You are on page 1of 37

LAPORANKASUS

KONJUNGTIVITISVIRAL

Pembimbing:
dr.Hermansyah,SpM
dr.MustafaK.Shahab,SpM
dr.HenryA.W,SpM
dr.GartatiIsmail,SpM
dr.AgahGadjali,SpM

Disusunoleh:
ShahcogaLuthfiYuvhendmindo
1102011258

KEPANITERAANKLINIKILMUPENYAKITMATA
1

RUMAHSAKITBHAYANGKARATK.1RADENSAIDSUKANTO
FAKULTASKEDOKTERANUNIVERSITASYARSI

LAPORANKASUS
I.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
II.

IdentitasPasien
Nama
Umur
Jeniskelamin
TempatTanggalLahir
Pendidikan
Perkerjaan
Alamat
Kebangsaan/suku
Status
Tanggalpemeriksaan

:Tn.UC
:37tahun
:Lakilaki
:Yogyakarta,23Mei1979
:SLTA
:Polisi
:Kamp.PolrimonjoRT:03RW:03NO:81
:Indonesia/Jawa
:menikah
:3Oktober2016

Anamnesis

Anamnesisdilakukansecaraautoanamnesispadatanggal3Oktober2016.
Keluhanutama:
Matamerahpadamatakanansejak8jamsebelummasukrumahsakit.
Keluhantambahan:
Terdapatkotoranmatapadapagiharidi matakanan,sehinggapasiensulit
membukamatasaatbanguntidursertarasagataldanpedihpadamatakanan.
Riwayatpenyakitsekarang:
Pasiendatangdengankeluhanmatakananmerahsejak8jamSMRS.Keluhan
disertaidenganrasagataldanpedihpadamatakanan.Pasienmengatakanbahwasaat
banguntidur,terdapatcairanpada matakanannya,tetapipasientidakingatapakah
cairanituberwarnaputihbeningataukuningkehijauan sehinggapasiensulituntuk
membuka mata.Sebelumnya pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini.
Keluhan penurunan tajam pengelihatan disangkal. Keluhan pandangan berkabut
disangkal.Tidakadakeluhandemam,ataupun pilekdanbatuk.Tidakadariwayat
2

traumapadamata,danriwayatbenjolanpadamata.Sebelumnyapasienbelumberobat
atuapun membeli obatobatan di warung untuk mengobati matanya. Pasien
mengatakanseringmenggosokmatanyadengantangandanjarangmencucitangan
saatsebelumdansesudahmemegangsesuatu. Anggota keluarga di rumah tidak ada
yang mengeluhkan keluhan seperti ini tetapi ada teman pasien yang mengalami
keluahyangsama.
Riwayatpenyakitdahulu:

Riwayatpenyakitserupadisangkal
Riwayatalergidisangkal
Riwayattraumadisangkal
Riwayatoperasipadamatadisangkal

Riwayatpenyakitkeluarga:

Riwayatkeluargadengansakityangsamadisangkal

III.PemeriksaanFisik
StatusGeneralis:
Keadaanumum :Baik
Kesadaran
:ComposMentis
TandaVital
Tekanandarah:130/80mmHg
Nadi
:80kali/menit
Respirasi
:20kali/menit
Suhu
:36.5C

StatusOftalmologi

Visus
TIO perpalpasi
Kedudukan bola mata
Gerakan Bola Mata

Supra Silia
Palpebra Superior

Palpebra Inferior
Konjungtiva tarsal
superior
Konjungtiva tarsal
inferior
Konjungtiva bulbi
Kornea
Bilik mata depan
Iris
Pupil
Lensa
Vitreus
Funduskopi

OD
5/5 E

OS
5/5 E

Normal (fluktuatif)

Normal (fluktuatif)
Ortoforia

Madarosis (-); Sikatrik(-)


Hiperemis (-) ; edema (-) ;
ptosis (-) ; nyeri tekan (-) ;
benjolan (-) ; lagoftalmus
(-)
Hiperemis (-) ; edema (-) ;
spasme (-) ; nyeri tekan
(-) ; benjolan (-)
Hiperemis (+) ; papil (-) ;
folikel (-) ; sikatriks (-) ;
sekret (-)
Hiperemis (+) ; papil (-) ;
folikel (-) ; sikatriks (-) ;
sekret (-)
Injeksi konjungtiva (+) ;
perdarahan (-)
Jernih ; infiltrate (-) ; ulkus
(-) ; sikatriks (-)
Kedalaman sedang ; jernih
Cokelat ; kripte (+) ;
sinekia anterior (+) ;
sinekia posterior (+)
Bulat ; diameter 3mm ; RL
(+) ; RCTL (+)
Jernih
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

Madarosis (-); Sikatrik(-)


Hiperemis (-) ; edema (-) ;
ptosis (-) ; nyeri tekan (-) ;
benjolan (-) ; lagoftalmus (-)
Hiperemis (-) ; edema (-) ;
spasme (-) ; nyeri tekan (-) ;
benjolan (-)
Hiperemis (-) ; papil (-) ;
folikel (-) ; sikatriks (-) ;
sekret (-)
Hiperemis (-) ; papil (-) ;
folikel (-) ; sikatriks (-) ;
sekret (-)
Injeksi konjungtiva (-) ;
perdarahan (-)
Jernih ; infiltrate (-) ; ulkus
(-) ; sikatriks (-)
Kedalaman sedang ; jernih
Cokelat ; kripte (+) ; sinekia
anterior (+) ; sinekia
posterior (+)
Bulat ; diameter 3mm ; RL
(+) ; RCTL (+)
Jernih
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

KeadaanMataPasien

IV.

Resume

Pasien lakilaki berusia 37 tahun,datangkepolimatadengankeluhan matamerah


padamatakanan sejak 8jam sebelummasukrumahsakit.Keluhandisertaidengan
rasapedih dangatal padamata kanannya.Terdapatcairanyanglengketpada mata
kanan saat pagi hari. Keluhan demam, batuk, piek disangkal. keluhan penurunan
tajampengelihatan dantrauma disangkal.Pasien mengatakan adatemanpasienyang
mengalamikeluahyangsamasepertiini.
PadapemeriksaanfisikdidapativisuspadaODS5/5E. Konjungtiva tarsalis
superior OD hiperemis (+). Konjungtiva tarsalis inferior OD hiperemis (+) secret (+).
Konjungtiva bulbi OD injeksi konjungtiva (+).
V.

DiagnosisKerja
KonjungtivitisVirusOD
VI.
DiagnosisBanding
KonjungtivitisbakteriakutOD
VII. Penatalaksanaan
TerapiMedikamentosa:
Antibiotikdanantiinflamasitopical
TetesmataCendoTobroson(Tobramycin3mg/mlDexamethason1mg/ml)

4tetesperharimatakanan.
Antiviral:
Tetesmata CendoHervis (Acyclovir3,5mg/ml)4tetesperharuuntuk

matakanan.
TerapiNonmedikamentosa:
Gunakankainkapasyangdibasahiuntukmembersihkankelopakdanbulu
matadenganlembutagartidaklengket.
VIII. Edukasi
Menjelaskan cara pemakainan obat dan pentingnya menggunakan obat
denganteraturdansesuaipetunjuk.

Cucilahtangansecararutinsetelahmembersihkanmatayangterinfeksi
agartidakmenular.

Janganmenggosokmatadengantangan.

IX.
Prognosis
AdVitam
AdFuntionam
AdSanationam

:dubiaadbonam
:dubiaadbonam
:dubiaadbonam

TINJAUANPUSTAKA
1.1.

