You are on page 1of 8

BAB 1

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Tidur merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh semua
manusia untuk dapat berfung sisecara optimal baik yang sehat maupun
yang sakit (A. Alimul Aziz, 2008). Secara statistik, dilaporkan bahwa
sebagian besar orang dewasa yang sehat tidur selama 7,5 jam setiap hari.
Kuantitas dan kualitas tidur beragam di antara orang-orang dari semua
kelompok usia (A. Alimul Aziz, 2008). Namun, yang menjadi masalah
dalam tidur adalah kualitas, bukan kuantitasnya dimana, enam jam tidur
nyenyak lebih baik daripada delapan jam tidur dengan bantuan obatobatan atau tidur tidak tenang (Rosemary Nicol, 1991). Tidur dengan
kuantitas lima atau enam jam, namun terbangun dengan segar keesokan
harinya itu berarti kualitasnya tercapai.
Dalam keadaan sakit apabila mengalami kurang tidur dapat
memperpanjang waktu pemulihan sakit (Hudak & Gallo, 1997). Selain itu,
tidur dipercaya mengkontribusi pemulihan fisiologis dan psikologis
(Oswald, 1984; Anch dkk, 1988). Evaluasi terhadap masalah kebutuhan
tidur dan istirahat dapat dinilai salah satunya dari hilangnya tanda klinis
gangguan tidur dan penyimpangan pada pasien, seperti timbulnya perasaan
segar, tidak gelisah, lesu, dan apatis, hilangnya kehitaman di daerah sekitar
mata, memulai menghilangnya kelopak mata yang bengkak, tidak adanya
konjungtiva merah, mata perih, pasien sudah dapat berkonsentrasi penuh,

serta tidak ditemukan gangguan proses berpikir, bicara, dan lain-lain (Aziz
Alimul hidayat, 2008).
Diperkirakan tiap tahun 20%-40% orang dewasa mengalami
kesukaran tidur dan 17% diantaranya mengalami masalah serius (Nurmiati
Amir, 2007). Prevalensi gangguan tidur setiap tahun cenderung meningkat,
hal ini juga sesuai dengan peningkatan usia dan berbagai penyebabnya.
Menurut data Internasional Of Sleep Disorder, prevalensi penyebabpenyebab gangguan tidur yaitu sindroma kaki gelisah (5-15%),
ketergantungan alkohol (10%), sindroma terlambat tidur (5-10%), depresi
(65%) (Dr. Iskandar Japardi, 2002).
Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada pasien rawat
inap di ruang Mawar RSUP NTB pada 7 Januari 2010, di dapatkan hasil
bahwa 2 dari 3 pasien DM mengalami gangguan kualitas tidur. Hal ini
sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa, keluasan perubahan tidur
bergantung pada status fisiologis, psikologis, dan lingkungan fisik klien
(Fundamental Keperawatan Vol. 2, 2005). Dari data tanggal 1 Februari
2010 didapatkan total jumlah pasien DM yang rawat inap di ruang Mawar
RSUP NTB 3 bulan terakhir yaitu 22 pasien.
Banyak sekali faktor yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas
tidur. Faktor fisik meliputi rasa nyeri, sedangkan faktor psikologis meliputi
depresi, kecemasan, ketakutan dan tekanan jiwa. Klien yang sakit
seringkali membutuhkan lebih banyak tidur dan istirahat dibandingkan
dengan klien yang sehat. Klien dengan hospitalisasi seringkali sulit
beristirahat karena ketidakpastiaan tentang status kesehatan/penyakit fisik
dan prosedur diagnostik yang mereka jalani (Priharjo, 1996).

Masalah gangguan tidur pada pasien DM muncul selain karena


kecemasan akan hal yang berkaitan dengan penyakitnya, namun juga
dikarenakan adanya nocturnalurine. Pada klien dengan DM, tidur menjadi
sangat penting karena kekurangan tidur akan mempengaruhi aktivitas
pankreas dalam mengahasilkan insulin. Dalam hal ini tidur menjadi sangat
penting untuk mengembalikan fungsi pankreas, atau minimal untuk
mempertahankan fungsi insulin klien saat itu. Akademi pengobatan tidur
Amerika (American Academy of Sleep Medicine /AASM) melaporkan
bertambahnya bukti berkaitan dengan kurangnya tidur dan gangguan tidur
dapat berkembang bahkan memperburuk diabetes. Pada klien dengan
hospitalisasi, aktivitas cenderung terganggu dikarenakan terapi, dan
kondisi fisik dari klien itu sendiri yang tidak memungkinkan untuk
melakukan latihan fisik. Aktivitas yang teratur dan latihan dapat
meningkatkan sensitivitas insulin dan toleransi glukosa. Olahraga akan
meningkatkan sensitivitas insulin dan akan membantu insulin untuk
memindahkan glukosa ke otot (Brian J. Sharkey, 2003).
Salah satu faktor yang memberikan pengaruh terhadap tidur klien,
terutama

