Professional Documents
Culture Documents
BAB 8
INSTRUMEN INSTRUMEN KEBIJAKAN PERDAGANGAN
Ditulis sebagai pemenuhan tugas
Mata Kuliah Ekonomi Internasional
Kelas AA
Oleh :
Gazalla Taufik
Moch Yefri Firmansah
Hanifah Kustia Putri
Riyan Nurhidayat
155020101111052
155020107111027
155020101111059
155020101111032
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................................3
PENDAHULUAN..............................................................................................................4
PEMBAHASAN.................................................................................................................5
ANALISIS DASAR TENTANG TARIF................................................................5
BIAYA DAN MANFAAT TARIF..........................................................................14
INSTRUMEN KEBIJAKAN PERDAGANGAN LAINNYA..............................20
DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN: RIGKASAN.................................24
KESIMPULAN.................................................................................................................25
DAFTAR ISI......................................................................................................................26
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kemapuan
berfikir dengan baik serta hidayah-Nya yang senantiasa mengiringi penulis, sehingga makalah
yang berjudul Instrumen-instrumen Kebijakan Perdagangan ini bisa selesai dengan tepat
waktu.
Selanjutnya, makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas diskusi dan presentasi
terstruktur mata kuliah Ekonomi Internasional. Tak lupa penulis ucapkan banyak terimakasih
kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini, adapun pihakpihak yang telah membantu penulis tersebut adalah:
1. Orang tua penulis yang tak kenal lelah selalu memberikan dukungan dan doa, sehingga
karya tulis ini bisa diselesaikan.
2. Dosen pengampu mata kuliah, Bapak Putu Mahardika, P.hD yang selalu memberikan
masukan dan bimbingan.
3. Teman-teman penulis yang selalu mendukung dan memberikan inspirasi serta motivasi
yang mendukung penulisan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah yang dibuat ini masih banyak sekali kekurangankekurangan yang menjadi kekurangan penulis. Oleh karena itu, penulis memohon maaf yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak atas kekurangan ini, dan penulis bersedia dan sangat
mengharapkan kritik dan saran, agar kedepannya karya karya tulis yang penulis buat bisa
lebih baik lagi. Akhir kata, penulis berharap makalah ini bisa bermanfaat bagi semua pihak.
Amin.
PENDAHULUAN
Bab-bab sebelumnya telah menjawab pertanyaan dasar mengenai mengapa negara
melakukan perdagangan dengan cara menjelaskan sebab-sebab dan dampak perdagangan
internasional serta berfungsinya sebuah perekonomian dunia yang terbuka.
Bab ini akan meninjau kebijakan-kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah berbagai
negara berkenaan dengan perdgangan internasional. Masing masing kebijakan mencakup
berbagai macam langkah atau tindakan yang berbeda-beda. Tindakan-tindakan ini meliputi
antara lain pengenaan pajak terhadap beberapa macam transaksi internasional, pemberian
subsidi oleh pemerintah kepada pihak swasta untuk transaksi-transaksi dagang lainnya,
pembatasan resmi terhadap nilai atau volume impor, dan berbagai bentuk pengaturan lainnya.
Bab ini akan menyajikan kerangka pemikiran dasar untuk memahami dampak-dampak yang
ditimbulkan oleh setiap instrumen atau perangkat kebijakan perdagangan yang terpenting.
PEMBAHASAN
kini telah menurun dalam era modern ini, karena pemerintah dari
bahwa peristiwa-peristiwa yang terjadi di salah satu bagian dari perekonomian akan
berdampak ke bagian-bagian lainnya dari perekonomian yang bersangkutan. Namun, dalam
banyak hal, kebijakan perdagangan untuk satu sektor agaknya dapat dipahami dengan baik
tanpa harus memerinci dampak-dampak yang ditimbulkan oleh kebijakan tersebut. Oleh
karena itu, untuk sebagian besar kasus, kebijakan perdagangan dapat diteliti dalam kerangka
keseimbangan parsial. Seandainya dampak yang ditimbulkan oleh sebuah kebijakan
perdagangan terhadap suatu perekonomian secara keseluruhan memang penting, maka kita
akan berpaling kembali kepada analisis keseimbangan umum.