Struktur Anatomi dari Konjungtiva


Konjungtiva merupakan membran mukosa tipis yang membatasi
permukaan dalam dari kelopak mata dan melipat ke belakang membungkus
permukaan depan dari bola mata, kecuali bagian jernih di tengah-tengah mata
(kornea). Membran ini berisi banyak pembuluh darah dan berubah merah saat
terjadi inflamasi. Konjungtiva terdiri dari tiga bagian:
1 Konjungtiva palpebralis : menutupi permukaan posterior dari palpebra
dan dapat dibagi menjadi marginal, tarsal, dan orbital konjungtiva. 6
a Marginal konjungtiva memanjang dari tepi kelopak mata sampai
sekitar 2mm di belakang kelopak mata menuju lengkung dangkal,
sulkus subtarsalis. Sesungguhnya merupakan zona transisi antara
b

kulit dan konjungtiva sesungguhnya.


Tarsal konjungtiva bersifat tipis, transparan, dan sangat vaskuler.
Menempel ketat pada seluruh tarsal plate pada kelopak mata atas.
Pada kelopak mata bawah, hanya menempel setengah lebar tarsus.

Kelenjar tarsal terlihat lewat struktur ini sebagai garis kuning.


c Orbital konjungtiva berada diantara tarsal plate dan forniks.
Konjungtiva bulbaris : menutupi sebagian permukaan anterior bola mata.
Terpisah dari sklera anterior oleh jaringan episklera dan kapsula Tenon.
Tepian sepanjang 3mm dari konjungtiva bulbar disekitar kornea disebut
dengan konjungtiva limbal. Pada area limbus, konjungtiva, kapsula Tenon,
dan jaringan episklera bergabung menjadi jaringan padat yang terikat
secara kuat pada pertemuan korneosklera di bawahnya. Pada limbus, epitel
konjungtiva menjadi berlanjut seperti yang ada pada kornea. 6 konjungtiva
bulbar sangat tipis. Konjungtiva bulbar juga bersifat dapat digerakkan,
mudah melipat ke belakang dan ke depan. Pembuluh darah dengan mudah
dapat dilihat di bawahnya. Di dalam konjungtiva bulbar terdapat sel goblet
yang mensekresi musin, suatu komponen penting lapisan air mata prekornea yang memproteksi dan memberi nutrisi bagi kornea.

Forniks : bagian transisi yang membentuk hubungan antara bagian


posterior palpebra dan bola mata. Forniks konjungtiva berganbung dengan
konjungtiva bulbar dan konjungtiva palpebra. Dapat dibagi menjasi forniks
superior, inferior, lateral, dan medial forniks. 6
8

Gambar 2. Struktur anatomi dari conjungtiva


Dikutip dari Khurana AK. Disease of The Conjunctiva. Dalam: Comprehensive Ophthalmology. 4th
edition. New Delhi: New Age International(P) Limited; 2007

1.2.
Struktur Histologis dari konjungtiva
- Lapisan epitel konjungtiva terdiri dari:
a. Marginal konjungtiva mempunyai epitel tipe stratified skuamous lapis 5.
b. Tarsal konjungtiva mempunyai 2 lapis epitelium: lapisan superfisial dari sel
silindris dan lapisan dalam dari sel pipih.
c. Forniks dan bulbar konjungtiva mempunyai 3 lais epitelium: lapisan
superfisial sel silindris, lapisan tengan polihedral sel dan lapisan dalam sel
kuboid.
d. Limbal konjungtiva sekali lagi mempunyai banyak lapisan (5-6 lapis)
epitelium stratified skuamous
- Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superficial) dan satu
lapisan fibrosa (profundus).
a. Lapisan adenoid disebut dengan lapisan limfoid dan terdiri dari jaringan ikat
retikulum yang terkait satu sama lain dan terdapat limfosit diantaranya. Lapisan ini
paling berkembang di forniks. Tidak terdapat mulai dari lahir tetapu berkembang

setelah 3-4 bulan pertama kehidupan. Untuk alasan ini, inflamasi konjungtiva pada
bayi baru lahir tidak memperlihatkan reaksi folikuler. 6
b. Lapisan fibrosa Terdiri dari jaringan fiber elastik dan kolagen. Lebih tebal daripada
lapisan adenoid, kecuali di regio konjungtiva tarsal dimana pada tempat tersebut
struktur ini sangat tipis. Lapisan ini mengandung pembuluh darah dan saraf
konjungtiva. Bergabung dengan kapsula tenon pada regio konjungtiva bulbar. 6
- Konjungtiva mempunyai dua macam kelenjar, yaitu:
1 Kelenjar sekretori musin. Mereka adalah sel goblet(kelenjar uniseluler
yang terletak di dalam epitelium), kripta dari Henle(ada apda tarsal
konjungtiva) dan kelenjar Manz(pada konjungtiva limbal). Kelenjarkelenjar ini menseksresi mukus yang mana penting untuk membasahi
2

kornea dan konjungtiva. 6


Kelenjar lakrimalis aksesorius, mereka adalah: 6
a Kelenjar dari Krause(terletak pada jaringan ikat konjungtiva di
forniks, sekitar 42mm pada forniks atas dan 8mm di forniks
b

bawah). Dan
Kelenjar dari Wolfring(terletak sepanjang batas atas tarsus superios

dan sepanjang batas bawah dari inferior tarsus).6


Suplai arterial konjungtiva:
Konjungtiva palpebra dan forniks disuplai oleh cabang dari arcade arteri
periferal dan merginal kelopak mata. Konjungtiva bulbar disuplai oleh dua set
pembuluh darah: arteri konjungtiva posterior yang merupakan cabang dari
arcade arteri kelopak mata; dan arteri konjungtiva naterior yang merupakan
cabang dari arteri siliaris anterior. Cabang terminal dari arteri konjungtiva
posterior beranastomose dengan arteri konjungtiva anterior untuk membentuk
pleksus perikornea. 6
2.1. Definisi
Konjungtivitis adalah peradangan konjungtiva yang ditandai oleh
dilatasi vaskular, infiltrasi selular dan eksudasi.7,8 yang disebabkan oleh
mikro-organisme (virus, bakteri, jamur, chlamidia), alergi, iritasi bahanbahan kimia.9
2.2.

Etiologi
Konjungtivitis dapat disebabkan oleh berbagai macam hal, seperti :
a. infeksi oleh virus atau bakteri.
b. reaksi alergi terhadap debu, serbuk sari, bulu binatang.

10

c. iritasi oleh angin, debu, asap dan polusi udara lainnya; sinar
ultraviolet.
d. pemakaian lensa kontak, terutama dalam jangka panjang.
2.3. Gejala-gejala dari konjungtivitis secara umum antara lain:
1. Hiperemia. Mata yang memerah adalah tanda tipikal dari konjungtivitis. Injeksi
konjungtival

diakibatkan

karena

meningkatnya

pengisian

pembuluh

darah

konjungtival, yang muncul sebagian besar di fornik dan menghilang dalam


perjalanannya menuju ke limbus. Hiperemia tampak pada semua bentuk
konjungtivitis. Tetapi, penampakan/visibilitas dari pembuluh darah yang hiperemia,
lokasi mereka, dan ukurannya merupakan kriteria penting untuk diferensial diagnosa.
Seseorang juga dapat membedakan konjungtivitis dari kelainan lain seperti skleritis
atau keratitis berdasar pada injeksinya. Tipe-tipe injeksi dibedakan menjadi: 11,12
Injeksi konjungtiva(merah terang, pembuluh darah yang distended bergerak
bersama dengan konjungtiva, semakin menurun jumlahnya saat menuju ke

arah limbus).
Injeksi perikornea(pembuluh darah superfisial, sirkuler atau cirkumcribed

pada tepi limbus).


Injeksi siliar(tidak terlihat dengan jelas, pembuluh darah berwarna terang dan

tidak bergerak pada episklera di dekat limbus).


