You are on page 1of 30

PENINGKATAN KOMPETENSI SPEAKING MATERI TEKS DESKRIPTIF

MELALUI TEKNIK POW-TEGA DENGAN MEDIA


PIC-POW PADA PESERTA DIDIK KELAS VIII-6 SMP NEGERI 1 SLAWI
Bunyamin )1
Abstrak: Masalah dalam penelitian tindakan kelas ini adalah kompetensi
speaking materi teks deskriptif rendah. Penelitian ini bertujuan untuk
meningkatkan kompetensi speaking materi teks deskriptif melalui teknik
Pow-Tega dengan media Pic-Pow. Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri
1 Slawi. Desain penelitian dilakukan dua siklus, dimana setiap siklusnya
terdiri atas perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa: 1) sebagian besar (96%) peserta didik semakin
meningkat aktivitas belajar speaking teks diskriptifnya, 2) sebagian besar
(92%) peserta didik semakin meningkat kompetensi speaking teks
diskriptifnya. Saran yang dapat disampaikan bagi teman sejawat bahwa
penggunaan teknik pow-tega dengan media Pic-Pow dalam pembelajaran
speaking materi teks deskriptif ternyata mampu meningkatkan kompetensi
speaking peserta didik.
Kata kunci: teknik Pow-Tega, media Pic-Pow, kompetensi speaking
materi teks deskriptif.
PENDAHULUAN
Dalam Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang standar isi,
khususnya untuk mata pelajaran bahasa Inggris untuk SMP/MTs,
disebutkan bahwa kompetensi speaking dapat ditemukan baik dalam
wacana dialog maupun monolog. Menurut standar tersebut peserta didik
kelas VIII SMP semester gasal diharapkan mampu mengungkapkan
makna dalam teks lisan fungsional dan monolog pendek sederhana yang
berbentuk descriptive dan recount untuk berinteraksi dengan lingkungan
sekitar. Teks deskriptif telah diajarkan pada kelas VII semester genap.
Namun demikian, di kelas VIII peserta didik diharapkan lebih banyak
mempunyai kesempatan untuk berlatih mendeskripskan benda maupun
orang secara lisan dalam bentuk monolog dengan bahasa lisan yang
berterima, lancar dan akurat.
1 Guru Bahasa Inggris SMP Negeri 1 Slawi Kab. Tegal

Meskipun metode yang diterapkan oleh guru sudah cukup baik yaitu
dengan menerapkan model pembelajaran simulation, aktivitas peserta
didik dan kompetensi speaking materi teks deskriptif masih cukup rendah.
Hal ini terbukti nilai hasil tes kompetensi speaking materi teks deksriptif
yang diadakan oleh peneliti menunjukkan nilai rata-rata kompetensi
berbicara peserta didik materi teks deskriptif masih, yaitu (69.59). Nilai
rata-rata yang dicapai ini termasuk kategori rendah karena KKM untuk
kompetensi speaking materi teks deskriptif di kelas VIII-6 SMP Negeri 1
Slawi semester gasal, tahun pelajaran 2011-2012 adalah 76. (lihat
dokumen penetapan KKM mapel Bahasa Inggris kelas VIII SMP N 1
Slawi). Jika dilihat dari segi ketuntasan belajar untuk speaking materi teks
deskriptif juga termasuk rendah karena ketuntasan belajar peserta didik
baru mencapai 6 peserta didik (24 %) dari 25 peserta didik. (Lihat
dokumen daftar nilai kompetensi speaking peserta didik kelas VIII-6). Di
samping itu,

aktivitas peserta didik masih tergolong rendah. Hal ini

dibuktikan melalui observasi guru yang mempunyai nilai rata-rata 2.39


(kategori cukup).
Atas dasar fakta di atas, peneliti bersama-sama dengan teman
sejawat yaitu Subandi, S.Pd. dan Denny Adji Hastuti, S.Pd. mengadakan
refleksi pembelajaran untuk kompetensi speaking materi teks deskriptif.
Hasil refleksi menunjukkan bahwa peserta didik mengalami banyak
kendala dalam berbicara bahasa Inggris. Aktivitas peserta didik dalam
pembelajaran speaking juga masih rendah, sehingga mengakibatkan
rendahnya

kompetensi speaking materi teks

deskriptif. Hal itu

disebabkan oleh anggapan bahwa kompetensi speaking kurang penting


karena tidak masuk SKL UN. Di antara kendala-kendala yang bisa
ditemukan dimungkinkan karena kurangnya: (1) model atau contoh dari
guru saat pembelajaran speaking berlangsung, (2) pengetahuan peserta
didik tentang

kosakata dan tata bahasa, (3) keyakinan peserta didik

terhadap pronunciation (pelafalan) beberapa kosa kata yang digunakan


2|

dalam kegiatan berbicara, (4) kesempatan yang diberikan oleh guru


kepada peserta didik saat pembelajaran speaking berlangsung, (5)
keberanian peserta didik untuk berbicara di depan kelas, (6) pengalaman
belajar yang benar-benar memotivasi peserta didik untuk berbicara, (7)
inisiatif peserta didik untuk berlatih saat pembelajaran speaking
berlangsung, dan (8) adanya media yang bisa menarik perhatian peserta
didik terhadap kegiatan pembelajaran speaking dan menginspirasi peserta
didik tentang apa yang akan mereka bicarakan.
Untuk mengatasi masalah dan kendala-kendala tersebut peneliti
berusaha menggabungkan beberapa teknik pembelajaran inovatif dan
kontekstual. Dengan diterapkannya beberapa teknik pembelajaran yang
lebih efektif diharapkan dapat dicapai tujuan pembelajaran (Slameto,
2003:37). Di antara metode yang dapat digunakan adalah teknik Power
Teaching yang digabungkan dengan game (permainan). Untuk teknik
game ini peneliti juga menggabungkan tiga jenis model pembelajaran
kontekstual yaitu, Scrable, Make a Match dan Talking Stick. Gabungan
antara teknik Power Teaching dan game (Scrable, Make a Match dan
Talking Stick) selanjutnya disebut Pow-Tega dalam penelitian ini. PowTega merupakan singkatan dari Power Teaching and Game.
Selain teknik Pow-Tega yaitu Power Teaching and game, peneliti
juga memilih media yang dianggap dapat membantu peserta didik agar
mudah mengikuti pembelajaran speaking. Media yang dimaksud adalah
media Pic-Pow (Picture in Power Point). Media ini dipilih karena dianggap
praktis, sesuai daya dukung ruang kelas RSBI yang dilengkapi dengan
LCD dan dianggap dapat mempermudah guru saat menginspirasi peserta
didik dan memberi model speaking materi teks deskriptif kepada seluruh
peserta didik.
Dengan media Pic-Pow ini diharapkan peserta didik dapat lebih
mudah menangkap penjelasan dari guru dan kembali mengungkapkan
apa yang ada dalam gambar. Selain media Pic-Pow, peneliti juga
menggunakan media kartu Make a Match Game sebagai media untuk

memotivasi peserta didik dalam mencari informasi dan menemukan


jawaban saat diadakan kegiatan latihan-latihan dan penguatan terhadap
materi yang diajarkan oleh guru. Peneliti berasumsi bahwa melalui teknik
Pow-Tega dengan media Pic-Pow, para peserta didik baik sadar maupun
tidak, terlibat langsung dalam kehidupan nyata untuk mengungkapkan ide
atau gagasan dalam bahasa Inggris secara lisan. Dengan demikian,
aktivitas peserta didik dan kompetensi speaking materi teks deskriptif
peserta didik kelas VIII-6 diharapkan dapat meningkat.
Berdasarkan konteks di atas, peneliti mengajukan rumusan masalah
Apakah teknik Pow-Tega dengan media Pic-Pow dapat meningkatkan
kompetensi speaking materi teks deskriptif peserta didik kelas VIII-6 SMP
N 1 Slawi semester gasal tahun pelajaran 2011-2012? Dengan
memperhatikan latar belakang masalah dan rumusan masalah, maka
penelitian

