Professional Documents
Culture Documents
KONJUNGTIVITISVIRAL
Pembimbing:
dr.Hermansyah,SpM
dr.MustafaK.Shahab,SpM
dr.HenryA.W,SpM
dr.GartatiIsmail,SpM
dr.AgahGadjali,SpM
Disusunoleh:
ShahcogaLuthfiYuvhendmindo
1102011258
KEPANITERAANKLINIKILMUPENYAKITMATA
1
RUMAHSAKITBHAYANGKARATK.1RADENSAIDSUKANTO
FAKULTASKEDOKTERANUNIVERSITASYARSI
LAPORANKASUS
I.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
II.
IdentitasPasien
Nama
Umur
Jeniskelamin
TempatTanggalLahir
Pendidikan
Perkerjaan
Alamat
Kebangsaan/suku
Status
Tanggalpemeriksaan
:Tn.UC
:37tahun
:Lakilaki
:Yogyakarta,23Mei1979
:SLTA
:Polisi
:Kamp.PolrimonjoRT:03RW:03NO:81
:Indonesia/Jawa
:menikah
:3Oktober2016
Anamnesis
Anamnesisdilakukansecaraautoanamnesispadatanggal3Oktober2016.
Keluhanutama:
Matamerahpadamatakanansejak8jamsebelummasukrumahsakit.
Keluhantambahan:
Terdapatkotoranmatapadapagiharidi matakanan,sehinggapasiensulit
membukamatasaatbanguntidursertarasagataldanpedihpadamatakanan.
Riwayatpenyakitsekarang:
Pasiendatangdengankeluhanmatakananmerahsejak8jamSMRS.Keluhan
disertaidenganrasagataldanpedihpadamatakanan.Pasienmengatakanbahwasaat
banguntidur,terdapatcairanpada matakanannya,tetapipasientidakingatapakah
cairanituberwarnaputihbeningataukuningkehijauan sehinggapasiensulituntuk
membuka mata.Sebelumnya pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini.
Keluhan penurunan tajam pengelihatan disangkal. Keluhan pandangan berkabut
disangkal.Tidakadakeluhandemam,ataupun pilekdanbatuk.Tidakadariwayat
2
traumapadamata,danriwayatbenjolanpadamata.Sebelumnyapasienbelumberobat
atuapun membeli obatobatan di warung untuk mengobati matanya. Pasien
mengatakanseringmenggosokmatanyadengantangandanjarangmencucitangan
saatsebelumdansesudahmemegangsesuatu. Anggota keluarga di rumah tidak ada
yang mengeluhkan keluhan seperti ini tetapi ada teman pasien yang mengalami
keluahyangsama.
Riwayatpenyakitdahulu:
Riwayatpenyakitserupadisangkal
Riwayatalergidisangkal
Riwayattraumadisangkal
Riwayatoperasipadamatadisangkal
Riwayatpenyakitkeluarga:
Riwayatkeluargadengansakityangsamadisangkal
III.PemeriksaanFisik
StatusGeneralis:
Keadaanumum :Baik
Kesadaran
:ComposMentis
TandaVital
Tekanandarah:130/80mmHg
Nadi
:80kali/menit
Respirasi
:20kali/menit
Suhu
:36.5C
StatusOftalmologi
Visus
TIO perpalpasi
Kedudukan bola mata
Gerakan Bola Mata
Supra Silia
Palpebra Superior
Palpebra Inferior
Konjungtiva tarsal
superior
Konjungtiva tarsal
inferior
Konjungtiva bulbi
Kornea
Bilik mata depan
Iris
Pupil
Lensa
Vitreus
Funduskopi
OD
5/5 E
OS
5/5 E
Normal (fluktuatif)
Normal (fluktuatif)
Ortoforia
KeadaanMataPasien
IV.
Resume
DiagnosisKerja
KonjungtivitisVirusOD
VI.
DiagnosisBanding
KonjungtivitisbakteriakutOD
VII. Penatalaksanaan
TerapiMedikamentosa:
Antibiotikdanantiinflamasitopical
TetesmataCendoTobroson(Tobramycin3mg/mlDexamethason1mg/ml)
4tetesperharimatakanan.
