You are on page 1of 32

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Jantung koroner, telah menjadi penyebab kematian utama di Indonesia. Seperti
dimaklumi penyebabnya adalah terjadinya hambatan aliran darah pada arteri koroner yang
menyuplai darah ke otot jantung. Salah satu hambatan berupa plak, dan prosesnya memakan
waktu yang amat panjang. Salah satu faktor yang menyebabkan jantung koroner ini adalah
stres psikologis (Soeharto, 2004).
Jantung terkait dengan kadar emosi seseorang, karena jantung dianggap sebagai
tempat berpangkalnya emosi (the seat of emotion). Kecemasan adalah salah satu bentuk
emosi yang menyebabkan ketegangan jiwa dan bila hal ini tidak tersalurkan dengan
baik,emosi yang tertekan itu akan mencetuskan akibat-akibat yang negatif yang berhubungan
dengan berbagai sistem organ tubuh. Bila yang terkena adalah jantung, dampaknya akan luas.
Karena itu kecemasan dan ketegangan berpengaruh terhadap sistem kardiovaskuler yang
dapat tercermin pada detak jantung yang berdebar-debar, sesak nafas, dll (Soeharto, 2004).
Banyak diantara pasien penyakit jantung koroner (PJK) memiliki kecemasan
berlebihan te rhadap penyakit ini ; mereka merasa cemas mengapa bisa terjangkit PJK, cemas
akan kemungkinan serangan jantung atau mati mendadak. Bagi pasien kurang mampu,
kecemasan itu harus ditambah satu lagi, yaitu cemas karena tidak mampu membeli obat-obat,
atau tidak mampu membayar tindakan yang dianggapnya bisa menyembuhkan penyakitnya
(Kabo, 2008).
Respon tubuh terhadap stres adalah keluarnya hormon dan neurotransmitter. Apabila
substansi-substansi ini meningkat di dalam tubuh, maka denyut jantung akan betambah cepat

dan kuat, pembuluh darah mengadakan vasokontriksi, kolesterol darah meningkat gula darah
meningkat, sel-sel darah cenderung bergumpal. Dengan demikian, dapat dimengerti bahwa
stres memegang peranan penting dalam proses terjadinya PJK dan juga komplikasi akibat
PJK (Kabo, 2008).
Pelayanan keperawatan mempunyai posisi yang strategis dan merupakan faktor yang
paling menentukan untuk tercapainya pelayanan kesehatan yang optimal dengan asuhan
keperawatan yang bermutu. Untuk mewujudkan asuhan keperawatan yang bermutu
diperlukan beberapa komponen yang harus dilaksanakan oleh perawat, diantaranya adalah
dengan memperhatikan sikap caring ketika memberikan asuhan keperawatan kepada pasien.
Konsep caring dalam keperawatan adalah fundamental. Perawat dikatakan bermoral,
jika mereka bertindak menurut aturan yang benar. Caring adalah ide moral keperawatan yang
menghasilkan

perlindungan,

peningkatan,

dan

pemeliharaan

martabat

manusia

(Reilly&Behrens-Hanna, 1991).
Dalam penelitian Watson, penyakit mungkin saja teratasi dengan upaya pengobatan.
Akan tetapi, tanpa perawatan, penyakit itu akan tetap ada dan kondisi sehat tidak akan
tercapai. Caring merupakan intisari keperawatan dan mengandung arti respon antara perawat
dan klien. Caring dapat membantu seseorang lebih terkontrol, lebih berpengetahuan, dan
dapat meningkatkan kesehata (Asmadi, 2005).
McFarlane (1976) mengartikan keperawatan sebagai proses menolong, membantu,
melayani, caring, menunjukan bahwa keperawatan dan caring adalah sesuatu yang tidak
bisa terpisahkan dan pada saat yang sama mengindikasikan bahwa beberapa aktivitas praktik
dilakukan dalam proses caring di lingkungan keperawatan (Burnard & Morrison, 2002).

Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa caring seorang perawat sangat dibutuhkan
untuk menurunkan tingkat kecemasan pasien dengan PJK, hal ini menggugah peneliti untuk
melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pernyataan tersebut. Dalam penelitian ini peneliti
memilih RSU DR. M. HAULUSSY AMBON sebagai tempat penelitian, pemilihan rumah
sakit ini karena di rumah sakit tersebut banyak ditemukan kasus PJK. Peneliti berfokus pada
prilaku caring perawat yang dapat mempengaruhi tingkat kecemasan pasien dengan PJK.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut :
Apakah caring seorang perawat mempengaruhi tingkat kecemasan pasien
dengan penyakit jantung koroner di RSU M. Haulussy Ambon Tahun 2016
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh caring perawat terhadap tingkat kecemasan
pasien dengan penyakit jantung koroner di RSU M. Haulussy Ambon Tahun 2016.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui caring perawat dalam asuhan keperawatan pasien PJK di RSU
M. Haulussy Ambon Tahun 2016.
b. Mengetahui tingkat kecemasan pasien dengan penyakit jantung koroner di
c.

RSU M. Haulussy Ambon Tahun 2016.


Mengetahui keterkaitan antara caring perawat dan tingkat kecemasan pasien

dengan penyakit jantung koroner di RSU M. Haulussy Ambon Tahun 2016.


D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Untuk Aspek Teoritis
Manfaat untuk aspek teoritis yaitu dimana penelitian beguna dalam
mengembangkan teori untuk memberikan jawaban yang pasti atas berbagai
kemungkinan jawaban dari fenomena yang ditemukan. Berdasarkan uraian diatas maka
penulis mengemukakan bahwa penelitian ini bermanfaat dalam pengembangan ilmu

