You are on page 1of 26

MAKALAH

BAB 8
INSTRUMEN INSTRUMEN KEBIJAKAN PERDAGANGAN
Ditulis sebagai pemenuhan tugas
Mata Kuliah Ekonomi Internasional
Kelas AA

Oleh :

Gazalla Taufik
Moch Yefri Firmansah
Hanifah Kustia Putri
Riyan Nurhidayat

155020101111052
155020107111027
155020101111059
155020101111032

JURUSAN ILMU EKONOMI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................................3
PENDAHULUAN..............................................................................................................4
PEMBAHASAN.................................................................................................................5
ANALISIS DASAR TENTANG TARIF................................................................5
BIAYA DAN MANFAAT TARIF..........................................................................14
INSTRUMEN KEBIJAKAN PERDAGANGAN LAINNYA..............................20
DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN: RIGKASAN.................................24
KESIMPULAN.................................................................................................................25
DAFTAR ISI......................................................................................................................26

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kemapuan
berfikir dengan baik serta hidayah-Nya yang senantiasa mengiringi penulis, sehingga makalah
yang berjudul Instrumen-instrumen Kebijakan Perdagangan ini bisa selesai dengan tepat
waktu.
Selanjutnya, makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas diskusi dan presentasi
terstruktur mata kuliah Ekonomi Internasional. Tak lupa penulis ucapkan banyak terimakasih
kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini, adapun pihakpihak yang telah membantu penulis tersebut adalah:
1. Orang tua penulis yang tak kenal lelah selalu memberikan dukungan dan doa, sehingga
karya tulis ini bisa diselesaikan.
2. Dosen pengampu mata kuliah, Bapak Putu Mahardika, P.hD yang selalu memberikan
masukan dan bimbingan.
3. Teman-teman penulis yang selalu mendukung dan memberikan inspirasi serta motivasi
yang mendukung penulisan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah yang dibuat ini masih banyak sekali kekurangankekurangan yang menjadi kekurangan penulis. Oleh karena itu, penulis memohon maaf yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak atas kekurangan ini, dan penulis bersedia dan sangat
mengharapkan kritik dan saran, agar kedepannya karya karya tulis yang penulis buat bisa
lebih baik lagi. Akhir kata, penulis berharap makalah ini bisa bermanfaat bagi semua pihak.
Amin.

Malang, 05 Desember 2016


Penulis

PENDAHULUAN
Bab-bab sebelumnya telah menjawab pertanyaan dasar mengenai mengapa negara
melakukan perdagangan dengan cara menjelaskan sebab-sebab dan dampak perdagangan
internasional serta berfungsinya sebuah perekonomian dunia yang terbuka.
Bab ini akan meninjau kebijakan-kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah berbagai
negara berkenaan dengan perdgangan internasional. Masing masing kebijakan mencakup
berbagai macam langkah atau tindakan yang berbeda-beda. Tindakan-tindakan ini meliputi
antara lain pengenaan pajak terhadap beberapa macam transaksi internasional, pemberian
subsidi oleh pemerintah kepada pihak swasta untuk transaksi-transaksi dagang lainnya,
pembatasan resmi terhadap nilai atau volume impor, dan berbagai bentuk pengaturan lainnya.
Bab ini akan menyajikan kerangka pemikiran dasar untuk memahami dampak-dampak yang
ditimbulkan oleh setiap instrumen atau perangkat kebijakan perdagangan yang terpenting.

PEMBAHASAN

ANALISIS DASAR TENTANG TARIF


Tarif merupakan kebijakan perdagangan yang paling umum, merupakan sejenis pajak
yang dikenakan atas barang-barang yang diimpor. Tarif diklasifikasikan menjadi 2 yaitu:
a. Tarif spesifik (specific tarifs): Pajak yang dipungut sebagai biaya tetap untuk setiap unit
barang impor. (Misalnya, sebuah tarif spesifik dari $10 pada setiap sepeda impor dengan
harga internasional sebesar $100 berarti bahwa petugas bea cukai mengumpulkan jumlah
yang tetap sebesar $10).
b. Tarif ad valorem (ad valorem tarifs): Pajak yang dikenakan berdasarkan presentase
tertentu dari nilai barang-barang yang di impor. (Misalnya, sebuah iklan tarif valorem
20% pada sepeda menghasilkan pembayaran $20 pada setiap sepeda $100 yang diimpor).
Dalam kedua kasus tersebut, tarif menimbulkan dampak berupa kenaikan harga atau
biaya pengiriman barang (produk impor) ke suatu negara. Namun, maksud utama pengenaan
tarif biasanya tidak semata-mata untuk memperoleh pendapatan pengisi kas pemerintah,
melainkan juga sebagai suatu alat untuk melindungi sektor-sektor tertentu di dalam negri dari
tekanan persaingan produk impor.
Peranan tarif