ini

bertujuan

untuk

mendiskripsikan

dan

menganalisis

kompetensi speaking materi teks deskriptif peserta didik kelas VIII-6 SMP
N 1 Slawi semester gasal tahun pelajaran 2011-2012.
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan model pembelajaran guna
meningkatkan kompetensi berbahasa, khususnya yang berkaitan dengan
speaking materi teks deskriptif. Disamping itu, penulisan ini juga
diharapkan dapat dijadikan model pemecahan masalah yang berkaitan
dengan pengajaran di kelas, khususnya Speaking materi teks deskritif,
serta dapat menggugah peserta didik dalam pembelajaran speaking
materi teks deskriptif.
LANDASAN TEORETIS
Langkah-langkah Pembelajaran Bahasa Inggris
Secara alamiah orang belajar bahasa mulai dari bahasa lisan dan
semakin lama menuju ke bahasa tulis. Hal ini menjadi suatu perhatian
dalam

pembelajaran

bahasa.

Pembelajaran

bahasa

kurikulum ini dimulai dari pembelajaran bahasa lisan


4|

berdasarkan

yang seringkali

disebut siklus lisan, setelah itu dilanjutkan dengan bahasa tulis yang
seringkali disebut siklus tulis. Dari
dikembangkan mulai dari
lisan

mulai

dari

sinilah pembelajaran bahasa

siklus lisan ke siklus tulis. Pembelajaran siklus

listening

dan

kemudian

speaking,

sedangkan

pembelajaran siklus tulis mulai dari reading ke writing, dengan


menggunakan langkah-langkah pendekatan literasi (Literacy Approach)
atau Genre Approach. Selanjutnya dalam buku pelatihan terintergrasi
berbasis kompetensi (Depdiknas, 2005:12) dijelaskan bahwa untuk setiap
siklus guru hendaknya mengikuti langkah-langkah pembelajaran bahasa
sebagai berikut: 1) Building Knowledge of the Field (BKOF), 2) Modelling
of Text (MOT), Joint Construction of Text (JCOT), dan

Independent

Construction (I-COT).
Pada langkah pertama ini, sesuai dengan namanya, yaitu building
knowledge of the field, peserta didik diberikan pengetahuan awal yang
berupa kosakata dan tatabahasa yang berhubungan dengan tema dan
genre yang akan dibahas. Kegiatan ini bersifat interaktif antara guru
dengan peserta didik, peserta didik dengan peserta didik sehingga
keterampilan

listening

dan

speaking

dimulai

di

sini.

Misalnya

membicarakan tentang deskripsi orang. Pada tahap ini peserta didik akan
diperkenalkan kosakata yang berhubungan dengan kosa kata tentang
cirri-ciri anggota badan orang, dan jenis-jenis hobi, kegiatan orang yang
dipakai dalam kegiatan speaking.
Pada tahap kedua (modeling of the text) mereka diperkenalkan
dengan teks-teks lisan maupun tulis yang berhubungan dengan jenis teks
deskriptif.

Penyajian

teks

kemudian

disusul

dengan

model

cara

pengucapan, intonasi, dan kelancaran, yang kemudian disusul dengan


latihan-latihan pemahaman (comprehension) yang berhubungan dengan
teks yang telah disajikan. Latihan comprehension diarahkan

kepada

stuktur jenis teks (generic structure) tersebut. Langkah-langkah ini disebut


Modeling of the Texs atau MOT.

Tahap ketiga (joint construction of the text) merupakan tahap di mana


peserta didik secara berkolompok atau berpasangan peserta didik mulai
berlatih untuk membuat satu teks baru yang sejenis dan dilanjutkan
dengan presentasi hasil diskusi selama latihan di kelompoknya.
Sementara itu, Thornbury dalam bukunya How to Teach Speaking
menyatakan bahwa kegiatan ini bisa diisi dengan kegiatan task repetation,
yaitu kegiatan mengungkapkan kembali topik pembicaraan dengan
bahasa mereka sendiri (Thornbury:63).
Tahap pembelajaran terakhir adalah Independent Construction of
Text. Pada tahap ini setelah peserta didik belajar dan mendapatkan
pengalaman belajar dalam kelompok, mereka dipercaya mampu untuk
dapat membuat teks sendiri baik lisan maupun tulis yang sejenis dengan
teks yang sudah diajarkan. Peserta didik akan merasa bangga jika hasil
pekerjaan mereka dalam bentuk karangan

dikoreksi oleh guru, dan

kemudian ditempel di mading kelas atau langsung di dokumentasi oleh


guru dalam bentuk porto folio. Namun kalau hasil pekerjaan mereka dalam
bentuk

lisan atau

harus dilisankan, mereka akan menyajikannya di

depan kelas dalam bentuk tes unjuk kerja berbicara (Depdiknas, 2005:
23).
Aktivitas Belajar Speaking Materi Teks Deskriptif
Menurut (Thornbury,2000:65) dalam bukunya How to Teach
Speaking ada beberapa aktivitas yang bisa dipilih untuk kegiatan
pembelajaran speaking. Di antaranya adalah: practiced control, drilling,
writing task, assisted performance, dan task repitation.
Kegiatan practiced control merupakan kegiatan latihan berbicara
yang dibimbing oleh seorang guru sebagai model berbicara. Sebelum
peserta didik melakukan berbicara guru terlebih dahulu memberikan
model cara berbicara bahasa Inggris secara akurat, lancar dan berterima.
Adapun drilling merupakan kegiatan di mana guru memberi contoh cara
6|

pengucapan kata per kata, kalimat per kalimat sedangkan peserta didik
menirukannya setelah guru.
Sementara itu, reading aloud biasanya dilakukan untuk melatih
pronunciation peserta didik. Kegiatan ini bisa dilakukan secara variatif
sesuai keadaan kelas dan peserta didik. Writing task merupakan kegiatan
peserta didik untuk mencatat hal-hal yang mungkin perlu dijadikan catatan
setelah mendengarkan dan menirukan model dari guru. Sedangkan
Assisted performance merupakan kegiatan peserta didik dalam rangka
melakukan penampilan atau unjuk kerja berbicara di depan teman-teman
kelas yang dibantu dengan media gambar atau lainnya.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diketahui bahwa aktivitas
belajar speaking materi teks deskriptif meliputi mendengarkan, membaca,
memperhatikan gambar, menirukan apa yang diucapkan guru, menganalis
hubungan huruf dengan huruf yang lain untuk membentuk kata,
melafalkan kata, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat
kepada teman maupun guru, interaksi, mengingat, memecahkan soal,
menganalisis, melihat hubungan, dan mengambil keputusan.
Dalam penelitian ini aktivitas belajar yang akan diamati oleh peneliti
maupun observer adalah: memperhatikan penjelasan guru, merespon
penjelasan dan model dari guru, bekerja sama dengan peserta didik lain
dan mempunyai gagasan untuk memecahkan masalah.
Teknik Pow-Tega (Power Teaching and Game)
Teknik Pow-Tega (Power Teaching and Game) merupakan model
pembelajaran dengan pendekatan kontekstual yang menggabungkan
teknik Power Teaching dengan game. Power Teaching adalah sebuah
teknik pembelajaran yang dikembangkan oleh negara-negara barat dan
dipelopori oleh guru-guru di Amerika. Metode ini cukup menarik, karena
mampu meningkatkan atensi dan konsentrasi peserta didik (Putri, 2011).
Untuk itu, metode belajar ini layak untuk di adopsi oleh para guru di
Indonesia. Adapun teknik bermain dalam kehidupan anak, mempunyai arti

