You are on page 1of 15

Pengantar Jalan Tambang

Posted by Rachmat Risejet Tuesday, 18 December 2012 8 comments

PENDAHULUAN
Setiap operasi penambangan memerlukan jalan tambang sebagai sarana infrastruktur yang vital
di

dalam

lokasi

penambangan

dan

sekitar-nya. Jalan

tambang berfungsi

sebagai

penghubung lokasi-lokasi penting, antara lain lokasi tambang dengan area crushing plant,
pengolahan bahan galian, perkantoran, perumahan karyawan dan tempat-tempat lain di wilayah
penambangan.
Konstruksi jalan tambang secara garis besar sama dengan jalan angkut di kota. Perbedaan yang
khas terletak pada permukaan jalannya (road surface) yang jarang sekali dilapisi oleh
aspal atau beton seperti pada jalan angkut di kota, karena jalan tambang sering dilalui oleh
peralatan mekanis yang memakai crawler track, misalnya bulldozer, excavator, crawler rock drill
(CRD), track loader dan sebagainya. Untuk membuat jalan angkut tambang diperlukan
bermacam-macam

alat mekanis,

antara

lain:

bulldozer yang berfungsi antara lain untuk pembersihan lahan dan pembabatan,
perintisan badan jalan, potong-timbun, perataan dll;

alat garu (roater atau ripper) untuk membantu pembabatan dan meng-atasi batuan yang
agak keras;

alat muat untuk memuat hasil galian yang volumenya besar;

alat angkut untuk mengangkut hasil galian tanah yang tidak diperlukan dan
membuangnya di lokasi penimbunan;

motor grader untuk meratakan dan merawat jalan angkut;

alat gilas untuk memadatkan dan mempertinggi daya dukung jalan;


Seperti halnya jalan angkut di kota, jalan angkut di tambang pun harus dilengkapi penyaliran
(drainage) yang ukurannya memadai. Sistem penyaliran harus mampu menampung air hujan
pada kondisi curah hujan yang tinggi dan harus mampu pula mengatasi luncuran
partikelpartikel kerikil atau tanah pelapis permukaan jalan yang terseret arus air hujan menuju
penyaliran.
Apabila jalan tambang melalui sungai atau parit, maka harus dibuat jembatan yang
konstruksinya mengikuti persyaratan yang biasa diterapkan pada konstruksi jembatan umum di
jalan kota. Parit yang dilalui jalan tambang mungkin dapat diatasi dengan pemasangan goronggorong (culvert), kemudian dilapisi oleh campuran tanah dan batu sampai pada ketinggian jalan
yang dikehendaki.

GEOMETRI JALAN ANGKUT


Fungsi

utama

jalan

angkut

secara

umum

adalah

untuk

menunjang

kelancaran

operasi penambangan terutama dalam kegiatan pengangkutan. Medan berat yang mungkin
terdapat disepanjang rute jalan tambang harus diatasi dengan mengubah rancangan jalan
untuk meningkatkan aspek manfaat dan keselamatan kerja. Apabila perlu dibuat terowongan
(tunnel) atau jembatan, maka cara pembuatan dan konstruksinya harus mengikuti aturan-aturan
teknik sipil yang berlaku. Lajur jalan di dalam terowongan atau jembatan umumnya cukup satu

dan alat angkut atau kendaraan yang akan melewatinya masuk secara bergantian. Pada kedua
pintu terowongan ditugaskan penjaga (Satpam) yang mengatur kendaraan masuk secara
bergiliran, terutama bila terowongan cukup panjang.
Geometri jalan angkut yang harus diperhatikan sama seperti jalan raya pada umumnya, yaitu:
(1) lebar jalan angkut,
(2) jari-jari tikungan dan super- elevasi,
(3) kemiringan jalan, dan
(4) cross slope.
Alat angkut atau truk-truk tambang umumnya berdimensi lebih lebar, panjang dan lebih berat
dibanding kendaraan angkut yang bergerak di jalan raya. Oleh sebab itu, geometri jalan harus
sesuai dengan dimensi alat angkut yang digunakan agar alat angkut tersebut dapat bergerak
leluasa pada kecepatan normal dan aman.

LEBAR JALAN ANGKUT


Jalan angkut yang lebar diharapkan akan membuat lalulintas pengangkutan lancar dan aman.
Namun, karena keterbatasan dan kesulitan yang muncul di lapangan, maka lebar jalan minimum
harus diperhitungan dengan cermat. Perhitungan lebar jalan angkut yang lurus dan
belok (tikungan) berbeda, karena pada posisi membelok kendaraan akan membutuhkan ruang
gerak yang lebih lebar akibat jejak ban depan dan belakang yang ditinggalkan di atas jalan
melebar. Disamping itu, perhitungan lebar jalan pun harus mempertimbangkan jumlah lajur, yaitu
lajur tunggal untuk jalan satu arah atau lajur ganda untuk jalan dua arah.

Lebar jalan angkut pada jalan lurus


Lebar jalan minimum pada jalan lurus dengan lajur ganda atau lebih, menurut Aasho
Manual Rural High Way Design, harus ditambah dengan setengah lebar alat angkut pada bagian
tepi kiri dan kanan jalan. Dari ketentuan tersebut dapat digunakan cara sederhana untuk
menentukan

lebar

jalan

angkut

minimum,

yaitu

menggunakan

rule

of

thumb

atau

angka perkiraan, dengan pengertian bahwa lebar alat angkut sama dengan lebar lajur.

