You are on page 1of 13

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Karbohidrat merupakan salah satu komponen penting yang dibutuhkan
oleh makhluk hidup, termasuk manusia. Karbohidrat itu merupakan komponen
penting yang dipakai oleh manusia untuk melakukan suatu kerja. Di dalam
sistem metabolisme manusia, karbohidrat yang dikonsumsi oleh manusia akan
diubah menjadi suatu bentuk energi, dimana energi itulah yang akan dipakai
untuk melakukan suatu kerja.
Oleh karena karbohidrat itu erat hubungannya dengan kelangsungan
hidup manusia, maka kita perlu mempelajari semua hal yang berkaitan dengan
karbohidrat, termasuk senyawa-senyawa atau zat yang terkandung didalamnya.
Agar kita dapat mengetahui senyawa dan kandungan yang terkandung didalam
sutau karbohidrat, maka kita perlu melakukan beberapa uji kualitatif karbohidrat.
Dimana setelah kita memahami semua uji yang berkaitan dengan uji kualitatif
karbohidrat, kita sebagai pihak yang akan terjun ke dalam dunia kedokteran,
akan mampu menerapkan ilmu ini dalam hal mengidentifikasi suatu penyakit,
khusunya terkait dengan proses eliminasi (pembuangan urine). Seperti kita tahu,
bahwa urine orang yang sehat itu tidak mungkin mengandung sakarida jenis
apapun. Jika di dalam suatu test urine didapatkan hasil bahwa di dalam urine
seseorang tersebut mengandung sakarida, maka dapat disimpulkan bahwa
seseorang itu mengidap penyakit diabetes. Telah terjadi kerusakan dalam system
penyaringan didalam ginjal. Maka, agar kita mampu melakukan pemeriksaan
seperti itu, terlebih dahulu kita perlu memahami benar mengenai sifat-sifat
karbohidrat dan uji kualitatif serta identifikasi karbohidrat yang terdapat pada
cairan tubuh manusia.
B. TUJUAN
1. Memahami sifat-sifat karbohidrat
2. Uji kualitatif dan identifikasi karbohidrat yang terdapat pada cairan tubuh
manusia
BAB II
DASAR TEORI
Tiga molekul besar diantara empat kategori senyawa organik kehidupan
adalah karbohidrat, protein dan asam nukleat. Ketiganya merupakan molekul
yang mempunyai rantai yang disebut polimer. Karbohidrat yang paling sederhana

adalah monosakarida, gula tunggal yang juga dikenal sebagai gula sgderhana.
Sedangkan gula ganda disebut disakarida, terdiri atas dua monosakarida yang
dihubunhkan melalui kondensasi. Istilah karbohidrat sendiri meliputi gula dan
polimernya. Yang merupakan makromolekul adalah polisakarida, polimer yang
terdiri dari banyak gula (Campbell, 2000).
Karbohidrat merupakan senyawa karbon, hidrogen dan oksigen yang
terdapat dalam alam. Banyak karbohidrat mempunyai rumus empiris CH 2O.
Senyawa ini pernah disangka hidrat dari karbon, sehingga disebut karbohidrat
(Fessenden, 1986).
Pengklasifikasian karbohidrat yang lebih jelas adalah sebagai berikut:
1. Monosakarida
Monosakarida adalah karbohidrat yang tidak dapat dihidrolisis menjadi
bentuk yang lebih sederhana lagi. Gula-gula sederhana dapat dibagi lagi dalam
triosa, tetrosa, pentosa, heksosa dan heptosa, tergantung jumlah atom karbon
yang mereka miliki atau sebagai aldosa dan ketosa tergantung gugus yang
dimiliki oleh sakarida. Memiliki gugus keton atau aldehida. Contohnya: ribosa,
glukosa dan fruktosa.
2. Disakarida
Disakarida menghasilkan 2 molekul monosakarida yang sama atau
berbeda jika dihidrolisis. Contoh: sakarosa, maltosa, laktosa.
3. Oligosakarida
Oligosakarida adalah sakarida yang tersusun atas beberapa molekul
monosakarida biasanya antara 3-6 monosakarida. Contoh: raffinosa yang
tersusun atas galaktosa-glukosa-fruktosa, melezitosa yang tersusun atas
glukosa-fruktosa-galaktosa.
4. Polisakarida
Polisakarida adalah sakarida yang tersusun atas banyak (100-1000)
molekul monosakarida. Contoh: amilum yang terdapat dalam tumbuh-tumbuhan,
glikogen yang terdapat dalam hewan dan selulosa sebagai penyusun dinding sel
tumbuhan (Mayes, 1984).
Di alam monosakarida dalam bentuk glukosa dihasilkan dari reaksi antara
karbondioksida (CO2) dan air (H2O) dengan bantuan sinar matahari dan klorofil
dalam daun. Proses ini disebut fotosintesis dan glukosa yang terbentuk terus
digunakan untuk pembentukkan amilum dan selulosa.