Antiviral:
Tetesmata CendoHervis (Acyclovir3,5mg/ml)4tetesperharuuntuk
matakanan.
TerapiNonmedikamentosa:
Gunakankainkapasyangdibasahiuntukmembersihkankelopakdanbulu
matadenganlembutagartidaklengket.
VIII. Edukasi
Menjelaskan cara pemakainan obat dan pentingnya menggunakan obat
denganteraturdansesuaipetunjuk.
Cucilahtangansecararutinsetelahmembersihkanmatayangterinfeksi
agartidakmenular.
Janganmenggosokmatadengantangan.
IX.
Prognosis
AdVitam
AdFuntionam
AdSanationam
:dubiaadbonam
:dubiaadbonam
:dubiaadbonam
TINJAUANPUSTAKA
1.1.
1.2.
Struktur Histologis dari konjungtiva
- Lapisan epitel konjungtiva terdiri dari:
a. Marginal konjungtiva mempunyai epitel tipe stratified skuamous lapis 5.
b. Tarsal konjungtiva mempunyai 2 lapis epitelium: lapisan superfisial dari sel
silindris dan lapisan dalam dari sel pipih.
c. Forniks dan bulbar konjungtiva mempunyai 3 lais epitelium: lapisan
superfisial sel silindris, lapisan tengan polihedral sel dan lapisan dalam sel
kuboid.
d. Limbal konjungtiva sekali lagi mempunyai banyak lapisan (5-6 lapis)
epitelium stratified skuamous
- Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superficial) dan satu
lapisan fibrosa (profundus).
a. Lapisan adenoid disebut dengan lapisan limfoid dan terdiri dari jaringan ikat
retikulum yang terkait satu sama lain dan terdapat limfosit diantaranya. Lapisan ini
paling berkembang di forniks. Tidak terdapat mulai dari lahir tetapu berkembang
setelah 3-4 bulan pertama kehidupan. Untuk alasan ini, inflamasi konjungtiva pada
bayi baru lahir tidak memperlihatkan reaksi folikuler. 6
b. Lapisan fibrosa Terdiri dari jaringan fiber elastik dan kolagen. Lebih tebal daripada
lapisan adenoid, kecuali di regio konjungtiva tarsal dimana pada tempat tersebut
struktur ini sangat tipis. Lapisan ini mengandung pembuluh darah dan saraf
konjungtiva. Bergabung dengan kapsula tenon pada regio konjungtiva bulbar. 6
- Konjungtiva mempunyai dua macam kelenjar, yaitu:
1 Kelenjar sekretori musin. Mereka adalah sel goblet(kelenjar uniseluler
yang terletak di dalam epitelium), kripta dari Henle(ada apda tarsal
konjungtiva) dan kelenjar Manz(pada konjungtiva limbal). Kelenjarkelenjar ini menseksresi mukus yang mana penting untuk membasahi
2
bawah). Dan
Kelenjar dari Wolfring(terletak sepanjang batas atas tarsus superios
Etiologi
Konjungtivitis dapat disebabkan oleh berbagai macam hal, seperti :
a. infeksi oleh virus atau bakteri.
b. reaksi alergi terhadap debu, serbuk sari, bulu binatang.
10
c. iritasi oleh angin, debu, asap dan polusi udara lainnya; sinar
ultraviolet.
d. pemakaian lensa kontak, terutama dalam jangka panjang.
2.3. Gejala-gejala dari konjungtivitis secara umum antara lain:
1. Hiperemia. Mata yang memerah adalah tanda tipikal dari konjungtivitis. Injeksi
konjungtival
diakibatkan
karena
meningkatnya
pengisian
pembuluh
darah
arah limbus).