pengetahuan yaitu menambah pengetahuan dan wawasan mengenai pengaruh caring


seorang perawat terhadap tingkat kecemasan pasien dengan penyakit jantung koroner.
2. Manfaat Untuk Aspek Praktis
a. Bagi tenaga kesehatan
Meningkatkan pemahaman bahwa caring seorang perawat sangat
diperlukan oleh pasien dengan penyakit jantung koroner.
b. Bagi pasien dan keluarga
Dengan adanya pemelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
pasien sehingga mereka mengerti tentang penyakit yang dialami pasien
sehingga dapat mengurangi kecemasannya.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan pengetahuan penulis penelitian yang serupa dengan judul penelitian yang
akan penulis teliti belum ada, namun ada beberapa penelitian lain yang berhubungan dengan
penelitian yang akan penulis teliti yaitu penelitian dengan judul Persepsi pasien tentang
perilaku caring perawat dalam pelayanan keperawatan dan Persepsi pasien tentang
perilaku caring perawat dalam pelayanan keperawatan.
Penelitian mengenai Persepsi pasien tentang perilaku caring perawat dalam pelayanan
keperawatan diteliti oleh Tri Wahyuningtyas, penelitian ini dilakukan di RS Mardi Rahayu
Kudus dan dipublikasian pada tahun 2009 dengan menghasilkan 3 tema yaitu: persepsi
perawat tentang caring, strategi dalam penerapan caring serta kendala dalam penerapan
caring. Sedangkan Penelitian mengenai Persepsi pasien tentang perilaku caring perawat
dalam pelayanan keperawatan diteliti oleh Magareta Mia Aji Saputri, penelitian ini
dilakukan di RS Mardi Rahayu Kudus dan dipublikasian pada tanggal 2008 dengan hasil
bahwa pengetahuan perilaku caring perawat menurut pasien adalah perawat memberi
perhatian lebih kepada pasien dan diangggap keluarga, perilaku caring perawat yang

dirasakan pasien adalah perawat aktif bertanya, berbicara lembut, memberi dukungan,
responsif, terampil dan menghargai serta menjelaskan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.

Landasan Teori
1. Konsep Perilaku Caring
Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan profesional yang mempunyai
suatu paradigma atau model keperawatan yang meliputi empat komponen yaitu :
manusia, kesehatan, lingkungan dan perawat itu sendiri. Perawat adalah suatu profesi
yang mulia, karena memerlukan kesabaran dan ketenangan dalam melayani pasien yang
sedang menderita sakit. Seorang perawat harus dapat melayani pasien dengan sepenuh
hati. Sebagai seorang perawat harus dapat memahami masalah yang dihadapi oleh klien,
selain itu seorang perawat dapat berpenampilan menarik. Untuk itu seorang perawat
memerlukan kemampuan untuk memperhatikan orang lain, ketrampilan intelektual,
teknikal dan interpersonal yang tercermin dalam perilaku caring atau kasih sayang
(Dwidiyanti, 2007).

Caring sangatlah penting untuk keperawatan. Caring adalah fokus pemersatu


untuk praktek keperawatan. Perilaku caring juga sangat penting untuk tumbuh kembang,
memperbaiki dan meningkatkan kondisi atau cara hidup manusia (Blais, 2007).
Caring juga merupakan sikap peduli, menghormati dan menghargai orang lain,
artinya memberi perhatian dan mempelajari kesukaan kesukaan seseorang dan
bagaimana seseorang berfikir dan bertindak. Memberikan asuhan (Caring) secara
sederhana tidak hanya sebuah perasaan emosional atau tingkah laku sederhana, karena
caring merupakan kepedulian untuk mencapai perawatan yang lebih baik, perilaku
caring bertujuan dan berfungsi membangun struktur sosial, pandangan hidup dan nilai
kultur setiap orang yg berbeda pada satu tempat ( Dwidiyanti, 2007 ).
Maka kinerja perawat khususnya pada perilaku caring menjadi sangat penting
dalam mempengaruhi kualitas pelayanan dan kepuasan pasien terutama di rumah sakit,
dimana kualitas pelayanan menjadi penentu citra institusi pelayanan yang nantinya akan
dapat meningkatkan kepuasan pasien dan mutu pelayanan ( Potter & Perry, 2005 ).
Perilaku caring dalam keperawatan adalah hal yang sangat mendasar. Caring
adalah kegiatan langsung untuk memberikan bantuan, dukungan, atau membolehkan
individu (kelompok) melalui antisipasi bantuan untuk meningkatkan kondisi individu
atau kehidupan George (2002) dikutip dalam Leininger (1979).
Leininger dalam Farland, (2002) mengemukakan juga bahwa caring adalah
kebutuhan dasar manusia yang esensial, caring adalah keperawatan, caring adalah
penyembuhan, caring adalah jantung dan jiwa keperawatan, caring adalah kekuatan,
caring adalah ciri-ciri istimewa dari keperawatan sebagai suatu profesi atau disiplin.
Meskipun perkataan caring telah digunakan secara umum, tetapi tidak terdapat
definisi dan konseptualisasi yang universal mengenai caring itu sendiri Leddy (1998)
dikutip dalam Swanson (1991). Caring sulit untuk didefinisikan karena memiliki makna

yang banyak, sebagai kata benda atau kata kerja, sebagai sesuatu yang dapat dirasakan,
sebagai sikap ataupun perilaku (Berger & William, 1992).
2. Peran perawat yang caring
Peran perawat menurut CHS Community Health Service (1989) dikutip dalam
Zaidin (2002) terdiri dari :
a. Sebagai pemberi asuhan keperawatan. Peran ini dapat dilakukan perawat dengan
memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui
pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan
sehingga dapat ditentukan diagnosa keperawatan agar bisa direncanakan dan
dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar manusia,
kemudian dapat dievaluasi tingkat perkembangannya. Pemberian asuhan
keperawatan ini dilakukan dari yang sederhana sampai dengan kompleks.
b. Sebagai advokat. Peran ini dilakukan perawat dalam membantu pasien dan
keluarga dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan
atau informasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan
keperawatan yang diberikan kepada pasien, juga dapat berperan mempertahankan
dan melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya,
hak atas informasi tentang penyakitnya, hak untuk menentukan nasibnya sendiri
dan hak untuk ganti rugi akibat kelalaian.
c. Sebagai edukator. Peran ini dilakukan dengan membantu pasien dalam
meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit dan tindakan yang
diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari pasien setelah dilakukan
pendidikan kesehatan.

d. Sebagai koordinator. Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan


serta mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberi
pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan pasien.
e. Sebagai kolaborator. Peran perawat disini dilakukan karena perawat bekerja
melalui tim kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lain-lain
dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan
termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan
selanjutnya.
f. Sebagai konsultan. Peran disini adalah sebagai tempat konsultasi terhadap
masalah atau tindakan keperawatan yang diberikan tepat tujuan. Peran ini
dilakukan atas permintaan pasien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan
keperawatan yang diberikan.
g. Sebagai pembaharu. Peran disini dapat dilakukan dengan mengadakan
perencanaan, kerja sama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan
metode pemberian pelayanan keperawatan.