kini telah menurun dalam era modern ini, karena pemerintah dari

berbagai negara lebih suka melindungi industri-industri domestic mereka dengan


memberlakukan berbagai macam bentuk hambatan non tarif seperti:
a. Kuota impor, yakni pembatasan langsung jumlah impor.
b. Kuota ekspor atau pembatasan ekspor yang dikenakan langsung kepada pihak mitra
dagang.
Dalam mengembangkan teori perdagangan dalam bab-bab sebelumnya senantiasa
menggunakan perspektif keseimbangan umum yang berarti kita harus selalu membayangkan
5

bahwa peristiwa-peristiwa yang terjadi di salah satu bagian dari perekonomian akan
berdampak ke bagian-bagian lainnya dari perekonomian yang bersangkutan. Namun, dalam
banyak hal, kebijakan perdagangan untuk satu sektor agaknya dapat dipahami dengan baik
tanpa harus memerinci dampak-dampak yang ditimbulkan oleh kebijakan tersebut. Oleh
karena itu, untuk sebagian besar kasus, kebijakan perdagangan dapat diteliti dalam kerangka
keseimbangan parsial. Seandainya dampak yang ditimbulkan oleh sebuah kebijakan
perdagangan terhadap suatu perekonomian secara keseluruhan memang penting, maka kita
akan berpaling kembali kepada analisis keseimbangan umum.

Penawaran, Permintaan dan Perdagangan dalam Satu Sektor Industri


Diasumsikan bahwa di dunia ini hanya ada dua negara, yakni Domestik dan Asing.
Keduanya sama-sama mengkonsumsi gandum, yang dapat diangkut dari satu negara ke
negara lain tanpa menimbulkan biaya pengangkutan (biaya pengangkutan dianggap nihil).
Industri gandum dimasing-masing negara bersifat konpetitif sehingga kurva penawaran dan
permintaanya sepenuhnya merupakan fungsi dari harga pasar.
Hubungan perdagangan akan terjadi di suatu pasar apabila terdapat perbedaan harga
pada waktu perdagangan itu belum dilangsungkan. Dimisalkan saja sebelum adanya
perdagangan harga gandum di Domestik lebih tinggi daripada di Asing, ketika terjalin
hubungan dagang karena harga gandum di Domestik lebih tinggi daripada di Asing, maka
pihak pengirim akan mengangkut gandum dari Asing ke Domestik. Selanjutnya, ekspor
gandum itu akan meningkatkan harga gandum di Asing dan dalam waktu yang bersamaan
akan menrunkan harga gandum di Domestik sampai pada perbedaan harga tidak terjadi lagi.
Untuk menentukan harga dunia (Pw) dan jumlah gandum yang diperdagangkan dunia
(Qw), dibentuk dalam dua buah kurva, yakni:

a. Kurva permintaan impor Domestik:


Jumlah maksimum impor negara Domestik ingin mengkonsumsi pada setiap harga
barang impor. Artinya, kelebihan dari apa yang diminta oleh konsumen atas apa yang
ditawarkan oleh produsen Domestik.

Gambar 8.1 menunjukan pada tingkat harga P1 konsumen Domestik akan meminta
sebanyak D1, sedangkan tingkat penawaran Domestik hanya mencapai S1, sehingga
permintaan untuk impor Domestik adalah D1 S1. Jika harga menjadi P2, permintaan
konsumen Domestik hanya sebatas D2, sementara produsen Domestik meningkatkan
penawarannya ke S2, sehingga permintaan untuk impor turun menjadi D 2 S2. Karena itu
kurva permintaan untuk impor atau MD berbentuk menurun dari kiri atas ke kanan bawah.
Pada PA, penawaran permintaan Domestik sama besarnya. Ini adalah keadaan tanpa
perdagangan, sehingga pada harga PA kurva permintaan untuk impor Domestik memotong
sumbu tegak, artinya tidak ada impor.

b. Kurva penawaran ekspor Asing

Menunjukkan jumlah maksimum ekspor asing yang ingin ditawarkan ke seluruh dunia
pada setiap harga barang ekspor. Artinya, kelebihan dari apa yang ditawarkan oleh asing
atas yang diminta oleh konsumen asing.