Injeksi perikornea(pembuluh darah superfisial, sirkuler atau cirkumcribed
bakterial,
dan
penampakan
merah
susu
menandakan
11
2.Discharge ( sekret ). Berasal dari eksudasi sel-sel radang. Kualitas dan sifat
alamiah eksudat(mukoid, purulen, berair, ropy, atau berdarah) tergantung dari
etiologinya.11
3.Chemosis ( edema conjunctiva ). Adanya Chemosis mengarahkan kita secara kuat
pada konjungtivitis alergik akut tetapi dapat juga muncul pada konjungtivitis
gonokokkal akut atau konjungtivitis meningokokkal, dan terutama pada konjungtivitis
adenoviral. Chemosis dari konjungtiva bulbar dapat dilihat pada pasien dengan
trikinosis. Meskipun jarang, chemosis mungkin timbul sebelum adanya infiltrasi atau
eksudasi seluler gross. 12
4.Epifora
(pengeluaran
berlebih
air
mata).
Lakrimasi
yang
tidak
mata yang tidak normal dan disertai dengan sekresi mukus menandakan
keratokonjungtivitis sika. 12
5.Pseudoptosis. Kelopak mata atas seperti akan menutup, disebabkan karena adanya
infiltrasi sel-sel radang pada palpebra superior maupun karena edema pada palpebra
superior. 12
6.Hipertrofi folikel. Terdiri dari hiperplasia limfoid lokal dengan lapisan limfoid dari
konjungtiva dan biasanya mengandung germinal center. Secara klinis, folikel dapat
dikenali sebagai struktur bulat, avaskuler putih atau abu-abu. Pada pemeriksaan
menggunakan slit lamp, pembuluh darah kecil dapat naik pada tepi folikel dan
mengitarinya. Terlihat paling banyak pada kasus konjungtivitis viral dan pada semua
kasus konjungtivitis klamidial kecuali konjungtivitis inklusi neonatal, pada beberapa
kasus konjungtivitis parasit, dan pada beberapa kasus konjungtivitis toksik diinduksi
oleh medikasi topikal seperti idoxuridine, dipiverin, dan miotik. Folikel pada forniks
inferior dan pada batas tarsal mempunyai nilai diagnostik yang terbatas, tetapi ketika
diketemukan terletak pada tarsus(terutama tarsus superior), harus dicurigai adanya
konjungtivitis klamidial, viral, atau toksik (mengikuti medikasi topikal). 12
.
7.Hipertrofi papiler. Adalah reaksi konjungtiva non spesifik yang muncul karena
konjungtiva terikat pada tarsus atau limbus di dasarnya oleh fibril. Ketika pembuluh
darah yang membentuk substansi dari papilla(bersama dengan elemen selular dan
eksudat) mencapai membran basement epitel, pembuluh darah tersebut akan
bercabang menutupi papila seperti kerangka dari sebuah payung. Eksudat inflamasi
akan terakumulasi diantara fibril, membentuk konjungtiva seperti sebuah gundukan.
Pada kelainan yang menyebabkan nekrosis(contoh,trakoma), eksudat dapat digantikan
13
oleh jaringan granulasi atau jaringan ikat. 12 Ketika papila berukuran kecil, konjungtiva
biasanya mempunyai penampilan yang halus dan merah normal. Konjungtiva dengan
papila berwarna merah sekali menandakan kelainan disebabkan bakteri atau
klamidia(contoh, konjungtiva tarsal yang berwarna merah sekali merupakan
karakteristik dari trakoma akut). Injeksi yang ditandai pada tarsus superior,
menandakan keratokunjungtivitis vernal dan konjungtivitis giant papillary dengan
sensitivitas terhadap lensa kontak; pada tarsal inferior, gejala tersebut menandakan
keratokonjungtivitis atopik. Papila yang berukuran besar juga dapat muncul pada
limbus, terutama pada area yang secara normal dapat terekspos ketika mata sedang
terbuka(antara jam 2 dan 4 serta antara jam 8 dan 10). Di situ gejala nampak sebagai
gundukan gelatin yang dapat mencapai kornea. Papila limbal adalah tanda khas dari
keratokonjungtivitis vernal tapi langka pada keratokonjungtivitis atopik. 12
14
11. Granuloma. Adalah nodus stroma konjungtiva yang meradang dengan area bulat
merah dan terdapat injeksi vaskular. Tanda ini dapat muncul pada kelainan sistemik
seperti tuberkulosis atau sarkoidosis atau mungkin faktor eksogen seperti granuloma
jahitan postoperasi atau granuloma benda asing lainnya. Granuloma muncul
15
Gambar 17 Granuloma konjungtiva disertai dengan folikel pada sindroma okuloglandular Parinaud.