yang sangat penting. Dapat dikatakan bahwa setiap anak yang sehat
selalu mempunyai dorongan untuk bermain sehingga dapat dipastikan
bahwa anak yang tidak bermain-main pada umumnya dalam keadaan
sakit, jasmaniah ataupun rohaniah. Para pakar mengatakan bahwa
bermain mempunyai banyak manfaat bagi anak. Di antara manfaat
tersebut seperti yang dikemukakan oleh (Montolalu, 2008: 1.20-1.24)
adalah sebagai berikut: 1) bermain memicu kreativitas anak, 2) bermain
bermanfaat mencerdaskan otak, 3) bermain bermanfaat menanggulangi
konflik, 4) bermain bermanfaat untuk melatih empati, 5) bermain
bermanfaat mengasah panca indera, 6) bermain melakukan penemuan.
Menurut Jean Piaget (melalui Montolalu et.al 2008:2.19) anak-anak
sesuai dengan usianya mempunyai jenis-jenis permainan tertentu, yaitu
sensory motor play (untuk usia 1 -2 tahun) , Symbolic play (2-7 tahun),
Social play games with rules (8-11 tahun) dan games dengan aturan dan
olahraga (11 tahun ke atas). Permainan dalam teknik Pow-Tega diambil
dari tiga model pembelajaran kontekstual yaitu: Scrable, Talking stick, dan
Make a match yang telah dimemodifikasi penelti sesuai dengan kebutuhan
di kelas speaking (Depdiknas, 2005:19-25).
Proses pembelajaran speaking melalui teknik Pow-Tega terdiri atas
empat aktivitas penting. Aktivitas pertama adalah aktivitas Scrable game
untuk kegiatan BKOF, yaitu kegiatan di mana guru mengajak peserta didik
untuk membangun kosa kata yang diperlukan untuk kegiatan modeling.
Pada kegiatan ini guru menyediakan slide show yang terdiri atas beberapa
kata yang diacak hurufnya. Sementara itu, peserta didik dipancing untuk
menebak susunan huruf tersebut menjadi kata yang benar yang
digunakan untuk mengisi kalimat rumpang. Peserta didik yang bisa
menjawab diharapkan mengangkat tangannya dan menyebutkan katakata tersebut dengan suara keras. Guru memberi penghargaan kepada
peserta didik yang bisa menjawab dengan benar dan ikut memfasilitasi

8|

peserta didik lain supaya melafalkan kata-kata tersebut dengan baik dan
benar.
Aktivitas yang kedua adalah Aktivitas modeling of the text dibantu
media Pic-Pow. Dalam aktivitas ini guru menerapkan enam langkah teknik
Power Teaching untuk memberi model berbicara materi teks deskriptif
sesuai dengan tema yang telah ditentukan. Pada langkah modeling ini
guru menerapkan enam langkah teknik Power Teaching. Langkah yang
pertama adalah Class- Yess. Pada tahap ini guru mengarahkan
perhatian peserta didik pada kegiatan pembelajaran dengan mengucap
kata class dengan intonasi tertentu. Peserta didik menjawab ucapan
dengan kata Yess dengan intonasi kata yang sama dengan intonasi
guru. Adapun langkah yang kedua adalah Micro Lecture. Pada langkah
ini guru menyampaikan materi dalam waktu kurang lebih 1 menit. Peserta
didik memperhatikan dengan seksama penjelasan guru. Setelah langkah
yang kedua adalah langkah Teach-Oke. Setelah guru melakukan Micro
Lecture guru mengucapkan kata Teach jika perlu dengan tepuk tangan
dan disertai gerakan yang menarik, sedangkan peserta didik menjawab
dengan kata Oke sambil menirukan gerakan tangan dan suara guru.
Setelah menjawab Oke peserta didik mengulang apa yang telah
disampaikan guru secara berhadap-hadapan dengan peserta didik lain.
Sementara itu, langkah yang keempat yaitu Score board. Pada
langkah ini guru melakukan penilaian terhadap kinerja peserta didik pada
papan tulis yang telah dibuat tabel dengan dua kolom. Kolom pertama
bagian atas diberi ikon wajah orang tersenyum, sedangkan kolom kedua
bagian di atas diberi ikon gambar orang sedih. Kolom wajah gembira
diberi skor satu jika guru menilai kinerja peserta didik dianggap sesuai
dengan harapan guru, sedangkan kolom kedua jika kinerja peserta didik
dianggap kurang baik. Setelah guru memberi penilaian peserta didik
menanggapi sesuai dengan nilai yang diperolehnya. Jika ia mendapat
penilaian

wajah

tersenyum

peserta

didik

meneriakkan

kata

Oh

yeah/Bingo jika perlu dengan tepukkan tangan. Jika mendapat nilai wajah

sedih peserta didik pura-pura menangis dengan mengusap-usap mata


dengan tangan. Langkah selanjutnya adalah Hands and Eyes. Kegiatan
ini merupakan teknik untuk memusatkan perhatian peserta didik terhadap
penjelasan guru. Mereka duduk dengan tenang, kedua tangan di atas
meja dan memperhatikan penjelasan guru. Kegiatan ini biasanya
merupakan kegiatan yang diadakan sebelum kegiatan comprehension
check. Sedangkan langkah terakhir adalah Comprehension Chek. Pada
tahap ini peserta didik diminta mengulang secara lisan semua materi yang
telah disampaikan oleh guru. Pada saat peserta didik mengulang materi
yang diajarkan, guru berkeliling melakukan checking terhadap kegiatan
peserta didik (Healey, 2009 dalam http://www.powerteachers.net).
Dari langkah pertama sampai dengan langkah kelima diulang-ulang
sesuai dengan materi yang ingin disampaikan. Langkah-langkah di atas
sangat cocok untuk kegiatan pembelajaran speaking pada tahap modeling
of the text. Pada tahap modeling guru bisa memberi contoh bagaimana
berbicara dengan pengucapan, tata bahasa yang baik dan benar. Untuk
langkah class..yes bisa digunakan oleh guru pada setiap saat
dibutuhkan untuk kondisi kelas yang sedang gaduh. Keunggulan dari
teknik Power Teaching ini adalah membangun komunikasi antar peserta
didik. Antusiasme dan konsentrasi dibangun dengan menggunakan teknik
ini, khususnya pada langkah-langkah micro lecture, teach ok, score
board dan hands and eyes. Selain itu, semua peserta didik juga
termotivasi untuk terlibat dalam kegiatan pembelajaran yang menerapkan
teknik Power Teaching seperti kegiatan speaking (Putri, 2011).
Aktivitas ketiga dalam pembelajaran speaking melalui teknik PowTega adalah aktivitas Talking Stick Game
Construction of The text.

untuk kegiatan Joint

Aktivitas ini merupakan kegiatan di mana

peserta didik dibagi menjadi beberapa kelompok secara heterogen.


Peserta didik dalam kelompoknya dipacu untuk berlatih mengungkapkan
kembali topik pembicaraan dengan bahasa mereka sendiri dibantu oleh
10 |

media Pic-Pow yang ditayangkan guru di layar. Setelah peserta didik


berlatih di kelompoknya, guru

mulai menerapkan Talking Stick game.

Kegiatan Talking Stick game ini dimulai dari guru menyuruh peserta didik
untuk menutup mata dan guru memberikan Talking Stick kepada salah
satu anggota kelompok. Anggota kelompok yang mendapat Talking Stick
disuruh berbicara mendeskripsikan gambar yang ada di slide show.
Adapun aktivitas yang keempat adalah

Make a Match Game.