Gambar 8.2 menunjukan kurva penawaran dari ekspor Asing XS. Pada tingkat harga
P1, produsen akan menawarkan sebanyak S*1, sedangkan permintaan konsumen Asing hanya
mencapai D*1, sehingga dengan sendirinya penawaran yang tersedia untuk diekspor adalah
S*1D*1. Kemudian pada tingkat harga P2 para produsen Asing meningkatkan penawarannya
menjadi S*2, sebaliknya konsumen Asing menurunkan permintaannya menjadi D*2, sehingga
penawaran untuk ekspor meningkat menjadi S*2 D*2. Dengan demikian kurva penawaran
untuk ekspor berbentuk menaik dari sebelah kiri bawah ke kanan atas. Jika harga yang
berlaku sama dengan P*A, maka penawaran dan permintaan akan sama persis dengan keadaan
tanpa perdagangan, sehingga di situ kurva penawaran untuk ekspor Asing memotong sumbu
vertical (taka da ekspor) di P*A.
Gambar 8.3 menunjukan keseimbangan dunia terjadi apabila permintaan untuk impor
Domestik (kurva MD) sama persis dengan penawaran untuk ekspor Asing (kurva XS). Pada
8

tingkat harga PW, yakni ketika kedua kurva itu saling berpotongan, penawaran dunia sama
dengan permintaan dunia. Dengan demikian, pada keseimbangan dititik 1 di dalam gambar
8.3 menunjukan:
Permintaan Domestik Penawaran Domestik = Penawaran Asing Permintaan Asing

Dengan menambahkan serta mengurangi salah satu besaran pada kedua sisi, maka persamaan
tersebut dapat disusun kembali menjadi:
Permintaan Domestik + Permintaan Asing = Penawaran Domestik + Penawaran Asing
atau, dalam bentuk yang lebih sederhana menjadi:
Permintaan Dunia = Penawaran Dunia

Dampak Pengenaan Tarif


9

Tarif dapat disebut sama seperti biaya pengangkutan barang. Jika Domestik menetapkan pajak
sebesar $2 per unit gandum yang diimpor, maka pengirim/asing tidak akan bersedia
mengirimkan gandum tersebut, kecuali selisih harga di kedua pasar paling sedikit $2.

Kurva
8-4

menunjukkan dampak pengenaan tarif spesifik sebesar $t per unit gandum. Sebelum ada tarif,
harga gandum di kedua pasar akan sama yaitu P w. Namun setelah ada tarif, pengirim/asing
tidak akan bersedia mengangkut gandumnya kecuali jika selisih harga di Domestik dan Asing
paling tidak sebesar $t. Maka harga gandum di Domestik akan naik, sedangkan di Asing akan
turun, sampai selisih harga ini mencapai $t.
Pengenaan tarif mengakibatkan harga barang di kedua pasar mengalami peningatan.
Tarif meningkatkan harga Domestik ke P1 dan menurunkan harga di Asing ke P* T=PT - t.
Dengan harga yang lebih tinggi itu, maka produsen Domestik segera meningkatkan
penawarannya, sedangkan konsumennya akan menurunkan permintaan, sehingga permintaan
impor menjadi berkurang.
Di Asing, adanya harga yang lebih rendah menyebabkan penawaran turun dan
permintaan meningkat, sehingga penawaran ekspornya turun. Dengan demikian, perdagangan
gandum menurun dari Qw (volume keadaan perdagangan bebas), menjadi hanya QT (volume
dengan adanya tarif). Pada volume perdagangan QT, permintaan impor Domestik sama
dengan penawaran ekspor Asing jika PT - P*T = t.
10

Peningkatan harga di Domestik, yaitu Pw ke PT, lebih kecil dari besarnya tarif,
mengingat sebagian dari tarif tersebut tercermin pada penurunan harga ekspor Asing dan
karenanya tidak akan dibebankan pada konsumen Domestik. Hal ini merupakan akibat yang
wajar dari pengenaan tarif dan kebijakan perdagangan lainnya yang sengaja diterapkan untuk
membatasi impor. Tetapi, kenyataannya, dampak ini biasanya sangat kecil. Jika negara kecil
mengenakan tarif untuk mengurangi impor, peran ekonominya tidak akan begitu berarti di
pasar dunia untuk semua jenis barang biasanya hanya menciptakan dampak kecil dalam harga
perdagangan dunia, sehingga bisa diabaikan.

(Untuk kasus negara kecil yang kekuatan ekonominya terbatas, pengenaan tarif
olehnya tidak akan dapat menurunkan harga barang luar negri yang diimpornya.
Tarif disini hanya akan meningkatkan harga barang yang diekspor sebesar tingkat
tarif, yakni dari PW ke PW+t. Produksi naik dari S1 D1, sedangkan konsumsi turun
dari S2 - D2.)
Dampak pengenaan tarif untuk kasus negara kecil yang sama sekali tidak mampu
mempengaruhi harga ekspor dunia digambarkan pada pada Kurva 8-5. Tarif meningkatkan
harga barang yang diekspor sebesar tingkat tarif, yaitu P W ke PW+t. Produksi akan meningkat
dari S1 ke S2, sedangkan konsumsi turun dari D 1 ke D2. Jadi, pengenaan tarif itu menurunkan
impor negara yang bersangkutan.
11