Injeksi komposit(sering).
Dilatasi perilimbal atau siliar menandakan inflamasi dari kornea atau
struktus yang lebih dalam. Warna yang benar-benar merah menandakan
konjungtivitis

bakterial,

dan

penampakan

merah

susu

menandakan

konjungtivitis alergik. Hiperemia tanpa infiltrasi selular menandakan iritasi


dari sebab fisik, seperti angin, matahari, asap, dan sebagainya, tetapi mungkin
juda didapatkan pada penyakit terkait dengan instabilitas vaskuler(contoh,
acne rosacea). 12

11

Gambar 3. bentuk-bentuk injeksi pada konjungtiva


dikutip dari Lang GK, Lang GE. Conjunctiva. Dalam: Lang GK, Gareis O, Amann J, Lang GE, Recker
D, Spraul CW, Wagner P. Ophthalmology: a short textbook. New York: Thieme; 2000.

2.Discharge ( sekret ). Berasal dari eksudasi sel-sel radang. Kualitas dan sifat
alamiah eksudat(mukoid, purulen, berair, ropy, atau berdarah) tergantung dari
etiologinya.11
3.Chemosis ( edema conjunctiva ). Adanya Chemosis mengarahkan kita secara kuat
pada konjungtivitis alergik akut tetapi dapat juga muncul pada konjungtivitis
gonokokkal akut atau konjungtivitis meningokokkal, dan terutama pada konjungtivitis
adenoviral. Chemosis dari konjungtiva bulbar dapat dilihat pada pasien dengan
trikinosis. Meskipun jarang, chemosis mungkin timbul sebelum adanya infiltrasi atau
eksudasi seluler gross. 12

Gambar 4. Kemosis pada mata


Dikutip dari http://www.eyedoctom.com/eyedoctom/EyeInfo/Images/Chemosis2.jpg

4.Epifora

(pengeluaran

berlebih

air

mata).

Lakrimasi

yang

tidak

normal(illacrimation) harus dapat dibedakan dari eksudasi. Lakrimasi biasanya


mencerminkan lakrimasi sebagai reaksi dari badan asing pada konjungtiva atau
kornea atau merupakan iritasi toksik. Juga dapat berasal dari sensasi terbakar atau
garukan atau juga dari gatal. Transudasi ringan juga ditemui dari pembuluh darah
yang hiperemia dan menambah aktifitas pengeluaran air mata. Jumlah pengeluaran air
12

mata yang tidak normal dan disertai dengan sekresi mukus menandakan
keratokonjungtivitis sika. 12
5.Pseudoptosis. Kelopak mata atas seperti akan menutup, disebabkan karena adanya
infiltrasi sel-sel radang pada palpebra superior maupun karena edema pada palpebra
superior. 12
6.Hipertrofi folikel. Terdiri dari hiperplasia limfoid lokal dengan lapisan limfoid dari
konjungtiva dan biasanya mengandung germinal center. Secara klinis, folikel dapat
dikenali sebagai struktur bulat, avaskuler putih atau abu-abu. Pada pemeriksaan
menggunakan slit lamp, pembuluh darah kecil dapat naik pada tepi folikel dan
mengitarinya. Terlihat paling banyak pada kasus konjungtivitis viral dan pada semua
kasus konjungtivitis klamidial kecuali konjungtivitis inklusi neonatal, pada beberapa
kasus konjungtivitis parasit, dan pada beberapa kasus konjungtivitis toksik diinduksi
oleh medikasi topikal seperti idoxuridine, dipiverin, dan miotik. Folikel pada forniks
inferior dan pada batas tarsal mempunyai nilai diagnostik yang terbatas, tetapi ketika
diketemukan terletak pada tarsus(terutama tarsus superior), harus dicurigai adanya
konjungtivitis klamidial, viral, atau toksik (mengikuti medikasi topikal). 12
.

Gambar 5. gambaran klinis dari folikel


Dikutip dari James B, Chew C, Bron A. Conjunctiva, Cornea and Sclera. Dalam: Lecture Notes on
Ophthalmology. 9th edition. India: Blackwell Publishing; 2003

7.Hipertrofi papiler. Adalah reaksi konjungtiva non spesifik yang muncul karena
konjungtiva terikat pada tarsus atau limbus di dasarnya oleh fibril. Ketika pembuluh
darah yang membentuk substansi dari papilla(bersama dengan elemen selular dan
eksudat) mencapai membran basement epitel, pembuluh darah tersebut akan
bercabang menutupi papila seperti kerangka dari sebuah payung. Eksudat inflamasi
akan terakumulasi diantara fibril, membentuk konjungtiva seperti sebuah gundukan.
Pada kelainan yang menyebabkan nekrosis(contoh,trakoma), eksudat dapat digantikan
13

oleh jaringan granulasi atau jaringan ikat. 12 Ketika papila berukuran kecil, konjungtiva
biasanya mempunyai penampilan yang halus dan merah normal. Konjungtiva dengan
papila berwarna merah sekali menandakan kelainan disebabkan bakteri atau
klamidia(contoh, konjungtiva tarsal yang berwarna merah sekali merupakan
karakteristik dari trakoma akut). Injeksi yang ditandai pada tarsus superior,
menandakan keratokunjungtivitis vernal dan konjungtivitis giant papillary dengan
sensitivitas terhadap lensa kontak; pada tarsal inferior, gejala tersebut menandakan
keratokonjungtivitis atopik. Papila yang berukuran besar juga dapat muncul pada
limbus, terutama pada area yang secara normal dapat terekspos ketika mata sedang
terbuka(antara jam 2 dan 4 serta antara jam 8 dan 10). Di situ gejala nampak sebagai
gundukan gelatin yang dapat mencapai kornea. Papila limbal adalah tanda khas dari
keratokonjungtivitis vernal tapi langka pada keratokonjungtivitis atopik. 12

Gambar 6. gambaran klinis hipertrofi papiler


Dikutip dari www.onjoph.com

8.Membran dan pseudomembran. Merupakan reaksi konjungtiva terhadap infeksi


berat atau konjungtivitis toksis. Terjadi oleh karena proses koagulasi kuman/bahan
toksik. Bentukan ini terbentuk dari jaringan epitelial yang nekrotik dan kedua-duanya
dapat diangkat dengan mudah baik yang tanpa perdarahan(pseudomembran) karena
hanya merupakan koagulum pada permukaan epital atau yang meninggalkan
permukaan dengan perdarahan saat diangkat(membran) karena merupakan koagulum
yang melibatkan seluruh epitel. 11

14

Gambar 7. Bentukan pseudomembran yang diangkat


Dikutip dari http://www.rootatlas.com/wordpress/wp-content/uploads/2007/08/pseudomembraneeye.jpg

9.Phylctenules. Menggambarkan manifestasi lokal pada limbus karena alergi


terhadap toxin yang dihasilkan mikroorganisme. Phlyctenules dari konjungtiva pada
mulanya terdiri dari perivaskulitis dengan pengikatan limfositik pada pembuluh darah.
Ketika berkembang menjadi ulserasi dari konjungtiva, dasar ulkus mempunyai banyak
leukosit polimorfonuklear. 12
10.Formasi pannus. Pertumbuhan konjungtiva atau pembuluh darah diantara lapisan
Bowman dan epitel kornea atau pada stroma yang lebih dalam. Edema stroma, yang
mana menyebabkan pembengkakan dan memisahkan lamela kolagen, memfasilitasi
terjadinya invasi pembuluh darah.11,14

Gambar 8. Pannus tampak pada mata pasien konjungtivitis


Dikutip dari Kanski JK. Conjunctiva. Dalam: Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach. 5 th
edition. hal. 63-81

11. Granuloma. Adalah nodus stroma konjungtiva yang meradang dengan area bulat
merah dan terdapat injeksi vaskular. Tanda ini dapat muncul pada kelainan sistemik
seperti tuberkulosis atau sarkoidosis atau mungkin faktor eksogen seperti granuloma
jahitan postoperasi atau granuloma benda asing lainnya. Granuloma muncul
15

bersamaan dengan bengkaknya nodus limfatikus preaurikular dan submandibular pada


kelainan seperti sindroma okuloglandular Parinaud.