Kegiatan ini dirancang agar peserta didik benar-benar memahami topik


pembicaraan selama proses pembelajaran. Di samping itu, dalam
kegiatan ini secara tidak langsung peserta didik diajak untuk reading aloud
dengan lafal yang baik dan benar. Kegiatan ini dimulai dari guru membagi
beberapa kartu Make a Match Game. Peserta didik diberi kesempatan
untuk mencari pasangannya masing-masing. Agar kegiatan ini lebih hidup,
maka guru boleh memilih halaman kelas sebagai tempat kegiatan.
Peserta didik yang telah

berhasil menemukan pasangannya diberi

kesempatan paling awal untuk membacakan isi kartu. Guru memberi


penghargaan kepada peserta didik tercepat menemukan pasangannya
dengan jawaban yang benar.
Media Pic-Pow (Picture in Power Point)
Media Pic-Pow merupakan contoh media pembelajaran yang
menggunakan ICT dengan program Microsoft Power Point. Power Point
merupakan salah satu aplikasi yang dikembangkan oleh Microsoft yang
digunakan untuk pembuatan presentasi. Meskipun program aplikasi ini
sebenarnya merupakan program untuk membuat presentasi, fasilitas yang
ada dapat dipergunakan untuk membuat program pembelajaran bahasa.

Fasilitas yang tersedia di Microsoft power point menurut Ouda


(2003:4) dapat digunakan untuk membuat tampilan yang ada di
layar menjadi lebih menarik. Di antaranya adalah sebagai berikut: 1)
memasukkan Teks, Gambar, Suara dan Video, 2) membuat tampilan
menarik, 3) membuat hyperlink yang menghubungkan tampilan di
program power point dengan program aplikasi lain.
Dengan media Pic-Pow guru diharapkan dapat mengajarkan
sesuatu yang sulit menjadi mudah dan sesuatu yang rumit menjadi
sederhana. Soedjana (melalui Soeparno,1988: 26)
bahwa media memiliki

beberapa

berpendapat

manfaat sebagai berikut: 1)

Pengajaran lebih menarik perhatian peserta didik sehingga dapat


menumbuhkan motivasi belajar, 2) Bahan pengajaran akan lebih
jelas maknanya sehingga dapat lebih mudah dipahami oleh peserta
didik dan memungkinkannya menguasai dan mencapai tujuan
pengajaran, 3) Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak sematamata komunikasi verbal, melalui penutupan mata-mata oleh guru
sehingga peserta didik tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga,
apalagi kalau guru mengajar setiap jam pelajaran, 4) Peserta didik
lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya
mendengarkan uraian guru.
Pemilihan media yang tepat seperti media Pic-Pow dapat
membantu guru menjelaskan pelajaran yang diberikan. Di samping
itu, media yang tepat juga membantu peserta didik untuk
membentuk pengertian di dalam jiwanya. Mengajar dengan
menggunakan

bermacam-macam

media

akan

lebih

menarik

perhatian peserta didik, lebih merangsang peserta didik untuk


berpikir (Slameto,2003:37).
Kerangka Berpikir
12 |

Kompetensi

speaking

dapat

dicapai

melalui

pendekatan

kontekstual dengan berbagai macam teknik. Untuk mengurangi beberapa


kendala peserta didik dalam hal mengungkapkan gagasan atau pendapat
yang berkenaan dengan deskripsi orang atau binatang

kesayangan

dalam pembelajaran harus melibatkan peserta didik baik fisik maupun


psikis. Diperlukan teknik yang membuat peserta didik secara tidak sadar
dibawa ke lingkungan nyata untuk mendiskripsikan orang dan binatang
kesayangan dalam bahasa Inggris lisan yaitu teknik Power Teaching and
game. Teknik tersebut diperkuat dengan adanya media Pic-Pow yang
dapat mempermudah peserta didik dalam menemukan ide dan gagasan
untuk

berbicara

secara

individu.

Pembelajaran

speaking

dengan

melibatkan peserta didik pada dunia nyata anak-anak yang masih suka
bermain

dipandang perlu menggunakan teknik atau metode yang

menggabungkan beberapa model pembelajaran inovatif dan kontekstual


yaitu Powtega (Power Teaching and Game). Game yang dipakai peneliti
dalam pembelajaran speaking adalah gabungan tiga model pembelajaran
kontekstual yaitu scrable, talking stilk dan make a match. Penggunaan
media Pic-Pow yang berupa gambar-gambar menarik untuk memacu
perhatian dan memotivasi peserta didik agar

lebih aktif dalam

pembelajaran juga dipandang perlu.

METODE PENELITIAN
Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Menengah Pertama
Negeri 1 Slawi Kabupaten Tegal. Waktu penelitian selama empat bulan
yaitu sejak bulan Juni sampai dengan September 2011. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada jadwal kegiatan penelitian sebagai berikut:
Tabel 1. Alokasi Waktu Penelitian
No
Uraian Kegiatan
1
Menyusun Proposal
Penelitian Tindakan Kelas

BULAN
Juli
Agustus

Juni
- -VV

Sept

2
3
4
5
6

Menyusun Instrumen
Penelitian
Pemgumpulan data dengan
melaksanakan siklus I dan
siklus II
Analisi data
Pembahasan dan diskusi
Menyusun laporan Hasil
Penelitian

VV - - - VV

V- - - -VV
---V
VVV-

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (Classroom


Action Research) melalui dua siklus. Setiap siklus dilaksanakan tiga kali
tindakan dan setiap tindakan 2 x 40 menit atau 2 jam pelajaran. Penelitian
tindakan ini berpatokan pada refleksi awal dengan prosedur (1)
perencanaan (planning), (2) tindakan (action), (3) observasi (observation),
dan (4) refleksi (reflektion) dalam setiap siklusnya. Subjek penelitian
adalah peserta didik Kelas VIII-6 SMP Negeri 1 Slawi Kabupaten Tegal.
Jumlah peserta didik yang dijadikan subjek penelitian ada 25 orang terdiri
atas 8 anak lakilaki dan 17 anak perempuan. Data utama pada penelitian
ini adalah katakata, tindakan, dan sumber data tertulis. Data berupa katakata diperoleh dari wawancara dan tindakan sebagai hasil observasi
(pengamatan), sumber data tertulis dari hasil tes. Sumber data primer
diperoleh dari nilai kompetensi speaking. Data dari pengamat teman
sejawat termasuk data sekunder. Sumber data sekunder diperoleh dari
hasil pengamatan yang dilakukan kolaborator. Dilihat dari bentuk data,
ada dua macam data yaitu data kuantitatif dan kualitatif. Data nilai
kompetensi speaking merupakan data kuantitatif. Data hasil pengamatan
aktivitas belajar peserta didik merupakan data kualitatif. Validitas atau
kesahihan merupakan ukuran dari instrumen yang digunakan dalam
penelitian. Sebuah

tes dikatakan valid apabila tes tersebut dapat

mengukur apa yang hendak diukur (Suwandi, 2009:53). Oleh karena itu,
untuk mengukur validitas instrumen peneliti menggunakan langkahlangkah sebagai berikut: 1) Data hasil observasi aktivitas belajar speaking
14 |

yang diperoleh melalui pengamatan supaya diperoleh data yang valid


divalidasi dengan bantuan kolaborator dengan teman sejawat (triangulasi
sumber antara peneliti, teman sejawat selaku kolaborator dan peserta
didik). 2) Data hasil tes kompetensi speaking supaya valid perlu dibuat
kisi-kisi sebelum soal disusun. Validasi dilakukan terhadap instrumen
penilaian tes unjuk kerja berupa penyusunan kisi-kisi sehingga terpenuhi
validitas teoretik, khususnya content validity.
Analisis data disajikan secara deskriptif komparatif yang dilanjutkan
refleksi. Deskriptif komparatif dilakukan dengan membandingkan data
kondisi awal, siklus I dan siklus II, baik untuk aktivitas belajar maupun
kompetensi speaking. Refleksi artinya menarik simpulan berdasarkan
deskriptif komparatif kemudian dilanjutkan memberikan ulasan dan
langkah tindak lanjut.
peserta

didik

melalui

Ukuran berhasil tidaknya peningkatan aktivitas


observasi.