6CO2

+ 6H2O

sinar matahari
klorofil

C6H2O6 + 6CO2

Amilum terbentuk dari glukosa dengan cara menggabungkan molekul-molekul


glukosa yang membentuk rantai lurus maupun bercabang dengan pelepasan
molekul air (Poedjiadi, 1994).
Karbohidrat mempunyai sifat mereduksi terutama pada suasana basa.
Sifat ini digunakan untuk keperluan identifikasi karbohidrat maupun analisis
kualitatif, antara lain:
1. Pereaksi Fehling
Fehling terdiri dari 2 larutan yakni Fehling A (larutan CuSO 4 dalam air)
dan Fehling B (larutan garam KNa tartat dan NaOH dalam air). Kedua macam
larutan ini disimpan terpisah dan baru dicampur menjelang digunakan untuk
memeriksa suatu karbohidrat.
2. Pereaksi Benedict
Glukosa dapat mereduksi ion Cu2+ dari cuprisulfat menjadi ion Cu + yang
kemudian mengendap sebagai Cu2O. Adanya Natrium Sitrat membuat pereaksi
benedict bersifat basa lemah. Endapan yang terbentuk dapat berwarna hijau
kuning atau merah bata tergantung konsentrasi karbohidrat yang diperlukan.
3. Pembentukkan Furfural
Merupakan reaksi dehidrasi atau pelepasan molekul air dari suatu
senyawa. Oleh karena furfural atau derivatnya dapat membentuk senyawa yang
berwarna apabila bereaksi dengan nafta dan timol, reaksi ini dapat dijadikan
reaksi pengenal untuk karbohidrat.
4. Pereaksi Barfoed
Digunakan pada suasana asam, terdiri atas larutan Cupriasetat dan asam
asetat. Digunakan untuk membedakan monosakarida dan poliosakarida.
Modifikasi atas pelarut ini dengan mengambil asam asetat dengan asam laktat
dan ion Cu+ yang bereaksi dengan warna fosfomolibdat hingga menghasilkan
warna biru yang menunjukkan adanya monosakarida.
5. Pembentukkan Ozazon
Semua karbohidrat yang mempunyai gugus aldehid atau keton bebas
akan membentuk ozazon bila dipanaskan besama fenilhidrazin berlebih. Ozazon
yang terjadi mempunyai bentuk Kristal atau titik lebur yang khas bagi masingmasing karbohidrat.
6. Pembentukkan Ester
Adanya gugus hidoksil pada karbohidrat memungkinkan terjadinya ester
bila direaksikan dengan asam. Proses esterifikasi dengan asam fosfat yang
berlangsung dalam tubuh kita disebut juga proses fosforilasi (Poedjiadi, 1994).