Lebar Jalan Angkut Minimum


Dari kolom perhitunga dapat ditetapkan rumus lebar jalan angkut minimum pada jalan lurus.
Seandainya lebar kendaraan dan jumlah lajur yang direncanakan masing-masing adalah Wt dan
n, maka lebar jalan angkut pada jalan lurus dapat dirumuskan sebagai
berikut:
L min = n.Wt + (n + 1) (.Wt).(1)
di mana :
L min = lebar jalan angkut minimum, m
n = jumlah lajur
Wt = lebar alat angkut, m
Dengan demikian, apabila lebar truck 773D-Caterpillar antara dua kaca spion kiri-kanan 5,076 m,
maka lebar jalan lurus minimum dengan lajur ganda adalah sebagai berikut:
L min = n.Wt + (n + 1) (.Wt)
= 2 (5,076) + (3) ( x 5,076)
= 17,77 m 18 m

Lebar Jalan Angkut Dua Lajur Pada Jalan Lurus


Lebar jalan angkut pada belokan
Lebar jalan angkut pada belokan atau tikungan selalu lebih besar daripada lebar jalan
lurus. Untuk lajur ganda, maka lebar jalan minimum pada belokan didasarkan atas:
Lebar jejak ban;
Lebar juntai atau tonjolan (overhang) alat angkut bagian depan dan belakang pada
saat membelok;
Jarak antar alat angkut atau kendaraan pada saat bersimpangan;
Jarak dari kedua tepi jalan.
Dengan menggunakan ilustrasi, dapat dihitung lebar jalan minimum pada belokan, yaitu seperti
terlihat di bawah ini:
di mana :
Wmin= lebar jalan angkut minimum pada belokan, m
U = lebar jejak roda (center to center tires), m
Fa = lebar juntai (overhang) depan, m
Fb = lebar juntai belakang, m
Z = lebar bagian tepi jalan, m
C = jarak antar kendaraan (total lateral clearance), m
Misalnya akan dihitung lebar jalan membelok untuk dua lajur truck 773D-Caterpillar.
Lebar sebuah ban pada kondisi bermuatan dan bergerak pada jalan lurus adalah 0,70 m.
Jarak antara dua pusat ban 3,30 m. Pada saat membelok meninggalkan jejak di atas jalan
selebar 0,80 m untuk ban depan dan 1,65 m untuk ban belakang. Bila jarak antar truck sekitar
4,50 m, maka lebar jalan membelok adalah sebagai berikut:

JARIJARI TIKUNGAN DAN SUPERELEVASI


Pada saat kendaraan melalui tikungan atau belokan dengan kecepatan tertentu akan
menerima gaya sentrifugal yang menyebabkan kendaraan tidak stabil. Untuk mengimbangi gaya
sentrifugal tersebut, perlu dibuat suatu kemiringan melintang ke arah titik pusat tikungan yang
disebut superelevasi (e). Gaya gesek (friksi) melintang yang cukup berarti antara ban dengan
permukaan jalan akan terjadi pada daerah superelevasi. Implementasi matematisnya berupa
koefisien gesek melintang (f) yang merupakan per-bandingan antara besar gaya gesek
melintang dengan gaya normal.
Jari-jari tikungan
Jari-jari

tikungan

jalan

digunakan, khususnya

angkut

jarak

berhubungan

horizontal

antara

dengan
poros

konstruksi
roda

alat

depan

angkut
dan

yang

belakang.

memperlihatkan jari-jari lingkaran yang dijalani oleh roda belakang dan roda depan berpotongan
di pusat C dengan besar sudut sama dengan sudut penyimpangan roda depan. Dengan
demikian jari-jari belokan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
di mana :
R = jari-jari belokan jalan angkut, m

W = jarak poros roda depan dan belakang, m


= sudut penyimpangan roda depan,
Namun, rumus di atas merupakan perhitungan matematis untuk mendapatkan lengkungan
belokan jalan tanpa mempertimbangkan faktor-faktor kecepatan alat angkut, gesekan roda ban
dengan permukaan jalan dan superelevasi. Apabila ketiga faktor tersebut diperhitungkan,
maka rumus jari-jari tikungan menjadi sebagai berikut:
Sudut Maksimum Penyimpangan Kendaraan
Di mana V, e, f dan D masing-masing adalah kecepatan (km/jam), super-elevasi (%),
koefisien gesek melintang dan besar derajat lengkung. Agar terhindar dari kemungkinan
kecelakaan, maka untuk kecepatan tertentu dapat dihitung jari-jari minimum untuk superelevasi
maksimum dan koefisien gesek maksimum.
VR adalah kecepatan kendaraan rencana dan hubungannya emak dan fmak, dimana titik-titik 1,
2 dan 3 pada kurva tersebut adalah harga emak 6%, 8% dan 10%. Untuk pertimbangan
perencanaan, digunakan emax = 10%. Dengan menggunakan rumus (5) dapat dihitung jari-jari
tikungan minimal (Rmin) untuk variasi VR dengan konstanta emax = 10% serta harga fmax
sesuai kurva
Jari-Jari Tikungan Minimum Untuk emak = 10%
Kurva Koefisien Gesek Untuk emax 6%, 8% dan 10% (menurut AASHTO)
Bentuk busur lengkungan pada tikungan
Badan jalan secara horizontal dapat terbagi dua bagian, yaitu: bagian yang lurus dan
bagian yang melengkung. Rancangan pada kedua bagian tersebut berbeda, baik ditinjau
dari konsistensi

lebar

jalannya

maupun

bentuk

potongan

melintangnya.