Gambar 8.1 menunjukan pada tingkat harga P1 konsumen Domestik akan meminta
sebanyak D1, sedangkan tingkat penawaran Domestik hanya mencapai S1, sehingga
permintaan untuk impor Domestik adalah D1 S1. Jika harga menjadi P2, permintaan
konsumen Domestik hanya sebatas D2, sementara produsen Domestik meningkatkan
penawarannya ke S2, sehingga permintaan untuk impor turun menjadi D 2 S2. Karena itu
kurva permintaan untuk impor atau MD berbentuk menurun dari kiri atas ke kanan bawah.
Pada PA, penawaran permintaan Domestik sama besarnya. Ini adalah keadaan tanpa
perdagangan, sehingga pada harga PA kurva permintaan untuk impor Domestik memotong
sumbu tegak, artinya tidak ada impor.
Menunjukkan jumlah maksimum ekspor asing yang ingin ditawarkan ke seluruh dunia
pada setiap harga barang ekspor. Artinya, kelebihan dari apa yang ditawarkan oleh asing
atas yang diminta oleh konsumen asing.
Gambar 8.2 menunjukan kurva penawaran dari ekspor Asing XS. Pada tingkat harga
P1, produsen akan menawarkan sebanyak S*1, sedangkan permintaan konsumen Asing hanya
mencapai D*1, sehingga dengan sendirinya penawaran yang tersedia untuk diekspor adalah
S*1D*1. Kemudian pada tingkat harga P2 para produsen Asing meningkatkan penawarannya
menjadi S*2, sebaliknya konsumen Asing menurunkan permintaannya menjadi D*2, sehingga
penawaran untuk ekspor meningkat menjadi S*2 D*2. Dengan demikian kurva penawaran
untuk ekspor berbentuk menaik dari sebelah kiri bawah ke kanan atas. Jika harga yang
berlaku sama dengan P*A, maka penawaran dan permintaan akan sama persis dengan keadaan
tanpa perdagangan, sehingga di situ kurva penawaran untuk ekspor Asing memotong sumbu
vertical (taka da ekspor) di P*A.
Gambar 8.3 menunjukan keseimbangan dunia terjadi apabila permintaan untuk impor
Domestik (kurva MD) sama persis dengan penawaran untuk ekspor Asing (kurva XS). Pada
8
tingkat harga PW, yakni ketika kedua kurva itu saling berpotongan, penawaran dunia sama
dengan permintaan dunia. Dengan demikian, pada keseimbangan dititik 1 di dalam gambar
8.3 menunjukan:
Permintaan Domestik Penawaran Domestik = Penawaran Asing Permintaan Asing
Dengan menambahkan serta mengurangi salah satu besaran pada kedua sisi, maka persamaan
tersebut dapat disusun kembali menjadi:
Permintaan Domestik + Permintaan Asing = Penawaran Domestik + Penawaran Asing
atau, dalam bentuk yang lebih sederhana menjadi:
Permintaan Dunia = Penawaran Dunia
Tarif dapat disebut sama seperti biaya pengangkutan barang. Jika Domestik menetapkan pajak
sebesar $2 per unit gandum yang diimpor, maka pengirim/asing tidak akan bersedia
mengirimkan gandum tersebut, kecuali selisih harga di kedua pasar paling sedikit $2.
Kurva
8-4
menunjukkan dampak pengenaan tarif spesifik sebesar $t per unit gandum. Sebelum ada tarif,
harga gandum di kedua pasar akan sama yaitu P w. Namun setelah ada tarif, pengirim/asing
tidak akan bersedia mengangkut gandumnya kecuali jika selisih harga di Domestik dan Asing
paling tidak sebesar $t. Maka harga gandum di Domestik akan naik, sedangkan di Asing akan
turun, sampai selisih harga ini mencapai $t.
Pengenaan tarif mengakibatkan harga barang di kedua pasar mengalami peningatan.
Tarif meningkatkan harga Domestik ke P1 dan menurunkan harga di Asing ke P* T=PT - t.
Dengan harga yang lebih tinggi itu, maka produsen Domestik segera meningkatkan
penawarannya, sedangkan konsumennya akan menurunkan permintaan, sehingga permintaan
impor menjadi berkurang.
Di Asing, adanya harga yang lebih rendah menyebabkan penawaran turun dan
permintaan meningkat, sehingga penawaran ekspornya turun. Dengan demikian, perdagangan
gandum menurun dari Qw (volume keadaan perdagangan bebas), menjadi hanya QT (volume
dengan adanya tarif). Pada volume perdagangan QT, permintaan impor Domestik sama
dengan penawaran ekspor Asing jika PT - P*T = t.