Kanski JK. Conjunctiva. Dalam: Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach. 5 th edition. hal. 63-
dikutip dari
81
12. Nodus limfatikus yang membengkak. Sistem limfatik dari regio mata berjalan
menuju nodus limfatikus di preaurikular dan submandibular. Nodus limfatikus yang
membengkak mempunyai arti penting dan seringkali dihadapi sebagai tanda
diagnostik dari konjungtivitis viral. 12
2.4. Klasifikasi
Menurut penyebab terjadinya, konjungtivitis dibagi menjadi beberapa bagian:
A. Konjungtivitis Karena agen infeksi:
Konjungtivitis Bakterial
Terdapat dua bentuk konjungtivitis bacterial: akut (dan subakut) dan
menahun.
Penyebab
konjungtivitis
bakteri
paling
sering
adalah
Infeksi biasanya mulai pada satu mata dan menular ke mata sebelahnya
melalui tangan. Infeksi dapat menyebar ke orang lain melalui bahan yang
dapat menyebarkan kuman seperti seprei, kain, dll.1,5
B. Pemeriksaan Laboratorium
Pada kebanyakan kasus konjungtivitis bacterial, organism dapat
diketahui dengan pemeriksaan mikroskopik terhadap kerokan konjungtiva
yang dipulas dengan pulasan Gram atau Giemsa; pemeriksaan ini
mengungkapkan banyak neutrofil polimorfonuklear.1,2,3 Kerokan konjungtiva
untuk pemeriksaan mikroskopik dan biakan disarankan untuk semua kasus
dan
diharuskan
jika
penyakit
itu
purulen,
bermembran
atau
17
konjungtivitis
stafilokokus
(yang
dapat
berlanjut
menjadi
Konjungtivitis Virus:
1. Konjungtivitis Folikuler Virus Akut
a). Demam Faringokonjungtival
Tanda dan gejala
Demam Faringokonjungtival ditandai
oleh
demam
38,5-40C,
sakit
tenggorokan, dan konjungtivitis folikuler pada satu atau dua mata. Folikuler
sering sangat mencolok pada kedua konjungtiva dan pada mukosa faring.
18
Mata merah dan berair mata sering terjadi, dan kadang-kadang sedikit
kekeruhan daerah subepitel. Yang khas adalah limfadenopati preaurikuler
(tidak nyeri tekan).1
Laboratorium
Demam faringokonjungtival umumnya disebabkan oleh adenovirus
tipe 3 dan kadang kadang oleh tipe 4 dan 7. Virus itu dapat dibiakkan dalam
sel HeLa dan ditetapkan oleh tes netralisasi. Dengan berkembangnya penyakit,
virus ini dapat juga didiagnosis secara serologic dengan meningkatnya titer
antibody penetral virus. Diagnosis klinis adalah hal mudah dan jelas lebih
praktis.1,3,6
Kerokan konjungtiva terutama mengandung sel mononuclear, dan tak ada
bakteri yang tumbuh pada biakan. Keadaan ini lebih sering pada anak-anak
daripada orang dewasa dan sukar menular di kolam renang berchlor. 1,3,6
Terapi
Tidak ada pengobatan spesifik. Konjungtivitisnya sembuh sendiri, umumnya
dalam sekitar 10 hari. 1
b). Keratokonjungtivitis Epidemika
Tanda dan gejala
Keratokonjungtivitis epidemika umumnya bilateral. Awalnya sering
pada satu mata saja, dan biasanya mata pertama lebih parah. Pada awalnya
pasien merasa ada infeksi dengan nyeri sedang dan berair mata, kemudian
diikuti dalam 5-14 hari oleh fotofobia, keratitis epitel, dan kekeruhan subepitel
bulat. Sensai kornea normal. Nodus preaurikuler yang nyeri tekan adalah khas.