Indikator

keberhasilan

tindakan

meningkatkan aktivitas belajar peserta didik melalui teknik Pow-Tega


adalah: 1) Persentase jumlah peserta didik yang mencapai skor aktivitas
peserta didik 3,00 meningkat dari 24 % menjadi lebih dari 75%. Skor
3,00 (kualifikasi baik) merupakan skor aktivitas peserta didik dalam skala
maksimum 4 (kualifikasi sangat baik), 2) Persentase jumlah peserta didik
yang mencapai nilai kompetensi speaking 76 meningkat dari 24 %
menjadi lebih dari 75 % peserta didik memperoleh nilai tes kompetensi
speaking 76. Nilai 76 merupakan nilai ketuntasan minimal (KKM) mata
pelajaran Bahasa Inggris kelas VIII-6 SMP Negeri 1 Slawi pada tahun
pelajaran 2011/2012.
Penelitian tindakan ini direncanakan terbagi menjadi dua siklus
yang masing-masing siklus terdiri atas tiga kali pertemuan. Prosedur
penelitian ini setiap siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang
ingin dicapai, seperti apa yang telah didesain dalam faktor yang akan
diselidiki. Penentuan dilaksanakan siklus II berdasarkan hasil refleksi.
Untuk melihat kompetensi speaking materi teks deskriptif peserta didik
serta aktivitasnya dalam pembelajaran, maka perlu diberikan tes

pratindakan. Observasi awal dilakukan untuk dapat mengetahui tindakan


yang tepat yang diberikan dalam rangka meminimalkan kekurangan
tersebut.
Dari evaluasi dan observasi, maka dalam refleksi ditetapkan bahwa
tindakan yang digunakan untuk meningkatkan aktivitas belajar peserta
didik dan kompetensi speaking materi teks deskriptif

adalah melalui

penerapan teknik Pow-Tega dengan media Pic-Pow. Pada siklus I dan II


peserta didik dibagi menjadi 5 kelompok secara heterogen. Pada siklu I
guru tidak melibatkan peserta didik di luar kelas pada aktivitas make a
match game, sedangkan pada siklus II guru melibatkan peserta didik di
luar kelas pada aktivitas make a match game.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Kegiatan Pratindakan
Kegiatan pratindakan meliputi studi pendahuluan dan penyusunan
rancangan.

Studi

pendahuluan

berupa

observasi

awal

terhadap

pembelajaran kompetensi speaking materi teks deskriptif peserta didik.


kelas VIII-6 SMP Negeri 1 Slawi. Berdasarkan hasil studi pendahuluan
dilakukan rancangan tindakan oleh guru dan kolaborator dalam membuat
silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan menerapkan
teknik Pow-Tega, media Pic-Pow, dan instrumen penelitian.
Hasil pengamatan menunjukkan hanya terdapat 6 peserta didik
(24%) mencapai rerata skor 3,00 atau lebih (kualifikasi Baik). Hal ini
mengindikasikan bahwa karakter percaya diri peserta didik masih rendah.
Berdasarkan hasil nilai akhir tes kompetensi speaking yang meliputi aspek
pelafalan, tata bahasa, kelancaran dan isi menunjukkan bahwa rata-rata
nilai adalah 69,59 dengan jumlah 6 peserta didik (24%) yang tuntas dan
19 peserta didik (76%) yang belum tuntas. Hal ini menunjukkan bahwa
nilai kompetensi speaking materi teks deskriptif pada kondisi awal masih
rendah. Pada kondisi awal peneliti
16 |

belum menerapkan teknik Pow-Tega

dengan media Pic-Pow sehingga kompetensi speaking masih sangat


rendah.
Pelaksanaan Tindakan Kelas
Siklus Pertama
Siklus I dilaksanakan pada tanggal 22 dan 23 Juli untuk penerapan
teknik Pow-Tega dan media Pic-Pow dan pada tanggal 25 Juli untuk tes
kompetensi speaking materi teks diskriptif siklus I.

Penerapan teknik

Pow-Tega dengan media Pic-Pow pembelajaran keterampilan speaking


materi teks deskriptif pada siklus I ini disajikan tema deskripsi orang
berprestasi. Media Pic-Pow yang digunakan terdiri atas gambar peserta
didik berprestasi dalam bidang bahasa Inggris untuk pertemuan I dan
orang berprestsi dalam bidang perfilman (Tobey Marguire) pada pertemua
II yang belum diberi suara oleh guru. Pertemuan pertama kegiatan diawali
guru dengan membuka pelajaran dengan apersepsi melalui tanya jawab.
Tidak lupa guru menyampaikan tujuan pembelajaran. Selanjutnya guru
menunjukan slide show scrable game, sementara peserta didik yang bisa
menjawab dengan benar diberi skor. Setelah aktivitas scrable

game

berakhir, guru memberi model berbicara dengan teknik Power Teaching


dibantu media Pic-Pow dengan menerapkan langkah-langkah: 1) ClassYes, 2) Micro Lecture, 3) Teach-O.K, 4) Score Board, 5) Hands and eyes,
6) Comprehension Check. Setelah aktivitas modeling dirasa cukup, guru
membagi peserta didik menjadi 5 kelompok secara heterogen dan
membagikan lembar kerja kelompok. Peserta didik berlatih berbicara
dalam kelompoknya masing-masing dibantu guided questions. Setelah itu,
Guru menunjuk salah satu anggota kelompok dengan talking stick untuk
berbicara sesuai dengan tema yang telah ditentukan dibantu media PicPow.
Setelah aktivitas Talking Stick berakhir, guru membagikan kartu
soal dan jawaban kepada peserta didik secara acak. Peserta didik
mencari pasangan masing-masing dan guru memberi penghargaan

kepada 3 pasangan tercepat dengan jawaban benar. Pertemuan kedua


langkah awal yang dilakukan guru adalah dengan membuka pertanyaan
tentang

kegiatan

pada

pertemuan

yang

lalu.

Selanjutnya,

guru

menjelaskan tujuan pembelajaran yang harus dicapai pada pertemuan ini.


