Professional Documents
Culture Documents
Meskipun metode yang diterapkan oleh guru sudah cukup baik yaitu
dengan menerapkan model pembelajaran simulation, aktivitas peserta
didik dan kompetensi speaking materi teks deskriptif masih cukup rendah.
Hal ini terbukti nilai hasil tes kompetensi speaking materi teks deksriptif
yang diadakan oleh peneliti menunjukkan nilai rata-rata kompetensi
berbicara peserta didik materi teks deskriptif masih, yaitu (69.59). Nilai
rata-rata yang dicapai ini termasuk kategori rendah karena KKM untuk
kompetensi speaking materi teks deskriptif di kelas VIII-6 SMP Negeri 1
Slawi semester gasal, tahun pelajaran 2011-2012 adalah 76. (lihat
dokumen penetapan KKM mapel Bahasa Inggris kelas VIII SMP N 1
Slawi). Jika dilihat dari segi ketuntasan belajar untuk speaking materi teks
deskriptif juga termasuk rendah karena ketuntasan belajar peserta didik
baru mencapai 6 peserta didik (24 %) dari 25 peserta didik. (Lihat
dokumen daftar nilai kompetensi speaking peserta didik kelas VIII-6). Di
samping itu,
ini
bertujuan
untuk
mendiskripsikan
dan
menganalisis
kompetensi speaking materi teks deskriptif peserta didik kelas VIII-6 SMP
N 1 Slawi semester gasal tahun pelajaran 2011-2012.
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan model pembelajaran guna
meningkatkan kompetensi berbahasa, khususnya yang berkaitan dengan
speaking materi teks deskriptif. Disamping itu, penulisan ini juga
diharapkan dapat dijadikan model pemecahan masalah yang berkaitan
dengan pengajaran di kelas, khususnya Speaking materi teks deskritif,
serta dapat menggugah peserta didik dalam pembelajaran speaking
materi teks deskriptif.
LANDASAN TEORETIS
Langkah-langkah Pembelajaran Bahasa Inggris
Secara alamiah orang belajar bahasa mulai dari bahasa lisan dan
semakin lama menuju ke bahasa tulis. Hal ini menjadi suatu perhatian
dalam
pembelajaran
bahasa.
Pembelajaran
bahasa
berdasarkan
yang seringkali
disebut siklus lisan, setelah itu dilanjutkan dengan bahasa tulis yang
seringkali disebut siklus tulis. Dari
dikembangkan mulai dari
lisan
mulai
dari
listening
dan
kemudian
speaking,
sedangkan
Independent
Construction (I-COT).
Pada langkah pertama ini, sesuai dengan namanya, yaitu building
knowledge of the field, peserta didik diberikan pengetahuan awal yang
berupa kosakata dan tatabahasa yang berhubungan dengan tema dan
genre yang akan dibahas. Kegiatan ini bersifat interaktif antara guru
dengan peserta didik, peserta didik dengan peserta didik sehingga
keterampilan
listening
dan
speaking
dimulai
di
sini.
Misalnya
membicarakan tentang deskripsi orang. Pada tahap ini peserta didik akan
diperkenalkan kosakata yang berhubungan dengan kosa kata tentang
cirri-ciri anggota badan orang, dan jenis-jenis hobi, kegiatan orang yang
dipakai dalam kegiatan speaking.
Pada tahap kedua (modeling of the text) mereka diperkenalkan
dengan teks-teks lisan maupun tulis yang berhubungan dengan jenis teks
deskriptif.
Penyajian
teks
kemudian
disusul
dengan
model
cara
kepada
lisan atau
depan kelas dalam bentuk tes unjuk kerja berbicara (Depdiknas, 2005:
23).
Aktivitas Belajar Speaking Materi Teks Deskriptif
Menurut (Thornbury,2000:65) dalam bukunya How to Teach
Speaking ada beberapa aktivitas yang bisa dipilih untuk kegiatan
pembelajaran speaking. Di antaranya adalah: practiced control, drilling,
writing task, assisted performance, dan task repitation.