Edema palpebra, kemosis, dan hyperemia konjungtiva menandai fase akut.
Folikel dan perdarahan konjungtiva sering muncul dalam 48 jam. Dapat
membentuk pseudomembran dan mungkin diikuti parut datar atau
pembentukan symblepharon. 1,3,4
Konjungtivitis berlangsung paling lama 3-4 minggu. Kekeruhan
subepitel terutama terdapat di pusat kornea, bukan di tepian, dan menetap
berbulan-bulan namun menyembuh tanpa meninggalkan parut. 1
Keratokonjungtiva epidemika pada orang dewasa terbatas pada bagian
luar mata. Namun, pada anak-anak mungkin terdapat gejala sistemik infeksi
virus seperti demam, sakit tenggorokan, otitis media, dan diare.
Laboratorium
Keratokonjungtiva epidemika disebabkan oleh adenovirus tipe 8, 19,
29, dan 37 (subgroub D dari adenovirus manusia). Virus-virus ini dapat
diisolasi dalam biakan sel dan diidentifikasi dengan tes netralisasi. Kerokan
19
kornea, jika dipakai fiksasi Bouin dan pulasan Papanicolaou, tetapi tidak
terlihat dengan pulasan Giemsa. Ditemukannya sel sel epithelial raksasa
multinuclear mempunyai nilai diagnostic.3
Virus mudah diisolasi dengan mengusapkan sebuah aplikator berujung kain
kering di atas konjungtiva dan memindahkan sel-sel terinfeksi ke jaringan
biakan.3
Terapi
Jika konjungtivitis terdapat pada anak di atas 1 tahun atau pada orang
dewasa, umunya sembuh sendiri dan mungkin tidak perlu terapi. Namun,
antivirus local maupun sistemik harus diberikan untuk mencegah terkenanya
kornea. Untuk ulkus kornea mungkin diperlukan debridemen kornea dengan
hati-hati yakni dengan mengusap ulkus dengan kain kering, meneteskan obat
antivirus, dan menutupkan mata selama 24 jam. Antivirus topical sendiri harus
diberikan 7 10 hari: trifluridine setiap 2 jam sewaktu bangun atau salep vida
rabine lima kali sehari, atau idoxuridine 0,1 %, 1 tetes setiap jam sewaktu
bangun dan 1 tetes setiap 2 jam di waktu malam. Keratitis herpes dapat pula
diobati dengan salep acyclovir 3% lima kali sehari selama 10 hari atau dengan
acyclovir oral, 400 mg lima kali sehari selama 7 hari.3
Untuk ulkus kornea, debridmen kornea dapat dilakukan. Lebih jarang
adalah pemakaian vidarabine atau idoxuridine. Antivirus topical harus dipakai
7-10 hari. Penggunaan kortikosteroid dikontraindikasikan, karena makin
memperburuk infeksi herpes simplex dan mengkonversi penyakit dari proses
sembuh sendiri yang singkat menjadi infeksi yang sangat panjang dan berat. 1,3
d). Konjungtivitis Hemoragika Akut
Epidemiologi
Semua benua dan kebanyakan pulau di dunia pernah mengalami
epidemic besar konjungtivitis konjungtivitis hemoregika akut ini. Pertama kali
diketahui di Ghana dalam tahun 1969. Konjungtivitis ini disebabkan oleh
coxackie virus A24. Masa inkubasi virus ini pendek (8-48 jam) dan
berlangsung singkat (5-7 hari). 5
Tanda dan Gejala
Mata terasa sakit, fotofobia, sensasi benda asing, banyak mengeluarkan
air mata, merah, edema palpebra, dan hemoragi subkonjungtival. Kadangkadang terjadi kemosis. Hemoragi subkonjungtiva umumnya difus, namun
dapat berupa bintik-bintik pada awalnya, dimulai di konjungtiva bulbi superior
21
memungkinkan
darah
tepi
Terapi
Acyclovir oral dosis tinggi (800 mg oral lima kali sehari selama 10