Menurut Leininger (1981), dikutip dalam Kozier dkk (2004) menjelaskan bahwa
perawatan dan caring adalah :
a) Caring meliputi tindakan-tindakan membantu, mendukung dan menfasilitasi orang lain
atau kelompok yang mempunyai kebutuhan yang nyata atau yang dipikirkan sebelumnya.
b) Caring berfungsi untuk meningkatkan kondisi manusia. Hal ini menekankan aktivitas
yang membantu dari seseorang dan kelompok yang didasarkan kepada model yang
membantu mendefinisikan secara budaya.
c) Caring sangat penting bagi perkembangan manusia, pertumbuhan dan kelangsungan
hidupnya.

d) Perilaku-perilaku caring meliputi rasa nyaman, perhatian, kasih, empati, minat,


keterlibatan, kegiatan konsultasi kesehatan, perilaku membantu, cinta, pengasuhan,
keberadaan, perilaku melindungi, perilaku memberikan stimulasi, penghilangan stress,
dukungan, kelembutan, sentuhan dan kepercayaan.
3. Asumsi-asumsi caring perawat
Caring merupakan kekuatan yang sangat penting dalam hubungan antara pasien
dengan perawat, dan suatu kekuatan untuk melindungi dan meningkatkan martabat
pasien. Sebagai contoh, dibimbing oleh kerangka kerja ini para perawat menggunakan
sentuhan dan ucapan yang jujur untuk menegaskan kepada pasien sebagai manusia, bukan
objek-objek, dan membantu mereka membuat pilihan-pilihan dan menemukan arti dalam
pengalaman sakit mereka (Kozier, 2004).
Watson mengemukakan 11 asumsi yang berhubungan dengan caring, yaitu :
a) Perhatian dan kasih sayang merupakan kekuatan batin yang utama dan
universal.
b)Kasih sayang yang bermutu dan caring adalah penting bagi kemanusiaan,
tetapi sering diabaikan dalam hubungan antar sesama.
c) Kemampuan untuk menyokong ideologi dan ideal caring di dalam praktek
keperawatan akan mempengaruhi perkembangan dari peradaban dan
menentukan kontribusi keperawatan kepada masyarakat.
d)Caring terhadap diri sendiri adalah prasyarat bagi caring terhadap orang
lain.
e) Keperawatan selalu memegang konsep caring di dalam berhubungan
dengan orang lain dalam rentang sehat-sakit.
f) Caring adalah esensi dari keperawatan dan merupakan fokus utama dalam
praktek keperawatan.
g)Pelayanan kesehatan secara signifikan telah menekankan pada human
care.

h)Pondasi caring keperawatan dipengaruhi oleh tekhnologi medis dan


birokrasi institusi.
i) Penyediaan dan perkembangan dari human care menjadi isu yang hangat
bagi keperawatan untuk saat ini maupun masa yang akan datang.
j) Human care hanya dapat diterapkan secara efektif melalui hubungan
interpersonal.
k)Kontribusi keperawatan kepada masyarakat terletak pada komitmen pada
humancare (Nurachmah, 2001).
Tahap perkembangan hubungan caring :
a. Attachment (pertalian), empat tugas yang menandai pertalian yaitu recognisi (menyadari
kehadiran orang lain dan menerima orang ini dapat mempunyai arti), membuka diri
(membagi informasi yang beresiko rendah atau tidak mengancam), validasi (memberikan
persetujuan pada informasi yang dibagikan atau perilaku yang diperlihatkan) dan potensi
(kehendak dan kekuatan untuk memajukan hubungan).
b. Assiduity (perilaku selalu penuh perhatian), selama tahap ini perhatian yang diteliti
diberikan pada kerja menjalin hubungan kepedulian. Respek adalah perilaku atau tugas
pertama dari assiduity, respek melibatkan mengakui dan menerima keinginan,
kebutuhan, kesukaan, perbedaan dan permintaan orang lain. Selanjutnya potentiality,
dimana recognisi diberikan pada kemungkinan saling meningkatkan hubungan, yang
tidak akan terjadi dengan mengorbankan individualitas orang lain. Memperhatikan,
melibatkan, mendengar dan menerima orang lain. Menurut Murray dan Bevis ini
merupakan salah satu aspek hubungan memperhatikan yang paling penting. Kejujuran
diperlukan agar hubungan menjadi terbuka, kejujuran dapat berupa mengatakan
kebenaran atau keinginan untuk tidak membahas sesuatu. Membuka diri terjadi dalam
dua tahap yaitu rasa tanggung jawab dan keberanian untuk maju.

10

c. Intimasi (melibatkan berbagi diri), tahap ditandai dengan hubungan fisik dan mental
yang tepat. Tugas dalam tahap ini memerlukan ketulusan (integritas, kepercayaan),
membuka diri (yang mempunyai arti menempatkan seseorang dalam posisi yang
terbuka), wawasan (memiliki pandangan yang cepat terhadap orang lain) dan perlibatan
(orang lain dapat dilibatkan dalam hubungan tanpa terancam).
d. Konfirmasi, validasi personal menghasilkan perasaan positif tentang kesadaran dan
pertumbuhan. Argumentasi memungkinkan untuk memperbesar, memperkuat dan lebih
mempermudah hubungan memperhatikan, karena kemampuan untuk peduli dengan
dasar yang luas (Rothrock, 2000).
4. Faktor-faktor pembentuk perilaku caring
Struktur ilmu caring dibangun dari sepuluh faktor carative, yaitu:
a.

Membentuk sistem nilai humanistik-altruistik.


Watson mengemukakan bahwa asuhan keperawatan didasarkan pada nilai-nilai
kemanusiaan (humanistik) dan perilaku mementingkan kepentingan orang lain diatas
kepentingan pribadi (altruistik). Hal ini dapat dikembangkan melalui pemahaman nilai
yang ada pada diri seseorang, keyakinan, interaksi, dan kultur serta pengalaman pribadi.
Semua ini dirasa perlu untuk mematangkan pribadi perawat agar dapat bersikap altruistik

terhadap orang lain.


b. Menanamkan keyakinan dan harapan ( faith-hope).
Pemahaman ini diperlukan untuk proses carative. Selain menekankan pentingnya
obat-obatan untuk curative, perawat juga perlu memberi tahu individu alternatif
pengobatan lain yang tersedia (mis., meditasi, relaksasi, atau kekuatan penyembuhan oleh
diri sendiri atau secara spritual). Dengan mengembangkan hubungan perawat-klien yang
c.

efektif, perawat memfasilitasi perasaan optimis, harapan, dan rasa percaya.