BAB III
METODOLOGI
A. ALAT dan BAHAN
Alat
Tabung reaksi 1 set
Gelas ukur (10, 25, 50 mL)
Gelas piala 9100, 250, 500 mL)
Lampu spiritus
Gelas pengaduk
Sendok sungu
Penjepit tabung reaksi
Pipet tetes
Kompor listrik
Mikroskop
Bahan
Sukrosa 1%
Fruktosa 1%

Glukosa 1%
Glukosa 5%
Maltosa 1%
Pati 1%
Air
Urine manusia
Saliva manusia
Reagen Salliwanoff
Alfa naphtol 5%
H2SO4 pekat
Reagen Benedict
HCl pekat
Fehling A (CuSO4 + H2SO4)
Fehling B (NaOH + Kna-tartat)
Iodin 10%

B. CARA KERJA
Uji Molish terhadap urine
Memasukkan masing-masing 2 mL larutan glukosa 1%, fruktosa 1%, maltosa
1% dan urine ke dalam tabung reaksi
Menambahkan 2 tetes alfa naphtol 5% ke dalam tabung reaksi tersebut
Menambahkan 1 mL H2SO4 pekat ke dalam tabung reaksi secara perlahan
melewati dinding tabung
Mengamati perubahan warna yang terjadi
Reaksi Salliwanoff terhadap saliva dan urine
Menempatkan 2 tetes larutan glukosa 1% dan fruktosa ke dalam tabung reaksi
Menambahkan 2 mL reagen Salliwanoff ke dalam tabung reaksi
Panaskan dalam air hangat selama 1 menit
Mengamati perubahan warna yang terjadi dan kecepatan pembentukkan
warnanya
Melakukan pengujian yang sama untuk saliva dan urine
Tes Fehling
Memasukkan 1 mL larutan Fehling A dan 1 mL larutan Fehling B dalam tabung
reaksi yang kering
Menambahkan 10 tetes laarutan glukosa ke dalam tabung reaksi
Panaskan dalam penangas air sampai mendidih

Mengamati dan mencatat perubahan yang terjadi


Mengulangi percobaan ini untuk memeriksa sampel yang lainnya
Uji Benedict terhadap saliva dan urine
Menempatkan 5 tetes larutan glukosa 5%, fruktosa 1%, sukrosa 1% dan air ke
dalam masing-masing tabung reaksi
Menambahkan 2 mL reagen Benedict ke dalam masing-masing tabung reaksi
Panaskan dalam air mendidih selama 5 menit
Mengamati perubahan warna yang terjadi serta kecepatan perubahannya
Tes Iodin
Mengasamkan larutan pati dengan HCl
Menambahkan 1 tetes campuran diatas ke dalam larutan iodine dalam KI
Mengamati perubahan yang terjadi

BAB IV
HASIL dan PEMBAHASAN
A. HASIL
Uji Mollish
Sakarida
Glukosa 1%

Setelah di+ Alfa Naphtol


dan + H2SO4 pekat
Terdapat cincin ungu

Hasil
(+)

Maltosa 1%

Terdapat cincin ungu

(+)

Tidak terdapat cincin


Fruktosa 1%

ungu dan larutan

(-)

berwarna cokelat
Tidak terdapat cincin
Urine

ungu dan larutan

(-)

berwarna cokelat

Uji Salliwanoff

Sakarida
Glukosa 1%

Setelah di+ reagen


Salliwanoff + dipanaskan
Larutan berwarna bening
Larutan berwarna merah

Saliva

kecoklatan

Hasil
(-)
(+)

Fruktosa 1%

Larutan berwarna merah

(+)

Urine

Larutan berwarna jingga

(+)

Tes Fehling
Sakarida
Glukosa 5%

Setelah di+ Fehling A dan


Fehling B + dipanaskan
Larutan menjadi
berwarna merah bata

Hasil

(+)

