You are on page 1of 4

Dislokasi Bahu

a. Definisi
Dislokasi bahu merupakan lepasnya hubungan sendi pada bahu yang sering
disebabkan oleh suatu cedera akut karena lengan dipaksa berabduksi, berotasi luar dan
esktensi diluar kemampuan dari kaput humerus yang dipertahankan pada sendi glenoid
yang dangkal oleh labrum glenoid, ligamentum glenohumerus, korako humerus, dan oto
disekelilingnya.
b. Epidemiologi
Ketidakstabilan sendi bahu yang salah satunya adalah dislokasi sendi bahu anterior
merupkan 95 % dari keseluruhan kasus ketidakstabilan sendi. Dislokasi anterior ini sering
terjadi pada usia muda. Antara lain pada atlet akibat kecelakaan olahraga. Kejadian ini
dapat berupa kejadian yang pertama (primer) atau ulangan,dimana kasus dislokasi
berulang terjadi pada lebih dari 50% pasien yang berumur dibawah 25 tahun dan pada
sekitar 20% pasien yang lebih tua.
c.

Etiologi
Dislokasi sendi bahu anterior sering disebabkan oleh gerak berlebihan terutama saat

berolahraga ataupun trauma lansung. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kejadian


berulang diantaranya tidak sempurnanya relaksasi ligament kapsular sendi,kelemahan
otot-otot sekitar dan kelainan congenital ataupun bawaan dari kaput humeri atau fossa
glenoidalis.
Dislokasi Sendi bahu posterior biasanya disebabkan oleh rotasi interna dan aduksi
berat. Biasanya pada kondisi pasien yang mengalami kejang. Dan dislokasi inferior atau
luxutio erecta biasanya pada trauma kecelakaan bermotor.
d. Patofisiologi dan Patogenesis
Dislokasi terjadi karena kekuatan yang menyebabkan gerakan rotasi eksterna dan
ekstensi sendi bahu. Kaput humerus didorong kedepan dan menimbulkan avulsi kapsul
sendi dan kartilago beserta periosteum labrum glenoidalis bagian anterior.

Pada dislokasi berulang labrum dan kapsul sering terlepas dari lingkar anterior
glenoid. Tetapi pada beberapa kasus labrum tetap utuh dan kapsul serta ligamentum
glenohumerus keduanya terlepas atau terentang keraha anterior dan inferior. Selain itu
mungkin ada indentasi pada bagian posterolateral kaput humerus (lesi Hill-Sachs), yaitu
suatu fraktur kompresi akibat kaput humerus menekan lingkar glenoid anterior setiap kali
mengalami dislokasi.
e. Klassifikasi
Dislokasi bahu dapat berupa dislokasi sub-korakoid (paling sering), sub- glenoid,
sub-klavikular, dan dislokasi intratorasik.
f. Diagnosis
Diagnosis kasus dislokasi bahu ditegakkan melalui anamnesis (autoanamnesis atau
alloanamnesis), pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis dapat
memberikan informasi riwayat trauma dan mekanisme terjadinya trauma tersebut,
sehingga dapat lebih membantu menegakkan diagnosis dan mengetahui penyulit-penyulit
yang mungkin telah ada dan yang dapat muncul kemudian. Selain itu juga diperlukan
informasi mengenai riwayat penyakit pasien dan riwayat trauma sebelumnya, untuk
mempertimbangkan penanganan yang akan diambil.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan beberapa tanda diantaranya adanya nyeri, terdapat
tonjolan pada bagian depan bahu, posisi lengan abduksi eksorotasi, tepi bahu tampak
menyudut, nyeri tekan, dan adanya gangguan gerak sendi bahu. Ada 2 tanda khas pada
kasus dislokasi sendi bahu anterior ini yaitu sumbu humerus yang tidak menunjuk ke
bahu dan kontur bahu berubah karena daerah dibawah akromion kosong pada palpasi.
Penderita merasakan sendinya keluar dan tidak mampu menggerakkan lengannya dan
lengan yang cedera ditopang oleh tangan sebelah lain dan ia tidak dapat menyetuh
dadanya. Lengan yang cedera tampak lebih panjang daripada normal, bahu terfiksasi
sehingga mengalami fleksi dan lengan bawah berotasi kearah interna. Posisi badan
penderita miring kearah sisi yang sakit. Pemeriksa terkadang dapat membuat skapula
bergerak pada dadanya namun tidak akan dapat menggerakkan humerus pada scapula.
Jika pasien tidak terlalu banyak menggerakka bahunya , maka pada kasus ini kaput
humerus yang tergeser dapat diraba dibawah prosesus korakoideus.