Kegiatan practiced control merupakan kegiatan latihan berbicara
yang dibimbing oleh seorang guru sebagai model berbicara. Sebelum
peserta didik melakukan berbicara guru terlebih dahulu memberikan
model cara berbicara bahasa Inggris secara akurat, lancar dan berterima.
Adapun drilling merupakan kegiatan di mana guru memberi contoh cara
6|
pengucapan kata per kata, kalimat per kalimat sedangkan peserta didik
menirukannya setelah guru.
Sementara itu, reading aloud biasanya dilakukan untuk melatih
pronunciation peserta didik. Kegiatan ini bisa dilakukan secara variatif
sesuai keadaan kelas dan peserta didik. Writing task merupakan kegiatan
peserta didik untuk mencatat hal-hal yang mungkin perlu dijadikan catatan
setelah mendengarkan dan menirukan model dari guru. Sedangkan
Assisted performance merupakan kegiatan peserta didik dalam rangka
melakukan penampilan atau unjuk kerja berbicara di depan teman-teman
kelas yang dibantu dengan media gambar atau lainnya.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diketahui bahwa aktivitas
belajar speaking materi teks deskriptif meliputi mendengarkan, membaca,
memperhatikan gambar, menirukan apa yang diucapkan guru, menganalis
hubungan huruf dengan huruf yang lain untuk membentuk kata,
melafalkan kata, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat
kepada teman maupun guru, interaksi, mengingat, memecahkan soal,
menganalisis, melihat hubungan, dan mengambil keputusan.
Dalam penelitian ini aktivitas belajar yang akan diamati oleh peneliti
maupun observer adalah: memperhatikan penjelasan guru, merespon
penjelasan dan model dari guru, bekerja sama dengan peserta didik lain
dan mempunyai gagasan untuk memecahkan masalah.
Teknik Pow-Tega (Power Teaching and Game)
Teknik Pow-Tega (Power Teaching and Game) merupakan model
pembelajaran dengan pendekatan kontekstual yang menggabungkan
teknik Power Teaching dengan game. Power Teaching adalah sebuah
teknik pembelajaran yang dikembangkan oleh negara-negara barat dan
dipelopori oleh guru-guru di Amerika. Metode ini cukup menarik, karena
mampu meningkatkan atensi dan konsentrasi peserta didik (Putri, 2011).
Untuk itu, metode belajar ini layak untuk di adopsi oleh para guru di
Indonesia. Adapun teknik bermain dalam kehidupan anak, mempunyai arti
yang sangat penting. Dapat dikatakan bahwa setiap anak yang sehat
selalu mempunyai dorongan untuk bermain sehingga dapat dipastikan
bahwa anak yang tidak bermain-main pada umumnya dalam keadaan
sakit, jasmaniah ataupun rohaniah. Para pakar mengatakan bahwa
bermain mempunyai banyak manfaat bagi anak. Di antara manfaat
tersebut seperti yang dikemukakan oleh (Montolalu, 2008: 1.20-1.24)
adalah sebagai berikut: 1) bermain memicu kreativitas anak, 2) bermain
bermanfaat mencerdaskan otak, 3) bermain bermanfaat menanggulangi
konflik, 4) bermain bermanfaat untuk melatih empati, 5) bermain
bermanfaat mengasah panca indera, 6) bermain melakukan penemuan.
Menurut Jean Piaget (melalui Montolalu et.al 2008:2.19) anak-anak
sesuai dengan usianya mempunyai jenis-jenis permainan tertentu, yaitu
sensory motor play (untuk usia 1 -2 tahun) , Symbolic play (2-7 tahun),
Social play games with rules (8-11 tahun) dan games dengan aturan dan
olahraga (11 tahun ke atas). Permainan dalam teknik Pow-Tega diambil
dari tiga model pembelajaran kontekstual yaitu: Scrable, Talking stick, dan
Make a match yang telah dimemodifikasi penelti sesuai dengan kebutuhan
di kelas speaking (Depdiknas, 2005:19-25).
Proses pembelajaran speaking melalui teknik Pow-Tega terdiri atas
empat aktivitas penting. Aktivitas pertama adalah aktivitas Scrable game
untuk kegiatan BKOF, yaitu kegiatan di mana guru mengajak peserta didik
untuk membangun kosa kata yang diperlukan untuk kegiatan modeling.