Mengembangkan sensitivitas untuk diri sendiri dan orang lain.

11

Seorang perawat dituntut untuk mampu meningkatkan sensitivitas terhadap diri


pribadi dan orang lain serta bersikap lebih otentik. Perawat juga perlu memahami bahwa
pikiran dan emosi seseorang merupakan jendela jiwanya.
d. Membina hubungan saling percaya dan saling bantu (helping-trust).
Ciri hubungan helping-trust adalah harmonis, empati, dan hangat. Hubungan yang
e.

harmonis haruslah hubungan yang dilakukan secara jujur dan terbuka, tidak dibuat-buat.
Meningkatkan dan menerima ungkapan perasaan positif dan negatif.
Perawat memberikan waktunya dengan mendengarkan semua keluhan dan

f.

perasaan pasien.
Menggunakan proses pemecahan masalah kreatif
Penggunaan sistematis metoda penyalesaian masalah untuk pengambilan
keputusan. Perawat menggunakan metoda proses keperawatan sebagai pola pikir dan

pendekatan asuhan kepada pasien.


g. Meningkatkan belajar mengajar transpersonal.
Memberikan asuhan mandiri, menetapkan kebutuhan personal, dan memberikan
kesempatan untuk pertumbuhan personal pasien.
h. Menyediakan lingkungan yang suportif, protektif, atau memperbaiki mental, fisik,
sosiokultural, dan spiritual.
Perawat perlu mengenali pengaruh lingkungan internal dan eksternal pasien
i.

terhadap kesehatan kondisi penyakit pasien.


Membantu memuaskan kebutuhan-kebutuhan manusia.
Perawat perlu mengenali kebutuhan komperhensif diri dan pasien. Pemenuhan

kebutuhan paling dasar perlu dicapai sebelum beralih ke tingkat selanjutnya.


j. Memberikan keleluasaan untuk kekuatan ekstensial-fenomenologis-spiritual.
Ketiga faktor ini membantu seseorang mengerti kehidupan dan kematian. Selain
itu, ketiganya dapat membantu seseorang untuk menemukan kekuatan dan keberanian
untuk menghadapi kehidupan dan kematian
5. Kecemasan
Kecemasan bukanlah suatu penyakit melainkan suatu gejala. Kebanyakan orang
mengalami kecemasan pada waktu-waktu tertentu dalam kehidupannya. Biasanya,

12

kecemasan muncul sebagai reaksi normal terhadap situasi yang sangat menekan, dan
arena itu berlangsung sebentar saja ( Savitri Ramailah, 2003 ).
Kecemasan merupakan keadaan suasana hati yang ditandai oleh afek negative dan
gejala-gejala ketegangan jasmaniah dimana seseorang mengantisipasi kemungkinan
datangnya bahaya atau kemalangan dimasa yang akan dating dengan perasaan khawatir.
Kecemasan mungkin melibatkan perasaan, perilaku, dan respon-respon fisiologis.
Kecemasan merupakan suatu penyerta yang normal dari pertumbuhan, perubahan,,
pengalaman sesuatu yang baru dan belum dicoba, dan dari identitasnya sendiri serta arti
hidup (Durlan dan Barlow, 2006).
Kecemasan adalah respon emosi tanpa objek yang spesifik yang secara subjektif
dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal. Kecemasan adalah kebingungan,
kekhawatiran pada sesuatu yang akan terjadi dengan penyebabnya yang tidak jelas dan
dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya (Sunaryo, 2004).
Kecemasan berbeda dengan rasa takut, karakteristik rasa takut adalah adanya
objek/sumber dan dapat diidentifikasi serta dapat dijelaskan oleh individu. Rasa takut
terbentuk dari proses kognitif yang melibatkan penilaian intelektual terhadap stimulus
yang mengancam. Ketakutan disebabkan oleh hal yang bersifat fisik dan psikologis
ketika individu dapat mengidentifikasi dan menggambarkannya (Sunaryo, 2004).
6. Penyebab Kecemasan
Kecemasan terjadi sebagai akibat dari ancaman terhadap harga diri atau identitas
diri yang sangat mendasar bagi keberadaan individu. Kecemasan dikomunikasikan secara
interpersonal dan merupakan peringatan yang berharga dan penting untuk upaya
memelihara keseimbangan diri dan melindungi diri.

13

Kecemasan tidak dapat dihindari dari kehidupan individu dalam memelihara


keseimbangan. Pengalaman cemas seseorang tidak sama pada beberapa situasi dan
hubungan interpersonal.
Ada empat faktor utama yang mempengaruhi perkembangan pola dasar yang
menunjukan reaksi rasa cemas :
a. Lingkungan
Kecemasan sering timbul bila seseorang merasa tidak aman dengan lingkungannya.
b. Emosi yang ditekan
Kecemasan terjadi jika seseorang menekan rasa marah atau frustasi dalam
c.

jangka waktu yang lama sekali.


Sebab-sebab fisik
Pikiran dan tubuh senantiasa saling berinteraksi dan dapat menyebabkan

timbulnya kecemasan.
d. Keturunan
Sekalipun gangguan emosi ada yang ditemukan dalam keluarga tertentu, ini
bukan penyebab penting dari kecemasan (Ramaiah, 2003).

7. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan :


a. Faktor internal
1) Pengalaman
Sumber-sumber ancaman yang dapat menimbulkan kecemasan tersebut
bersifat lebih umum. Penyebab kecemasan dapat berasal dari berbagai kejadian di
dalam kehidupan atau dapat terletak di dalam diri seseorang, misalnya seseorang
yang memiliki pengalaman dalam menjalani suatu tindakan maka dalam dirinya
akan lebih mampu beradaptasi atau kecemasan yang timbul tidak terlalu besar
(Horney dan Trismiati, 2006).
2) Respon terhadap stimulus
Kemampuan seseorang menelaah rangsangan atau besarnya rangsangan
yang diterima akan mempengaruhi kecemasan yang timbul (Horney dan Trismiati,
2006).
14

3) Usia
Pada usia yang semakin tua maka seseorang semakin banyak
pengalamnnya

sehingga

pengetahuannya

semakin

bertambah.