10
Peningkatan harga di Domestik, yaitu Pw ke PT, lebih kecil dari besarnya tarif,
mengingat sebagian dari tarif tersebut tercermin pada penurunan harga ekspor Asing dan
karenanya tidak akan dibebankan pada konsumen Domestik. Hal ini merupakan akibat yang
wajar dari pengenaan tarif dan kebijakan perdagangan lainnya yang sengaja diterapkan untuk
membatasi impor. Tetapi, kenyataannya, dampak ini biasanya sangat kecil. Jika negara kecil
mengenakan tarif untuk mengurangi impor, peran ekonominya tidak akan begitu berarti di
pasar dunia untuk semua jenis barang biasanya hanya menciptakan dampak kecil dalam harga
perdagangan dunia, sehingga bisa diabaikan.
(Untuk kasus negara kecil yang kekuatan ekonominya terbatas, pengenaan tarif
olehnya tidak akan dapat menurunkan harga barang luar negri yang diimpornya.
Tarif disini hanya akan meningkatkan harga barang yang diekspor sebesar tingkat
tarif, yakni dari PW ke PW+t. Produksi naik dari S1 D1, sedangkan konsumsi turun
dari S2 - D2.)
Dampak pengenaan tarif untuk kasus negara kecil yang sama sekali tidak mampu
mempengaruhi harga ekspor dunia digambarkan pada pada Kurva 8-5. Tarif meningkatkan
harga barang yang diekspor sebesar tingkat tarif, yaitu P W ke PW+t. Produksi akan meningkat
dari S1 ke S2, sedangkan konsumsi turun dari D 1 ke D2. Jadi, pengenaan tarif itu menurunkan
impor negara yang bersangkutan.
11
12
13
Surplus konsumen dapat diperoleh dari kurva permintaan (Gambar 8-6). Misalnya,
harga maksimum yang bersedia atau sanggup dibayar oleh konsumen untuk 10 unit barang
adalah $10. Maka unit ke sepuluh dari barang yang dibeli itu harus senilai $10 bagi
konsumen. Jika kurang dari jumlah itu, maka mereka tidak akan membelinya; apabila nilainya
14
lebih tinggi, mereka akan bersemangat membelinya, sekalipun harganya menjadi lebih tinggi.
Kini anggaplah bahwa agar konsumen bersedia membeli 11 unit barang, harga barang tersebut
harus diturunkan menjadi $9. Maka unit kesebelas pasti hanya bernilai $9 di mata konsumen.
Anggaplah bahwa harga batrang ini $9. Maka konsumen akan bersedia untuk membeli
unit kesebelas barang itu, dank arena itu ia tidak akkan memperoleh surplus konsumen dari
pembelian unit terakhir. Namun, mereka telah bersedia membayar $10 untuk unit kesebelas
ini, dank arena itu memperoleh surplus konsumen senilai $1 dari unit terakhir tersebut.
Mereka mungkin bersedia membayarkan $12 untuk unit yang kesembilan; jika demikian
halnya, maka mereka akan memperoleh surplus konsumen sebesar $3 atas unit kesembilan
ini, dan demikian seterusnya.
Melalui langkah-langkah generalisasi atas dasar contoh tersebut, maka seandainya saja
P adalah tingkat harga yang berlaku, dan Q melambangkan jumlah atau kuantitas barang yang
akan diminta oleh para konsumen pada tingkat harga itu, surplus konsumen akan dapat
dihitung cukup dengan memngurangkan hasil perkalian antara P dan Q dari luas bidang di
bawah kurva permintaan sampai batas Q (Gambar 8-7). Seandainya tingkat harga yang tengah
berlaku untuk suatu jenis barang adalah P1, sedangkan jumlah yang diminta sebesar Q 1, maka
dengan sendirinya besarnya surplus konsumen adalah sama dengan luas bidang a. Kemudian
seandainya tingkat harga itu mengalami penurunan sehingga menjadi P 2, jumlah yang diminta
15
meningkat menjadi Q2, sehingga surplus konsumen bertambah menjadi bidang a ditambah
denggan luas bidang b.
Surplus Produsen (producer surplus) mengukur besar-kecilnya keuntungan produsen
dari penjualan karena perbedaan antara harga yang sebenernya diterimanya dengan tingkat
harga yang akan sanggup ia jual. Jika produsen akan sanggup dengan senang hati atau
bersedia menjual barang dengan harga $12, namun ternyata ia bias menjualnya dengan harga
$5, maka ia pun meraih surplus produsen sebesar $3 dari penjualannya. Dengan cara yang
sama seperti yang digunakan untuk memperoleh ilia surplus konsumen dari kurva permintaan,
surplus produsen dapat diperoleh dari kurva penawaran.