Pada kegiatan ini guru menyediakan slide show yang terdiri atas beberapa
kata yang diacak hurufnya. Sementara itu, peserta didik dipancing untuk
menebak susunan huruf tersebut menjadi kata yang benar yang
digunakan untuk mengisi kalimat rumpang. Peserta didik yang bisa
menjawab diharapkan mengangkat tangannya dan menyebutkan katakata tersebut dengan suara keras. Guru memberi penghargaan kepada
peserta didik yang bisa menjawab dengan benar dan ikut memfasilitasi
8|
peserta didik lain supaya melafalkan kata-kata tersebut dengan baik dan
benar.
Aktivitas yang kedua adalah Aktivitas modeling of the text dibantu
media Pic-Pow. Dalam aktivitas ini guru menerapkan enam langkah teknik
Power Teaching untuk memberi model berbicara materi teks deskriptif
sesuai dengan tema yang telah ditentukan. Pada langkah modeling ini
guru menerapkan enam langkah teknik Power Teaching. Langkah yang
pertama adalah Class- Yess. Pada tahap ini guru mengarahkan
perhatian peserta didik pada kegiatan pembelajaran dengan mengucap
kata class dengan intonasi tertentu. Peserta didik menjawab ucapan
dengan kata Yess dengan intonasi kata yang sama dengan intonasi
guru. Adapun langkah yang kedua adalah Micro Lecture. Pada langkah
ini guru menyampaikan materi dalam waktu kurang lebih 1 menit. Peserta
didik memperhatikan dengan seksama penjelasan guru. Setelah langkah
yang kedua adalah langkah Teach-Oke. Setelah guru melakukan Micro
Lecture guru mengucapkan kata Teach jika perlu dengan tepuk tangan
dan disertai gerakan yang menarik, sedangkan peserta didik menjawab
dengan kata Oke sambil menirukan gerakan tangan dan suara guru.
Setelah menjawab Oke peserta didik mengulang apa yang telah
disampaikan guru secara berhadap-hadapan dengan peserta didik lain.
Sementara itu, langkah yang keempat yaitu Score board. Pada
langkah ini guru melakukan penilaian terhadap kinerja peserta didik pada
papan tulis yang telah dibuat tabel dengan dua kolom. Kolom pertama
bagian atas diberi ikon wajah orang tersenyum, sedangkan kolom kedua
bagian di atas diberi ikon gambar orang sedih. Kolom wajah gembira
diberi skor satu jika guru menilai kinerja peserta didik dianggap sesuai
dengan harapan guru, sedangkan kolom kedua jika kinerja peserta didik
dianggap kurang baik. Setelah guru memberi penilaian peserta didik
menanggapi sesuai dengan nilai yang diperolehnya. Jika ia mendapat
penilaian
wajah
tersenyum
peserta
didik
meneriakkan
kata
Oh
yeah/Bingo jika perlu dengan tepukkan tangan. Jika mendapat nilai wajah
Kegiatan Talking Stick game ini dimulai dari guru menyuruh peserta didik
untuk menutup mata dan guru memberikan Talking Stick kepada salah
satu anggota kelompok. Anggota kelompok yang mendapat Talking Stick
disuruh berbicara mendeskripsikan gambar yang ada di slide show.
Adapun aktivitas yang keempat adalah
beberapa
berpendapat
bermacam-macam
media
akan
lebih
menarik
Kompetensi
speaking
dapat
dicapai
melalui
pendekatan
kesayangan
berbicara
secara
individu.