Yang

perlu

diperhatikan dalam merancang bagian jalan yang lurus adalah harus mempunyai panjang
maksimum yang dapat ditempuh dalam tempo sekitar 2,50 menit dengan pertimbangan
keselamatan pengemudi akibat kelelahan. Sedangkan pada bagian yang melengkung, biasanya
digunakan dua jenis rancangan, yaitu:
(a) Tikungan berbentuk lingkaran (FC)
Tikungan berbentuk lingkaran artinya bahwa diantara bentuk badan jalan yang lurus terdapat
tikungan yang lengkungannya dirancang cukup dengan sebuah jari-jari saja. Bentuk tikungan FC
ini biasanya dirancang untuk tikungan yang besar, sehingga tidak terjadi perubahan panjang jarijari (R ) sampai ke bentuk jalan yang lurus berikutnya.
Komponen-komponen Tikungan FC
Parameter-parameter yang ditetapkan di dalam merancang tikungan FC meliputi kecepatan
(km/jam), sudut ? diukur dari Gambar() dan jari-jari (m). Sedangkan panjang T, E dan L (lihat
Gambar 5) dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
T = R tan ?.(8)

E = T tan ?..(9)
L = 0,01744 ? R(10)
Batasan yang dipakai di Indonesia dengan menggunakan tikungan bentuk lingkaran (FC) adalah
sebagai berikut:
Batas Tikungan Bentuk FC
(b) Tikungan berbentuk SpiralLingkaranSpiral (S-C-S)
Tikungan S-C-S dirancang apabila jari-jari lingkarannya terlalu kecil dari harga pada Tabel
3, sehingga diperlukan lengkungan peralihan. Lengkungan peralihan tersebut dinamakan
spiral yang berfungsi sebagai penghubung antara bagian jalan yang lurus dengan bentuk
lingkaran. Panjang lengkung peralihan (spiral) diperhitungkan dengan mempertimbangkan
perubahan gaya sentrifugal dari nol (pada bagian lurus) sampai bentuk lingkaran yang besarnya
adalah:
Harga Ls dihitung menurut rumus Modifikasi Shortt sebagai berikut:
di mana :
Ls = panjang lengkung spiral, m
VR = kecepatan rencana, km/jam
R = jari-jari lingkaran, m
C = perubahan percepatan, 0,3 1,0 m/det disarankan 0,4 m/det
e = superelevasi, m/m
Terlihat bahwa TS-SC atau CS-ST adalah panjang lengkung spiral atau peralihan (Ls),
sedangkan SC-CS adalah lengkung lingkaran dengan jari-jari Rc (Lc). Dengan demikian panjang
tikungan adalah:
Ltot = 2 Ls + Lc(13)
Komponen-komponen Tikungan S-C-S
Xs = absis titik SC pada garis singgung jarak dari titik TS ke SC (jarak l lurus dari garis lengkung
peralihan).
Ys = ordinat titik SC pada garis tegak lurus garis singgung (jarak tegak l lurus ke titik
SC pada garis lengkung peralihan).
Ts = panjang garis singgung dari titik PI ke titik TS atau ke titik ST.
TS = titik antara garis lurus (singgung) dan spiral.
SC = titik antara spiral dan lingkaran.
Es = jarak dari PI ke busur lingkaran.
?s = sudut lengkung spiral.
Rc = jari-jari lingkaran.
p = pergeseran garis singgung terhadap spiral.
k = absis dari p pada garis singgung spiral.
Rumus-rumus yang digunakan adalah:

Superelevasi
Pada jalan yang membelok, badan jalan dimiringkan ke arah titik pusat belokan yang
disebut superelevasi. Superelevasi berhubungan erat dengan jari-jari belokan, kecepatan
kendaraan dan perubahan kecepatan (0,40 m/det) seperti terlihat pada persamaan (12).
Superelevasi
dicapai secara bertahap dari kemiringan normal pada bagian jalan yang lurus sampai
ke kemiringan penuh (superelevasi) pada bagian jalan yang lengkung
Pada tikungan tipe S-C-S, pencapaian superelevasi dilakukan secara linear dari bentuk
normal sampai titik TS kemudian awal lengkung peralihan sepanjang Ls dan akhirnya sampai
pada
superelevasi penuh sepanjang Lc. Sedangkan pada tikungan tipe FC, pencapaian superelevasi
dilakukan secara linear, diawali dari bagian lurus sepanjang 2/3 LS sampai dengan bagian
lingkaran penuh 1/3 Ls. Metoda untuk mencapai superelevasi yaitu dengan membuat diagram
superelevasi, baik untuk tikungan tipe FC maupun S-C-S.
Kemiringan melintang atau kelandaian pada penampang jalan diantara tepi perkerasan luar dan
sumbu jalan sepanjang lengkung peralihan disebut landai relatif. Harga landai relatif disesuaikan
dengan kecepatan rencana (VR) dan jumlah lajur yang tersedia. Persamaan (22) dipakai untuk
menghitung landai relatif dan Tabel 4 merupakan hasil perhitungan landai relatif dengan variasi
kecepatan.
di mana :
1/m = landai relatif, %
e = superelevasi, m/m
e n = kemiringan melintang normal, m/m
B = lebar lajur, m
Ls = panjang lengkung peralihan, m (gunakan rumus 12)
Landai Relatif Maksimum (untuk 2/2TB)
2.3. KEMIRINGAN JALAN ANGKUT
Kemiringan jalan berhubungan langsung dengan kemampuan alat angkut baik dalam
pengereman maupun dalam mengatasi tanjakan. Kemiringan jalan umumnya dinyatakan dalam
persen (%). Kemiringan jalan maksimum yang dapat dilalui dengan baik oleh alat angkut truck
berkisar antara 10% 15% atau sekitar 6 8,50. Akan tetapi untuk jalan naik atau turun pada
lereng bukit lebih aman bila kemiringan jalan maksimum sekitar 8% (= 4,50). Tabel 5
memperlihatkan kemiringan atau kelandaian maksimum pada kecepatan truck yang bermuatan
penuh di jalan raya mampu bergerak dengan kecepatan tidak kurang dari separuh kecepatan
semula tanpa harus menggunakan gigi rendah.
Kemiringan Maksimum Vs Kecepatan (data dari Bina Marga 1)

