You are on page 1of 6

Uji protein kali ini menggunakan dua metode yaitu analisis kualitatif dan

analisis kuantitatif. Pada analisis kualitatif digunakan pereaksi xanthoprotein,


sedangkan pada analisis kuantitatif kita menggunakan analisis kadar protein total
dengan metode biuret. Metode biuret

ini menggunakan alat yang bernama

microplate reader dengan prinsip elisa.


Uji protein dengan metode kualitatif xanthoprotein kali ini bertujuan untuk
mengidentifikasi protein dalam sampel, yaitu kubis dengan menggunakan
pereaksi xanthoprotein. Pereaksi xanthoprotein biasa digunakan untuk identifikasi
protein yang mengandung asam amino dengan inti benzen.
Uji protein dengan menggunakan pereaksi xanthoprotein menggunakan
asam nitrat pekat atau HNO3 pekat sebagai larutan asam yang seharusnya akan
menghasilkan endapan putih saat ditambahkan pada larutan sampel, namun hal ini
tidak terjadi mungkin dikarenakan kebersihan alat yang digunakan sehingga
sampel ataupun pereaksi terkontaminasi oleh zat lain. Pengendapan yang
seharusnya terjadi disebabkan oleh reaksi asam dengan gugus amino dari protein
sehingga endapan tersebut terbentuk. Pengendapan tersebut bersifat irreversible
karena apabila ditambahkan HNO3 berlebih maka endapan putih tersebut juga
masih akan terbentuk dan menambah jumlah endapan yang telah terbentuk
sebelumnya. Larutan HNO3 yang ditambahkan juga berfungsi sebagai pemecah
protein agar protein menjadi gugus benzen.
Meskipun tidak menghasilkan endapan putih pada saat penambahan
HNO3, terjadi perubahan warna larutan sampel dari yang semula berwarna hijau
bening menjadi merah muda atau pink, kemudian ketika larutan sampel yang telah
berubah warna tersebut dipanaskan warnanya kembali berubah dari warna merah
muda atau pink menjadi warna jingga. Perubahan warna saat pemanasan yaitu saat
terjadinya perubahan warna pink atau merah muda tersebut menjadi warna jingga
disebut sebagai reaksi nitrasi. Reaksi nitrasi yaitu reaksi kimia yang terjadi pada
benzena dengan asam nitrat, dan produk hasilnya adalah nitrobenzen dan air
sebagai produk samping. Pada proses nitrasi tersebut terjadi reaksi subtitusi atom
H pada benzena yang teradapat pada molekul protein oleh gugus nitro. Menurut

literatur warna yang harusnya terlihat saat pemanasan sampel setelah ditambahkan
HNO3 pekat adalah warna kuning karena reaksi nitrasi yang terjadi dimana telah
disebutkan sebelumnya. Perubahan warna yang tidak menjadi kuning mungkin
diakibatkan oleh suhu saat pemanasan yang terlalu tinggi, sedangkan menurut
literatur suhu pemanasan untuk proses nitrasi adalah sekitar 30

hingga 40

. Maka dari itu warna yang dinginkan dikarenakan proses nitrasi yaitu

kuning terjadi saat larutan sampel didinginkan setelah pemanasan.


Protein bersifat amfoter, maksudnya adalah protein dapat bereaksi dengan
asam maupun basa. Pada uji xanthoprotein ini yang bertindak sebagai asam adalah
HNO3 dengan kadar pekatnya, sedangkan yang bertondak sebagai basa adalah
NaOH. Penambahan NaOH pada larutan sampel yaitu setelah melakukan
pendinginan terhadap larutan sampel tersebut. Setelah penambahan NaOH larutan
sampel yang berwarna kuning berubah warna menjadi jingga. NaOH ditambahkan
agar membuat suasana larutan menjadi basa sehingga dapat terioniasi,
penambahan NaOH setelah dilakukannya pemanasan dimaksudkan agar bereaksi
sempurna dan agar tidak terionisasi pada tahap awal. Perubahan warna jingga
tersebut juga dapat terbentuk karena asam amino yang telah direaksikan dengan
HNO3 teroksidasi sehingga menjadi larutan berwarna kuning, kemudian larutan
yang berubah menjadi warna kuning tersebut direaksikan dengan NaOH sehingga
terbentuk larutan berwarna jingga yang menunjukkan adanya asam amino
aromatik pada larutan sampel yang diuji. Asam amino aromatik adalah jenis asam
amino yang terdiri atas beberapa atom karbon yang umumnya kurang larut dalam
air namun larut dalam pelarut organik.
Untuk uji protein dengan metode biuret juga bertujuan untuk mencari
kadar suatu protein dari suatu sampel kubis dengan menghitung absorbansinya.
Absorbansi merupakan daya sinar yang diserap oleh larutan blanko, maupun
larutan baku. Dengan menggunakan alat microplate reader dapat dibaca
absorbansinya menggunakan panjang gelombang yang sesuai. Panjang gelombang
yang sesuai untuk dapat membaca abosrbansi sampel ini adalah 530nm, jika