Pengukuran Kadar Proteksi


Pengenaan tarif terhadap barang impor akan meningkatkan harga barang yang
dihasilkan produsen dalam negeri. Dampak ini seringkali merupakan tujuan utama dari
pemberlakuan tarif, yaitu untuk melindungi produsen dalam negeri terhadap persaingan impor
yang harganya lebih murah. Dalam menganalisis kebijakan perdagangan di kenyataan,
penting untuk mengetahui kadar atau besarnya perlindungan(proteksi) yang benar-benar
diberikan oleh tarif terhadap suatu sektor industri. Besarnya perlindungan ini dinyatakan
dalam persentase dari harga yang berlaku jika perdagangan berlangsung dengan bebas.
Jika jenis tarifnya berbentuk pajak ad valoren yang besarnya proporsional terhadap
nilai impor, maka tingkat tarif itu sendiri akan mengukur besarnya proteksi. Jika jenis tarifnya
adalah tarif spesifik, maka dengan membagi tarif dengan harga netto setelah tarif akan
menghasilkan angka yang sama dengan tarif ad valoren.
Ada dua permasalahan yang harus diperhitungkan dalam menghitung tingkat proteksi
seperti diatas. Pertama, jika asumsi negara kecil bukan pertimbangan yang akurat, maka
sebagian dampak tarif akan nampak menurunkan harga ekspor dan sebagian meningkatkan
harga Domestik. Dampak dari kebijakan perdagangan terhadap harga ekspor itu sangat
penting.
Masalah kedua adalah, tarif bisa menimbulkan dampak yang berbeda di setiap tahapan
produksi semua barang. Misalkan harga mobil di pasaran dunia adalah $8.000 dan harga
keseluruhan suku cadangnya adalah $6.000. Satu negara ingin mendorong pengembangan
industri perakitan mobil dan negara lain sudah memiliki industri perakitan yang cukup baik
dan selanjutnya ingin mengembangkan industri suku cadang mobil.

12

Untuk mendorong industri mobil Domestik, negara pertama menetapkan tarif 25


persen atas movbl yang diimpor, sehingga memungkinkan para pengusaha perakitan di dalam
negeri menetapkan harga $10.000, bukan $8.000. Dalam kasus seperti ini, kita sudah salah
kalau mengatakan bahwa pengusaha perakitan mobil menerima proteksi hanya sebesar 25
persen. Sebelum ada tarif, pengusaha perakitan Domestik hanya akan berjalan jika mereka
bisa memperoleh keuntungan setidaknya $2.000(selisih harga mobil $8.000 dan harga
keseluruhan suku cadang $6.000); kini, setelah ada tarif, maka mereka akan dapat
memperoleh laba yang nilai totalnya paling tidak mencapai $4.000(selisih harga mobil setelah
tarif $10.000 dengan biaya suku cadang $6.000). Artinya, pengenaan tarif normal sebesar 25
persen akan memberikan kalangan pengusaha perakitan domestik di negara pertama suatu
tingkat proteksi efektif sebesar 100 persen.
Sementara di negara kedua, dalam rangka mendorong produksi suku cadang di dalam
negeri, pemerintah menetapkan tarif 10 persen atas suku cadang yang diimpor, sehingga
meningkatkan biaya suku cadang bagi pengusaha perakitan sebesar $6.000. Meskipun tidak
ada perubahan tarif atas mobil impor, kebijakan ini menyebabkan bisnis perakitan mobil di
dalam negeri menjadi kurang menguntungakan. Tanpa ada tarif, usaha merakit mobil di dalam
negeri akan bisa menghasilkan $2.000 ($8.000 $6.000); namun setelah ada tarif bisnis
perakitan dalam negeri hanya akan memperoleh $1.400 ($8.000 $6.600). Oleh karena itu, di
satu pihak pemberlakuan tarif memang memberikan proteksi positif kepada pabrik suku
cadang, tetapi di lain pihak menimbulkan proteksi efektif yang negatif bagi pengusaha
perakitan sebesar -30 persen (-600/2000).
Maka para ekonom lebih banyak memberi perhatian guna memerinci perhitungan
untuk mengukur tingkat proteksi efektif yang sebetulnya diperoleh suatu sektor industri
dengan adanya tarif.