pengaruh yang positif adalah latihan fisik. Istilah latihan

digunakan dalam arti, pengulangan gerakan-gerakan secara sistematik dan


teratur dengan tujuan meningkatkan kemampuan fisik seseorang (Walter
Noder., M. D., 1983:11). Melakukan gerakan badan secara teratur akan
membuat otot-otot tubuh menjadi kuat, jantung dan sirkulasi darah bekerja
dengan baik, dan menghilangkan ketegangan. Kontraksi dan relaksasi otot

berirama mengurangi ketegangan dan menyiapkan tubuh untuk beristirahat


(Hoch dan Reynolds, 1986).
Olahraga secara teratur sangat baik untuk melancarkan peredaran
darah. Selain itu, biasanya kantuk lebih mudah datang saat tubuh lelah.
Latihan 2 jam atau lebih sebelum waktu tidur membuat tubuh mendingin
dan mempertahankan suatu keadaan kelelahan yang meningkatkan
relaksasi (Fundamental Keperawatn Vol. 2, 2005). Relaksasi memberi
respon melawan mass discharge (pelepasan impuls secara massal). Pada
respon stres dari sistem saraf simpatis, perasaan rileks akan diteruskan ke
hipotalamus untuk menghasilkan corticotropin Releasing Factor (CRF).
Selanjutnya,, CRF (Cortocotropin Realeasing Factor) merangsang
kelenjar pituitari untuk meningkatkan produksi Iproopioidmelanocortin
(POMC), sehingga produksi enkephalin oleh medula adrenal meningkat.
Kelenjar pituitari juga menghasilkan endorphin sebagai neurotransmitter
yang mempengaruhi suasana hati menjadi rileks (Mellysa, 2004).
Dari apa yang diuraikan diatas, dapat disimpulkan bahwa menjaga
kebutuhan istirahat tidur serta pemilihan jenis aktivitas menjadi penting
pada klien yang sedang menjalani hospitalisasi, dengan keterbatasan dari
klien sendiri dalam melakukan aktivitas terutama latihan fisik. Latihan
rentang gerak ROM (Rage of Motion) dipilih menjadi aktifitas yang akan
digunakan karena menyesuaikan dengan kemampuan klien untuk
melakukan rentang gerak. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh
Eni Kusyati (2006), bahwa ROM (Rage of Motion) merupakan gerakan
isotonic (terjadi kontraaksi dan pergerakan otot) yang dilakukan klien

dengan menggerakkan masing-masing persendiannya sesuai dengan


rentang gerak yang normal, sedang diatas telah diuraikan bahwa
Kontraksi dan relaksasi otot berirama mengurangi ketegangan dan
menyiapkan tubuh untuk beristirahat (Hoch dan Reynolds, 1986). Sebuah
penelitian terdahulu oleh ahli dari Monash University di Melbrourne dan
University of Auckland membuktikan bahwa aktivitas fisik (dengan obyek
penelitian anak) tidak hanya sebagai sarana kebugaran, kesehatan
kardiovaskular, dan mengontrol berat, namun juga untuk tidur (Healt
Today Indonesia, 2009).
Berdasarkan hal diatas, penulis ingin meneliti tentang Pengaruh
Pemberian Aktivitas ROM (Rage of Motion) Terhadap Perubahan Kualitas
Tidur Klien Diabetes Melitus di Ruang Kenanga dan Mawar RSUP NTB
guna mengetahui seberapa jauh pengaruh pemberian aktivitas, khususnya
ROM (Rage of Motion) ini dalam memenuhi kebutuhan tidur khususnya
kualitas tidur klien Diabetes Melitus dan hal ini merupakan kompetensi
perawat untuk melakukan tindakan keperawatan.

RUMUSAN MASALAH
Padapenelitianini,
penelitiinginmengetahuiapakahadapengaruhpemberianaktivitas

ROM

(Rage of Motion) terhadapperubahankualitastidurpasien Diabetes Mellitus


di ruangMawar RSUP NTB?

TUJUAN PENELITIAN
1

TujuanUmum
Mengetahuiapakahadapengaruhpemberianaktivitas

ROM

(Rage of Motion) terhadapperubahankualitastidurpasien Diabetes


Melitus di RuangMawar RSUP NTB.
2

TujuanKhusus
1

Mengidentifikasikualitastidurpadapasien

DM

sebelumdansesudahdilakukanpemberianaktivitas ROM (Rage


of Motion).
2

Menganalisa pengaruh pemberian aktivitas ROM (Rage of


Motion) terhadap perubahan kualitas tidur pada pasien DM.

MANFAAT PENELITIAN

Teoritis
Diharapkandenganadanyapenelitianinidapatmemberikankontribusi
dalamperkembanganilmubarudalampemberianasuhankeperawatanp
adakliendengangangguantidur.

Praktis
1

Hasilpenelitianinidiharapkandapatmemberikanmasukandanbah
anpertimbanganuntukalternnatifpemberianasuhankeperawatanp
asiendengangangguantidur.

Hasilpenelitianinidiharapkandapatdigunakansebagai data dasar,


acuanatauinformasiuntukpenelitianselanjutnya.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan tindakan


mandiri bagi pasien dengan gangguan tidur.
Memberikan masukan pada masyarakat tentang pentingnya

memenuhi kebutuhan tidur dan latihan fisik untuk mencapai


kualitas tidur yang diharapkan.

You might also like