Karena

pengetahuannya banyak maka seseorang akan lebih siap dalam menghadapi


sesuatu (Notoatmodjo, 2003).
4) Gender
Berkaitan dengan kecemasan pada pria dan wanita, Myers (1983) dalam
Trismiati

(2006)

mengatakan

bahwa

perempuan

lebih

cemas

akan

ketidakmampuannya dibanding dengan laki-laki, laki-laki lebih aktif, eksploratif,


sedangkan perempuan lebih sensitif. Penelitian lain menunjukkan bahwa laki-laki
lebih rileks dibanding perempuan.
b. Faktor eksternal
a) Dukungan keluarga
Adanya dukungan keluarga akan menyebabkan seorang lebih siap dalam
menghadapi permasalahan (Kasdu, 2002).
b) Kondisi lingkungan
Kondisi lingkungan sekitar ibu dapat menyebabkan seseorang menjadi
lebih kuat dalam menghadapi permasalahan, misalnya lingkungan pekerjaan atau
lingkungan bergaul yang tidak memberikan cerita negatif tentang efek negatif
suatu permasalahan menyebabkan seseorang lebih kuat dalam menghadapi
permasalahan (Baso, 2000).
8. Manifestasi Kecemasan
a. Manifestasi kognitif.
15

Yang terwujud dalam pikiran seseorang, seringkali memikirkan tentang


malapetaka atau kejadian buruk yang akan terjadi.
b. Perilaku motorik.
Kecemasan seseorang terwujud dalam gerakan tidak menentu seperti gemetar.
c. Perubahan somatik.
Muncul dalam keadaaan mulut kering, tangan dan kaki dingin, diare, sering
kencing, ketegangan otot, peningkatan tekanan darah dan lain-lain. Hampir semua
penderita kecemasan menunjukkan peningkatan detak jantung, respirasi, ketegangan otot
dan tekanan darah.
d. Afektif.
Diwujudkan dalam perasaan gelisah, dan perasaan tegang yang berlebihan.
Stuart dan Sunden (1998) memberikan suatu penilaian respon fisiologis dan
respon perilaku, kognitif dan afektif terhadap kecemasan meliputi :
a. Respon simpatis
1) Kardiovaskuler : palpitasi, jantung berdebar, tekanan darah meninggi, rasa mau
pingsan, pingsan, tekanan darah menurun, denyut nadi
menurun.
2) Pernafasan : nafas pendek, nafas cepat, tekanan pada dada, nafas dangkal,
pembengkakan pada tenggorokan, sensasi tercekik, terengahengah.
3) Neuromuskuler : refleksi meningkat, reaksi kejutan, mata berkedip-kedip,
insomnia, tremor, rigiditas, gelisah, wajah tegang,
kelemahan umum, kaki goyah, gerakan yang janggal.
4) Gastrointestinal : kehilangan nafsu makan, menolak makan, rasa tidak nyaman
pada abdomen, mual, rasa terbakar pada jantung, diare.
16

5) Traktus Urinarius : tidak dapat menahan kencing, sering berkemih.


6) Kulit : wajah kemerahan, berkeringat setempat ( elapak tangan), gatal, rasa
panas dan dingin pada kulit, wajah pucat berkeringat sekujur tubuh.
b. Respon Parasimpatis
1) Perilaku Afektif : Gelisah, ketegangan fisik, tremor, gugup, bicara cepat,
kurang koordinasi, cendrung mendapat cedera, menarik
diri dari hubungan intrpersonal, menghalangi, melarikan
2)

diri dari masalah, menghindar.


Perilaku Kognitif : Perhatian terganggu, konsentrasi terganggu dan pelupa,
salah dalam memberikan penilaian, preokupasi dan
hambatan berfikir, kreatifitas dan prodoktifitas menurun,
bingung, sangat waspada, kesadaran diri meningkat,
kehilangan objektifitas, takut kehilangan control, takut

c.

pada gambran visual, takut cedera atau kematian.


Kognitif : Mudah terganggu, tidak sabar, gelisah dan tegang, nervus dan ketakutan,
alarm, teror, gugup, gelisah.

9. Tingkat kecemasan
Stuart dan Sunden (1998) membagi kecemasan menjadi 4 tingkatan, yaitu :
a. Kecemasan ringan
Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan akan peristiwa kehidupan
sehari-hari. Pada tingkat ini lahan persepsi melebar dab individu akan berhati-hati dan
waspada. Individu terdorong untuk belajar yang akan menghasilkan pertumbuhan dan
kreativitas.
Respon fisiologis : sesekali nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, gejala
ringan pada lambung, mika berkerut dan bibir bergetar.

17

Respon kognitif : Lapang persegi meluas, mampu menerima ransangan yang


kompleks, konsentrasi pada masalah, menyelesaikan masalah secara efektif.
Respon perilaku dan emosi : Tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada tangan,
suara kadang-kadang meninggi
b. Kecemasan sedang
Pada tingkat ini lahan persepsi terhadap lingkungan menurun/individu lebih
memfokuskan pada hal penting saat itu dan mengesampingkan hal lain.
Respon fisiologis : Sering nafas pendek, nadi ekstra systole dan tekanan darah
naik, mulut kering, anorexia, diare/konstipasi, gelisah
Respon kognitif : Lapang persepsi menyempit, rangsang Luar tidak mampu
diterima, berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya
Respon perilaku dan emosi : Gerakan tersentak-sentak (meremas tangan), bicara
banyak dan lebih cepat, perasaan tidak nyaman
c. Kecemasan berat
Pada kecemasan berat lahan persepsi menjadi sempit. Individu cenderung
memikirkan hal yang kecil saja dan mengabaikan hal-hal yang lain. Individu tidak
mampu berfikir berat lagi dan membutuhkan banyak pengarahan/tuntutan.
Respon fisiologis : Sering nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, berkeringat
dan sakit kepala, penglihatan kabur
Respon kognitif : Lapang persepsi sangat menyempit, tidak mampu
menyelesaikan masalah
Respon perilaku dan emosi : Perasaan ancaman meningkat, verbalisasi cepat,
blocking
d. Panik
Pada tingkat ini persepsi sudah terganggu sehingga individu sudah tidak dapat
mengendalikan diri lagi dan tidak dapat melakukan apa-apa walaupun sudah diberi
pengarahan/tuntunan.

18

Respon fisiologis : Nafas pendek, rasa tercekik dan berdebar, sakit dada, pucat,
hipotensi
Respon kognitif : Lapang persepsi menyempit, tidak dapat berfikir lagi
Respon perilaku dan emosi : Agitasi, mengamuk dan marah, ketakutan, berteriakteriak, blocking, persepsi kacau.