hari), jika diberi pada awal perjalanan penyakit, agaknya akan mengurangi
dan menghambat penyakit. 1
c). Keratokonjungtivitis Morbilli
Tanda dan gejala
Pada awal penyakit, konjungtiva tampak mirip kaca yang aneh, yang
dalam beberapa hari diikuti pembengkakan lipatan semiluner. Beberapa
hari sebelum erupsi kulit, timbul konjungtivitis eksudatif dengan secret
mukopurulen, dan saat muncul erupsi kulit, timbul bercak-bercak Koplik
pada konjungtiva dan kadang-kadang pada carunculus. 1,3
Pada pasien imunokompeten, keratokonjungtivitis campak hanya
meninggalkan sedikit atau sama sekali tanpa sekuel, namun pada pasien
kurang gizi atau imunokompeten, penyakit mata ini seringkali disertai
infeksi HSV atau infeksi bacterial sekunder oleh S pneumonia, H
influenza, dan organism lain. Agen ini dapat menimbulkan konjungtivitis
purulen yang disertai ulserasi kornea dan penurunan penglihatan yang
berat. Infeksi herpes dapat menimbulkan ulserasi kornea berat dengan
perforasi dan kehilangan penglihatan pada anak-anak kurang gizi di
Negara berkembang. 1,3
Kerokan konjungtivitis menunjukkan reaksi sel mononuclear, kecuali
jika ada pseudomembran atau infeksi sekunder. Sedian terpulas giemsa
mengandung sel-sel raksasa. Karena tidak ada terapi spesifik, hanya
tindakan penunjang saja yang dilakukan, kecuali jika ada infeksi sekunder.
1
23
1
2
3
apabila
setidaknya
satu
bulu
mata
26
27
28
Diagnosa
Inklusi klamidia dapat diketemukan pada kerokan konjungtiva yang
diwarnai dengan pengecatan giemsa, tetapi tidak selalu ditemuka. Inklusi
muncul pada preparasi Giemsa sebagai massa sitoplasma berwarna ungu
gelap atau biru yang tampak seperti topi yang menutupi nukleus dari sel
epitel. Pengecatan antibodi fluoresensi dan tres immunoassay enzim tersedia
secara komersil dan sering dipakai secara luas pada laboratorium klinis. Testes tersebut dan tes baru lainnya termasuk PCR, telah menggantikan
pengecatan giemsa pada smear konjungtiva dan isolasi agen klamidia pada
kultur sel. 2
Komplikasi
Jaringan parut pada konjungtiva merupakan komplikasi yang sering
timbul dan dapat menghancurkan glandula lakrimalis dan meng-obliterasi
duktula glandula lakrimalis. Keadaan tersebut dapat mengurangi secara
drastis komponen akueus pada tear film prekorneal, dan komponen mukus
film mungkin tereduksi oleh karena hilangnya sel goblet. Jaringan parut juga
dapat menyebabkan distorsi kelopak mata atas dengan deviasi dari bulu mata
ke
arah
dalam(trikiasis)
atau
keseluruhan
pinggiran
kelopak
mata(enteropion), jadi bulu mata secara kontan mengabrasi kornea. Hal ini
sering menyebabkan ulserasi kornea, infeksi bakteri korneal, dan jaringan
parut kornea. 2
Terapi
Perkembangan klinis yang mencenggangkan dapat diperoleh dengan
memberikan tetrasiklin, 1-1,5g per hari secara oral terbagi dalam empat dosis
untuk tiga sampai empat minggu; doksisiklin, 100mg secara oral dua kali
sehari selama tiga minggu; atau eritromisin, 1g per hari dalam empat dosis
terbagi untuk tiga sampai empat minggu. Sistemik tetrasiklin tidak boleh
diberikan pada anak berumur di bawah tujuh tahun atau pada wanita hamil,
karena tetrasiklin mengikat kalsium sehingga mempengaruhi pertumbuhan
gigi dan tulang serta dapat mengakibatkan kelainan kongenital berupa
