berdasarkan primary survey,
didapatkan bahwa nadi atlet tersebut tidak teraba dan atlet tersebut mengalami henti
nafas. Untuk mencegah henti jantung dan menyelamatkan nyawa atlet tersebut
petugas medis segera melakukan tindakan darurat.

Primary survey : merupakan tahap-tahap penilaian yang dilakukan secara cepat dan
sistematis oleh tenaga kesehatan terhadap keadaan yang mengancam nyawa.
Tindakan darurat :

Primary Survey Penatalaksanaan awal pada primary survey dilakukan pendekatan


melalui ABCDE yaitu :
A:Airway, menjaga airway dengan kontrol servikal (cervical spinecontrol) . kenapa
kontrol servikal ? Hal pertama yang harus dinilai adalah kelancaran dari jalan nafas,
tetapi harus selalu diwaspadai bahwa kebanyakan usaha dalam memperbaiki jalan
nafas dapat menyebabkan gerakan pada leher. Oleh sebab itu,untuk mencegah
fraktur servikal akibat gerakan pada leher harus dilakukan tindakan pengontrolan
servikal
(jalan nafas, yang dimulai dari hidung dan mulut ke arah trachea)
ada 2 hal yang penting
- Harus mengenal macam - macam penyebab gangguan airway, biasanya pada
orang yang tidak sadarkan diri lidah terjatuh kebelakang rongga mulut sehingga
menutup trakhea dan kesulitan bernafas.
- Harus mengetahui teknik dasar dan teknik lanjutan untuk menjaga patensi airway
Head tilt / Chin lift
Teknik ini hanya bisa dipakai pada penderita yang tidak mengalami cedera leher,
kepala, dan tulang belakang. Berikut tahapan melakukan teknik ini:
1.

Letakkan tangan pasien di dahi, sebaiknya gunakan tangan yang paling dekat
dengan dahi.

2.

Tengadahkan kepala pasien secara perlahan dengan mendorong dahi ke


arah belakang.

3.

Letakkan ujung jari tangan yang satunya pada tulang dagu pasien. Bila masih
anak-anak, letakkan jari telunjuk saja di bawah dagu.

4.

Angkat dagu bersamaan dengan menengadahkan kepala. Usahakan jangan


sampai mulut pasien tertutup. Bila pasien masih anak-anak sebaiknya jangan
terlalu menengadahkan kepala.

5.

Pertahankan posisi ini.

Jawtrust
Teknik ini memang sedikit melelahkan namun amat sesuai bagi penderita cedera
tulang belakang. Berikut langkah-langkah melakukan tindakan ini:
1.

Letakkan tangan di kedua sisi kepala korban

2.

Pegang kedua sisi rahang bawah pasien. Bila pasien masih anak-anak,
gunakan dua atau tiga jari saja dan letakkan pada sudut rahang.

3.

Lakukan gerakan mengangkat untuk mendorong ke atas rahang bawah


pasien. Hal ini bertujuan untuk menarik lidah dari tenggorokan.

4.

Usahan mulut pasien untuk tetap sedikit terbuka. Bila perlu, tarik bibir bawah
dengan kedua ibu jari
Nah apabila pasien bisa berbicara berarti airwaynya tidak ada masalah.

B: Breathing, menjaga pernafasan dengan ventilasi


C: Circulation dengan kontrol perdarahan (hemorrage control)
D: Disability, status neurologis
E: Exposure/environmental control, membuka baju penderita, tetapi cegah
hipotermia

Sirkulasi
Jantung merupakan salah satu organ tubuh manusia yang berfungsi memompa
darah ke seluruh tubuh. Pada saat jantung berhenti berdenyut dan berhenti
memompakan darah ke seluruh tubuh, organ-organ tubuh akan kekurangan oksigen.
Padahal oksigen merupakan energi utama dari sel-sel otak. Hal inilah yang dapat
mengakibatkan terjadinya kerusakan otak. Sel otak akan mulai mengalami
kerusakan bila tak ada aliran oksigen dalam waktu 4 6 menit. Bahkan dalam waktu
8 -10 menit tanpa oksigen bisa mengkibatkan sel otak rusak permanen.