Pembelajaran
speaking
dengan
melibatkan peserta didik pada dunia nyata anak-anak yang masih suka
bermain
METODE PENELITIAN
Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Menengah Pertama
Negeri 1 Slawi Kabupaten Tegal. Waktu penelitian selama empat bulan
yaitu sejak bulan Juni sampai dengan September 2011. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada jadwal kegiatan penelitian sebagai berikut:
Tabel 1. Alokasi Waktu Penelitian
No
Uraian Kegiatan
1
Menyusun Proposal
Penelitian Tindakan Kelas
BULAN
Juli
Agustus
Juni
- -VV
Sept
2
3
4
5
6
Menyusun Instrumen
Penelitian
Pemgumpulan data dengan
melaksanakan siklus I dan
siklus II
Analisi data
Pembahasan dan diskusi
Menyusun laporan Hasil
Penelitian
VV - - - VV
V- - - -VV
---V
VVV-
mengukur apa yang hendak diukur (Suwandi, 2009:53). Oleh karena itu,
untuk mengukur validitas instrumen peneliti menggunakan langkahlangkah sebagai berikut: 1) Data hasil observasi aktivitas belajar speaking
14 |
didik
melalui
Indikator
keberhasilan
tindakan
adalah melalui
Studi
pendahuluan
berupa
observasi
awal
terhadap
Penerapan teknik
game
kegiatan
pada
pertemuan
yang
lalu.
Selanjutnya,
guru
kurang ketat karena masih banyak peserta didik yang tidak mau berusaha
untuk mencari pasangan sambil teriak menyampaikan pertanyaan
ataupun jawabannya. Kendala aktivitas
perbaikan
rencana
pelaksanaan
pembelajaran
yang
peserta
didik
dalam
mendeskripsikan
binatang
kesayangan.
membagikan lembar
game
Semua peserta didik terlibat dalam kerja sama kelompok dan karakter
percaya diri mulai berkembang, 4) Kegiatan
berinisiatif
dalam
berlatih
berbicara
Make a Match
belajar
peserta
didik
diamati
pada
aspek
24 |
4
3
2
2.39
1
0
Pra Siklus
2.93
Siklus I
3.56
Siklus II
40%
20%
56%
24%
0%
Pra Siklus
Siklus I
Siklus II
26 |
Pra Siklus
Sikus I
Siklus II
88%
84%
88%
76%
48%
48%
32%
20%
12%
Pelafalan
Tata Bahasa
12%
Kelancaran
Isi
100%
92%
80%
64%
60%
40%
24%
20%
0%
Pra Siklus
Siklus I
Siklus II
Teknik
Pow-tega
dengan
Media
Pic-Pow
dapat
kompetensi speaking materi teks deskriptif peserta didik kelas VIII-6 SMP
N 1 Slawi Kabupaten Tegal Tahun Pelajaran 2011-2012 terbukti.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan
pelaksanaan
tindakan,
peneliti
dapat
menarik
penggunaan
teknik
dan
media
pembelajaran
yang
DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas 2002. Pendekatan Kontekstual ; Contextual Teaching and
Learning. Jakarta: Direktorat PLP
Depdiknas. 2005. Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Sekolah
Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah. Pedoman
Khusus Mata Pelajaran :Jakarta. Dharma Bhakti.
Depdiknas. 2005. Materi Pelatihan Terintegrasi Kurikulum Berbasis
Kompetensi. Jakarta: Depdiknas.
Healey, Deborah, 2009.Power Teaching. http://www.powerteachers.net/
(diunduh tanggal 20 Maret 2011).
Moleong Lexy J, 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Montolalu.B.E.F. Cet. Ke-8. 2008. Bermain dan Permainan Anak. Jakarta.
Universitas Terbuka.
OudaTeda Eda.2003. Membuat Media Pembelajaran Interaktif dengan
Piranti Lunak Presentasi. Yogyakarta: Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
Putri, Mertha Tyananda.2011. Penerapan Model Power Teaching dan
Cooperative Script untuk Meningkatkan Keterampilan Menulis
Bahasa Indonesia dalam Meringkas Isi Wacana Cerita. Skripsi,
Jurusan KSDP, FIP, Universitas Negeri Malang.
Subandi, 2009. Peningkatan Kemampuan Listening Teks Descriptive
dengan Teknik Quiz pada peserta didik kelas 8-4 semester gasal
tahun pelajaran 2009-2010.
Suwandi, Sarwiji, 2010. Assesmen dalam Pembelajaran. Surakarta: Yuma
Pustaka.
Slameto, 2003. Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta:
P.T. Rineka Cipta.
Soeparno, 1988. Media Pengajaran Bahasa, Klaten: Intan Pariwara.
Thornburrie, Scott. How To Teach Speaking.Cina. Longman.
30 |