Gambar 17 Granuloma konjungtiva disertai dengan folikel pada sindroma okuloglandular Parinaud.
Kanski JK. Conjunctiva. Dalam: Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach. 5 th edition. hal. 63-

dikutip dari

81

12. Nodus limfatikus yang membengkak. Sistem limfatik dari regio mata berjalan
menuju nodus limfatikus di preaurikular dan submandibular. Nodus limfatikus yang
membengkak mempunyai arti penting dan seringkali dihadapi sebagai tanda
diagnostik dari konjungtivitis viral. 12
2.4. Klasifikasi
Menurut penyebab terjadinya, konjungtivitis dibagi menjadi beberapa bagian:
A. Konjungtivitis Karena agen infeksi:
Konjungtivitis Bakterial
Terdapat dua bentuk konjungtivitis bacterial: akut (dan subakut) dan
menahun.

Penyebab

konjungtivitis

bakteri

paling

sering

adalah

Staphylococcus, Pneumococcus, dan Haemophilus. Konjungtivitis bacterial


akut dapat sembuh sendiri bila disebabkan mikroorganisme seperti
Haemophilus influenza. Lamanya penyakit dapat mencapai 2 minggu jika
tidak diobati dengan memadai.
Konjungtivitis akut dapat menjadi menahun. Pengobatan dengan salah satu
dari sekian antibacterial yang tersedia biasanya mengenai keadaan ini dalam
beberapa hari. Konjungtivitis purulen yang disebabkan Neisseria gonorroeae
atau Neisseria meningitides dapat menimbulkan komplikasi berat bila tidak
diobati secara dini
A. Tanda dan Gejala
- Iritasi mata,
- Mata merah,
- Sekret mata,
- Palpebra terasa lengket saat bangun tidur
- Kadang-kadang edema palpebra
16

Infeksi biasanya mulai pada satu mata dan menular ke mata sebelahnya
melalui tangan. Infeksi dapat menyebar ke orang lain melalui bahan yang
dapat menyebarkan kuman seperti seprei, kain, dll.1,5
B. Pemeriksaan Laboratorium
Pada kebanyakan kasus konjungtivitis bacterial, organism dapat
diketahui dengan pemeriksaan mikroskopik terhadap kerokan konjungtiva
yang dipulas dengan pulasan Gram atau Giemsa; pemeriksaan ini
mengungkapkan banyak neutrofil polimorfonuklear.1,2,3 Kerokan konjungtiva
untuk pemeriksaan mikroskopik dan biakan disarankan untuk semua kasus
dan

diharuskan

jika

penyakit

itu

purulen,

bermembran

atau

berpseudomembran. Studi sensitivitas antibiotika juga baik, namun sebaiknya


harus dimulai terapi antibiotika empiric. Bila hasil sensitifitas antibiotika
telah ada, tetapi antibiotika spesifik dapat diteruskan.
C. Komplikasi dan Sekuel
-Blefaritis marginal menahun sering menyertai konjungtiva stafilokokus
kecuali pada pasien sangat muda yang bukan sasaran blefaritis. Parut
konjungtiva dapat terjadi pada konjungtivitis pseudomembranosa dan pada
kasus tertentu yang diikuti ulserasi kornea dan perforasi.
-Ulserasi kornea marginal dapat terjadi pada infeksi N gonorroeae, N konchii,
N meningitides, H aegyptus, S gonorrhoeae berdifusi melalui kornea masuk
camera anterior, dapat timbul iritis toksik.1,3
D. Terapi
Terapi spesifik terhadap konjungtivitis bacterial tergantung temuan
agen mikrobiologiknya. Sambil menunggu hasil laboratorium, dokter dapat
mulai dengan terapi topical antimikroba. Pada setiap konjungtivitis purulen,
harus dipilih antibiotika yang cocok untuk mengobati infeksi N gonorroeae,
dan N meningitides. Terapi topical dan sistemik harus segera dilkasanakan
setelah materi untuk pemeriksaan laboratorium telah diperoleh.
Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen akut, saccus konjungtiva
harus dibilas dengan larutan garam agar dapat menghilangkan secret
konjungtiva. Untuk mencegah penyebaran penyakit ini, pasien dan keluarga
diminta memperhatikan secara khusus hygiene perorangan.
E. Perjalanan dan Prognosis

17

Konjungtivitis bakteri akut hampir selalu sembuh sendiri, infeksi dapat


berlangsung selama 10-14 hari; jika diobati dengan memadai, 1-3 hari,
kecuali

konjungtivitis

stafilokokus

(yang

dapat

berlanjut

menjadi

blefarokonjungtivitis dan memasuki tahap mnehun) dan konjungtivitis


gonokokus (yang bila tidak diobati dapat berakibat perforasi kornea dan
endoftalmitis). Karena konjungtiva dapat menjadi gerbang masuk bagi
meningokokus ke dalam darah dan meninges, hasil akhir konjungtivitis
meningokokus adalah septicemia dan meningitis.1,4
Konjungtivitis bacterial menahun mungkin tidak dapat sembuh sendiri dan
menjadi masalah pengobatan yang menyulitkan.

Konjungtivitis Virus:
1. Konjungtivitis Folikuler Virus Akut
a). Demam Faringokonjungtival
Tanda dan gejala
Demam Faringokonjungtival ditandai

oleh

demam

38,5-40C,

sakit

tenggorokan, dan konjungtivitis folikuler pada satu atau dua mata. Folikuler
sering sangat mencolok pada kedua konjungtiva dan pada mukosa faring.
18

Mata merah dan berair mata sering terjadi, dan kadang-kadang sedikit
kekeruhan daerah subepitel. Yang khas adalah limfadenopati preaurikuler
(tidak nyeri tekan).1
Laboratorium
Demam faringokonjungtival umumnya disebabkan oleh adenovirus
tipe 3 dan kadang kadang oleh tipe 4 dan 7. Virus itu dapat dibiakkan dalam
sel HeLa dan ditetapkan oleh tes netralisasi. Dengan berkembangnya penyakit,
virus ini dapat juga didiagnosis secara serologic dengan meningkatnya titer
antibody penetral virus. Diagnosis klinis adalah hal mudah dan jelas lebih
praktis.1,3,6
Kerokan konjungtiva terutama mengandung sel mononuclear, dan tak ada
bakteri yang tumbuh pada biakan. Keadaan ini lebih sering pada anak-anak
daripada orang dewasa dan sukar menular di kolam renang berchlor. 1,3,6
Terapi
Tidak ada pengobatan spesifik. Konjungtivitisnya sembuh sendiri, umumnya
dalam sekitar 10 hari. 1
b). Keratokonjungtivitis Epidemika
Tanda dan gejala
Keratokonjungtivitis epidemika umumnya bilateral. Awalnya sering
pada satu mata saja, dan biasanya mata pertama lebih parah. Pada awalnya
pasien merasa ada infeksi dengan nyeri sedang dan berair mata, kemudian
diikuti dalam 5-14 hari oleh fotofobia, keratitis epitel, dan kekeruhan subepitel
bulat. Sensai kornea normal. Nodus preaurikuler yang nyeri tekan adalah khas.
Edema palpebra, kemosis, dan hyperemia konjungtiva menandai fase akut.
Folikel dan perdarahan konjungtiva sering muncul dalam 48 jam. Dapat
membentuk pseudomembran dan mungkin diikuti parut datar atau
pembentukan symblepharon. 1,3,4
Konjungtivitis berlangsung paling lama 3-4 minggu. Kekeruhan
subepitel terutama terdapat di pusat kornea, bukan di tepian, dan menetap
berbulan-bulan namun menyembuh tanpa meninggalkan parut. 1
Keratokonjungtiva epidemika pada orang dewasa terbatas pada bagian
luar mata. Namun, pada anak-anak mungkin terdapat gejala sistemik infeksi
virus seperti demam, sakit tenggorokan, otitis media, dan diare.
Laboratorium
Keratokonjungtiva epidemika disebabkan oleh adenovirus tipe 8, 19,
29, dan 37 (subgroub D dari adenovirus manusia). Virus-virus ini dapat
diisolasi dalam biakan sel dan diidentifikasi dengan tes netralisasi. Kerokan