Tindakan resusitasi jantung paru diharapkan dapat membantu mengalirkan darah ke


seluruh tubuh walaupun tidak seoptimal kerja jantung. Untuk membantu sirkulasi
dapat dilakukan kompresi jantung atau kompresi dada.
Tanda-tanda
henti
jantung
Pasien yang diduga mengalami henti jantung harus diperiksa dahulu sebelum
dilakukan kompresi jantung. Biasanya dapat dipastikan pasien yang mengalami
henti jantung akan kehilangan kesadaran. Bila hal itu terjadi segera pastikan ada
tidaknya usaha bernapas. Lalu periksa denyut jantung dengan meraba denyut arteri
karotis yang terdapat pada daerah leher. Bila selama 10 menit tak ada denyut sama
sekali maka segera lakukan kompresi dada.
Langkah-langkah kompresi jantung :
1.

Baringkan pasien di tempat yang datar dan keras.

2.

Lepaskan baju pasien untuk membebaskan dadanya.

3.

Pastikan jalan napas bebas dari hambatan.

4.

Letakkan punggung telapak tangan kanan tepat di tengah-tengah tulang dada


diantara kedua puting susu.

5.

Letakkan satu tangan lainnya di atas tangan kanan atau tangan yang
dominan,

6.

Pastikan kedua tangan dapat saling terkait dengan stabil.

7.

Luruskan lengan hingga bahu barada di atas kedua telapak tangan.

8.

Tekan dad pasien sampai kedalaman 4 -5 cm.

9.

Lakukan 30 kali kompersi lalu selingi dengan 3 kali napas buatan. Ini
merupakan satu siklus.

10.

Kembali periksa ada tidaknya denyut jantung setelah lima siklus. Ulangi
kembali siklus bila belum ada denyut.

Survey Sekunder ( Secondary Survey) dan Pengelolaannya


Survey sekunder adalah pemeriksaan teliti yang dilakukan dari ujung rambut sampai
ujung kaki, dari depan sampai belakang dan setiap lubang dimasukkan jari ( tube
finger in every orifice ). Survey sekunder hanya dilakukan apabila penderita telah
stabil. Keadaan stabil yang dimaksud adalah keadaan penderita sudah tidak
menurun, mungkin masih dalam keadaan syok tetapi tidak bertambah berat. Suvey

sekunder harus melalui pemeriksaan yang teliti pada setiap lubang alami ( tubes
and finger in every orifice )

a)

Anamnesis

Anamnesis harus lengkap karena akan memberikan gambaran mengenai cedera


yang mungkin diderita. Beberapa contoh yang dapat dilhat sebagai berikut:

Tabrakan frontal seorang pengemudi mobil tanpa sabuk pengaman


mengalami: cedera wajah, maksilofacial, servikal, thoraks, abdomen dan tungkai
bawah.

Jatuh dari pohon setinggi 6 meter: perdarahan intrakranial, fraktur servikal


atau vertebra lain, fraktur ekstrimitas.

Terbakar dalam ruangan tertutup: cedera inhalasi, keracunan CO.

Anamnesis juga harus meliputi anamnesis AMPLE. Riwayat AMPLE didapatkan dari
penderita, keluarga ataupun petugas pra- RS yaitu:

A : alergi

M : medikasi/ obat-obatan

P : penyakit sebelumnya yang diderita ( misalnya hipertensi, DM )

L : last meal ( terakhir makan jam berapa )

E : events, yaitu hal-hal yang bersangkitan dengan sebab dari cedera.


b) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, auskultasi, palpasi dan perkusi.
1)

Kulit Kepala

Seluruh kulit kepala diperiksa. Seringkali penderita tampak mengalami cedera ringan
dan ternyata terdapat darah yang berasal dari belakang kepala. Lakukan inspeksi
dan palpasi seluruh kepala dan wajah untuk melihat adanya laserasi, kontusio,
fraktur dan luka termal.
2)

Wajah

Apabila cedera terjadi disekitar mata jangan lalai dalam memeriksa mata karena
apabila terlambat akan terjadi pembengkakan pada mata sehingga pemeriksaaan
sulit dilanjutkan. Lakukan Re-Evaluasi kesadaran dengan skor GCS.