10. Skala Kecemasan


Skala HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale). Pertama kali digunakan pada tahun
1959, yang diperkenalkan oleh Max Hamilton dan sekarang telah menjadi standar dalam
pengukuran kecemasan terutama pada penelitian trial clinic. Kecemasan dapat diukur
dengan pengukuran tingkat kecemasan menurut alat ukur kecemasan yang disebut HARS
(Hamilton Anxiety Rating Scale). Skala HARS merupakan pengukuran kecemasan yang
didasarkan pada munculnya symptom pada individu yang mengalami kecemasan.
Menurut skala HARS terdapat 14 syptoms yang nampak pada individu yang mengalami
kecemasan. Setiap item yang diobservasi diberi 5 tingkatan skor antara 0 (Nol Present)
sampai dengan 4 (severe).
Penilaian kecemasan terdiri dari 14 item, meliputi :
Perasaan Cemas firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah tensinggung.
Ketegangan merasa tegang, gelisah, gemetar, mudah terganggu dan lesu.
Ketakutan : takut terhadap gelap, terhadap orang asing, bila tinggal sendiri dan takut
pada binatang besar.
Gangguan tidur sukar memulai tidur, terbangun pada malam hari, tidur tidak pulas
dan mimpi buruk.
Gangguan kecerdasan : penurunan daya ingat, mudah lupa dan sulit konsentrasi.
Perasaan depresi : hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada hoby, sedih,
perasaan tidak menyenangkan sepanjang hari.

19

Gejala somatik: nyeri patah otot-otot dan kaku, gertakan gigi, suara tidak stabil dan
kedutan otot.
Gejala sensorik: perasaan ditusuk-tusuk, penglihatan kabur, muka merah dan pucat
serta merasa lemah.
Gejala kardiovaskuler : takikardi, nyeri di dada, denyut nadi mengeras dan detak
jantung hilang sekejap.
Gejala pemapasan : rasa tertekan di dada, perasaan tercekik, sering menarik napas
panjang dan merasa napas pendek.
Gejala gastrointestinal: sulit menelan, obstipasi, berat badan menurun, mual dan
muntah, nyeri lambung sebelum dan sesudah makan, perasaan panas di perut.
Gejala urogenital : sering kencing, tidak dapat menahan keneing, aminorea, ereksi
lemah atau impotensi.
Gejala vegetatif : mulut kering, mudah berkeringat, muka merah, bulu roma berdiri,
pusing atau sakit kepala.
Perilaku sewaktu wawancara : gelisah, jari-jari gemetar, mengkerutkan dahi atau
kening, muka tegang, tonus otot meningkat dan napas pendek dan cepat.

Cara penilaian kecemasan adalah dengan memberikan nilai dan kategori :


Nilai

Kategori

Tidak ada gejala sama sekali

Satu dari gejala yang ada

Sedang/separuh dari gejala yang ada

Berat/lebih dari setengah gejala yang ada

Sangat berat /semua gejala ada.

Penentuan derajat kecemasan dengan cara menjumlah skor dan item 1-14 dengan hasil :
Skor

Hasil

<6

Tidak ada kecemasan

7-14

Kecemasan ringan
20

15-27
>27

Kecemasan sedang
Kecemasan berat

(Nursalam, 2003)

11. Kecemasan Pada Pasien Jantung Koroner


Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah penyakit jantung yang disebabkan
penyempitan arteri koroner, mulai dari terjadinya aterosklerosis (kekakuan arteri)
maupun yang sudah terjadi penimbunan lemak atau plak (plaque) pada dinding arteri
koroner, baik disertai gejala klinis atau tanpa gejala sekalipun. Kelainan pada arteri
koroner akibat aterosklerosis menyebabkan suplai darah ke jantung tidak adekuat dan selsel otot jantung kekurangan komponen darah. Hal ini menimbulkan ischemia pada otototot jantung sehingga pasien akan mengalami nyeri dada dan pada kondisi ischemia yang
berat dapat disertai dengan kerusakan sel jantung yang bersifat irreversible (Smeltzer &
Bare, 2008).
Penyakit jantung koroner merupakan penyakit yang telah menyebabkan kematian
150.000 orang di Inggris pada tahun 1995. Menurut National Heart, Lung and Blood
Institute (NHLBI, 2004), penyakit ini telah diderita oleh 13,2 juta orang di Amerika dan
telah menyebabkan kematian lebih dari 50.000 kematian setiap tahunnya (Gray,et al,
2002).
Penyakit jantung koroner merupakan penyebab kematian nomor satu di Indonesia.
World Health Organization (WHO) mencatat lebih dari 7.000 orang meninggal akibat
penyakit jantung koroner pada tahun 2002 dan jumlah ini diperkirakan terus meningkat.
Penyakit jantung koroner dapat dideteksi dengan pemeriksaan diagnostic
noninvasif ataupun pemeriksaan invasif. Pemeriksaan invasive yang dilakukan adalah
kateterisasi jantung. Prosedur kateterisasi jantung yang bertujuan untuk mengevaluasi
anatomi pembuluh darah koroner disebut dengan tindakan Coronary angiography.
21

Tindakan ini untuk menilai adanya gangguan pada pembuluh darah koroner, menilai
keparahan penyakit serta untuk menentukan penatalaksanaan yang lebih cocok (Smeltzer
& Bare, 2008).
Di Indonesia, khususnya di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta, prosedur
coronary telah dijalani oleh 650 pasien pada tahun 2006 dan pada tahun 2007 tindakan
kateterisasi jantung dijalani oleh 1125 pasien.
Menjalani Coronary angiography insasif ini akan menimbulkan stres pada pasien
baik secara psikologis maupun fisiologis. Respon stres psikologis dapat berupa
kecemasan, ketakkutan, ketegangan, dan depresi. Banyak faktor yang mempengaruhi
kecemasan pasien yang menjalani prosedur Coronary angiography antara lain : cemas
akan rasa nyeri, kematiam, terpisah dari keluarga, serta cemas akan prognosa buruk yang
mungkin terjadi (Mcaffrey & Tailor, 2005).
Respon fisiologis terhadap stres adalah dengan mengaktifkan system saraf pusat
untuk mengaktivasi hipotalamus-pituitary-adrenal aksis dan sistem saraf simpatis yang
ditandai dengan peningkatan frekuensi nadi dan tekanan darah. Hal ini sangat berbahaya
karena tingginya denyut jantung dan tekanan darah akan memperberat sistem
kardiovaskuler serta meningkatkan kebutuhan oksigen dan kerja jantung sehingga dapat
meningkatkan risiko terjadinya komplikasi (Underhill.et.al, 2005).
Komplikasi yang dapat terjadi pada kateterisasi jantung adalah gangguan irama
jantung juga dapat terjadi seperti sinus takikardia, sinus bradikardia, ekstrasistol
ventrikel, takikardia ventrikel, fibrilasi ventrikel, ekstrasisol atrial dan fibrilasi atrial
(Underhill.et.al, 2005).
Perilaku
caringKonsep
perawat :
B. Kerangka
Variabel Independen
1. Pemberi
Asuhan
C. keperawatan
D.
2. koordinator
E.
3. kolaborator
4. konsultan
5. pembaharu