13

BIAYA DAN MANFAAT TARIF


Tarif dapat meningkatkan harga barang di negara pengimpor dan menurunkan harga
barang tersebut di negara-negara pengekspor. Sebagai akibat dari perubahan harga ini, maka
kalangan konsumen di negara pengimpor merugi, sedangkan para konsumen di negara
pengekspor beruntung. Produsen di negara pengimpor memperoleh keuntungan, sementara
produsen di negara pengekspor mengalami kerugian.
Surplus Konsumen dan Surplus Produsen
Surplus konsumen (consumer surplus) mengukur besar-kecilnya keuntungan
konsumen dari pembelian karena perbedaan antara harga yang sebenarnya dibayarkannya
dengan tingkat hrga yang akan sanggup ia bayar. Misalnya, jika seorang konsumen sanggup
atau bersedia membayar $8 untuk sekarung gandum, padahal harganya di pasar hanya $3,
maka konsumen tersebut memperoleh surplus dari sekarung gandum yang bias dibelinya, dan
besarnya surplus tersebut sama dengan $5.

Surplus konsumen dapat diperoleh dari kurva permintaan (Gambar 8-6). Misalnya,
harga maksimum yang bersedia atau sanggup dibayar oleh konsumen untuk 10 unit barang
adalah $10. Maka unit ke sepuluh dari barang yang dibeli itu harus senilai $10 bagi
konsumen. Jika kurang dari jumlah itu, maka mereka tidak akan membelinya; apabila nilainya
14

lebih tinggi, mereka akan bersemangat membelinya, sekalipun harganya menjadi lebih tinggi.
Kini anggaplah bahwa agar konsumen bersedia membeli 11 unit barang, harga barang tersebut
harus diturunkan menjadi $9. Maka unit kesebelas pasti hanya bernilai $9 di mata konsumen.
Anggaplah bahwa harga batrang ini $9. Maka konsumen akan bersedia untuk membeli
unit kesebelas barang itu, dank arena itu ia tidak akkan memperoleh surplus konsumen dari
pembelian unit terakhir. Namun, mereka telah bersedia membayar $10 untuk unit kesebelas
ini, dank arena itu memperoleh surplus konsumen senilai $1 dari unit terakhir tersebut.
Mereka mungkin bersedia membayarkan $12 untuk unit yang kesembilan; jika demikian
halnya, maka mereka akan memperoleh surplus konsumen sebesar $3 atas unit kesembilan
ini, dan demikian seterusnya.

Melalui langkah-langkah generalisasi atas dasar contoh tersebut, maka seandainya saja
P adalah tingkat harga yang berlaku, dan Q melambangkan jumlah atau kuantitas barang yang
akan diminta oleh para konsumen pada tingkat harga itu, surplus konsumen akan dapat
dihitung cukup dengan memngurangkan hasil perkalian antara P dan Q dari luas bidang di
bawah kurva permintaan sampai batas Q (Gambar 8-7). Seandainya tingkat harga yang tengah
berlaku untuk suatu jenis barang adalah P1, sedangkan jumlah yang diminta sebesar Q 1, maka
dengan sendirinya besarnya surplus konsumen adalah sama dengan luas bidang a. Kemudian
seandainya tingkat harga itu mengalami penurunan sehingga menjadi P 2, jumlah yang diminta
15

meningkat menjadi Q2, sehingga surplus konsumen bertambah menjadi bidang a ditambah
denggan luas bidang b.
Surplus Produsen (producer surplus) mengukur besar-kecilnya keuntungan produsen
dari penjualan karena perbedaan antara harga yang sebenernya diterimanya dengan tingkat
harga yang akan sanggup ia jual. Jika produsen akan sanggup dengan senang hati atau
bersedia menjual barang dengan harga $12, namun ternyata ia bias menjualnya dengan harga
$5, maka ia pun meraih surplus produsen sebesar $3 dari penjualannya. Dengan cara yang
sama seperti yang digunakan untuk memperoleh ilia surplus konsumen dari kurva permintaan,
surplus produsen dapat diperoleh dari kurva penawaran.

Jika P dan Q kita tetapkan masing-masing melambangkan harga yang berlaku dan
jumlah suatu barang yang ditawarkan pada tingkat harga tersebut, maka surplus produsen
adalah P dikalikan dengan Q dikurangi dengan luas wilayah atas bidang di bawah penawaran
ttik Q (Gambar 8-8). Surplus produsen sama dengan bidang c. kemudian seandainya saja
harga meningkat menjadi P2, lantas jumlah yang ditawarkan meningkat menjadi Q 2, maka
surplus produsen akan meninkat menjadi bidang c ditambah bidang d.