19

konjungtiva menampakkan reaksi radang mononuclear primer; bila terbentuk


pseudomembran, juga terdapat banyak neutrofil. 1
Penyebaran
Transmisi nosokomial selama pemeriksaan mata sangat sering terjadi
melalui jari-jari tangan dokter, alat-alat pemeriksaan mata yang kurang steril,
atau pemakaian larutan yang terkontaminasi. Larutan mata, terutama
anestetika topical, mungkin terkontaminasi saat ujung penetes obat menyedot
materi terinfeksi dari konjungtiva atau silia. Virus itu dapat bertahan dalam
larutan itu, yang menjadi sumber penyebaran. 1,3
Pencegahan
Bahaya kontaminasi botol larutan dapat dihindari dengan dengan
memakai penetes steril pribadi atau memakai tetes mata dengan kemasan unitdose. Cuci tangan secara teratur di antara pemeriksaan dan pembersihan serta
sterilisasi alat-alat yang menyentuh mata khususnya tonometer juga suatu
keharusan. Tonometer aplanasi harus dibersihkan dengan alcohol atau
hipoklorit, kemudian dibilas dengan air steril dan dikeringkan dengan hatihati. 4,6
Terapi
Sekarang ini belum ada terapi spesifik, namun kompres dingin akan
mengurangi beberapa gejala. kortikosteroid selama konjungtivitis akut dapat
memperpanjang keterlibatan kornea sehingga harus dihindari. Agen antibakteri
harus diberikan jika terjadi superinfeksi bacterial. 1
c). Konjungtivitis Virus Herpes Simpleks
Tanda dan gejala
Konjungtivitis virus herpes simplex biasanya merupakan penyakit anak
kecil, adalah keadaan yang luar biasa yang ditandai pelebaran pembuluh darah
unilateral, iritasi, bertahi mata mukoid, sakit, dan fotofobia ringan. Pada
kornea tampak lesi-lesi epithelial tersendiri yang umumnya menyatu
membentuk satu ulkus atau ulkus-ulkus epithelial yang bercabang banyak
(dendritik). Konjungtivitisnya folikuler. Vesikel herpes kadang-kadang muncul
di palpebra dan tepian palpebra, disertai edema hebat pada palpebra. Khas
terdapat sebuah nodus preaurikuler yang terasa nyeri jika ditekan. 1,3
Laboratorium
Tidak ditemukan bakteri di dalam kerokan atau dalam biakan. Jika
konjungtivitisnya folikuler, reaksi radangnya terutama mononuclear, namun
jika pseudomembran, reaksinya terutama polimorfonuklear akibat kemotaksis
dari tempat nekrosis. Inklusi intranuklear tampak dalam sel konjungtiva dan
20

kornea, jika dipakai fiksasi Bouin dan pulasan Papanicolaou, tetapi tidak
terlihat dengan pulasan Giemsa. Ditemukannya sel sel epithelial raksasa
multinuclear mempunyai nilai diagnostic.3
Virus mudah diisolasi dengan mengusapkan sebuah aplikator berujung kain
kering di atas konjungtiva dan memindahkan sel-sel terinfeksi ke jaringan
biakan.3
Terapi
Jika konjungtivitis terdapat pada anak di atas 1 tahun atau pada orang
dewasa, umunya sembuh sendiri dan mungkin tidak perlu terapi. Namun,
antivirus local maupun sistemik harus diberikan untuk mencegah terkenanya
kornea. Untuk ulkus kornea mungkin diperlukan debridemen kornea dengan
hati-hati yakni dengan mengusap ulkus dengan kain kering, meneteskan obat
antivirus, dan menutupkan mata selama 24 jam. Antivirus topical sendiri harus
diberikan 7 10 hari: trifluridine setiap 2 jam sewaktu bangun atau salep vida
rabine lima kali sehari, atau idoxuridine 0,1 %, 1 tetes setiap jam sewaktu
bangun dan 1 tetes setiap 2 jam di waktu malam. Keratitis herpes dapat pula
diobati dengan salep acyclovir 3% lima kali sehari selama 10 hari atau dengan
acyclovir oral, 400 mg lima kali sehari selama 7 hari.3
Untuk ulkus kornea, debridmen kornea dapat dilakukan. Lebih jarang
adalah pemakaian vidarabine atau idoxuridine. Antivirus topical harus dipakai
7-10 hari. Penggunaan kortikosteroid dikontraindikasikan, karena makin
memperburuk infeksi herpes simplex dan mengkonversi penyakit dari proses
sembuh sendiri yang singkat menjadi infeksi yang sangat panjang dan berat. 1,3
d). Konjungtivitis Hemoragika Akut
Epidemiologi
Semua benua dan kebanyakan pulau di dunia pernah mengalami
epidemic besar konjungtivitis konjungtivitis hemoregika akut ini. Pertama kali
diketahui di Ghana dalam tahun 1969. Konjungtivitis ini disebabkan oleh
coxackie virus A24. Masa inkubasi virus ini pendek (8-48 jam) dan
berlangsung singkat (5-7 hari). 5
Tanda dan Gejala
Mata terasa sakit, fotofobia, sensasi benda asing, banyak mengeluarkan
air mata, merah, edema palpebra, dan hemoragi subkonjungtival. Kadangkadang terjadi kemosis. Hemoragi subkonjungtiva umumnya difus, namun
dapat berupa bintik-bintik pada awalnya, dimulai di konjungtiva bulbi superior
21

dan menyebar ke bawah. Kebanyaka pasien mengalami limfadenopati


preaurikuler, folikel konjungtiva, dan keratitis epithelial. Uveitis anterior
pernah dilaporkan, demam, malaise, mialgia, umum pada 25% kasus. 1,5
Penyebaran
Virus ini ditularkan melalui kontak erat dari orang ke orang dan oleh fomite
seperti sprei, alat-alat optic yang terkontaminasi, dan air. Penyembuhan terjadi
dalam 5-7 hari
Terapi
Tidak ada pengobatan yang pasti.
2. Konjungtivitis Virus Menahun
a). Blefarokonjungtivitis Molluscum Contagiosum
Sebuah nodul molluscum pada tepian atau kulit palpebra dan alis mata
dapat menimbulkan konjungtivitis folikuler menahun unilateral, keratitis
superior, dan pannus superior, dan mungkin menyerupai trachoma. Reaksi
radang yang mononuclear (berbeda dengan reaksi pada trachoma), dengan
lesi bulat, berombak, putih mutiara, non-radang dengan bagian pusat,
adalah khas molluscum kontagiosum. Biopsy menampakkan inklusi
sitoplasma eosinofilik, yang memenuhi seluruh sitoplasma sel yang
membesar, mendesak inti ke satu sisi.3
Eksisi, insisi sederhana nodul yang

memungkinkan

darah

tepi

memasukinya, atau krioterapi akan menyembuhkan konjungtivitisnya.


b). Blefarokonjungtivitis Varicella-Zoster
Tanda dan gejala
Hyperemia dan konjungtivitis infiltrate disertai dengan erupsi vesikuler
khas sepanjang penyebaran dermatom nervus trigeminus cabang oftalmika
adalah khas herpes zoster. Konjungtivitisnya biasanya papiler, namun
pernah ditemukan folikel, pseudomembran, dan vesikel temporer, yang
kemudian berulserasi. Limfonodus preaurikuler yang nyeri tekan terdapat
pada awal penyakit. parut pada palpebra, entropion, dan bulu mata salah
arah adalah sekuele. 1
Laboratorium
Pada zoster maupun varicella, kerokan dari vesikel palpebra
mengandung sel raksasa dan banyak leukosit polimorfonuklear; kerokan
konjungtiva pada varicella dan zoster mengandung sel raksasa dan
monosit. Virus dapat diperoleh dari biakan jaringan sel sel embrio
manusia. 1
22