Mata: periksa kornea mata ada cedera atau tidak, pupil : reflek terhadap
cahaya, pembesaran pupil, visus

Hidung: apabila terdapat pembengkakan lakukan palpasi akan kemungkinan


krepitasi dari suatu fraktur.

Telinga: periksa dengan senter mengenai keutuhan membran timpani atau


adanya hemotimpanum.

Rahang atas: periksa stabilitas rahang atas.

Rahang Bawah: periksa akan adanya fraktur.

3)

Vertebra Servikalis dan Leher

Pada saat memeriksa leher, kolar terpaksa dilepas. Jangan lupa untuk melakukan
fiksasi pada leher dengan bantuan petugas lain. Periksa adanya cedera tumpul atau
tajam. Deviasi trakea dan simetri pulsasi. Tetap jaga imobilisasi segaris dan proteksi
servikal. Jaga airway, pernafasan dan oksigenasi. Kontrol perdarahan, cegah
kerusakan otak sekunder.
4)

Thoraks

Pemeriksaan dilakukan dengan look, listen, feel.


Inspeksi : dinding dada bagian depan, samping dan belakang untuk adanya trauma
tumpul/ tajam, pemakaian otot pernafasan tambahan dan ekspansi torak bilateral.
Auskultasi: lakukan auskultasi pada bagian depan untuk bising nafas ( bilateral ) dan
bising jantung.
Palpasi: lakukan palpasi pada seluruh dinding dada untuk adanya traumatajam/
tumpul, emfisema subkutan, nyeri tekan dan krepitasi.
Perkusi: lakukan perkusi untuk mengetahui adanya hipersonor dan keredupan.
5)

Abdomen

Cedera intraabdomen biasanya sulit terdiagnosa , berbeda dengan keadaan cedera


kepala yang ditandai dengan penurunan kesadaran, fraktur vertebrae dengan
kelumpuhan ( penderita tidak sadar akan keluhan nyeri perutnya dan defans otot/
nyeri tekan).

Inspeksi: inspeksi abdomen bagian depan dan belakang untuk melihat adanya
trauma tajam, tumpul dan adanya perdarahan internal.
Auskultasi: auskultasi bising usus untuk mengetahui adanya penurunan bising usus.
Palpasi: palpasi abdomen untuk mengetahui adanya nyeri tekan, defans muskuler,
nyeri lepas yang jelas.
Perkusi:lakukan perkusi mengetahui adanya nyeri ketok, bunyi timpani akibat dilatasi
lambung akut atau redup bila ada hemoperitoneum.
Apabila ragu-ragu mengenai perdarahan intrabdomen dapat dilakukan pemeriksaan
DPL ataupun USG.
6)

Pelvis

Cedera pelvis yang berat akan tampak pada pemeriksaan fisik ( pelvis menjadi tidak
stabil). Pada cedera berat ini, kemungkinan penderita akan masuk dalam keadaan
syok yang harus segera diatasi. Bila ada indikasi lakukan pemasangan PASG/ gurita
untuk kontrol perdarahan dari fraktur pelvis.
7)

Ektrimitas

Pemeriksaan dilakukan dengan look-feel-move. Pada saat inspeksi, jangan lupa


untuk memeriksa adanya luka dekat daerah fraktur terbuka, pada saat palpasi
jangan lupa untuk memeriksa denyut nadi distal dari fraktur dan jangan dipaksakan
untuk bergerak apabila sudah jelas mengalami fraktur. Sindroma kompartemen
( tekanan intrakompartemen dalam ekstrimitas meninggi sehingga membahayakan
aliran darah) mungkin akan luput dari diagnosis pada penderita yang mengalami
penurunan kesadaran.
8)