16

Perhitungan Biaya dan Manfaat

Gambar 8-9 mengilustrasikan biaya dan manfaat pengenaan tarif bagi negara
pengimpor. Tarif tersebut meningkatkan harga doestik dari Pw ke PT tetapi tarif tersebut
mengakibatkan harga ekspor turun dari Pw ke P*T (lihat kembali ke Gambar 8-4). produksi
dalam negeri meningkat dari S1 ke S2, sedangkan konsumsi dalam negeri turun dari D 1 ke D2.
Biaya dan manfaat bagi setiap kelompok masyarakat akan dapat dinyatakan sebagai
penjumlahhan biadang a, b, c, d, e.
Pertama-tama perhatikan bidang yang mencerminkan keuntungan produsen. Mereka
menerima harga yang lebih tinggi dan karena itu memperoleh surplus produsen yang lebih
besar. Dengan mengacu kembali ke Gambar8-8, surplus produsen sama dengan bidang
dibawah garis harga namun di atas kurva penawaran. Sebelum tarif, surplus produsennya
sama dengan daerah dibawah Pw namun di atas kurva penawaran. Ketika harga naik e P T
surplusnya naik senilai bidang a. jadi, produsen diuntungkan oleh tarif.
Para konsumen domestik juga menghadapi harga yang lebih tinggi, dan oleh karena
itu mereka merugi. Dengan mengacu kembali kepada Gambar 8-7, surplus konsiumen sama
dengan bidang di atas garis harga namun di bawah kurva permintaan. Akibat tarif, harga naik

17

dari Pw ke PT, sehingga surplus konsumen turun senilai bidang a + b + c + d. jadi, konsumen
jelas dirugikan oleh tarif.
Di sini ada aktor ketiga, yaitu pemerintah. Pemerintah bias memperoleh keuntungan
dari penerimaan tarif. Penerimaan pemerintah bisa memperoleh keuntungan dari penerimaan
tarif. Penerimaan pemerintah itu besarnya sama dengan tarif t dikalikan dengan volume imor
Q1 = D2 S2. Karena t = PT P*T, maka besarnya jumlah ppenerimaan pemerintah dari tarif
tersebut sama dengan luas bidang c dan e.
Dampak netto yang akan ditimbulkan oleh pengenaan tarif terhadap kesejahteraan
umum. Biaya tarif netto adalah:
Kerugian konsumen keuntungan produsen = penerimanaa pemerintah

(8-1)

Atau, jika kita menggunakan perhitungan luas bidang pada Gambar 8-9, maka kita pun
memperoleh rumus alternatif sebagai berikut:
(a + b + c + d) a (c + e) = b + d e

(8-2)

Hal itu berarti ada dua segitiga yang mencerminkan adanya kerugian, dan satu
empat persegi panjang yang mengukur pertimbangan manfaatnya. Cara yang cocok untuk
menafsirkan segenap keuntungan dan kerugian ini adalah sebagai berikut: segitiga-segitiga
yang mengukur adanya kerugian mencerminkan kerugian efisiensi (efficiency loss) yang
timbul karena tarif cenderung memiuh insentif ekonomis, sedangkan bidang empat persegi
panjang mencerminkan keuntungan berupa perbaikan nilai tukar perdagangan (terms of trade
gain) yang muncul karena pemberlakuan tarif tersebut menyebabkan harga produk ekspor
dari negara-negara lain turun.

18

Dampak tarif netto terhadap kesejahteraan itu diperlihatkan pada Gambar 8-10.
Dampaknya yang negative terdiri dari kedua segitiga b dan d. segitiga pertama adalah
kerugian akibat piuh produksi (production distortion loss). Ini merupakan kenyataan bahwa
tarif menyebabkan produsen domestic memproduksi terlalu banyak barang sehingga tidak
semuanya bisa a jual dengan harga yang menguntungkan. Segitiga kedua adalah kerugian
piuh konsumsi (consumption distortion loss), yang timbul sehubungan dengan adanya
kenyataan bahwa pengenaan tarif menyebabkan konsumen mengkonsumsi barang terlalu
sedikit. Kerugian-kerugian ini harus dibandingkan dengan keuntungan dari nilai tukar
perdagangan yang diukur oleh segi empat e, yang muncul berkat adanya penurunan harga
ekspor luar negeri sebagai akibat dari pengenaan tarif tadi. Dalam kasus negara kecil yang
tidak akan mampu mempengaruhi harga-harga internasional, dampak terakhir ini tidak ada,
sehingga biaya tarif pasti akan melebihi manfaatnya. Singkat kata, dampak netto pengenaan
tarif tersebut adalah kerugian.

19

INSTRUMEN-INSTRUMEN KEBIJAKAN PERDAGANGAN LAINNYA


Subsidi Ekspor: Teori
Subsidi Ekspor adalah pembayaran oleh pemerintah dalam jumlah tertentu kepada
suatu perusahaan atau perseorangan yang menjual barang ke luar negeri. Seperti halnya tarif,
subsidi ekspor dapat berbentuk spesifik atau dalam bentuk ad valorem. Jika pemerintah
memberikan subsidi ekspor, pengirim akan mengekspor barang sampai batas dimana selisih
harga domestik dan harga luar negeri sama dengan nilai subsidi.