Terapi
Acyclovir oral dosis tinggi (800 mg oral lima kali sehari selama 10
hari), jika diberi pada awal perjalanan penyakit, agaknya akan mengurangi
dan menghambat penyakit. 1
c). Keratokonjungtivitis Morbilli
Tanda dan gejala
Pada awal penyakit, konjungtiva tampak mirip kaca yang aneh, yang
dalam beberapa hari diikuti pembengkakan lipatan semiluner. Beberapa
hari sebelum erupsi kulit, timbul konjungtivitis eksudatif dengan secret
mukopurulen, dan saat muncul erupsi kulit, timbul bercak-bercak Koplik
pada konjungtiva dan kadang-kadang pada carunculus. 1,3
Pada pasien imunokompeten, keratokonjungtivitis campak hanya
meninggalkan sedikit atau sama sekali tanpa sekuel, namun pada pasien
kurang gizi atau imunokompeten, penyakit mata ini seringkali disertai
infeksi HSV atau infeksi bacterial sekunder oleh S pneumonia, H
influenza, dan organism lain. Agen ini dapat menimbulkan konjungtivitis
purulen yang disertai ulserasi kornea dan penurunan penglihatan yang
berat. Infeksi herpes dapat menimbulkan ulserasi kornea berat dengan
perforasi dan kehilangan penglihatan pada anak-anak kurang gizi di
Negara berkembang. 1,3
Kerokan konjungtivitis menunjukkan reaksi sel mononuclear, kecuali
jika ada pseudomembran atau infeksi sekunder. Sedian terpulas giemsa
mengandung sel-sel raksasa. Karena tidak ada terapi spesifik, hanya
tindakan penunjang saja yang dilakukan, kecuali jika ada infeksi sekunder.
1

Konjungtivitis klamidia Trakoma


Etiologi
Chlamydia trachomatis serotipe A,B,Ba, atau C. 2Infeksi ini menyebar
melalui kontak langsung dengan sekret kotoran mata penderita trakoma
atau melalui alat-alat kebutuhan sehari-hari seperti handuk, alat-alat
kecantikan dan lain-lain. Penyakit ini sangat menular dan biasanya
menyerang kedua mata.

23

Gambar 9. etiologi dan patofisiologi dari trakoma


Dikutip dari http://cartercenter.org/images/BLINDch_web.gif

Gejala dan tanda


Awalnya merupakan konjungtivitis folikular kronik pada masa kanakkanak yang berprogresi menjadi konjungtival scarring. Pada kasus berat,
bulu mata yang bengkok ke arah dalam timbul pada awal masa dewasa
sebagai hasil dari konungtival scarring. Abrasi yang ditimbulkan oleh bulu
mata tersebut dan defek pada tear film akan mengakibatkan scarring pada
kornea, biasanya setelah umur tiga puluh tahun. 2
Periode inkubasinya rata-rata tujuh hari tetapi bervariasi dari lima
sampai empat belas hari. Pada anak kecil, onsetnya tidak jelan dan penyakit
dapat sembuh dengan komplikasi minimal atau tidak ada komplikasi sama
sekali. Pada dewasa, onsetnya sering subakut atau akut, dan komplikasi dapat
timbul kemudian. Pada onset, trakoma sering mirip dengan konjungtivitis
bakterial lainnya, tanda dan gejala biasanya terdiri dari produksi air mata
berlebih, fotofobia, nyeri, eksudasi, edema pada kelopak mata, chemosis
pada konjungtiva bulbar, hiperemia, hipertrofi papiler, folikel tarsal dan
limbal, keratitis superios, formasi pannus, dan tonjolan kecil dan nyeri dari
nodus preaurikular. 2
Pada trakoma yang sudah benar-benar matang, juga mungkin terdapat
keratitis epitelial superior, keratitis subepitelial, pannus, atau folikel limbal
24

superior, dan akhirnya terbentuk peninggalan sikatrikal yang patognomonik


dari folikel tersebut, yang dikenal dengan nama Herberts pits dengan bentuk
depresi kecil dari jaringan ikat pada partemuan limbokorneal ditutupi oleh
epitel. Pannus yang terkait adalah membran fibrovaskular naik dari limbus,
dengan lengkung vaskular memanjang ke kornea. Semua tanda dari trakoma
lebih parah pada konjungtiva dan kornea superior dibandingkan dengan
bagian inferior. 2

Gambar 10. Herberts pits pada trachoma


Dikutip dari http://webeye.ophth.uiowa.edu/eyeforum/atlas/thumbnails/Herberts-pits-enhancedthrough-being-pigmented.jpg

Untuk menegakkan keadaan endemik trakoma pada keluarga atau sebuah


komunitas, sejumlah anak harus mempunyai minimal dua dari tanda berikut:
2

1
2
3

Lima atau lebih folikel pada garis konjungtiva tarsal datar

kelopak mata atas.


Konjungtival scarring yang khas pada konjungtiva tarsal atas.
Folikel limbal atau sekuelnya(Herberts pits).
4 Ekstensi atau perpanjangan pembuluh darah ke arah kornea,
paling sering tampak pada limbus superior.
Ketika beberapa individu akan memenuhi kriteria ini, secara luas

distribusi tanda ini pada keluarga individu dan komunitas tersebut


diidentifikasi dengan trakoma. 2
Klasifikasi trakoma
Untuk tujuan kontrol, WHO pada tahun 1987 telah mengembangkan
metode ringkas untuk menggambarkan penyakit Trakoma. Klasifikasi FISTO
tersebut adalah: 2
-

TF: Five or more follicles on the upper tarsal


conjunctiva(Lima atau lebih folikel pada konjungtiva
25

tarsal atas dengan ukuran tiap-tiap diameter folikel


>0,5mm atau lebih). 2,11
-

TI: Diffuse infiltration and papillary hypertrophy of the


upper tarsal conjunctiva obscuring at least 50% of the
normal deep vessels(Infiltrasi dan hipertrofi papiler
yang difus pada konjungtiva tarsal atas memenuhi
setidaknya 50% pembuluh darah normal dalam). 2,11

TS: Trachomatous conjunctival scarring(Scarring tarsal


konjungtiva mudah terlihat sebagai garis putih atau

lembaran putih). 2,11


TT: Trichiasis or entropion(Trikiasis atau enteropion
ditegakkan

apabila

setidaknya

satu

bulu

mata

menggosok bola mata). 2,11


CO: Corneal opacity(Opasitas kornea ditegakkan
apabila terjadi opasitas yang terlihat pada pupil,
biasanya menurunkan tajam pengelihatan sampai
kurang dari 6/18). 2,11