Bagian Punggung

Periksa punggung dengan long roll ( memiringkan penderita dengan tetap menjaga
kesegarisan tubuh).
c)

Tambahan Terhadap Survey Sekunder

Pada secondary survey pertimbangkan perlunya diadakan pemeriksaan tambahan


seperti foto tambahan, CT-scan, USG, endoskopi dsb.
v Re-Evaluasi Penderita
Penilaian ulang penderit dengan mencatat, melaporkan setiap perubahan pada
kondisi penderita dan respon terhadap resusitasi. Monitoring tanda-tanda vital dan
jumlah urine.

v Transfer ke Pelayanan Definitif


Terapi definitif pada umumnya merupakan porsi dari dokter spesialis bedah. Tugas
dokter yang melakukan penanganan pertama adalah untuk melakukan resusitasi
dan stabilisasi serta menyiapkan penderita untuk dilakukannya tindakan definitive
atau untuk dirujuk. Proses rujukan harus sudah dimulai saat alas an untuk merujuk
ditemukan, karena menunda rujukan akan meninggikan morbiditas dan mortalitas
penderita. Keputusan untuk merujuk penderita didasarkan atas data fisioligis
penderita, cedera anatomis, mekanisme perlukaan, penyakit penyerta serta factorfaktor yang dapat mengubah prognosis. Idealnya dipilih rumah sakit terdekat yang
cocok dengan kondisi penderita. Tentukan indikasi rujukan, prosedur rujukan,
kebutuhan penderita selama perjalanan dan cara komunikasi dengan dokter yang
akan dirujuk.
Ekokardiografi adalah sebuah alat yang dapat mengeluarkan gelombang suara
ultrasonik atau USG untuk menilai jantung. Ekokardiografi dapat menilai struktur
dan fungsi jantung dengan akurat.

I. PENDAHULUAN
Keberhasilan dalam penanggulangan penderita Gawat Darurat (PPGD) sangat
bergantung dari kecepatan dan kualitas pertolongan yang didapat penderita. Disini
harus selalu diingat bahwa :
1. Kematian oleh karena sumbatan jalan nafas akan lebih cepat daripada kematian
karena kemampuan bernafas
2. Kematian oleh karena ketidakmampuan bernafas akan lebih cepatdaripada kematian
karena kehilangan darah
3. Kematian berikutnya akan diikuti oleh karena penyebab intra kranial
Karena itu dalam PPGD apapun penyebabnya urutan pertolongan adalah sebagai
berikut :
A : Air way, with cervical spine control
B : Breathing and Ventilation
C : Circulation with haemorrhage control
D : Disability on neurologic status
E : Exposure/Undress with temperature control
II. AIR WAY MANAGEMENT
Ketidakmampuan untuk memberikan oksigenasi ke jaringan tubuh terutama ke otak
dan organ vital yang lain merupakan pembunuh tercepat pada pasien. Oleh karena
itu airway yang baik merupakan prioritas pertama pada setiap penderita gawat
darurat.
Kematian-kematian dini karena masalah airway :
1.
Kegagalan mengetahui adanya kebutuhan airway
2.
Ketidakmampuan untuk membuka airway
3.
Kegagalan mengetahui adanya airway yang dipasang secara keliru
4.
Perubahan letak airway yang sebelumnya telah dipasang
5.
Kegagalan mengetahui adanya kebutuhan ventilasi
6.
Aspirasi isi lambung, darah

1.
2.
3.
4.