Jika P dan Q kita tetapkan masing-masing melambangkan harga yang berlaku dan
jumlah suatu barang yang ditawarkan pada tingkat harga tersebut, maka surplus produsen
adalah P dikalikan dengan Q dikurangi dengan luas wilayah atas bidang di bawah penawaran
ttik Q (Gambar 8-8). Surplus produsen sama dengan bidang c. kemudian seandainya saja
harga meningkat menjadi P2, lantas jumlah yang ditawarkan meningkat menjadi Q 2, maka
surplus produsen akan meninkat menjadi bidang c ditambah bidang d.
16
Gambar 8-9 mengilustrasikan biaya dan manfaat pengenaan tarif bagi negara
pengimpor. Tarif tersebut meningkatkan harga doestik dari Pw ke PT tetapi tarif tersebut
mengakibatkan harga ekspor turun dari Pw ke P*T (lihat kembali ke Gambar 8-4). produksi
dalam negeri meningkat dari S1 ke S2, sedangkan konsumsi dalam negeri turun dari D 1 ke D2.
Biaya dan manfaat bagi setiap kelompok masyarakat akan dapat dinyatakan sebagai
penjumlahhan biadang a, b, c, d, e.
Pertama-tama perhatikan bidang yang mencerminkan keuntungan produsen. Mereka
menerima harga yang lebih tinggi dan karena itu memperoleh surplus produsen yang lebih
besar. Dengan mengacu kembali ke Gambar8-8, surplus produsen sama dengan bidang
dibawah garis harga namun di atas kurva penawaran. Sebelum tarif, surplus produsennya
sama dengan daerah dibawah Pw namun di atas kurva penawaran. Ketika harga naik e P T
surplusnya naik senilai bidang a. jadi, produsen diuntungkan oleh tarif.
Para konsumen domestik juga menghadapi harga yang lebih tinggi, dan oleh karena
itu mereka merugi. Dengan mengacu kembali kepada Gambar 8-7, surplus konsiumen sama
dengan bidang di atas garis harga namun di bawah kurva permintaan. Akibat tarif, harga naik
17
dari Pw ke PT, sehingga surplus konsumen turun senilai bidang a + b + c + d. jadi, konsumen
jelas dirugikan oleh tarif.
Di sini ada aktor ketiga, yaitu pemerintah. Pemerintah bias memperoleh keuntungan
dari penerimaan tarif. Penerimaan pemerintah bisa memperoleh keuntungan dari penerimaan
tarif. Penerimaan pemerintah itu besarnya sama dengan tarif t dikalikan dengan volume imor
Q1 = D2 S2. Karena t = PT P*T, maka besarnya jumlah ppenerimaan pemerintah dari tarif
tersebut sama dengan luas bidang c dan e.
Dampak netto yang akan ditimbulkan oleh pengenaan tarif terhadap kesejahteraan
umum. Biaya tarif netto adalah:
Kerugian konsumen keuntungan produsen = penerimanaa pemerintah
(8-1)
Atau, jika kita menggunakan perhitungan luas bidang pada Gambar 8-9, maka kita pun
memperoleh rumus alternatif sebagai berikut:
(a + b + c + d) a (c + e) = b + d e
(8-2)
Hal itu berarti ada dua segitiga yang mencerminkan adanya kerugian, dan satu
empat persegi panjang yang mengukur pertimbangan manfaatnya. Cara yang cocok untuk
menafsirkan segenap keuntungan dan kerugian ini adalah sebagai berikut: segitiga-segitiga
yang mengukur adanya kerugian mencerminkan kerugian efisiensi (efficiency loss) yang
timbul karena tarif cenderung memiuh insentif ekonomis, sedangkan bidang empat persegi
panjang mencerminkan keuntungan berupa perbaikan nilai tukar perdagangan (terms of trade
gain) yang muncul karena pemberlakuan tarif tersebut menyebabkan harga produk ekspor
dari negara-negara lain turun.
18
Dampak tarif netto terhadap kesejahteraan itu diperlihatkan pada Gambar 8-10.