nantinya tidak tersedia panjang gelombang yang sesuai gunakan panjang


gelombang yang mendekati.
Sesuai prosedur, hal yang pertama dilakukan adalah menyiapkan alat dan
bahan. Karena perhitungan kadar ini menggunakan prinsip dari ELISA maka alat
yang digunakan adalah microplate reader. Microplate reader adalah suatu
instrumen yang menggunakan absorbansi dan memanfaatkan kurva standar untuk
menentukan nilai-nilai ekperimental. Kurva ini menggunakan sampel konsentrasi
untuk menhasilkan garis yang cocok, kemudian nilai-nilai eksperimental
diekstrapolasi kekurva atau langsung dihitung dengan menggunakan persamaan
dari regresi linear. Microplate reader dapat digunakan untuk menghitung protein,
ekspresi gen dan berbagai proses metabolisme.
Dalam menggunakan instrumen microplate reader, instrumen ini
menggunakan prinsip ELISA(Enzyme-Linked Immunosorbent Assay). Pada
dasarnya ELISA merupakan teknik dalam biokimia untuk mendeteksi kehadiran
suatu antibodi atau antigen dalam suatu sampel. Dalam analisis kualitatif protein
ini dapat diartikan bahwa, antigen atau antibodi dalam ELISA diibaratkan sebagai
protein dan kubis merupakan sampelnya.
Dalam perhitungan kadarnya, dilakukan dua kali absorbansi, absorbansi
yang pertama adalah dengan kasein dan yang kedua barulah dengan sampel.
Karena kita akan mengitung nilai kadar protein, maka baku yang digunakan
adalah kasein yang merupakan protein murni.
Untuk baku kasein pada microlate dimasukkan 50 mikroliter kasein dan
ditambahkan 50 mikroliter aquades. Aquades ditambahkan karena sebelumnya
juga sampel kubis dilakukan pengenceran dengan pelarutnya yaitu NaCl fisiologis
0,9%.

Setelah itu dilakukan pengenceran bertingkat dengan cara mengambil

aquades lalu diaduk lalu diambil dan diletakkan pada microplate selanjutnya, dan
seterusnya. Pengenceran bertingkat ini dilakukan untuk mengurangi atau
memperkecil kontaminan jumlah dalam sampel kubis. Setelah dilakukan
pengeceran bertingkat barulah ditambahkan indikator protein yaitu biuret

sebanyak 150mikroliter. Indikator biuret sebenarnya dapat digunakan sebagai


indikator untuk analisis kualitatif yang jika positif mengandung protein maka
sampel akan berwarna ungu, sedangkan untuk analisis kuantitatif indikator biuret
digunakan sebagai indikator absorbansi atau penyerapan cahaya pada sampel yang
mengandung protein. Biuret akan bereaksi denan protein dan membuat protein
yang terkandung dalam sampel dapat terabsorbansi oleh microplate reader.
Setelah ditambahkan biuret, hal yang selanjutnya dilakukan adalah
menginkubasi nya selama 30menit dalam suhu kamar. Inkubasi dilakukan karena
suhu optimum pada protein adalah sama dengan suhu kamar, dan untuk
menyesuaikan larutan dengan reaksi yang terjadi pada suhu tersebut agar
tercampur. Setelah diinkubasi barulah dilakukan absorbansi pada 530nm. Untuk
sampel kubis prosedurnya juga sama namun bahan yang ditambahkan hanya
sampel dan biuret saja.
Setelah didapatkan data dari kedua absorbansi tersebut barulah kita dapat
menghitung menghitung konsentrasi protein dalam sampel kubis. Sebelum itu kita
harus membuat kurva baku terlebih dahulu, kurva baku merupakan kurva yang
dibuat dari jumlahnya larutan standar (kasein) yang merupakan protein sehingga
dapat di regresikan. Regresi digunakan untuk mengetahui pengaruh antara satu
atau beberapa variabel terhadap satu buah variabel. Variabel yang dimaksud disini
mungkin pengaruh zat-zat lain yang terkandung dalam sampel kubis terhadap
proteinnya. Kurva standar digunakan untuk menunjukkan besarnya konsentrasi
protein dari sampel kubis dari persamaan yang dimunculkan nantinya.
Setelah dihitung ternyata nilai absorbansinya mengalami fluktuasi,
seharusnya semakin kecil konsentrasi nya (dikarenakan pengenceran bertingkat)
maka semakin kecil pula nilai absorbansinya. Fluktuasi nilai absorbansi ini
mungkin disebabkan karena pada saat pengenceran bertingkat penngambilannya
tidak konstan sehingga konsentrasinya juga tidak konstan turun. Ini menyebabkan
kurva yang akan dibentuk tidak akan menjadi lurus, untuk itu kita harus
mengambil data yang memungkinkan membuat kurva tersebut menjadi lurus.
Pada nilai absorbansinya, nilai absorbansi yang memungkinkan untuk membuat

kurva menjadi lurus adalah nilai absorbansi 0,126 dengan konsentrasi 1000ppm,
0,0925 dengan konsentrasi 250ppm, dan 0,0905 dengan konsentrasi 125. Karena
nilai absorbansinya mengalami penurunan seiring dengan konsentrasinya maka
data ini dapat digunakan sebagai kurva baku kasein. Setelah kurva baku kasein
terbentuk maka akan didapatkan persamaan untuk menghitung konsentrasi
protein, Y = 0,00004x