Tidak terjadi perubahan


Urine

warna, tetap berwarna

(-)

kuning urine
Uji Benedict
Sakarida

Sebelum Reaksi

Setelah di+ Benedict +


dipanaskan

Hasil

Larutan berwarna

Larutan menjadi berwarna

Biru

merah bata

Sukrosa 1%

Larutan berwarna
Biru

Tidak terjadi perubahan

Fruktosa 1%

Larutan berwarna
Biru

Larutan menjadi berwarna

Urine

Larutan berwarna
Biru

Tidak terjadi perubahan

Saliva

Larutan berwarna
Biru

Larutan menjadi berwarna

Glukosa 5%

(+)

(-)

warna

jingga

(+)

(-)

warna

biru kehijauan

(+)

Tes Iodin
Sakarida
Larutan pati

Saliva

Sebelum terjadi reaksi

Setelah terjadi reaksi

Larutan bening tidak

Larutan menjadi berwarna

berwarna

biru tua

Larutan bening tidak

Larutan menjadi berwarna

berwarna

kuning muda

B. PEMBAHASAN
1. Percobaan Mollisch
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya
kandungan monosakarida dalam suatu senyawa/zat, misalnya pada praktikum
kali ini yang dipakai adalah jenis sakarida dan urine. Sakarida yang dipakai pada
percobaan ini adalah glukosa 1%, maltosa 1% dan fruktosa 1%.Masing-masing
tabung reaksi diisi dengan ketiga jenis sakarida tersebut dan urine. Kemudian
ditambahkan pereaksi Mollisch yang terdiri dari larutan Naftol dalam alkohol.
Naftol berada dalam alkohol karena Naftol teroksidasi dengan udara bebas.
Adanya proton H+ dari R-OH-R-O- + H+, alkohol akan melindungi Naftol
sehingga dapat bereaksi dengan sakarida. Selain itu juga dipakai untuk
melarutkan Naftol.

Masing-masing tabung ditambahkan dengan pereaksi H2SO4 pekat secara


perlahan melalui dinding tabung, hal ini dilakukan karena H2SO4 pekat bersifat
eksotermis. Pada percobaan ini digunakan H2SO4 pekat, karena memiliki sifat:
Asam kuat =1
Higroskopis; menarik air
Oksidator
Bersifat eksotermis, sehingga dalam pembentukkan furfural tidak perlu lagi
membutuhkan panas
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, ditemukan bahwa pada
glukosa 1% dan maltosa 1% terbentuk cincin ungu. Hal ini disebabkan karena
glukosa ini merupakan monosakarida yang mempunyai gugus aldehid.
Pembentukkan cincin ungu pada maltosa berlangsung lebih lambat daripada
glukosa, hal ini disebabkan karena maltosa merupakan disakarida sehingga
ketika direaksikan dengan H2SO4 pekat dan Naftol, maltosa harus dipecah
terlebih dahulu agar menjadi bentuk monosakarida. Dalam percobaan ini, pada
fruktosa 1% tidak terbentuk cincin ungu, padahal seharusnya terbentuk cincin
ungu, karena fruktosa itu merupakan golongan monosakarida pula. Hal ini
mungkin disebabkan oleh karena terjadi kesalahan praktikan, mungkin dalam
mencuci alat yang kurang bersih. Pada urine, tidak ditemukan adanya cincin
ungu, larutan berwarna cokelat. Hal ini menyatakan bahwa urine tersebut
kondidinya baik/sehat, karena didalam urine seseorang yang sehat tidak
mungkin ditemukan adanya sakarida golongan apapun.
2. Percobaan Salliwanoff
Percobaan salliwanoff ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya gugus
keton pada sakarida. Pada percobaan larutan uji yang dipakai adalah glukosa
1%, fruktosa 1%, urine dan saliva. Reagen Salliwanoff ini berisi 0,5 g tersasinol
dalam 100 mL HCl 4 N.
Reaksi yang terjadi adalah:

HO

OH

HCl 4 N

Tidak berwarna

Aldehida

Resorcinol
HO

OH

HCl 4 N

OH

Keton

Resorcinol
O

Merah

Pada hasil percobaan didapatkan hasil positif pada larutan fruktosa 1% dan
saliva yang ditunjukkan dengan warna larutan menjadi merah. Pada fruktosa dan
saliva , hasilnya positif, hal ini dikarenakan pada fruktosa dan saliva ini memang
mengandung gugus keton. Sedangkan hasil negatif didapatkan pada glukosa,
yang dirtunjukkan dengan warna larutan menjadi bening. Hal ini disebabkan
karena glukosa itu mengandung gugus aldehid bukan keton. Namun satu
kesalah terjadi pada urine, berdasarkan percobaan larutan urine memberikan
hasil positif dengan warna larutan jingga. Ini merupakan suatu penyimpangan,
karena pada urine yang sehat tidak mungkin mengandung sakarida jenis
apapun. Hal ini mungkin disebabkan urine yang dipakai sebagai bahan
percobaan merupakan urine yang tidak normal atau bisa juga disebabkan
kesalahan praktikan dalam hal mencuci tabung reaksi.
3. Uji Fehling
Tujuan dari uji Fehling ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya gugus
gula pereduksi. Fungsi dari Fehling A adalah CuSO 4 sebagai sumber ion Cu2+,
sebagai agen pengoksidasi dan Fehling B yang berisi NaOH, yang berfungsi
sebagai penyedia suasana basa. Pereakasi Fehling merupakan campuran dari
larutan Fehling A dan Fehling B, reaksi pencampurannya adalah sebagai berikut:
Dalam uji Fehling ini larutan yang diuji adalah glukosa 5% dan urine, kedua
larutan itu dicampurkan dengan pereaksi fehling lalu dipanaskan. Jika sakarida
yang dipakai merupakan gula pereduksi maka pada hasil percobaan didapatkan
endapan berwarna merah bata. Endapan merah bata dihasilkan dari CuO yang
direduksi olek sakarida. CuO akan menyerang gugus aldehid dari suatu struktur

gula menjadi asam karboksilat. Berdasarkan percobaan didapatkan hasil positif


pada glukosa 5% yang ditandai dengan adanya endapan berwarna merah bata.
Hal

ini

disebabkan

glukosa

merupakan

golongan

monosakarida

yang

mengandung aldehid, yang merupakan gugus gula pereduksi. Pada urine,


menunjukkan hasil negatif, ditandai dengan warna larutan yang tidak berubah,
tetap berwarna kuning urine. Hal ini menunjukkan bahwa pada urine tidak
mengandung gugus gula pereduksi dan dapat disimpulkan bahwa urine yang
diteliti ini sehat/normal.
4. Uji Benedict
Pada uji Benedict ini, larutan yang dipakai antara lain adalah glukosa 5%,
sukrosa 1%, fruktosa 1%, urine dan saliva. Sebelum terjadi reaksi atau sebelum
semua larutan ditambah dengan pereaksi Benedict, semua larutan berwarna
biru. Setelah ditambahkan pereaksi benedict dan dipanaskan, larutan glukosa
5% berubah menjadi berwarna merah bata, fruktosa 1% berubah menjadi
berwarna jingga, saliva berubah menjadi biru kehijauan. Hal ini disebabkan
Glukosa 5%, fruktosa 1%, saliva

dapat mereduksi ion Cu 2+ dari cuprisulfat

menjadi ion Cu+ yang kemudian mengendap sebagai Cu2O. Adanya Natrium
Sitrat membuat perekasi benedict bersifat basa lemah. Semakin tinggi
konsentrasi sakarida yang dipakai, maka intensitas warna yang dihasilkan juga
semakin tinggi.
5. Test Iodin
Test Iodin ini bertujuan untuk mengubah polisakarida menjadi bentuk
monosakarida. Pada percobaan senyawa yang diuji adalah saliva dan larutan
pati.
Pada larutan pati setelah ditetesi dengan iodine, warna larutan berubah dari
bening menjadi biru tua. Sedangkan pada saliva, warna larutan berubah dari
bening menjdi kuning muda. Jika dilakukan pemanasan secara terus menerus,
maka warna larutan akan menjadi semakin memudar. Pemanasan yang
dilakukan membuat larutan pati maupun saliva yang mengandung senyawa
polisakarida berubah perlahan-lahan menjadi bentuk monosakarida. Kegunaan
mempelajari sifat-sifat dari karbohidrat dan kegunaan mempelajari uji kualitatif
karbohidrat dalam dunia kedokteran adalah terkait mengenai mendiagnosis
penyakit dengan cara melakukan pemeriksaan laboratorium terkait dalam sistem
ekskresi pada ginjal. Untuk megetahui apakah ginjal seseorang yang kita test itu
mengalami masalah atau tidak kita dapat mengetahuinya dengan cara