Harga di negara pengekspor meningkat dari PW ke PS namun harga lebih kecil daripada
besar subsidi. Di negara pengekspor, konsumen dirugikan, produsen diuntungkan, dan
pemerintah merugi karena harus mengeluarkan dana subsidi. Kerugian konsumen adalah
bidang a + b; keuntungan produsen adalah a + b + c, sedangkan kerugian total yang harus
ditanggung oleh pemerintah adalah bidang b + c + d + e + f + g. Dengan demikian, dampak
kerugian kesejahteraan netto akibat pemberian subsidi ekspor tersebut adalah bidang b + d + e
+ f + g. Berbeda dengan kasus pengenaan tarif, pemberian subsidi ekspor juga memperburuk
nilai tukar perdagangan (terms of trade) karena hal tersebut mengakibatkan turunnya harga
ekspor di pasaran luar negeri dari Pw ke P*s.Hal ini menyebabkan tambahan kerugian dalam
20

nilai tukar perdagangan sebesar e + f + g, yang sama dengan Pw P*s dikalikan jumlah
ekspor yang disubsidi. Dengan demikian, keuntungan dari pemberian subsidi jauh lebih kecil
daripada biaya yang ditimbulkannya

Kuota Impor: Teori


Kuota Impor adalah pembatasan langsung atas jumlah barang yang boleh diimpor.
Pembatasan ini biasanya diberlakukan dengan memberikan lisensi kepada beberapa kelompok
individu atau perusahaan domestik untuk mengimpor suatu produk yang jumlahnya dibatasi
itu.
Kerancuan yang paling penting untuk dihindari dalam memahami pembatasan impor
adalah mengenai suatu pandangan yang mengatakan bahwa kuota pasti mamupu membatasi
kuantitas impor tanpa meningkatkan harga domestik. Dalam kenyataannya, praktek
pembatasan impor selalu meningkatkan harga barang yang diimpor di pasar domestik. Jika
impor dibatasi, akibat langsungnya adalah bahwa pada tingkat harga semula (sebelum ada
pembatasan) permintaan untuk barang yang bersangkutan lebih besar daripada penawaran
domestik plus impor. Keadaain ini menyebabkan harga lebih tinggi sampai terciptanya
keseimbangan baru.
Perbedaan dampak yang ditimbulkan oleh kuota dari yang ditimbulkan oleh tarif
adalah bahwa dengan menerapkan kuota pemerintah tidak memperoleh pendapatan secara
langsung. Jika pemerintah memilih untuk memberlakukan kuota, bukannya tarif, untuk
membatasi impor, maka besarnnya pendapatan yang akan diperoleh dengan mengenakan tarif
masih dapat diperoleh dengan cara memunggutnya dari siapa saja yang menerima lisensi
impor. Pemegang lisensi dapat mengimpor suatu produk yang dikenai kuota dan menjualnya
di domestik. Dengan harga yang lebih tinggi. Keuntungan yang diperoleh dari pemegang
lisensi disebut sebagai rente kuota (qouta rents).
21

Pengekangan Ekspor Secara Sukarela


Pengekangan ekspor secara sukarela (voluntary export restraint, VER) adalah suatu
bentuk pembatasan (kuota) atas jangkauan atau tingkat intensitas hubungan perdagangan
internasional yang dikenakan oleh pihak negara pengekspor, bukan oleh pihak pengimpor.
VER pada umumnya dilaksanakan atas permintaan negara pengimpor dan disepakati
oleh negara pengekspor untuk mencegah pembatasan pembatasan perdagangan lainnya yang
mungkin saja lebih ketat. Pengendalian ekspor sukarela ini sesungguhnya persis sama dengan
kuota impor dimana lisensi diberikan kepada pemerintah asing dan karena itu sangat mahal
biayanya bagi negara pengimpor.
VER selalu lebih mahal bagi negara pengimpor apabila dibandingkan dengan
instrumen tarif yang mampu membatasi impor dengan jumlah yang sama. Bedanya, apa yang
menjadi pendapatan pemerintah dalam tarif menjadi rent atau keuntungan sepihak yang
diperoleh oleh unsur asig dalam VER, sehingga VER jelas mengakibatkan kerugian bagi
pemerintah negara yang menjalankannya.