Pada jalan mendaki juga diperlukan adanya panjang kemiringan (kelandaian) kritis, yaitu
suatu jarak maksimum agar pengurangan kecepatan kendaraan tidak lebih dari separuh VR.
Lama perjalanan pada jarak kritis tidak lebih dari 1 menit.
Jarak Miring Kritis (meter), data dari Bina Marga 2)

2.4. CROSS SLOPE


Cross slope adalah sudut yang dibentuk oleh dua sisi permukaan jalan terhadap bidang
horizontal. Pada umumnya jalan angkut mem-punyai bentuk penampang melintang cembung
(lihat Gambar 8). Dibuat demikian dengan tujuan untuk memperlancar penyaliran. Apabila turun
hujan atau sebab lain, maka air yang ada pada permukaan jalan akan segera mengalir ke tepi
jalan angkut, tidak berhenti dan mengumpul pada permukaan jalan. Hal ini penting karena air
yang menggenang pada permukaan jalan angkut akan membahayakan kendaraan yang lewat
dan mempercepat kerusakan jalan.
Angka cross slope dinyatakan dalam perbandingan jarak vertikal (b) dan horizontal (a)
dengan satuan mm/m atau m/m (lihat rumus 22). Jalan angkut yang baik memiliki cross slope
antara 1/50 sampai 1/25 atau 20 mm/m sampai 40 mm/m.

3. PERKERASAN JALAN ANGKUT


Perkerasan jalan adalah konstruksi yang dibangun di atas lapisan tanah dasar (sub-grade)
yang berfungsi untuk menopang beban lalulintas. Jenis konstruksi perkerasan jalan pada
umumnya ada tiga jenis, yaitu:
(1) perkerasan lentur (flexible pavement),
(2) perkerasan kaku (rigid pavement), dan
(3) perkerasan kombinasi lentur-kaku (composite pavement).
Perkerasan jalan angkut harus cukup kuat untuk menahan berat kendaraan dan muatan
yang melaluinya, dan permukaan jalannya harus dapat menahan gesekan roda kendaraan,
pengaruh air permukaan atau air limpasan (run off water) dan hujan. Bila perkerasan jalan tidak
kuat menahan beban kendaraan, maka jalan tersebut akan mengalami penurunan dan
pergeseran, baik pada bagian perkerasan jalan itu sendiri maupun pada tanah dasarnya (subgrade), sehingga akan menyebabkan jalan ber-gelombang, berlubang dan bahkan bisa rusak
berat. Bila perkerasan permukaan jalan (road surface) rapuh terhadap gesekan ban atau aliran
air, maka akan mengalami kerusakan yang pada mulanya terjadi lubang-lubang kecil, lama
kelamaan menjadi besar, dan akhirnya rusak berat.
Tujuan utama perkerasan jalan angkut adalah untuk membangun dasar jalan yang
mampu menahan beban pada poros roda yang diteruskan melalui lapisan fondasi, sehingga
tidak melampaui daya dukung tanah dasar (sub-grade). Dengan demikian perkerasan jalan
angkut dipengaruhi oleh faktor-faktor kepadatan lalulintas, sifat fisik dan mekanik bahan
(material) yang digunakan, dan daya dukung tanah dasar.

3.1. EVALUASI LAPISAN TANAH DASAR (SUB-GRADE)


Daya dukung lapisan tanah dasar merupakan bagian yang sangat penting di dalam
merencanakan tebal lapisan perkerasan jalan. Oleh sebab itu evaluasi lapisan sub-grade

diarahkan untuk memperoleh suatu estimasi harga atau ukuran daya dukung tanah yang
caranya dapat dilakukan di lapangan atau di laboratorium mekanika tanah. Faktor-faktor yang
harus dipertimbangkan di dalam mengestimasi ukuran kekuatan daya dukung lapisan tanah
dasar antara lain:

kadar air,

kepadatan (compaction),

perubahan kadar air selama usia pelayanan,

variabilitas tanah dasar,

ketebalan lapisan perkerasan total yang dapat diterima oleh lapisan lunak yang ada
di bawah lapisan tanah dasar.
Adapun