Pengenalan
Masalah
Gangguan airway dapat timbul secara total & mendadak tetapi sebaliknya bisa
secara bertahap dan pelan-pelan. Takhipnea merupakan tanda awal yang samarsamar akan adanya gangguan terhadap airway. Adanya ketakutan & gelisah
merupakan tanda hipoksia oleh karena itu harus selalu secara berulang-ulang kita
nilai airway ini terutama pada penderita yang tidak sadar. Penderita dengan
gangguan kesadaran oleh karena cidera kepala obat-obatan atau alkohol, cedera
toraks, aspirasi material muntah atau tersedak mungkin sekali terjadi gangguan
airway. Disini diperlukan intubasi endotrakheal yang bertujuan :
Membuka airway
Memberikan tambahan oksigen
Menunjang ventilasi
Mencegah aspirasi

Tanda-tanda Obyektif Sumbata Airway


1. Look
Terlihat pasien gelisah dan perubahan kesadaran. Ini merupakan gejala adanya
hipoksia dan hipercarbia. Pasien terlihat cyanosis terutama pada kulit sekitar mulut,
ujung jari kuku. Juga terlihat adanya kontraksi dari otot pernafasan tambahan.
2. Listen
Disini kita dengarkan apakah ada suara seperti orang ngorok, kumur-kumur, bersiul,
yang mungkin berhubungan dengan adanya sumbatan partial pada farink/larink.
3. Feel
Kita bisa rasakan bila ada sumbatan udara terutama pada saat ekspirasi bila
kedudukan trackhea di linea media

1.

a.
b.
c.
d.
2.

Management
Pengenalan adanya gangguan jalan nafas & ventilasi harus bisa dilakukan secara
cepat & tepat. Bila memang ada harus secepatnya gangguan jalan nafas dan
ventilasi ini untuk segera diatasi. Hal penting ini untuk menjamin oksigenasi ke
jaringan. Haruslah diingat setiap tindakan untuk menjamin airway yang baik harus
selalu dengan penekanan untuk selalu menjaga cervical spine terutama pada
penderita dengan trauma dan cedera di atas clavikula. Pada setiap penderita
dengan gangguan saluran nafas, harus selalu secara cepat diketahui apakah ada
benda asing, cairan isi lambung, darah di saluran nafas bagian atas. Kalau ada
harus segera dicoba untuk dikeluarkan bisa dengan jari, suction. Suatu saat bila
dilapangan ada penderita dengan sumbatan jalan nafas misal tersedak makanan
abdominal trust akan sangat berguna.
Teknik-teknik mempertahankan airway :
Pada penderita dengan kehilangan kesadaran mungkin sekali lidah akan jatuh ke
belakang dan menutupi hipofarink dan menimbulkan sumbatan jalan nafas. Ini bisa
ditolong dengan jalan :
Chin lift
Jaw thrust
Orofaringeal tube
Nasofaringeal tube
Airway definitif
Disini ada pipa dalam trakhea dengan balon yang dikembangkan, dimana pipa ini
dihubungkan dengan alat bantu pernafasan yang diperkaya dengan oksigen. Cara :

oratracheal, nasotracheal & surgical (krikotiroidotomi atau trakheotomi). Indikasi