Variabel Dependen

22

F.
G.
H.

Terjadinya PJK
Karakteristik responden
1. Usia
2. Jenis Kelamin
Keterangan :
Area yang ingin ditelitidihubungkan
C. Hipotesa
Ada hubungan antara perilaku caring perawat dengan tingkat kecemasan pasien
jantung koroner di Rumah Sakit Umum DR. M. Haulussy Ambon.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian merupakan wadah menjawab pertanyaan penelitian atau
menguji kesahiaan hipotesis. Pada penelitian ini menggunakan metode penelitian Cross
Sectional yaitu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor
resiko dengan efek, dengan cara pendekatan observasi atau pengumpulan data sekaligus
pada suatu saat (point time approach) artinya setiap subyek penelitian hanya di observasi
sekali saja (Notoatmojo, 1994:141).
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan Rumah Sakit Umum DR. M. Haulussy Ambon.
2. Waktu Penelitian
23

Penelitian ini dilakukan mulai dari Januari April 2016 Rumah Sakit Umum DR. M.
Haulussy Ambon.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang
mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. (Sugiyono, 1998:57).
Populasi dalam penelitian ini mencakup dua komponen yaitu:
Seluruh pasien dengan penyakit jantung koroner yang dirawat inap di Rumah
Sakit Umum DR. M. Haulussy Ambon Tahun 2106 dalam kurun waktu 4 bulan
terhitung mulai bulan Januari- April.
Perawat yang merawat pasien PJK di rawat inap di Rumah Sakit Umum DR. M.
Haulussy Ambon Tahun 2106 dalam kurun waktu 4 bulan terhitung mulai bulan
Januari- April.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut (Sugiyono, 1998:57). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu
menggunakan teknik Purposive Sampling dimana yang menjadi sampel mencakup 2
komponen, yaitu:
Seluruh pasien dengan penyakit jantung koroner yang dirawat inap di Rumah Sakit
Umum DR. M. Haulussy Ambon dalam kurun waktu 4 bulan terhitung mulai bulan
Januari- April. Kriteria responden yang layak untuk diteliti :
1) Kriteria Inklusi
Adalah karakteristik sampel yang dapat dimasukan atau layak untuk
diteliti. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:

24

Pasien yang terdiagnosa jantung koroner yang dirawat inap di Rumah Sakit
Umum DR. M. Haulussy Ambon Tahun 2106 dalam kurun waktu 4 bulan

terhitung mulai bulan Januari- April.


Pasien PJK (Penyakit Jantung Koroner) yang berusia diatas 17 tahun s/d 60

tahun.
Bisa membaca dan menulis
Rawat inap minimal 3 hari
Bersedia menjadi responden
Kooperatif.
2) Kriteria Eksklusi
Pasien PJK dengan keadaan tidak sadar
Perawat yang merawat pasien PJK di rawat inap Rumah Sakit Umum DR. M.
Haulussy Ambon Tahun 2106 dalam kurun waktu 4 bulan terhitung mulai
bulan Januari- April, sebanyak 10 orang.
3) Kriteria Inklusi
Adalah karakteristik sampel yang dapat dimasukan atau layak untuk
diteliti. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:

Perawat ruangan yang merawat pasien PJK di Rumah Sakit Umum DR. M.
Haulussy Ambon Tahun 2106 dalam kurun waktu 4 bulan terhitung mulai

bulan Januari- April.


Kepala ruang rawat inap pasien PJK di Rumah Sakit Umum DR. M. Haulussy
Ambon Tahun 2106 dalam kurun waktu 4 bulan terhitung mulai bulan Januari-

April.
4) Kriteria Eksklusi
Perawat cuti
Perawat dinas luar
3. Sampling
Sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat
mewakili populasi (Nursalam, 2001:66). Teknik sampling adalah teknik yang
dipergunakan untuk mengambil sampel dari populasi (Arikunto, 1998:196). Teknik
25

sampling dalam penelitian ini menggunakan teknik sampling jenuh, dimana semua
populasi dijadikan sampel. Sehubungan dengan keterbatasan waktu dan biaya yang
dimiliki peneliti, sehingga tidak memungkinkan mengambil semua populasi
terjangkau. Oleh karena itu peneliti mengambil sampel dalam penelitian ini 20 pasien
PJK dan 10 perawat.

D. Variabel dan Definisi Operasional


1. Variabel
Variabel mengandung pengertian ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggotaanggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok lain
(Notoatmojo, 1993:67).
a. Variable bebas (Independent)
Adalah variabel yang menjadi sebab timbulnya / berubahnya variabel
dependent (Sugiyono,2002). Yang menjadi variabel bebas dalam penelitian ini
adalah perilaku caring perawat.
b. Variable terikat
Adalah variabel yang dipengaruhi / yang menjadi akibat karena adanya
variabel bebas (Sugiyono,2002). Yang menjadi variabel terikat dalam
penelitian ini adalah tingkat kecemasan pasien jantung koroner.
2. Definisi Oprasional
a) Variabel bebas

No
1.

Variable
Perilaku

Definisi

Skala

Operasional
Seluruh perilaku Ordinal
26

Alat
Ukur
Kuisioner 1.

Output/
Hasil ukur
Perilaku caring

caring

dan

tindakan

perawat

keperawatan
yang

perawat baik = 58
75
2. Perilaku

caring

diberikan
perawat cukup = 40

untuk menolong
pasien

keluar

dari

3.

masalah

57
Perilaku

caring

perawat kurang =

kesehatan yang

22 39

dialami,
misalnya
perilaku empati,
suportif,
perasaan

baru,

melindungi,me
mberi
pertolongan, dan
edukasi.
b) Variabel Terikat
No
1.