perubahan warna gigi dan skeletal(contoh, klavikula) menjadi warna kuning
permanen. Studi terakhir pada negara berkembang telah menunjukkan
azitromisin merupakan terapi yang efektif untuk trakoma, diberikan oral 1g
29
Nama
Trakoma insipien
Gejala
Folikel imatur,
hipertrofi papilar
minimal
Stadium II
Trakoma
Stadium IIA
Stadium IIB
Dengan Hipertrofi
Keratitis, Folikel
limbal
Dengan Hipertrofi
Stadium III
Trakoma memarut
(sikatrik)
trikiasis, entropion
Stadium IV
Trakoma sembuh
variasi
Gambar 13. stadium perjalanan penyakit pada trakoma
B. Konjungtivitis Imunologik (Alergik):
Reaksi Hipersensitivitas Humoral Langsung
a. Konjungtivitis Demam Jerami (Hay Fever)
Tanda dan gejala
Radang konjungtivitis non-spesifik ringan umumnya menyertai demam
jerami (rhinitis alergika). Bianya ada riwayat alergi terhadap tepung sari,
rumput, bulu hewan, dan lainnya. Pasien mengeluh tentang gatal-gatal, berair
mata, mata merah, dan sering mengatakan bahwa matanya seakan-akan
tenggelam dalam jaringan sekitarnya. Terdapat sedikit penambahan
pembuluh pada palpebra dan konjungtiva bulbi, dan selama serangan akut
sering terdapat kemosis berat (yang menjadi sebab tenggelamnya tadi).
Mungkin terdapat sedikit tahi mata, khususnya jika pasien telah mengucek
matanya.
Laboratorium
Sulit ditemukan eosinofil dalam kerokan konjungtiva
Terapi
Meneteskan vasokonstriktor local pada tahap akut (epineprin, larutan
1:1000 yang diberikan secara topical, akan menghilangkan kemosis dan
gejalanya dalam 30 menit). Kompres dingin membantu mengatasi gatal-gatal
dan antihistamin hanya sedikit manfaatnya. Respon langsung terhadap
pengobatan cukup baik, namun sering kambuh kecuali anti-gennya dapat
dihilangkan.
b. Konjungtivitis Vernalis
Definisi
Penyakit ini, juga dikenal sebagai catarrh musim semi dan
konjungtivitis musiman atau konjungtivitis musim kemarau, adalah
penyakit alergi bilateral yang jarang.1,3 Penyakit ini lebih jarang di daerah
31
beriklim sedang daripada di daerah dingin. Penyakit ini hampir selalu lebih
parah selama musim semi, musim panas dan musim gugur daripada musim
gugur.
Insiden
Biasanya mulai dalam tahun-tahun prapubertas dan berlangsung 5 10
tahun. Penyakit ini lebih banyak pada anak laki-laki daripada perempuan. 5
Tanda dan gejala
Pasien mengeluh gatal-gatal yang sangat dan bertahi mata berseratserat. Biasanya terdapat riwayat keluarga alergi (demam jerami, eczema, dan
lainnya). Konjungtiva tampak putih seperti susu, dan terdapat banyak papilla
halus di konjungtiva tarsalis inferior. Konjungtiva palpebra superior sering
memiliki papilla raksasa mirip batu kali. Setiap papilla raksasa berbentuk
polygonal, dengan atap rata, dan mengandung berkas kapiler. 1,2,3
Laboratorium
Pada eksudat konjungtiva yang dipulas dengan Giemsa terdapat
banyak eosinofil dan granula eosinofilik bebas. 1
Terapi
Penyakit ini sembuh sendiri tetapi medikasi yang dipakai terhadap gejala
hanya member hasil jangka pendek, berbahaya jika dipakai untuk jangka
panjang. steroid sisremik, yang mengurangi rasa gatal, hanya sedikit
mempengharuhi penyakit kornea ini, dan efek sampingnya (glaucoma,
katarak, dan komplikasi lain) dapat sangat merugikan.