Kemudian pada kegiatan inti guru menunjukan slide show scrable game,
sementara peserta didik yang bisa menjawab dengan benar diberi skor.
Setelah aktivitas scrable game berakhir, guru memberi model berbicara
tentang Tobey Marguire dengan teknik Power Teaching dibantu media
Pic-Pow dengan menerapkan langkah-langkah: 1) Class- Yes, 2) Micro
Lecture, 3) Teach-O.K, 4) Score Board, 5) Hands and eyes, 6)
Comprehension Check. Setelah aktivitas modeling dirasa cukup, guru
membagi peserta didik menjadi 5 kelompok secara heterogen dan
membagikan lembar kerja kelompok. Peserta didik berlatih berbicara
dalam kelompoknya masing-masing dibantu guided questions. Setelah itu,
Guru menunjuk salah satu anggota kelompok dengan talking stick untuk
berbicara tentang Tobey Marguire media Pic-Pow.
Setelah aktivitas Talking Stick berakhir, guru membagikan kartu
soal dan jawaban tentang Tobey Marguire kepada peserta didik secara
acak. Peserta didik mencari pasangan masing-masing dan guru memberi
penghargaan kepada 3 pasangan tercepat dengan jawaban benar.
Berdasarkan data pengamatan dapat diketahui 14 peserta didik (56%)
mencapai rerata skor

3,00 atau lebih (kualifikasi Baik). Rerata skor

aktivitas adalah 2.93 (kualifikasi cukup). Apabila dibandingkan dengan


indikator kinerja maka pada siklus I ini indikator aktivitas peserta didik
dalam pembelajaran speaking materi teks deskriptif belum melebihi 75%.
Hasil nilai akhir tes kompetensi speaking yang meliputi aspek pelafalan,
tata bahasa, kelancaran dan isi menunjukkan bahwa rata-rata nilai adalah
76.6 dengan jumlah 16 peserta didik (64%) yang tuntas dan 9 peserta
didik (36%) yang belum tuntas. Hal ini menunjukkan bahwa nilai
kompetensi speaking materi teks deskriptif belum mencapai indikator
18 |

keberhasilan penelitian ini. Kekurangan yang ada pada siklus I adalah


guru terlalu banyak mengadakan variasi gerakan tangan pada kegiatan
teach O.K., peserta didik tampak bingung untuk menirukan gerakan
tangan peneliti. Oleh karena itu, guru perlu mengurangi gerakan tangan,
guru mengalami sedikit kendala dalam kegiatan comprehension and
check saat mengulangi isi pembicaraan dari awal hingga akhir, maka
suara guru perlu direkam dan dimasukkan ke dalam program power point
yang bisa menyatu dalam slide show gambar, guru kurang tegas dalam
menerapkan Talking Stick Game bagi peserta didik yang memperoleh
stick untuk mewakili teman-teman di kelompoknya membacakan hasil
diskusi kelompoknya. Aturan dalam aktivitas

Make a Match Game

kurang ketat karena masih banyak peserta didik yang tidak mau berusaha
untuk mencari pasangan sambil teriak menyampaikan pertanyaan
ataupun jawabannya. Kendala aktivitas

Make a Match Game adalah

peserta didik kurang leluasa ketika bermain mencari pasangannya. Oleh


karena itu, guru perlu memperbaiki kegiatan make a match untuk
diadakan di luar kelas. Dengan demikian kegiatan pembelajaran ini perlu
dilanjutkan pada siklus berikutnya dengan mengkaji ulang perencanaan
persiapan pembelajaran (RPP) yang dibuat sesuai permasalahan pada
siklus I.
Deskripsi Hasil Penelitian Siklus II
Tindakan siklus II dilaksanakan pada hari Rabu, 27 Juli dan Jumat,
29 Juli 2011 yang merupakan perbaikan dari pelaksanaan tindakan pada
siklus I dengan materi teks deskriptif tentang binatang kesayangan. Tes
kompetensi speaking dilaksanakan pada hari Jumat, 5 Agustus 2011.
Tahap perencanaan tindakan yang dilakukan pada siklus II meliputi
penyusunan

perbaikan

rencana

pelaksanaan

pembelajaran

yang

dilengkapi dengan instrumen penilaian, media Pic-Pow dilengkapi suara,


seperangkat kartu untuk

Make a Match Game yang melibatkan peserta

didik di luar kelas, lembar observasi aktivitas peserta didik.

Media Pic-Pow yang digunakan untuk aktivitas scrable game berisi


kata-kata acak dan kalimat rumpang yang digunakan untuk memancing
peserta didik memahami dan menguasai kosa kata yang akan digunakan
dalam kegiatan speaking materi teks deskriptif tentang binatang
kesayangan. Gambar yang dilengkapi suara dimasukkan kedalam
program Microsoft power point bersamaan dengan materi pembelajaran
lain yang akan digunakan sebagai alat bantu untuk menginspirasi guru
dan

peserta

didik

dalam

mendeskripsikan

binatang

kesayangan.

Perbaikan lembar kerja kelompok yang menitikberatkan pada latihan


berbicara juga dibuat untuk kerja kelompok yang diakhiri dengan Talking
Stick Game. Sementara itu, media kartu dirancang untuk aktivitas Make
a Match Game di luar kelas.
Tindakan yang dilakukan pada pembelajaran mengacu pada
perencanaan tindakan yang telah dibuat. Materi yang disajikan pada siklus
II adalah tentang binatang kesayangan. Siklus II dilaksanakan dalam 3 kali
pertemuan yaitu pada tanggal 27 dan 29 Juli untuk penerapan teknik PowTega dengan media Pic-Pow dan pada tanggal

5 Agustus untuk tes

kompetensi speaking materi teks deskriptif siklus II.


Pertemuan pertama pada sikus II kegiatan diawali guru dengan
membuka pelajaran dengan pertanyaan tentang materi yang telah
diberikan pada pertemuan yang lalu. Setelah itu, guru memberi apersepsi
tentang kompetensi speaking yang akan dicapai. Tidak lupa guru
menyampaikan tujuan pembelajaran. Selanjutnya guru menunjukan slide
show scrable game, sementara peserta didik yang bisa menjawab dengan
benar diberi skor. Setelah aktivitas scrable game berakhir, guru memberi
model berbicara tentang Frenky (kucing) dengan teknik Power Teaching
dibantu media Pic-Pow yang telah dilengkapi dengan suara guru dengan
menerapkan langkah-langkah: 1) Class- Yes, 2) Micro Lecture, 3) TeachO.K, 4) Score Board, 5) Hands and eyes, 6) Comprehension Check.
Setelah aktivitas modeling dirasa cukup, guru membagi peserta
20 |

didik menjadi 5 kelompok secara heterogen dan

membagikan lembar

kerja kelompok. Peserta didik berlatih berbicara tentang Frenky dalam


kelompoknya masing-masing dibantu guided questions. Setelah itu, Guru
menunjuk salah satu anggota kelompok dengan talking stick untuk
berbicara mendeskripsikan Frenky (kucing) dibantu media Pic-Pow.
Setelah aktivitas Talking Stick berakhir, guru membagikan kartu
soal dan jawaban kepada peserta didik secara acak. Guru menyuruh
peserta didik untuk keluar kelas. Peserta didik mencari pasangan masingmasing, sementara peserta didik yang telah menemukan pasangannya
diperkenankan masuk kelas.

3 pasang paling cepat berdiri di depan

kelas. Guru memberi penghargaan kepada 3 pasangan tercepat dengan


jawaban benar dan membahas hasil kerja peserta didik.
Pertemuan kedua langkah awal yang dilakukan guru adalah
dengan membuka pertanyaan tentang kegiatan pada pertemuan yang
lalu. Selanjutnya, guru menjelaskan tujuan pembelajaran yang harus
dicapai pada pertemuan ini. Kemudian pada kegiatan inti guru
menunjukan slide show scrable game, sementara peserta didik yang bisa
menjawab dengan benar diberi skor. Setelah aktivitas scrable

game

berakhir, guru memberi model berbicara tentang Tobey Marguire dengan


teknik

Power Teaching dibantu media Pic-Pow dengan menerapkan

langkah-langkah: 1) Class- Yes, 2) Micro Lecture, 3) Teach-O.K, 4) Score


Board, 5) Hands and eyes, 6) Comprehension Check. Setelah aktivitas
modeling dirasa cukup, guru membagi peserta didik menjadi 5 kelompok
secara heterogen dan membagikan lembar kerja kelompok. Peserta didik
berlatih berbicara dalam kelompoknya masing-masing dibantu guided
questions. Setelah itu, Guru menunjuk salah satu anggota kelompok
dengan talking stick untuk berbicara tentang Brownie (kelinci) dengan
media Pic-Pow.
Setelah aktivitas Talking Stick berakhir, guru membagikan kartu
soal dan jawaban tentang Brownie kepada peserta didik secara acak.
Peserta didik mencari pasangan masing-masing dan guru memberi

penghargaan kepada 3 pasangan tercepat dengan jawaban benar.