cara

pengukuran

daya

dukung

lapisan

sub-grade

dapat

dilakukan

dengan

pengujian California Bearing Ratio (CBR), Parameter Elastis dan Modulus Reaksi Tanah Dasar
(k). Ketiga pengujian tersebut umumnya dilaksanakan di laboratorium mekanika tanah dengan
mengikuti prodesur standardisasi yang ditetapkan oleh ASTM, AASHTO, SNI dan lain-lain.
Yang

sering

digunakan

dalam

perkerasan

jalan

tambang

adalah

pengujian

CBR

yang dikembangkan oleh California State High-way Department. Hasil pengujian CBR di
laboratorium mekanika tanah diplot ke dalam kurva CBR. Hasil yang diharapkan dari kurva CBR
adalah ketebalan lapisan-lapisan perkerasan di atas sub-grade sesuai dengan jenis-jenis tanah
atau material yang digunakan untuk perkerasan jalan tersebut. Contoh penggunaan kurva CBR
diberikan sebagai berikut:
Suatu konstruksi jalan tambang akan dibuat di atas lapisan sub-grade berjenis lempung-lanauan
dengan plastisitas sedang (silty clay of medium plasticity) dengan harga CBR 5. Truck atau
wheel loader yang melewati jalan tersebut mempunyai berat maksimum 40.000 lbs. Disekitar
jalan terdapat banyak pasir yang agak bersih dengan harga CBR 15 yang dapat digunakan
untuk lapisan diatasnya (sub-base). Diatas sub-base adalah lapisan permukaan (road surface)
yang dilapisi krakal yang baik (good gravel) dengan harga CBR 80. Berapa tebal lapisan subbase dan road surface agar daya dukung lapisan sub-grade stabil.
Jawaban:
Step A: Dari titik harga CBR lapisan sub-grade = 5 ditarik garis vertikal ke bawah hingga
memotong kurva lengkung berat kendaraan 40.000 lbs. Dari titik perpotongan tersebut ditarik
garis horizontal ke arah ordinat ketebalan sub-base dan diperoleh angka tebal 28 inci. Artinya,
bahwa ketebalan permukaan jalan akhir paling tidak harus 28 inci di atas sub-grade.
Step B: Kemudian pasir bersih dengan CBR 15 dipotongkan dengan kurva lengkung berat
kendaraan 40.000 lbs. Dari titik perpotongan tersebut ditarik garis horizontal ke arah ordinat
ketebalan sub-base dan diperoleh angka tebal 14 inci. Artinya, bahwa ketebalan material pasir
bersih harus tetap 14 inci di bawah permukaan jalan.
Step C: Perpotongan antara harga CBR krakal yang baik 80 dengan berat kendaraan 40.000 lbs
menghasilkan ketebalan lapisan 6 inci dari ordinat ketebalan sub-base. Krakal yang merupakan
material dipermukaan akhir jalan harus disebar-kan tetap 6 inci.

Dari

contoh

soal

di

atas

diperoleh

manfaat

bahwa:

(a)

harga

CBR

sub-grade

menentukan ketebalan total lapisan perkerasan, (b) jumlah lapisan perkeras-an jalan paling tidak
ada dua lapis di atas sub-grade, dan (c) berat kendaraan berpengaruh terhadap penentuan
ketebalan perkerasan. Tabel 6 memperlihatkan daya dukung beberapa material.

3.2. MATERIAL PERKERASAN


Material perkerasan yaitu material yang digunakan untuk melapisi permukaan subgrade. Berdasarkan atas sifat dasarnya, material perkerasan diklasifikasikan menjadi empat
kategori,
yaitu:
(1) material berbutir lepas;
(2) material pengikat;
(3) aspal
(4) beton semen
Daya Dukung Material
Pada

jalan

tambang

jarang

sekali

digunakan

material

aspal

atau

beton

semen

karena pemanfaatan jalannya tidak terlalu lama atau selalu berpindah-pindah dalam tempo yang
relatif singkat mengikuti area penambangan. Namun, di lokasi perkantoran, fasilitas kesehatan
atau perumahan karyawan tetap digunakan material perkerasan dari aspal atau beton
semen. memperlihatkan karakteristik keempat jenis material perkerasan.
Material berbutir
Material berbutir terdiri atas kerikil dari sungai atau agregat batuan hasil mesin pemecah
batu (crusher). Distribusi ukuran butir material tersebut harus mengikuti standar baku, baik
ASTM, AASHTO, NAASRA atau SNI, agardapat menghasilkan kestabilan secara mekanis dan
dapat dipadatkan. Dalam proses perkerasannya dapat pula ditambahkan aditif untuk
menambah kestabilan tanpa menambah kekakuan.
Material terikat
Material

terikat

adalah

material

perkerasan

yang

dihasilkan

dengan

menambahkan

semen, kapur, atau zat cair lainnya dalam jumlah tertentu untuk menghasilkan bahan yang
terikat. Ikatan antar butir akan menghasilkan kuat tarik yang besar, sehingga diharapkan
lapisan perkerasan dapat menahan beban kendaraan dengan baik dan berumur pakai lama.
Aspal
Aspal adalah kombinasi bitumen dengan agregat yang dicampur, dihamparkan dan
dipadatkan dalam kondisi campuran yang masih panas, sehingga terbentuk lapisan perkerasan.
Kekuatan aspal diperoleh dari gesekan antara partikel-agregat, viskositas bitumen pada saat
pelaksanaan perkerasan, kohesi dalam massa bitumen, dan adhesi antara bitumen dengan
agregat. Adapun kegagalan perkerasan aspal yang umum terjadi adalah akibat stabilitas yang
kurang sehingga terjadi deformasi permanen, atau akibat kelelahan sehingga terjadi retakanretakan.
Beton semen