pemasangan airway definitif bila ditemukan adanya temuan klinis :
a. Apnue
b. Ketidakmampuan mempertahankan airway yang bebas dengan cara yang lain
c. Untuk melindungi airway bagian bawah dari aspirasi darah atau muntahan
d. Adanya ancaman segera sumbatan airway oleh karena cidera inhalasi patah tulang
wajah hematoma retropharingeal
Cidera kepala tertutup yang memrlukan bantuan nafas (GCS 8). Dari ketiga cara ini
yang terbanyak dipakai adalah endotrakheal (naso/orotrakheal). Pemilihan
naso/orotrakheal intubation tergantung pengalaman dokter. Kedua teknik ini aman
dan efektif bila dilakukan dengan tepat. Haruslah diingat pada pemasangan
endotrakheal tube ini harus selalu dijaga aligment dari columna vertebralis dengan
cervikal.
3. Airway definitif surgical
Ini dikerjakan bila ada kesukaran atau kegagalan didalam memasang endotrakheal
intubasi. Pada keadaan yang membutuhkan kecepatan lebih dipilih krikotireodektomi
dari pada tracheostomi.
a. Needle cricothyroidoktomi
Cara dengan menusukkan jarum lewat membran krikotiroid, ini hanya bisa
memberikan oksigen dalam waktu yang pendek (30-45 menit). Disini dipakai jarum
no 12-14 (anak 16-18 tahun)
b. Surgical cricothyroidoktomi
Penderita tidur posisi supinasi sesudah dilakukan anestesi lokal buat irisan kulit
tranversal sampai membran cricothyroid lubang ini bisa dilebarkan dengan gagang
pisau dengan cara memutar 90 derajad. Disini bisa dipakai tracheostomi tube atau
endotracheal tube. Hati-hati dengan cartilago cricoid terutama pada anak-anak
(teknik ini tidak dianjurkan pada anak dibawah 12 tahun), hal ini dikarenakan
cartilago cricoid merupakan penyangga trachea bagian atas. Komlikasi :
1) Aspirasi
2) Salah masuk ke dalam jaringan
3) Stenosis/oedema subglotis
4) Stenosis laringeal
5) Perdarahan/hematom
6) Laserasi esophagus
7) Laserasi trachea
8) Emphisema mediastinal
9) Paralisis pita suara
II. BREATHING AND VENTILATION
Jalan nafas yang baik dan lancar belum tentu menjamin ventilasi yang baik. Ventilasi
yang baik sangat bergantung dari fungsi paru, dinding dada dan diafragma.
Penyebab gangguan breathing :
1. Pleural effusion
2. Pneumothoraks (open dan tension)
3. Hemothoraks
4. Traumatic wet lung syndrome
Pertolongan untuk memperbaiki breathing :
1. Tension pneumothorax :
Tusuk dengan jarum yang besar pada sela antar iga II
Pemasangan chest tube pada sela antar iga IV

2. Hemothorax dengan pemasangan chest tube


3. Open pneumothorax segera ditutup dengan kasa vasein
4. Fail chest diberi analgetika
II. CIRCULATION WITH HAEMORRAHAGE CONTROL
Penyebab terbesar pasien yang mengalami shook dan berakhir dengan kematian
adalah kehilangan darah dalam jumlah yang banyak. Oleh karenanya pasien dengan
trauma dan hipotensi, harus segera ditangani sebagai pasien hipovolemi sampai
bisa dibuktikan bahwa hipotensinya disebabkan oleh sebab yang lain. Seperti
diketahui, volume darah manusia dewasa adalah 7% dari berat badan, anak 8-9%
dari BB. Terapi resusitasi cairan yang agresif harus segera dimulai begitu ada tanda
dan gejala klinis adanya kehilangan darah muncul. Sangatlah berbahaya bila
menunggu sampai tekanan darah menurun. Untuk menilai apakah resusitasi cairan
yang diberikan sudah cukup atau belum :
Tanda vital
Produksi urine
CVP
Penyebab hipovolemia adalah :
Cidera rongga perut
Cidera rongga dada
Fraktur pelvis
Fraktur femur
Luka tembus pembuluh darah besar
Perdarahan diluar tubuh dari berbagai tempat
III. DISABILITY (NEUROLOGIC EVALUATION)
Evaluasi secara cepat dilakukan dan dikerjakan pada tahap akhir dan primary survey
dengan menilai kesadaran dan pupil penderita.
A : Alert
V : Respon to vokal stimulation
P : respon only to painful stimulation
U : Unresponsive
Glasgow coma scale merupakan penilaian yang lebih rinci, bila ini tidak dikerjakan di
primary survey bisa dikerjakan di secondary survey.
IV. EXPOSURE
Disini semua pakaian pasien dibuka. Hal ini akan sangat membantu pemeriksaan
lebih lanjut. Harus diingat disini pasien dijaga agar tidak jatuh ke hipotermia dengan
jalan diberikan selimut.
V. SECONDARY SURVEY
Dikerjakan bila primary survey dan resusitasi selesai dilakukan. Disini dilakukan
evaluasi yang lebih teliti mulai dari kepala sampai ujung kaki penderita, juga GCS
bisa dikerjakan lebih teliti bila pada primary survey belum sempat dikerjakan.
Pemeriksaan laboratorium, evaluasi, radiologi dan peritoneal lavage bisa dikerjakan.

You might also like