Berdasarkan data pengamatan pada siklus II dapat diketahui Aktivitas
belajar speaking mengalami peningkatan dibandingkan kondisi awal. Jika
dibandingkan dengan siklus Il rerata skor aktivitas meningkat dari 2.93
menjadi 3.56. Pada siklus II ini, jumlah peserta didik yang memiliki rerata
skor 3 atau lebih adalah 24 peserta didik (96%). Hal ini menunjukkan
adanya peningkatan dari 56 % pada siklus I menjadi 96% pada siklus II.
Hal ini berarti telah mencapai indikator keberhasilan dari penelitian ini
yaitu, persentase jumlah peserta didik yang mencapai skor 3,00
meningkat dari 24 % menjadi 75%. Skor 3,00 (kualifikasi baik)
merupakan skor aktivitas peserta didik dalam skala maksimum 4
(kualifikasi sangat baik).
Berdasarkan hasil tes kompetensi speaking materi teks deskriptif,
ketuntasan klasikal untuk setiap aspek juga mengalami kenaikan yaitu dari
100 %, (aspek pelafalan) 48 % (aspek tata bahasa), 48% (aspek
kelancaran) dan 76% (aspek isi) pada siklus I menjadi 100%, 84%,88%
dan 88% pada siklus II. Secara keseluruhan, nilai akhir kompetensi
speaking siklus II jika dibandingkan dengan siklus I nilai rata-rata naik dari
76.6 menjadi 83. Di samping itu, persentase ketuntasan klasikal juga
mengalami kenaikan dari 76% pada siklus I menjadi 92%. Hal ini sudah
memenuhi indikator keberhasilan dari penelitian ini yaitu persentase
ketuntasan klasikal nilai kompetensi speaking meningkat dari 24 %
menjadi lebih dari 75 % peserta didik memperoleh nilai tes kompetensi
speaking 76.
Dalam pelaksanaan tindakan ada beberapa hal yang menjadi
catatan, yaitu: 1) Peserta didik sudah memahami aturan Pow-Tega
(Power Teaching and Game) selama mengikuti pembelajaran speaking,
sehingga kegiatan pembelajaran speaking berjalan lancar, 2) Pada
pertemuan II siklus II semua peserta didik sudah mendapatkan
pasangannya masing-masing pada aktivitas
22 |

Make a Match Game, 3)

Semua peserta didik terlibat dalam kerja sama kelompok dan karakter
percaya diri mulai berkembang, 4) Kegiatan

Make a Match Game yang

berlangsung di luar kelas membuat peserta didik lebih antusias dan


bergairah dalam mengikuti permainan, 5). Di antara empat langkah
pembelajaran dengan menggunakan teknik Pow-Tega yang paling
disenangi peserta didik adalah kegiatan

Make a Match Game dan

kegiatan Power Teaching langkah score board.


Selain itu, dapat ditemukan beberapa kelebihan teknik Pow-Tega.
Di antaranya adalah sebagai berikut:1) Teknik Pow-Tega merupakan
gabungan dari empat model pembelajaran CTL, sehingga kelebihan dari
keempat model pembelajaran tersebut dirasakan oleh guru dengan
diterapkannya teknik Pow-Tega, 2) Kegiatan Scrable game sangat cocok
untuk kegiatan BKOF, 3) Melalui aktivitas Power Teaching dengan media
Pic-Pow, peserta didik secara tidak langsung diajak untuk berlatih
konsentrasi dan fokus terhadap penjelasan dan model dari guru, 4) Media
Pic-Pow sangat bermanfaat untuk menginspirasi peserta didik saat
berbicara mendeskripsikan binatang kesayangan yang ada dalam gambar
tersebut, 5) Aktivitas Power Teaching sangat efektif untuk tahap modeling
of the text karena dalam aktivitas ini ada kegiatan simulasi, role play, dan
kerja sama antar peserta didik, 6) Aktivitas Talking Stick, sangat efektif
untuk tahap pembelajaran Joint Construction of the Text karena semua
peserta didik termotivasi untuk

berinisiatif

dalam

berlatih

sesuai dengan waktu dalam kelompoknya. 7) Aktivitas

berbicara

Make a Match

Game sangat efektif untuk mengecek pemahaman peserta didik terhadap


materi teks deskriptif yang sedang menjadi topik pembicaraan.
Pembahasan Hasil Tiap Siklus
Fokus permasalahan dalam penelitian ini adalah rendahnya
aktivitas belajar, dan kompetensi speaking. Masalah tersebut dikarenakan
guru belum menerapkan teknik dan media yang menarik dan variatif,
sehingga kegiatan speaking dianggap sulit, kurang menarik dan monoton.

Perlu penerapan gabungan teknik inovatif pembelajaran dengan media


yang tepat. Teknik yang dimaksud adalah Gabungan antara teknik Power
Teaching dan Game (Pow-Tega) dengan media Pic-Pow.
Penelitian tindakan kelas ini terdiri atas 2 siklus. Penerapan
teknik Pow Tega dengan media Pic-Pow pada siklus I dan II berbeda.
Pada siklus I teknik Pow-Tega tidak melibatkan peserta didik di luar kelas,
sedangkan pada siklus II melibatkan peserta didik di luar kelas. Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa penerapan teknik Pow-tega dengan
media Pic-Pow berdampak pada peningkatan aktivitas peserta didik dan
kompetensi speaking
Aktivitas Belajar
Aktivitas

belajar

peserta

didik

diamati

pada

aspek

memperhatikan penjelasan guru dengan antusias, merespon dan


menirukan model dari guru, bekerja sama dengan peserta didik lain, dan
mempunyai gagasan dalam pemecahan masalah. Hasil pengamatan
menunjukkan adanya peningkatan dari kondisi awal, siklus I dan siklus II.
Persentase jumlah peserta didik dengan skor aktivitas belajar 3.00
(kualifikasi baik atau baik sekali) mengalami peningkatan. Berikut adalah
grafik peningkatan skor rata-rata hasil observasi aktivitas peserta didik.

24 |

Grafik 1. Peningkatan Skor Rata-rata Aktivitas Siswa

4
3
2
2.39

1
0

Pra Siklus

2.93

Siklus I

3.56

Siklus II

Grafik di atas menunjukkan bahwa rerata skor aktivitas belajar peserta


didik dari kondisi awal, siklus I dan siklus II mengalami peningkatan. Pada
siklus I rerata skor naik 0.54 yaitu dari 2.39 menjadi 2.93. Pada siklus II
rerata skor naik 0.6 yaitu dari 2.39 menjadi 3.56. Persentase jumlah
peserta didik dengan skor aktivitas belajar 3.00 (kualifikasi baik atau baik
sekali) juga mengalami peningkatan. Berikut adalah grafik peningkatan
persentase jumlah peserta didik yang mencapai skor 3.00.