Beton semen adalah agregat yang dicampur dengan semen PC secara basah. Lapisan
beton semen dapat digunakan sebagai lapisan fondasi bawah pada perkerasan lentur dan kaku
dan sebagai lapisan fondasi atas pada perkerasan kaku.
Sebagai lapisan fondasi bawah, beton semen dapat dituangkan begitu saja di atas lapisan
subgrade yang jelek (poor sub-grade) tanpa digilas., Beton semen harus memiliki kuat
tekan minimum 5 MPa setelah 28 hari jika menggunakan campuran abubatu (flyash) dan jika
tanpa abu batu kuat tekan minimumnya 7 MPa.
Pada perkerasan kaku memang selalu menggunakan beton semen sebagai lapisan
atau landasan fondasi atas. Prinsip parameter perencanaan fondasi beton didasarkan atas
kuat lentur rencana 90 hari. Setelah 90 hari diestimasi bahwa kuat lentur fondasi cukup stabil
pada ketebalan perkerasan yang telah diperhitungkan.

Karekteristik dan Kategori Material Perkerasan


3.3. LAPISAN PERKERASAN JALAN
Seperti

telah

disinggung

sebelumnya

bahwa

terdapat

tiga

jenis

konstruksi

lapisan

perkerasan, yaitu lapisan perkerasan lentur, lapisan per-kerasan kaku dan lapisan perkerasan
kombinasi lentur-kaku. Setiap jenis lapisan perkerasan umumnya terdiri dari 2 3 susunan
material di atas lapisan tanah dasar (sub-grade). Lapis paling atas adalah lapis permukaan
(surface course), dibawahnya adalah lapis fondasi atas (base course) dan diantara base-course
dengan sub-grade adalah lapis fondasi bawah (sub-base course).
Susunan lapisan perkerasan
Jenis-jenis susunan lapisan perkerasan yang terlah disebutkan di atas mempunyai fungsi
yang berbeda-beda

di

dalam

merespon

beban

yang

diterimanya.

Rancangan

konstruksinya didasarkan atas kondisi alamiah lapisan tanah dasar, intensitas lalulintas yang
akan melaluinya, faktor lingkungan dan kondisi cuaca serta air tanah. Adapun fungsi dari
masingmasing lapisan dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Lapis permukaan

Sebagai lapis perkerasan penahan beban roda yang mempunyai stabilitas tinggi
untuk menahan roda selama masa pelayanan

Lapis kedap air, sehingga air hujan yang mengalir diatasnya tidak meresap
kedalamnya dan tidak pula melemahkan lapisan tersebut.

Sebagai lapis aus (wearing course), artinya lapisan yang langsung menderita
gesekan akibat rem kendaraan, sehingga mengakibatkan keausan ban.

Sebagai lapis yang menyebarkan beban ke lapisan bawah, sehingga dapat dipikul
oleh lapisan lain yang mempunyai daya dukung lebih jelek.
b. Lapis fondasi atas

Merupakan bagian perkerasan untuk menahan gaya melintang dari beban roda
dan menyebarkannya ke lapisan dibawahnya.

Sebagai lapis peresapan untuk lapisan dibawahnya.

Sebagai bantalan bagi lapis permukaan.


c. Lapis fondasi bawah

Merupakan bagian perkerasan untuk menyebarkan beban roda kendaraan ke tanah


dasar.

Untuk mengurangi tebal lapisan diatasnya karena material atau bahan untuk
fondasi bawah umumnya lebih murah dibanding perkerasan diatasnya, sehingga dapat

mengefisiensikan penggunaan material.

Sebagai lapis peresapan agar air tanah tidak berkumpul di fondasi.

Merupakan lapis pertama yang harus dikerjakan cepat agar dapat menutup lapisan
tanah dasar dari pengaruh cuaca, atau melemahkan daya dukung tanah dasar akibat
selalu menahan roda alat berat.

Mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar naik ke lapis fondasi.


Lapisan perkerasan lentur

Lapisan perkerasan lentur terdiri dari 3 lapisan di atas tanah dasar, yaitu lapis fondasi
bawah, lapis fondasi atas dan lapisan permukaan seperti terlihat pada Gambar 10. Dengan
tiga susunan lapisan tersebut, maka jalan diharapkan memiliki karakteristik sebagai berikut:

Bersifat elastis jika menerima beban, sehingga dapat memberi kenyaman-an


bagi pengguna jalan;

Pada umumnya menggunakan bahan pengikat aspal;

Seluruh lapisan ikut menanggung beban;

Penyebaran tegangan diupayakan tidak merusak lapisan tanah dasar;

Usia maksimum yang diharapkan adalah 20 tahun;

Selama usia tersebut diperlukan pemeliharaan secara berkala (routine maintenance).


Untuk memperoleh kualitas jalan yang memadai agar sesuai dengan karakteristik di atas,
maka jenis

material

dan

tebal

lapisan

masing-masing

susunan

lapisan

harus

diperhatikan. memperlihatkan batas-batas minimum tebal lapisan perkerasan dan bahan yang
digunakannya.