Dampaknya yang negative terdiri dari kedua segitiga b dan d. segitiga pertama adalah
kerugian akibat piuh produksi (production distortion loss). Ini merupakan kenyataan bahwa
tarif menyebabkan produsen domestic memproduksi terlalu banyak barang sehingga tidak
semuanya bisa a jual dengan harga yang menguntungkan. Segitiga kedua adalah kerugian
piuh konsumsi (consumption distortion loss), yang timbul sehubungan dengan adanya
kenyataan bahwa pengenaan tarif menyebabkan konsumen mengkonsumsi barang terlalu
sedikit. Kerugian-kerugian ini harus dibandingkan dengan keuntungan dari nilai tukar
perdagangan yang diukur oleh segi empat e, yang muncul berkat adanya penurunan harga
ekspor luar negeri sebagai akibat dari pengenaan tarif tadi. Dalam kasus negara kecil yang
tidak akan mampu mempengaruhi harga-harga internasional, dampak terakhir ini tidak ada,
sehingga biaya tarif pasti akan melebihi manfaatnya. Singkat kata, dampak netto pengenaan
tarif tersebut adalah kerugian.
19
Harga di negara pengekspor meningkat dari PW ke PS namun harga lebih kecil daripada
besar subsidi. Di negara pengekspor, konsumen dirugikan, produsen diuntungkan, dan
pemerintah merugi karena harus mengeluarkan dana subsidi. Kerugian konsumen adalah
bidang a + b; keuntungan produsen adalah a + b + c, sedangkan kerugian total yang harus
ditanggung oleh pemerintah adalah bidang b + c + d + e + f + g. Dengan demikian, dampak
kerugian kesejahteraan netto akibat pemberian subsidi ekspor tersebut adalah bidang b + d + e
+ f + g. Berbeda dengan kasus pengenaan tarif, pemberian subsidi ekspor juga memperburuk
nilai tukar perdagangan (terms of trade) karena hal tersebut mengakibatkan turunnya harga
ekspor di pasaran luar negeri dari Pw ke P*s.Hal ini menyebabkan tambahan kerugian dalam
20
nilai tukar perdagangan sebesar e + f + g, yang sama dengan Pw P*s dikalikan jumlah
ekspor yang disubsidi. Dengan demikian, keuntungan dari pemberian subsidi jauh lebih kecil
daripada biaya yang ditimbulkannya
Ketentuan konten lokal sama sekali tidak menciptakan penerimaan tambahan bagi
pemerintah atau qoute rent. Sebaliknya, perbedaan harga antara harga impor dan harga
barang domestik mengakibatkan harga rata rata barang lebih tinggi dari harga impor dan
dibebankan langsung kepada konsumen..
Misalkan saja perusahaan perakitan mobil diperlukan untuk menggunakan 50%
komponen dalam negeri. Biaya suku cadang yang diimpor adalah $ 6000 dan biaya bagian
yang sama di domestik adalah $ 10.000. Maka biaya rata-rata bagian adalah $ 8.000 (0,5x $
6.000 + 0.5 x $ 10.000).
Salah satu aspek yang menarik dari kajian mengenai pemberlakuan peraturan konten
lokal ini adalah terbukanya peluang untuk berkelit dari ketentuan ini, asalkan perusahaan yang
bersangkutan tidak menjual produknya (yang sama sekali tidak memakai bahan baku lokal)
itu di pasar domestik, melainkan mengekspornya ke luar negeri.
23
kaset video Jepang melalui pemeriksaan jawatan pabean yang kecil di poitiers - yang
secara efektif membatasi realisasi impornya sampai jumlah yang relatif amat sedikit.
Tarif
Subsidi Ekspor
Kuota Impor
Pengekangan
Ekspor "suka
rela"
Surplus
Produsen
Meningkat
Meningkat
Meningkat
Meningkat
Surplus
Konsumen
Turun
Turun
Turun
Turun
Pendapatan
Pemerintah
Meningkat
Turun (belanja
pemerintah
naik)
Tidak berubah
(rente bagi
pemilik lisensi)
Tidak berubah
(rente bagi pihak
asing)
Kesejahteraan
Sosial secara
Keseluruhan
Tidak pasti
(turun untuk
negara kecil)
Tidak pasti
(turun untuk
negara kecil)
Turun
24
Turun
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
25
Krugman, Paul R. 2000. Ekonomi Internasional Teori dan Kebijakan Jilid 1. PT Indeks
Kelompok Gramedia : Jakarta
26