Grafik 2. Peningkatan Persentase


Jumlah siswa yang mencapai skor Aktivitas siswa 3,00
120%
100%
80%
60%
96%

40%
20%

56%
24%

0%
Pra Siklus

Siklus I

Siklus II

Grafik di atas menunjukkan peningkatan bahwa di kondisi awal 24%, pada


siklus I meningkat menjadi 56% dan pada siklus II meningkat menjadi
96%. Pada indikator kinerja penelitian, indikator keberhasilan direfleksikan
persentase jumlah peserta didik mencapai skor 3,00 meningkat dari 24
% menjadi lebih dari 75%. Skor 3,00 (kualifikasi baik) merupakan skor
aktivitas peserta didik dalam skala maksimum 4 (kualifikasi sangat baik).
Dengan melihat aktivitas belajar maka pada siklus II telah tercapai
indikator tersebut. Melalui penerapan teknik Pow-Tega dengan media PicPow guru dapat meningkatkan aktivitas belajar peserta didik peserta didik
kelas VIII-6 dari kondisi awal 24% menjadi 96%.
Kompetensi Speaking
Nilai kompetensi speaking dilihat dari setiap aspeknya mengalami
peningkatan dari kondisi awal ke siklus I dan siklus II. Berikut adalah
perbandingan nilai dari kondisi awal, siklus I dan siklus II dilihat dari setiap
aspeknya. Peningkatan persentase jumlah peserta didik yang mencapai
nilai 76 untuk setiap aspek penilaian dapat dilihat pada grafik berikut:

26 |

Grafik 3. Peningkatan Persentase Ketuntasan Klasikal Per Aspek


100%100%

Pra Siklus

Sikus I

Siklus II

88%

84%

88%
76%

48%

48%

32%
20%
12%

Pelafalan

Tata Bahasa

12%

Kelancaran

Isi

Grafik di atas menunjukkan peningkatan persentase jumlah peserta didik


yang tuntas bahwa untuk aspek pelafalan di kondisi awal 32%, pada siklus
I meningkat menjadi 100% dan pada siklus II meningkat menjadi 100%.
Pada aspek tata bahasa di kondisi awal 12%, pada siklus I meningkat
menjadi 48% dan pada siklus II meningkat menjadi 84%. Pada aspek
kelancaran di kondisi awal 12%, pada siklus I meningkat menjadi 48% dan
pada siklus II meningkat menjadi 88%. Persentase jumlah peserta didik
yang mencapai nilai akhir kompetensi speaking 76 juga mengalami
peningkatan. Berikut adalah grafik peningkatan persentase jumlah peserta
didik yang mencapai nilai 76.
Grafik 4. Grafik Peningkatan Persentase Ketuntasan Klasikal Kompetensi
Speaking

100%

92%

80%

64%

60%
40%

24%

20%
0%
Pra Siklus

Siklus I

Siklus II

Grafik di atas menunjukkan peningkatan bahwa di kondisi awal 24%, pada


siklus I meningkat menjadi 64% dan pada siklus II meningkat menjadi
92%. Pada indikator kinerja penelitian, indikator keberhasilan direfleksikan
dengan

persentase jumlah peserta didik yang mencapai rerata nilai

kompetensi speaking 76 meningkat dari 24 % menjadi lebih dari 75%


peserta didik. Dengan melihat nilai kompetensi speaking pada siklus II
maka telah tercapai indikator tersebut. Melalui penerapan teknik PowTega dengan media Pic-Pow guru dapat meningkatkan kompetensi
speaking materi teks deskriptif peserta didik kelas VIII-6 yaitu dari kondisi
awal 24% menjadi 92%.
Hasil Tindakan
Berdasarkan perbandingan data kondisi awal, siklus I dan siklus II
yang dijabarkan dalam pembahasan dapat disimpulkan tindakan yang
dilakukan pada siklus I maupun siklus II berpengaruh pada peningkatan
baik karakter percaya diri, aktivitas belajar maupun, kompetensi speaking.
Aktivitas belajar peserta didik juga mengalami peningkatan dari
rata-rata skor 2.39 menjadi 3.56. pada kondisi akhir, berarti meningkat
1.17. Persentase jumlah peserta didik yang mencapai rata-rata skor 3
(kualifikasi baik) juga meningkat dari 24% pada kondisi awal menjadi 96%
pada kondisi akhir, berarti meningkat 72%.
28 |

Kompetensi speaking materi teks deskriptif juga mengalami


peningkatan dari rata-rata nilai 69.59 menjadi 83 pada kondisi akhir,
berarti meningkat 13.41. Persentase jumlah peserta didik yang mencapai
nilai 76 (kualifikasi baik) juga meningkat dari 24% pada kondisi awal
menjadi 92% pada kondisi akhir, berarti meningkat 68%. Peningkatan
paling signifikan ada pada aspek pelafalan yaitu dari 32% pada kondisi
awal menjadi 100% pada kondisi akhir, berarti meningkat 68%.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikatakan bahwa hipotesis yang
menyatakan:
meningkatkan

Teknik

Pow-tega

dengan

Media

Pic-Pow

dapat

karakter percaya diri, aktivitas peserta didik dan

kompetensi speaking materi teks deskriptif peserta didik kelas VIII-6 SMP
N 1 Slawi Kabupaten Tegal Tahun Pelajaran 2011-2012 terbukti.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan

pelaksanaan

tindakan,

peneliti

dapat

menarik

kesimpulan bahqwa: 1) teknik Pow-Tega dengan media Pic-Pow dapat


meningkatkan aktivitas peserta didik kelas VIII-6 SMP N 1 Slawi, semester
gasal tahun pelajaran 2011-2012, 2) teknik Pow-Tega dengan media PicPow dapat meningkatkan kompetensi speaking materi teks deskriptif
peserta didik kelas VIII-6 SMP N 1 Slawi semester gasal tahun pelajaran
2011-2012.
Saran
Saran yang dapat disampaikan berdasarkan hasil penelitian ini
adalah: 1) guru perlu merancang pembelajaran yang baik, meliputi
perencanaan

penggunaan

teknik

dan

media

pembelajaran

yang

diperlukan agar pembelajaran lebih efektif, 2) guru dapat menggunakan


teknik Pow-Tega dengan media Pic-Pow dalam pembelajaran speaking
materi teks deskriptif agar kompetensi peserta didik lebih meningkat.

DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas 2002. Pendekatan Kontekstual ; Contextual Teaching and
Learning. Jakarta: Direktorat PLP
Depdiknas. 2005. Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Sekolah
Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah. Pedoman
Khusus Mata Pelajaran :Jakarta. Dharma Bhakti.
Depdiknas. 2005. Materi Pelatihan Terintegrasi Kurikulum Berbasis
Kompetensi. Jakarta: Depdiknas.
Healey, Deborah, 2009.Power Teaching. http://www.powerteachers.net/
(diunduh tanggal 20 Maret 2011).
Moleong Lexy J, 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Montolalu.B.E.F. Cet. Ke-8. 2008. Bermain dan Permainan Anak. Jakarta.
Universitas Terbuka.
OudaTeda Eda.2003. Membuat Media Pembelajaran Interaktif dengan
Piranti Lunak Presentasi. Yogyakarta: Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
Putri, Mertha Tyananda.2011. Penerapan Model Power Teaching dan
Cooperative Script untuk Meningkatkan Keterampilan Menulis
Bahasa Indonesia dalam Meringkas Isi Wacana Cerita. Skripsi,
Jurusan KSDP, FIP, Universitas Negeri Malang.
Subandi, 2009. Peningkatan Kemampuan Listening Teks Descriptive
dengan Teknik Quiz pada peserta didik kelas 8-4 semester gasal
tahun pelajaran 2009-2010.
Suwandi, Sarwiji, 2010. Assesmen dalam Pembelajaran. Surakarta: Yuma
Pustaka.
Slameto, 2003. Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta:
P.T. Rineka Cipta.
Soeparno, 1988. Media Pengajaran Bahasa, Klaten: Intan Pariwara.
Thornburrie, Scott. How To Teach Speaking.Cina. Longman.

30 |

You might also like