You are on page 1of 2

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Gizi buruk masih merupakan masalah kesehatan utama di banyak negara di dunia,

terutama di negara-negara yang sedang berkembang di Asia, Afrika, Amerika Tengah, dan
Amerika Selatan. Di seluruh dunia, diperkirakan terdapat 825 juta orang yang menderita gizi
buruk pada tahun 20002002, dan 815 juta diantaranya hidup di negara berkembang.
Prevalensi yang tinggi terdapat pada anak-anak di bawah umur 5 tahun (balita). Berdasarkan
hasil pengumpulan data selama tahun 2014 di Provinsi Jawa Tengah, jumlah gizi buruk
dengan indikator berat badan menurut tinggi badan sebanyak 3.942 balita atau 0,16% persen
dari jumlah balita pada tahun 2014, angka ini masih lebih rendah dari target nasional sebesar
3%.4
Gizi buruk perlu dideteksi secara dini melalui intensifikasi pemantauan tumbuh kembang
balita di posyandu, dilanjutkan dengan penentuan status gizi oleh bidan di desa atau petugas
kesehatan lainnya. Penemuan kasus gizi buruk harus segera ditindak lanjuti dengan rencana
tindakan yang jelas, sehingga penanggulangan gizi buruk memberikan hasil yang optimal.
Pendataan gizi buruk di Jawa Tengah didasarkan pada 2 kategori yaitu dengan indikator
membandingkan berat badan dengan umur ( BB/U ) dan kategori kedua adalah
membandingkan berat badan dengan tinggi badan ( BB/TB ). Skrining pertama dilakukan di
posyandu dengan membandingkan berat badan dengan umur melalui kegiatan penimbangan,
jika ditemukan balita yang berada di bawah garis merah (BGM) atau dua kali tidak naik (2T),
maka dilakukan konfirmasi status gizi dengan menggunakan indikator berat badan menurut
tinggi badan. Jika ternyata balita tersebut merupakan kasus buruk, maka segera dilakukan
perawatan gizi buruk sesuai pedoman di posyandu dan puskesmas. Jika ternyata terdapat
penyakit penyerta yang berat dan tidak dapat ditangani di Puskesmas maka segera dirujuk ke
rumah sakit.
Banyak faktor yang mempengaruhi timbulnya gizi buruk dan faktor tersebut saling
berkaitan. Secara langsung penyebab terjadinya gizi buruk yaitu anak kurang mendapat
asupan gizi seimbang dalam waktu cukup lama dan anak menderita penyakit infeksi. Anak
yang sakit, asupan zat gizi tidak dapat dimanfaatkan oleh tubuh secara optimal karena adanya
gangguan penyerapan akibat penyakit infeksi. Secara tidak langsung penyebab terjadinya gizi

buruk yaitu tidak cukupnya persediaan pangan di rumah tangga, pola asuh kurang memadai,
dan sanitasi / kesehatan lingkungan kurang baik, serta akses pelayanan kesehatan terbatas.
Akar masalah tersebut berkaitan erat dengan rendahnya tingkat pendidikan, tingkat
pendapatan dan kemiskinan keluarga.3
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa anak gizi buruk dengan gejala klinis
(marasmus, kwashiorkor, marasmus kwashiorkor) umumnya disertai dengan penyakit infeksi
seperti diare, Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), tuberculosis (TB), serta penyakit
infeksi lainnya. Data dari WHO menunjukkan bahwa 54% angka kesakitan pada balita
disebabkan karena gizi buruk, 19% diare, 19% ISPA, 18% perinatal, 7% campak, 5% malaria,
dan 32% penyebab lainnya.4

You might also like