Variabel

Definisi

Skala

Tingkat

Oprasional
Perasaan kuatir Ordinal

kecemasa

dan

pasien yang

Alat

Output/

ukur
Kuisioner 1.

cemasan
dialami

jantung

pasien pada saat

koroner

berada

dalam

Hasil ukur
Tidak
ada
kecemasan = <6

2.

Kecemasan
ringan= 7-14

3.

proses

Kecemasan
sedang=15-27

perawatan yang
27

4.

Kecemasan

diberikan

oleh

berat=>27

rumah sakit.
E. Instrument Penelitian
Instrumen dalam penelitian ini adalah kuisioner.
1. Bagian pertama tentang data demografi meliputi : nama, umur, jenis kelamin,
pendidikan, suku, penghasilan.
2. Bagian kedua berisi 14 item pertanyaan menggambarkan tingkat kecemasan
pasien dengan penyakit jantung koroner (PJK). Kuisioner diadopsi dari Skala
HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale) dan dimodifikasi sesuai kebutuhan
penelitian. Skor penilaian :
Nilai

Kategori

Tidak ada gejala sama sekali

Satu dari gejala yang ada

Sedang/separuh dari gejala yang ada

Berat/lebih dari setengah gejala yang ada

Sangat berat /semua gejala ada.

Pembagian tingkat kecemasan :


Skor

Hasil

<6

Tidak ada kecemasan

7-14

Kecemasan ringan

15-27

Kecemasan sedang

>27

Kecemasan berat

3. Bagian ketiga berisi 20 item pertanyaan yang menggambarkan perilaku caring


perawat

dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien dengan

menggunakan jawaban yaitu ya dengan nilai 2 dan tidak dengan nilai 1, maka

28

skor tertinggi 40 dan skor terendah 20. Untuk mengetahui perilaku caring,
peneliti menggunakan metode statistik menurut Sudjana (2002).

4. Bagian keempat berisi 25 item pertanyaan yang disi oleh perawat yang
menggambarkan

perilaku caring perawat

dalam memberikan asuhan

keperawatan kepada pasien dengan menggunakan jawaban yaitu tidak pernah


dengan nilai 1, kadang-kadang dengan nilai 2, dan selalu denga nilai 3, maka skor
tertinggi 75 dan skor terendah 25. Untuk mengetahui perilaku caring, peneliti
menggunakan metode statistik menurut Sudjana (2002).
F. Uji Validitas dan Reliabilitas
Instrumen yang baik harus memenuhi dua syarat penting, yaitu valid dan reliable
(Arikunto, 2006). Uji instrumen dilakukan untuk mengukur validitas dan reliabilitas dari
instrumen. Kuesioner merupakan salah satu instrument dalam penelitian. Untuk
mendapatkan data yang valid dan reliable, kuesioner harus diuji cobakan terlebih dahulu
dengan menggunakan uji validitas.
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat-tingkat kevalidan atau
kesahihan suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur
apa yang diinginkan (Arikunto, 2006). Uji ini dilakukan dengan menghitung korelasi
masing-masing skor item dari tiap variabel dengan skor variabel tersebut. Realibilitas
adalah suatu ukuran yang menunjukan pada tingkat kepercayaan dan dapat diandalkan
(Arikunto, 2006). Hal ini berarti sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten bila
dilakukan dua kali atau lebih dengan alat ukur yang sama.
Pengukuran reliabilitas menggunakan bantuan Software computer dengan
rumus Alpha Croncbac. Suatu variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Alpha
Cronbach > 0,60 (Hidayat, 2008).
G. Metode pengumpulan data

29

Di sini disebutkan secara ringkas tempat dan waktu, langkah-langkah pengumpulan


data secara operasional, metode pengumpulan data dan penjelasan tentang cara-cara
pengisian instrumen. Secara ringkas proses pengumpulan data ada lima yaitu :
1) Pengumpulan data (data collecting)
2) Pengolahan data (data processing)
3) Penyajian data ( data presentation)
4) Analisa dan interpretasi ( analysis and interprestation).
5) Penarikan kesimpulan (Stiadi, 2007)

H. Analisa Data
Data yang ada setelah dilakukan proses pengolahan setelah itu dilakukan tehnikanalisa
data. Analisa data yang digunakan adalah uji statistik dengan melalui 2 tahapyaitu
analisis univariat dan bivariat. Analisa data dengan univariat yang dilakukanpada setiap
variabel hasil penelitian, dan analisa bivariat dilakukan terhadap duavariabel yang
diduga berhubungan.
1. Analisa univariat, yaitu variabel yang ada dalam penelitian ini disusun secara
deskriptif dengan tabel distribusi pola makan. Tabel distribusi pola makanmemuat
karakteristik responden meliputi, yaitu usia, jenis kelamin, pola makanterdiri atas
frekuensi makan, jenis makan, jumlah makan dan terjadinya gastritis.
2. Analisa bivariat yaitu melihat hubungan antara variable bebas dengan variable
terikat menggunakan uji statistik Chi Square dengan tingkat kemaknaan P0.05
dengan cinfidence interval 9CI) 95%.

30

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, 2005.Manajemen Penelitian. Edisi Revisi. Jakarta : Rineka cipta
Asmadi, 2005. Konsep Dasar Pengobatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Blais, KK. 2007. Praktek Keperawatan Profesional di Rumah Sakit. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Burnard, P. 2009. Caring & Communicating. Jakarta : EGC
Dwidiyanti, M. 2007. Caring. Semarang : Hapsari
Dwidiyanti.1998.

Aplikasi Model Konseptual Keperawatan. Semarang : Akper Depkes

Semarang
Leininger, M. 2002, Transcultural Nursing, Concept, Theories, Research & Practice, Mc, GrowHill Companies
Kozier, Barbara dkk. 2004. Fundamental of Nursing: Consepts and Procendures, California :
Addison-Wesley Publishing Company.
Notoadmojo, S. 2003. Metode Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta
Nuracmah, E. 2001. Seminar Asuhan Keperawatan Bermutu di Rumah Sakit, Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Rothrock, J.T. 2000. Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif. Jakarta :, Penerbit Buku
Kedoktoran EGC
Stuart dan sundeen.1998. Buku saku keperawatan jiwa. Edisi 3. Jakarta : EGC
Zaidin, Ali, H.2002. Dasar-Dasar Keperawatan Profesional, Jakarta, Widya Medika.
31

32

You might also like