melakukan test di laboratorium. Seperti yang telah kita ketahui, bahwa urine
orang yang sehat itu mengandung air, urea, asam urat, amoniak, keratin, asam
laktat, asam fosfat, asam sulfat, klorida, garam-garam terutama garam dapur dan
zat-zat yang berlebihan didalam darah, misalnya vitamin C dan tidak
mengandung karbohidarat jenis apapun. Dengan melakukan suatu test, maka
kita dapat mengetahui senyawa apa saja yang terkandung didalam urine orang
tersebut, dimana jika ada senyawa yang seharusnya tidak boleh terkandung
didalam urine tetapi justru ada, maka dapat disimpulkan bahwa seseorang
tersebut mengalami kelainan ginjal. Sebagai contoh apabila setelah dilakukan uji
laboratorium, ternyata urine seseorang itu mengandung glukosa, maka dapat
didiagnosis bahwa orang itu menderita penyakit glikosuria, yakni adanya glukosa
dalam urine. Telah terjadi kerusakan pada tabung ginjal. Selain itu apabila
setelah dilakukan uji laboratorium, ternyata urine seseorang itu mengandung
keton, maka dapat didiagnosis bahwa orang tersebut menderita penyakit ketosis,
yakni penyakit yang terjadi pada seseorang yang melakukan diet karbohidrat
ketat.
Selain itu, dengan memahami berbagai uji dan sifat karbohidrat sendiri,kita
mejdai semakin yakin, bahwa didalam saliva manusia itu memang mengandung
suatu enzim,yakni enzim amilase yang dapat mengubah sakarida dalam bentuk
polisakarida menjadi bentukkan yang lebih sederhana, yakni monosakarida.

BAB V
A. KESIMPULAN
Sakarida memiliki gugus karbonil (aldehid dan keton) dibuktikan dengan
terbentuknya cincin ungu pada percobaan Mollisch yang merupakan hasil

dari reduksi dari sakarida, H2SO4 pekat dan naftol


Didalam urine manusia normal (sehat) tidak terkandung adanya sakarida
Didalam saliva manusia normal (sehat) mengandung adanya sakarida
Pada percobaan Salliwanoff ditemukan bahwa fruktosa dan sukrosa memiliki

gugus keton
Pada percobaan Fehling tanda + ditunjukkan dengan adanya endapan merah

merah dari reaksi antara sakarida dan CuO


Pemudaran atau perubahan warna terjadi pada pati dan saliva manusia
karena amilum yang terkandung dalam pati dan saliva mengalami hidrolisis,
dari bentuk polisakarida menjadi monosakarida karena adanya pemanasan

B. DAFTAR PUSTAKA
Campbell, M.R, 2000, Biologi Edisi 5 Jilid I, 65-69, Erlangga, Jakarta
Fessenden, 1995, Kimia Organik Jilid II, 363-395, Erlangga, Jakarta
Page, D, 1989, Prinsip-prinsip Biokimia Edisi II, 89, Universitas Airlangga,
Surabaya
Poedjiadi, Anna, 1994, Dasar-dasar Biokimia, 74-76, Universitas Indonesia,
Jakarta
Rodwell, V., 1989, Review of biochemistry Edisi 19, 35-44, EGC, Jakarta

You might also like