26

Gambar 11. stadium trakoma


Dikutip dari http://www.pyroenergen.com/articles/images/trachoma3.jpeg

27

28

Gambar 12. pembagian stadium trakoma menurut WHO


Dikutip dari http://www.who.int/blindness/publications/trachoma_english1.jpg

Diagnosa
Inklusi klamidia dapat diketemukan pada kerokan konjungtiva yang
diwarnai dengan pengecatan giemsa, tetapi tidak selalu ditemuka. Inklusi
muncul pada preparasi Giemsa sebagai massa sitoplasma berwarna ungu
gelap atau biru yang tampak seperti topi yang menutupi nukleus dari sel
epitel. Pengecatan antibodi fluoresensi dan tres immunoassay enzim tersedia
secara komersil dan sering dipakai secara luas pada laboratorium klinis. Testes tersebut dan tes baru lainnya termasuk PCR, telah menggantikan
pengecatan giemsa pada smear konjungtiva dan isolasi agen klamidia pada
kultur sel. 2
Komplikasi
Jaringan parut pada konjungtiva merupakan komplikasi yang sering
timbul dan dapat menghancurkan glandula lakrimalis dan meng-obliterasi
duktula glandula lakrimalis. Keadaan tersebut dapat mengurangi secara
drastis komponen akueus pada tear film prekorneal, dan komponen mukus
film mungkin tereduksi oleh karena hilangnya sel goblet. Jaringan parut juga
dapat menyebabkan distorsi kelopak mata atas dengan deviasi dari bulu mata
ke

arah

dalam(trikiasis)

atau

keseluruhan

pinggiran

kelopak

mata(enteropion), jadi bulu mata secara kontan mengabrasi kornea. Hal ini
sering menyebabkan ulserasi kornea, infeksi bakteri korneal, dan jaringan
parut kornea. 2
Terapi
Perkembangan klinis yang mencenggangkan dapat diperoleh dengan
memberikan tetrasiklin, 1-1,5g per hari secara oral terbagi dalam empat dosis
untuk tiga sampai empat minggu; doksisiklin, 100mg secara oral dua kali
sehari selama tiga minggu; atau eritromisin, 1g per hari dalam empat dosis
terbagi untuk tiga sampai empat minggu. Sistemik tetrasiklin tidak boleh
diberikan pada anak berumur di bawah tujuh tahun atau pada wanita hamil,
karena tetrasiklin mengikat kalsium sehingga mempengaruhi pertumbuhan
gigi dan tulang serta dapat mengakibatkan kelainan kongenital berupa
perubahan warna gigi dan skeletal(contoh, klavikula) menjadi warna kuning
permanen. Studi terakhir pada negara berkembang telah menunjukkan
azitromisin merupakan terapi yang efektif untuk trakoma, diberikan oral 1g
29

pada anak-anak. Karena efek samping yang minimal dan kemudahan


pemberian, antibiotik makrolid ini telahmenjadi obat pilihan untuk kampanye
terapi masal. 2
Ointment topikal atau tetes mata, termasuk preparat sulfonamid,
tetrasiklin, eritromisin, dan rifampisin, digunakan empat kali sehari selama
enam minggu ternyata mempunyai efektivitas yang sama kuat. 2
Dari pertama kali terapi diberikan, efek maksimum biasanya tidak
dapat diapai untuk sepuluh samapai 12 minggu. Persistensi folikel pada tarsal
atas untuk beberapa minggu setelah pemberian terapi tidak seharusnya
menjadi pertanda kegagalan proses terapi. 2
Koreksi pembedahan pada bulu mata yang masuk ke dalam esensial
untuk mencegah pembentukan jaringan parut dari trakoma lanjut pada negara
berkembang.2
Perjalanan penyakit
Jika dibiarkan, kelainan ini berjalan melewati empat tipe(McCallan,
1908): 2,11
Stadium
Stadium I

Nama
Trakoma insipien

Gejala
Folikel imatur,
hipertrofi papilar
minimal

Stadium II

Trakoma

Folikel matur pada


dataran tarsal atas

Stadium IIA

Stadium IIB

Dengan Hipertrofi

Keratitis, Folikel

folikular yang menonjol

limbal

Dengan Hipertrofi

Aktivitas kuat dengan

papilar yang menonjol

folikel matur tertimbun


dibawah hipertrofi
papilar yang hebat

Stadium III

Trakoma memarut

Parut pada konjungtiva

(sikatrik)

tarsal atas, permulaan


30

trikiasis, entropion
Stadium IV

Trakoma sembuh

Tak aktif, tak ada


hipertrofi papilar atau
folikular, parut dalam
bermacam derajat

variasi
Gambar 13. stadium perjalanan penyakit pada trakoma
B. Konjungtivitis Imunologik (Alergik):
Reaksi Hipersensitivitas Humoral Langsung
a. Konjungtivitis Demam Jerami (Hay Fever)
Tanda dan gejala
Radang konjungtivitis non-spesifik ringan umumnya menyertai demam
jerami (rhinitis alergika). Bianya ada riwayat alergi terhadap tepung sari,
rumput, bulu hewan, dan lainnya. Pasien mengeluh tentang gatal-gatal, berair
mata, mata merah, dan sering mengatakan bahwa matanya seakan-akan
tenggelam dalam jaringan sekitarnya. Terdapat sedikit penambahan
pembuluh pada palpebra dan konjungtiva bulbi, dan selama serangan akut
sering terdapat kemosis berat (yang menjadi sebab tenggelamnya tadi).
Mungkin terdapat sedikit tahi mata, khususnya jika pasien telah mengucek
matanya.
Laboratorium
Sulit ditemukan eosinofil dalam kerokan konjungtiva
Terapi
Meneteskan vasokonstriktor local pada tahap akut (epineprin, larutan
1:1000 yang diberikan secara topical, akan menghilangkan kemosis dan
gejalanya dalam 30 menit). Kompres dingin membantu mengatasi gatal-gatal
dan antihistamin hanya sedikit manfaatnya. Respon langsung terhadap
pengobatan cukup baik, namun sering kambuh kecuali anti-gennya dapat
dihilangkan.
b. Konjungtivitis Vernalis
Definisi
Penyakit ini, juga dikenal sebagai catarrh musim semi dan
konjungtivitis musiman atau konjungtivitis musim kemarau, adalah
penyakit alergi bilateral yang jarang.1,3 Penyakit ini lebih jarang di daerah
31

beriklim sedang daripada di daerah dingin. Penyakit ini hampir selalu lebih
parah selama musim semi, musim panas dan musim gugur daripada musim
gugur.
Insiden
Biasanya mulai dalam tahun-tahun prapubertas dan berlangsung 5 10
tahun. Penyakit ini lebih banyak pada anak laki-laki daripada perempuan. 5
Tanda dan gejala
Pasien mengeluh gatal-gatal yang sangat dan bertahi mata berseratserat. Biasanya terdapat riwayat keluarga alergi (demam jerami, eczema, dan
lainnya). Konjungtiva tampak putih seperti susu, dan terdapat banyak papilla
halus di konjungtiva tarsalis inferior. Konjungtiva palpebra superior sering
memiliki papilla raksasa mirip batu kali. Setiap papilla raksasa berbentuk
polygonal, dengan atap rata, dan mengandung berkas kapiler. 1,2,3
Laboratorium
Pada eksudat konjungtiva yang dipulas dengan Giemsa terdapat
banyak eosinofil dan granula eosinofilik bebas. 1
Terapi
Penyakit ini sembuh sendiri tetapi medikasi yang dipakai terhadap gejala
hanya member hasil jangka pendek, berbahaya jika dipakai untuk jangka
panjang. steroid sisremik, yang mengurangi rasa gatal, hanya sedikit
mempengharuhi penyakit kornea ini, dan efek sampingnya (glaucoma,
katarak, dan komplikasi lain) dapat sangat merugikan.
Crmolyn topical adalah agen profilaktik yang baik untuk kasus sedang
sampai berat. Vasokonstriktor, kompres dingin dan kompres es ada
manfaatnya, dan tidur di tempat ber AC sangat menyamankan pasien.
Agaknya yang paling baik adalah pindah ke tempat beriklim sejuk dan
lembab. Pasien yang melakukan ini sangat tertolong bahkan dapat sembuh
total. 1,3
c. Konjungtivitis Atopik
Tanda dan gejala
Sensasi terbakar, bertahi mata berlendir, merah, dan fotofobia. Tepian
palpebra eritemosa, dan konjungtiva tampak putih seperti susu. Terdapat
papilla halus, namun papilla raksasa tidak berkembang seperti pada
keratokonjungtivitis vernal, dan lebih sering terdapat di tarsus inferior.
Berbeda dengan papilla raksasa pada keratokonjungtivitis vernal, yang
terdapat di tarsus superior. Tanda-tanda kornea yang berat muncul pada
perjalanan lanjut penyakit