Crmolyn topical adalah agen profilaktik yang baik untuk kasus sedang
sampai berat. Vasokonstriktor, kompres dingin dan kompres es ada
manfaatnya, dan tidur di tempat ber AC sangat menyamankan pasien.
Agaknya yang paling baik adalah pindah ke tempat beriklim sejuk dan
lembab. Pasien yang melakukan ini sangat tertolong bahkan dapat sembuh
total. 1,3
c. Konjungtivitis Atopik
Tanda dan gejala
Sensasi terbakar, bertahi mata berlendir, merah, dan fotofobia. Tepian
palpebra eritemosa, dan konjungtiva tampak putih seperti susu. Terdapat
papilla halus, namun papilla raksasa tidak berkembang seperti pada
keratokonjungtivitis vernal, dan lebih sering terdapat di tarsus inferior.
Berbeda dengan papilla raksasa pada keratokonjungtivitis vernal, yang
terdapat di tarsus superior. Tanda-tanda kornea yang berat muncul pada
perjalanan lanjut penyakit
setelah
eksaserbasi
konjungtivitis
terjadi
transplantasi
kornea
untuk
mengembalikan
ketajaman
penglihatannya. 1,3
C. Konjungtivitis Kimia atau Iritatif:
Konjungtivitis Iatrogenik Pemberian Obat Topikal
Konjungtivitis folikular toksik atau konjungtivitis non-spesifik infiltrate,
yang diikuti pembentukan parut, sering kali terjadi akibat pemberian lama
dipivefrin, miotika, idoxuridine, neomycin, dan obat-obat lain yang disiapkan
dalam bahanpengawet atau vehikel toksik atau yang menimbulakan iritasi.
Perak nitrat yang diteteskan ke dalam saccus conjingtiva saat lahir sering
menjadi penyebab konjungtivitis kimia ringan. Jika produksi air mata
berkurang akibat iritasi yang kontinyu, konjungtiva kemudian akan cedera
karena tidak ada pengenceran terhadap agen yang merusak saat diteteskan
kedalam saccus conjungtivae.
Kerokan konjungtiva sering mengandung sel-sel epitel berkeratin,
beberapa neutrofil polimorfonuklear, dan sesekali ada sel berbentuk aneh.
Pengobatan terdiri atas menghentikan agen penyebab dan memakai tetesan
yang lembut atau lunak, atau sama sekali tanpa tetesan. Sering reaksi
33
34
DISKUSI
Analisa Kasus
1. Gambaran klinis
Teori
Pasien
Mata merah
Terdapat sekret
Iritasi mata
Teori
Pasien
ditemukan
edema
palpebra
35
pada
Visus normal
inferior
mata
kanan
pasien
hiperemis
Injeksi Konjungtiva
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S. Ilmu penyakit mata. Ed 3. Jakarta: Balai penerbit FKUI. 2009
2. Ilyas, Sidarta, Tanzil, Muzakkir, Salamun, Azhar, Zainal. Sari Ilmu Penyakit
Mata. Balai Penerbit FKUI, Jakarta: 2000.
3. Voughan, Daniel G, Asbury, Taylor. Riordan-Eva, Paul. Oftalmologi Umum
(General Ophthalmology). Ed. 14. Widya Medika, Jakarta : 2000.
4. Wijana, Nana S.D. Ilmu Penyakit Mata. Abadi Tegal, Jakarta: 1993. 42-50.14.
Ilyas, H. Sidarta Prof. dr. SpM. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: FKUI; 2003, hal
2, 134.15. Putz, R. & Pabst R. Sobotta. Jilid 1. Edisi 21. Jakarta: EGC, 2000
5. PERDAMI,. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa
Kedokteran. Jakarta. 2002.
6. Khurana AK. Diseases of the conjungtiva. Dalam : Khurana AK, editor.
Comprehensive Ophtalmology. Ed. 4. New Delhi: New Age ; 2010. h. 51-88.
7. American Academy of Opthalology. External Disease and Cornea. Section 11.
San Fransisco: MD Association, 2005-2006.
36