Persyaratan Konten Lokal


Persyaratan konten lokal (local content requirement) adalah suatu peraturan yang
mensyaratkan bahwa bagian bagian tertentu dari suatu produk secara fisik harus dibuat di
dalam negeri., atau menggunakan bahan bahan baku dan komponen setempat. Bagian lokal
ini dapat dinyatakan dalam unit - unit fisik atau dalam satuan nilai. Ketentuan kandungan
lokal ini telah digunakan secara luas oleh pemerintah negara negara berkembang yang
menginginkan beralihnya basis industri manufakturnya dari kegiatan perakitan menjadi
kegiatan pengolahan intermediate goods
22

Ketentuan konten lokal sama sekali tidak menciptakan penerimaan tambahan bagi
pemerintah atau qoute rent. Sebaliknya, perbedaan harga antara harga impor dan harga
barang domestik mengakibatkan harga rata rata barang lebih tinggi dari harga impor dan
dibebankan langsung kepada konsumen..
Misalkan saja perusahaan perakitan mobil diperlukan untuk menggunakan 50%
komponen dalam negeri. Biaya suku cadang yang diimpor adalah $ 6000 dan biaya bagian
yang sama di domestik adalah $ 10.000. Maka biaya rata-rata bagian adalah $ 8.000 (0,5x $
6.000 + 0.5 x $ 10.000).
Salah satu aspek yang menarik dari kajian mengenai pemberlakuan peraturan konten
lokal ini adalah terbukanya peluang untuk berkelit dari ketentuan ini, asalkan perusahaan yang
bersangkutan tidak menjual produknya (yang sama sekali tidak memakai bahan baku lokal)
itu di pasar domestik, melainkan mengekspornya ke luar negeri.

Perangkat Kebijakan Perdagangan Lainnya


Ada cara lain yang digunakan oleh pemerintah untuk mempengaruhi intensitas
perdagangan internasionalnya, yaitu:
a. Subsidi kredit ekspor. Ini semacam subsidi ekspor, hanya saja wujudnya berupa pinjaman
yang disubsidi kepada pembeli .
b. Proyek Pengadaan Pemerintah (national procurement). Pembelian pembelian oleh
pemerintah atau perusahaan dapat diarahkan pada barang barang yang diproduksi dalam
negeri, meskipun barang barang tersebut lebih mahal daripada barang yang diimpor.
c. Hambatan Hambatan Birokrasi (red-tape barriers). Terkadang pemerintah ingin
membatasi impor tanpa melakukannya secara formal.Contoh klasiknya adalah surat
keputusan pemerintah Perancis tahun 1982 yang mengharuskan seluruh alat perekam

23

kaset video Jepang melalui pemeriksaan jawatan pabean yang kecil di poitiers - yang
secara efektif membatasi realisasi impornya sampai jumlah yang relatif amat sedikit.

DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN: RIGKASAN


Tabel 8-1 Dampak Berbagai Kebijakan Perdagangan

Tarif

Subsidi Ekspor

Kuota Impor

Pengekangan
Ekspor "suka
rela"

Surplus
Produsen

Meningkat

Meningkat

Meningkat

Meningkat

Surplus
Konsumen

Turun

Turun

Turun

Turun

Pendapatan
Pemerintah

Meningkat

Turun (belanja
pemerintah
naik)

Tidak berubah
(rente bagi
pemilik lisensi)

Tidak berubah
(rente bagi pihak
asing)

Kesejahteraan
Sosial secara
Keseluruhan

Tidak pasti
(turun untuk
negara kecil)

Tidak pasti
(turun untuk
negara kecil)

Turun

24

Turun

KESIMPULAN

Berbeda dengan analisis sebelumnya, yang menkankan pada interaksi pasar


keseimbangan umum, maka analisis kebijakan perdagangan biasanya cukup dengan

menggunakan pendekatan keseimbangan parsial.


Tarif menciptakan selisih antara harga luar negeri dengan harga domestik, serta
cenderung meningkatkan harga domestik, walaupun besar kenaikan itu lebih rendah

daripada tingkat tarifnya sendiri.


Biaya dan keuntungan pemberlakuan tarif secara umum bisa diukur dengan konsep
surplus konsumen dan surplus produsen. Maka dapat ditunjukkan bahwa produsen di
domestik memperoleh keuntungan karena tarif meningkatkan harga mereka. Namun,
konsumen domestik rugi, karena alasan yang sama. Juga ada keuntungan dalam

bentuk penerimaan pemerintah.


Apabila kita menggabungkan semua keuntungan dan kerugian dari pengenaan tarif itu,
maka kita akan memperoleh dampak netto atas kesejahteraan nasional, yang dapat
dipisahkan ke dalam dua bagian. Ada kerugian efisiensi, yang diakibatkan oleh piuh
dalam insentif ekonomis yang dihadapi produsen dan konsumen. Selanjutnya ada

keuntungan nilai tukar perdagangan.


Analisis tarif itu dapat dengan mudah diadaptasi untuk memahami pemberlakuan
instrumen atau perangkat kebijakan perdagangan lainnya, seperti subsidi ekspor, kuota
impor dan pengekangan ekspor sukarela.

DAFTAR PUSTAKA

25

Krugman, Paul R. 2000. Ekonomi Internasional Teori dan Kebijakan Jilid 1. PT Indeks
Kelompok Gramedia : Jakarta

26

You might also like