Batas-Batas Minimum Tebal Lapisan Perkerasan dan Bahan yang Digunakan


*) Batas 20 cm dapat diturunkan menjadi 15 cm bila fondasi bawahnya menggunakan material
berbutir kasar.
Lapisan perkerasan kaku
Lapisan perkerasan kaku maksudnya adalah lapisan permukaannya terbuat dari plat
beton. Metoda perencanaan untuk menentukan tebal lapisan perkerasan didasarkan pada
perkiraan sebagai berikut:

Kekuatan lapisan tanah dasar atau harga CBR atau angka Modulus Reaksi Tanah
Dasar (k);

Kekuatan beton yang digunakan untuk lapisan perkerasan;

Prediksi volume dan komposisi lalulintas selama usia rencana;


Ketebalan

dan

kondisi

lapisan

fondasi

bawah

(sub-base)

yang

diperlukan

untuk

menopang konstruksi, lalulintas, penurunan akibat air dan perubahan volume lapisan tanah

dasar serta sarana perlengkapan daya dukung permukaan yang seragam di bawah dasar
beton. Terdapat dua jenis lapisan perkerasan kaku, yaitu
(1) perkerasan beton semen dan
(2) perkerasan dengan permukaan aspal.
Perkerasan beton semen didefinisikan sebagai perkerasan yang mempunyai lapisan dasar beton
dari Portland Cement (PC); sedangkan perkerasan dengan permukaan aspal adalah salah satu
dari jenis komposit.

4. ASPEK KESELAMATAN JALAN ANGKUT


Aspek-aspek teknis yang telah diuraikan sebelumnya, di samping diarahkan untuk meraih
umur layanan

jalan

sesuai

yang

direncanakan,

juga

harus

memenuhi

persyaratan

keselamatan, keamanan dan kenyamanan pengemudi. Beberapa aspek keselamatan sepanjang


jalan angkut yang akan diuraikan meliputi :
(1) jarak pandang yang aman,
(2) rambu-rambu pada jalan angkut,
(3) lampu penerangan, dan
(4) jalur pengelak untuk menghindari kecelakaan.

4.1. JARAK PANDANG YANG AMAN


Jarak pandang yang aman (safe sight distance) diperlukan oleh pengemudi (operator)
untuk melihat ke depan secara bebas pada suatu tikungan. Jika pengemudi melihat suatu
penghalang yang membahayakan, pengemudi dapat melakukan antisipasi untuk menghindari
bahaya tersebut dengan aman. Jarak pandang minimum sama dengan sama dengan jarak
berhenti. Jarak pandang terdiri dari (1) Jarak Pandang Henti (Jh) dan (2) Jarak Pandang
Mendahului (Jd).
Jarak Pandang Henti adalah jarak minimum yang diperlukan oleh setiap pengemudi
untuk menghentikan kendaraannya dengan aman begitu melihat adanya halangan di depan.
Ketinggian mata pengemudi berkisar antara 4,00 4,90 m, sedangkan tinggi penghalang yang
dapat menimbulkan kecelakaan berkisar antara 0,15 0,20 m diukur dari permukaan jalan.
Jarak Pandang Henti berkaitan erat dengan kecepatan laju kendaraan, gesekan ban dengan
jalan, waktu tanggap dan gravitasi dan dapat diformulasikan sebagai berikut:

Persamaan (23) untuk jalan datar dan (24) untuk jalan dengan kemiringan tertentu,
di mana:
VR = kecepatan rencana, km/jam
T = waktu tanggap, ditetapkan 2,50 detik
fp = koefisien gesek memanjang antara ban dengan perkerasan jalan, menurut AASHTO = 0,28
0,45; menurut Bina Marga = 0,35 0,55
L = kemiringan jalan, %
Tabel 8 memperlihatkan panjang Jh minimum yang dihitung berdasarkan rumus (23)
dengan pembulatan-pembulatan.

Jarak Pandang Henti (Jh ) Minimum


Jarak pandang lengkung horizontal
Jarak pandang pengemudi pada lengkung horizontal (di tikungan) adalah pandangan
bebas pengemudi dari halangan benda-benda di sisi jalan (daerah bebas samping). Daerah
bebas samping adalah ruang untuk menjamin kebebasan pandang di tikungan sehingga Jh
terpenuhi.
Dengan

demikian,

daerah

bebas

samping

dimaksudkan

untuk

memberikan

kemudahan pandangan di tikungan dengan membebaskan objek-objek penghalang sejauh E


meter diukur dari garis tengah lajur dalam sampai objek penghalang pandangan Daerah bebas
samping dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
(1) Jika Jh < Lt :
(2) Jika Jh > Lt :
di mana :
R = jari-jari tikungan, m
R = jari-jari sumbu lajur dalam, m
Jh = jarak pandang henti, m
Lt = panjang tikungan, m
Jarak pandang lengkung vertikal
Lengkung vertikal direncanakan untuk mengubah secara bertahap perubahan daru dua
macam kemiringan arah memanjang jalanpada setiap lokasi yang diperlukan. Hal ini
dimaksudkan untuk menyediakan Jarak Pandang Henti yang cukup demi keamanan dan
kenyamanan. Lengkung
vertikal terdiri dari dua jenis, yaitu (1) Lengkung Cembung dan (2) Lengkung Cekung.
a. Lengkung vertikal cembung
Sketsa lengkung vertikal cembung, diperlihatkan ketentuan tinggi untuk lengkung cembung
menurut Bina Marga (1997).
Ketentuan Tinggi Untuk Jarak Pandang
Dapat ditentukan panjang lengkung parabola pada lengkung vertikal cembung sebagai berikut:
(1) Jika Jh < L :
(2) Jika Jh > L :
di mana :
L = panjang lengkung parabola, m
A = perbedaan kemiringan dua titik pengamatan, m
Jh = jarak pandang henti, m
b. Lengkung vertikal cekung
Tidak ada dasar yang dapat digunakan untuk menentukan panjang lengkung cekung vertikal
( L ), akan tetapi ada empat kriteria sebagai pertimbangan yang dapat digunakan, yaitu:

Jarak sinar lampu besar kendaraN

Kenyamanan pengemudi

Ketentuan drainase

Penampilan secara umum

4.2. RAMBU-RAMBU PADA JALAN


Untuk lebih menjamin menjamin keamanan sehubungan dengan di-operasikannya suatu
jalan angkut, maka perlu kiranya dipasang rambu-rambu sepanjang jalan angkut tersebut
terutama pada tempat-tempat yang berbahaya. Rambu-rambu dipasang untuk keselamatan:

Pengemudi dan kendaraan itu sendiri;

Binatang yang ada di sekitar jalan angkut;

Masyarakat setempat yang biasa menggunakan jalan tambang;

Kendaraan lain yang mungkin lewat pada jalan tersebut;

Tanda adanya perempatan, pertigaan, persilangan dengan jalan umum, misalnya rel
keret api, dsb.

4.2.1. LAMPU PENERANGAN JALAN


Lampu penerangan perlu dipasang apabila jalan angkut akan digunakan pada malam
hari. Pemasangan bisa dilakukan berdasarkan jarak maupun tingkat bahayanya. Lampu-lampu
tersebut dipasang antara lain pada:

Tikungan (belokan),

Perempatan atau pertigaan jalan,

Jembatan,

Tanjakan maupun turunan yang cukup tajam.

4.2.2. JALUR PENGELAK UNTUK MENGHINDARI KECELAKAAN


Untuk menghindari kecelakaan yang mungkin terjadi karena kendaraan slip, rem blong atau
sebab lain, maka pada jalur angkut perlu dibuat jalur pengelak (runaway precaution). Ditinjau
dari daerah datar sepanjang jalur memanjang yang tersedia, terdapat dua cara membuat jalur
pengelak. Untuk daerah yang sempit, misalnya jalan dibuat antara tebing dan jurang, maka
dibuat lajur khusus untuk mengelakkan kendaraan seperti terlihat pada Gambar 19. Sedangkan
Gambar 20 adalah bentuk jalur pengelak untuk daerah yang luas.

5. PENUTUP
Ketentuan-ketentuan

yang

sudah

bahan pertimbangan

didalam

dipaparkan

merancang

jalan

pada

bab-bab

tambang.

Ada

terdahulu

merupakan

kemungkinan

pada

pelaksanaan pembuatan jalan tambang harus dirancang suatu perhitungan di luar ketentuan
tersebut. Misalnya dalam menentukan jari-jari tikungan minimum, di mana lebar truck tambang
bisa mencapai 2 3 kali lipat lebar truck tronton sementara kecepatan rata-ratanya hanya
berkisar 30 km/jam, maka kemungkinan terjadi penyimpangan dari yang telah ditentukan oleh
Bina Marga.
Artinya adalah perhitungan rancangan jalan tambang menjadi lebih sederhana, yaitu
mengutamakan jari-jari tikungan yang lebar dan aman untuk dua lajur tanpa harus
mempertimbangkan secara serius kecepatan trucknya. Berbeda dengan rancangan jalan angkut
yang menghubungkan daerah di luar konsesi tambang atau jalan yang dilalui oleh kendaraan
umum menuju lokasi penambangan. Untuk kondisi tersebut perhitungan yang telah diuraikan
sebelumnya patut dilaksanakan.

Dapat disimpulkan bahwa pada hakekatnya dalam merancang jalan angkut tambang
ekuivalen dengan

jalan

umum

dari

Bina

Marga.

Pengalaman

menunjukkan

bahwa

penyimpangan di dalam merancang jalan di lokasi tambang umumnya terpaksa harus dilakukan
karena:

jalan tambang yang sering berpindah;

dimensi

alat

angkut

tambang

besar, penetrasi

terhadap

badan

jalan

tinggi,

sementara kecepatan rendah;

areal panambangan atau pit terbatas, sementara lalulintas alat angkut padat;

jalan tambang hanya dipadatkan oleh buldozer dengan perkerasan seadanya dan
tanpa lapisan permukaan permanen, sehingga perawatan menjadi sangat intensif;

akibat jalan yang selalu berubah, maka drainase jalan dibuat seperlunya.
Walaupun demikian, perhitungan untuk merancang jalan tambang tetap memperhatikan
aspek keselamatan kerja pengangkutan, yaitu dengan memasang rambu-rambu dan jalur
pengelak. Rambu-rambu lalulintas di jalan umum sebagian dapat diterapkan di sepanjang jalan
tambang, namun ada pula rambu-rambu yang bersifat khas lokasi tambang, misalnya
Dahulukan Alat-alat Berat, Keep Right (Jalan disebelah kanan), Gunakan Retarder,
atau rambu lain yang disesuaikan dengan situasi tambang setempat.

You might also like