+ 0,0838 . Y merupakan nilai absorbansi sampel

dikurangin absorbansi kasein. Pengurangan ini dimaksudkan untuk mendapatkan


absorbansi yang murni tanpa adanya biuret, dan X merupakan perumpaan dari
konsentrasi protein yang dicari.
Pada perhitungan konsentrasi protein sampel yaitu kubis didapatkan hasil
pada sampel 1 konsentrasi proteinnya adalah -1182,5; kemudian pada sampel 2
konsentrasinya adalah -745; lalu pada sampel 3 konsentrasi proteinnya adalah
-607,5; maka rata-rata konsentrasi protein sampel ketiganya adalah -811,667.
Perhitungan konsentrasi sampel jeruk yang didapat pada sampel 1 adalah
4167,5; lalu pada sampel 2 adalah 3267,5; dan pada sampel 3 adalah 1842,5;
sehingga rata-rata dari ketiganya adalah 3092,5 ppm. Kemudian pada perhitungan
konsentrasi sampel alpukat yang didapat pada sampel 1 adalah 13875,5; lalu pada
sampel 2 adalah 11517,5; dan pada sampel 3 adalah 12687,5; sehingga rata-rata
dari ketiganya adalah 12753,5 ppm. Selanjutnya pada perhitungan konsentrasi
sampel buncis yang didapat pada sampel 1 adalah 942,5; lalu pada sampel 2
adalah 1742,5; dan pada sampel 3 adalah 842,5; sehingga rata-rata dari ketiganya
adalah 1175,833 ppm. Pada perhitungan konsentrasi sampel wortel yang didapat
pada sampel 1 adalah 2617,5; lalu pada sampel 2 adalah 6792,5; dan pada sampel
3 adalah 6912,5; sehingga rata-rata dari ketiganya adalah 5440,833 ppm. Pada
perhitungan konsentrasi sampel apel yang didapat pada sampel 1 adalah 11242,5;
lalu pada sampel 2 adalah 7692,5; dan pada sampel 3 adalah 7692,5; sehingga
rata-rata dari ketiganya adalah 8875,833 ppm. Pada perhitungan konsentrasi
sampel kacang yang didapat pada sampel 1 adalah 3067,5; lalu pada sampel 2
adalah 11042,5; dan pada sampel 3 adalah 6392,5; sehingga rata-rata dari
ketiganya adalah 6831,16 ppm. pada perhitungan konsentrasi sampel pepaya yang

didapat pada sampel 1 adalah -1282,5; lalu pada sampel 2 adalah -1557,5; dan
pada sampel 3 adalah -1857,5; sehingga rata-rata dari ketiganya adalah -1565,83
ppm.
Dengan semua data tersebut dapat dibandingkan nilai konsentrasi dari
setiap sampel, ternyata nilai konsentrasi protein pada sampel kubis berada pada
urutan kedua dari akhir setelah nilai konsentrasi pepaya. Hasil perhitungan
konsentrasi yang didapatkan dari ketiga sampel tersebut bernilai negatif (seperti
halnya pada sampel pepaya), hal tersebut kemungkinan dapat disebabkan oleh
pada saat preparasi sampel penambahan pelarut yang terlalu banyak sehingga
menjadikan sampel terlalu encer. Menurut literatur nilai absorbansi dipengaruhi
oleh konsentrasi sampel itu sendiri, misalnya adalah apabila sampel terlalu encer
dikarenakan terlalu banyak menambahkan pelarut yang nantinya akan mengurangi
konsentrasi larutan sampel dan akan membuat nilai absorbansinya menurun. Hal
ini terbukti ketika pembacaan nilai absorbansi, didapatkan nilai hasil absorbansi
pada sampel 1 adalah 0,122; sedangkan pada sampel 2 adalah 0,140; dan pada
sampel 3 adalah 0,145. Menurut literatur kandungan kubis dalam 100 gram adalah
1,28 gram hingga 1,4 gram. Hasil negatif dari uji kuantitatif dengan pereksi biuret
juga dapat disebabkan karena alat-alat pada saat preparasi sampel telah
terkontaminasi oleh zat lain sehingga protein yang ada didalamnya rusak.
Biasanya protein dapat rusak dalam suhu tinggi, dan penambahan larutan asambasa. Saat suhu dinaikkan energi kinetik akan membuat perubahan entalpi sistem
naik yang juga membuat energi kinetik molekul bertambah sehingga dapat
mengacaukan ikatan hidrogen, juga kemampuan protein untuk mengikat air pun
akan menurun sehingga menyebabkan terjadinya koagulasi. Penambahan larutan
asam-basa akan merusak protein karena protein akan dapat membentuk struktur
zwitter ion, dan protein juga memiliki titik isoelektrik dimana jumlah muatan
positifnya sama dengan jumlah muatan negatif, intinya adalah penambahan asambasa akan mengacaukan jembatan garam yang terdapat pada protein.

You might also like