setelah

eksaserbasi

konjungtivitis

terjadi

berulangkali. Timbul keratitis perifer superficial yang diikuti dengan


32

vaskularisasi. Pada kasus berat, seluruh kornea tampak kabur dan


bervaskularisasi, dan ketajaman penglihatan. 1,3
Biasanya ada riwayat alergi (demam jerami, asma, atau eczema) pada
pasien atau keluarganya. Kebanyakan pasien pernah menderita dermatitis
atopic sejak bayi. Parut pada lipatan-lipatan fleksura lipat siku dan
pergelangan tangan dan lutut sering ditemukan. Seperti dermatitisnya,
keratokonjungtivitis atopic berlangsung berlarut-larut dan sering mengalami
eksaserbasi dan remisi. Seperti keratokonjungtivitis vernal, penyakit ini
cenderung kurang aktif bila pasien telah berusia 50 tahun.
Laboratorium
Kerokan konjungtiva menampakkan eosinofil, meski tidak sebanyak
yang terlihat sebanyak pada keratokonjungtivitis vernal. 1
Terapi
Antihistamin oral termasuk terfenadine (60-120 mg 2x sehari), astemizole
(10 mg empat kali sehari), atau hydroxyzine (50 mg waktu tidur, dinaikkan
sampai 200 mg) ternyata bermanfaat. Obat-obat antiradang non-steroid yang
lebih baru, seperti ketorolac dan iodoxamid, ternyata dapat mengatasi gejala
pada pasien-pasien ini. Pada kasus berat, plasmaferesis merupakan terapi
tambahan. Pada kasus lanjut dengan komplikasi kornea berat, mungkin
diperlukan

transplantasi

kornea

untuk

mengembalikan

ketajaman

penglihatannya. 1,3
C. Konjungtivitis Kimia atau Iritatif:
Konjungtivitis Iatrogenik Pemberian Obat Topikal
Konjungtivitis folikular toksik atau konjungtivitis non-spesifik infiltrate,
yang diikuti pembentukan parut, sering kali terjadi akibat pemberian lama
dipivefrin, miotika, idoxuridine, neomycin, dan obat-obat lain yang disiapkan
dalam bahanpengawet atau vehikel toksik atau yang menimbulakan iritasi.
Perak nitrat yang diteteskan ke dalam saccus conjingtiva saat lahir sering
menjadi penyebab konjungtivitis kimia ringan. Jika produksi air mata
berkurang akibat iritasi yang kontinyu, konjungtiva kemudian akan cedera
karena tidak ada pengenceran terhadap agen yang merusak saat diteteskan
kedalam saccus conjungtivae.
Kerokan konjungtiva sering mengandung sel-sel epitel berkeratin,
beberapa neutrofil polimorfonuklear, dan sesekali ada sel berbentuk aneh.
Pengobatan terdiri atas menghentikan agen penyebab dan memakai tetesan
yang lembut atau lunak, atau sama sekali tanpa tetesan. Sering reaksi
33

konjungtiva menetap sampai berminggu-minggu atau berbulan-bulan lamanya


setelah penyebabnya dihilangkan.

Konjungtivitis Pekerjaan oleh Bahan Kimia dan Iritans


Asam, alkali, asap, angin, dan hamper setiap substansi iritan yang

masuk ke saccus conjungtiva dapat menimbulkan konjungtivitis. Beberapa


iritan umum adalah pupuk, sabun, deodorant, spray rambut, tembakau, bahanbahan make-up, dan berbagai asam dan alkali. Di daerah tertentu,asbut
(campuran asap dan kabut) menjadi penyebab utama konjungtivitis kimia
ringan. Iritan spesifik dalam asbut belum dapat ditetapkan secara positif, dan
pengobatannya non-spesifik. Tidak ada efek pada mata yang permanen, namun
mata yang terkena seringkali merah dan terasa mengganggu secara menahun. 1
Pada luka karena asam, asam itu mengubah sifat protein jaringan dan
efek langsung. Alkali tidak mengubah sifat protein dan cenderung cepat
menyusup kedalam jaringan dan menetap di dalam jaringan konjungtiva.
Disini mereka terus menerus merusak selama berjam-jam atau berhari-hari
lamanya, tergantung konsentrasi molar alkali tersebut dan jumlah yang masuk.
Perlekatan antara konjungtiva bulbi dan palpebra dan leokoma kornea lebih
besar kemungkinan terjadi jika agen penyebabnya adalah alkali. Pada kejadian
manapun, gejala utama luka bahan kimia adalah sakit, pelebaran pembuluh
darah, fotofobia, dan blefarospasme. Riwayat kejadian pemicu biasanya dapat
diungkapkan.
Pembilasan segera dan menyeluruh saccus conjungtivae dengan air
atau larutan garam sangat penting, dan setiap materi padat harus disingkirkan
secara mekanik. Jangan memakai antidotum kimiawi. Tindakan simtomatik
umum adalah kompres dingin selama 20 menit setiap jam, teteskan atropine
1% dua kali sehari, dan beri analgetika sistemik bila perlu. Konjungtivitis
bacterial dapat diobati dengan agen antibakteri yang cocok. Parut kornea
mungkin memerlukan transplantasi kornea, dan symblepharon mungkin
memerlukan bedah plastic terhadap konjungtiva. Luka bakar berat pada
kojungtiva dan kornea prognosisnya buruk meskipun dibedah. Namun jika
pengobatan memadai dimulai segera, parut yang terbentuk akan minim dan
prognosisnya lebih baik

34

DISKUSI
Analisa Kasus
1. Gambaran klinis

Teori

Pasien

Mata merah

Mata merah sejak 8 jam SMRS

Terdapat sekret cair herinih

Terdapat sekret

Iritasi mata

Terdapat rasa pedih dan gatal pada


mata

Mata lengket saat bangun pagi

Sulit membuka mata saat bangun


pagi

2. Pemeriksaan fisik dan oftalmologi

Teori

Pasien

Edema pada palpebra superior dan Tidak


inferior kedua mata

ditemukan

edema

palpebra

35

pada

Visus normal

Visus pasien normal

Hiperemis pada konjungtiva tarsalis Konjungtiva Tarsalis superior dan


superior dan inferior

inferior

mata

kanan

pasien

hiperemis
Injeksi Konjungtiva

Terdapat injeksi konungtiva pada


mata kanan pasien

DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S. Ilmu penyakit mata. Ed 3. Jakarta: Balai penerbit FKUI. 2009
2. Ilyas, Sidarta, Tanzil, Muzakkir, Salamun, Azhar, Zainal. Sari Ilmu Penyakit
Mata. Balai Penerbit FKUI, Jakarta: 2000.
3. Voughan, Daniel G, Asbury, Taylor. Riordan-Eva, Paul. Oftalmologi Umum
(General Ophthalmology). Ed. 14. Widya Medika, Jakarta : 2000.
4. Wijana, Nana S.D. Ilmu Penyakit Mata. Abadi Tegal, Jakarta: 1993. 42-50.14.
Ilyas, H. Sidarta Prof. dr. SpM. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: FKUI; 2003, hal
2, 134.15. Putz, R. & Pabst R. Sobotta. Jilid 1. Edisi 21. Jakarta: EGC, 2000
5. PERDAMI,. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa
Kedokteran. Jakarta. 2002.
6. Khurana AK. Diseases of the conjungtiva. Dalam : Khurana AK, editor.
Comprehensive Ophtalmology. Ed. 4. New Delhi: New Age ; 2010. h. 51-88.
7. American Academy of Opthalology. External Disease and Cornea. Section 11.
San Fransisco: MD Association, 2005-2006.

36

You might also like