Diagnosis klinik untuk kasus dislokasi sendi bahu ini dapat menggunakan tanda cemas
(apprehension sign). Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara mengangkat lengan kedalam
abduksi, rotasi luar dan kemudian ekstensi secara hati-hati dalam posisi duduk atau
berbaring. Pada saat kritis pasien akan merasa bahwa kaput humerus seperti akan telepas
kebagian anterior dan tubuhnya menegang karena cemas. Uji ini harus diulangi dengan
menekan bagian depan bahu, dimana dengan manuver ini pasien akan merasa lebih aman
dan tanda cemasnya negatif.
Pemeriksaan

penunjang

yang

dapat

dilakukan

adalah

rontgen

foto

bahu

anteroposterior (AP) dan lateral. Selain itu juga dianjurkan melakukan pemeriksaan
pandangan oblik agar dapat dipastikan tidak terdapat dislokasi posterior kasus.
g. Diagnosis Banding
Diagnosis banding utama dari dislokasi adalah fraktur kolum humerus dan dislokasi
fraktur. Frekuensi fraktur ini lebih kecil dibandingkan dengan kasus dislokasi sederhana.
Kesalahan fatal dapat terjadi saat melewatkan kasus ini dan menganggapnya sebagai
dislokasi sederhana lalu menatalaksananya sesuai prosedur tatalaksana dislokasi
sederhana. Jika pemeriksa dapat membuat siku pasien menyentuh pinggang atau humerus
dapat bergerak pada scapula,maka kemungkinan adanya fraktur kolum humerus atau
dislokasi fraktur lebih besar. Selain itu adanya pembengkakan yang hebat juga dapat
menyingkirkan kemungkinan dislokasi sederhana.
h. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kasus dislokasi bahu dilakukan secara konservatif dan operatif.
Pilihan terapi konservatif berupa reposisi tertutup dengan manuver Kocher, immobilisasi
dengan verban Velpeau atau collar cuff selama lebih kurang 3 minggu.
Reduksi dislokasi harus segera dilakukan untuk kasus dislokasi bahu yang baru terjadi.
Reduksi segera ini dapat dilakukan dengan 2 metode:
1. Metode Stimson
Metode ini mudah dilakukan dan tidak memerlukan anestesi .Penderita diminta tidur
telungkup dengan lengan yang terkena dibiarkan menggantung ke bawah dengan
memberikan beban 2 kg yang diikatkan pada pergelangan tangan. Pada saat otot bahu

dalam keadaan relaksasi, diharapkan terjadi reposisi akibat berat lengan yang tergantung
disamping tempat tidur tersebut. Metode ini dilakukan selama 10-15 menit.
2. Metode Hippocrates
Metode ini dilakukan jika metode stimson tidak memberikan hasil dalam waktu 15 menit.
Reposisi dilakukan dalam keadaan anestesi umum. Lengan pasien ditarik kearah distal
punggung dengan sedikit abduksi, sementara kaki penolong berada diketiak pasien untuk
mengungkit kaput humerus kearah lateral dan posterior. Setelah reposisi, bahu
dipertahankan dalam posisi endorotasi dengan penyangga ke dada selama paling sedikit 3
minggu.
Untuk kedua metode ini, pasien diminta mengabduksikan lengannnya secara lembut
kemudian lakukan pemeriksaan untuk memastikan tidak ada saraf aksilaris atau
muskulokutaneus yang cedera. Lakukan kembali pemeriksaan Rontgen untuk konfirmasi.
Indikasi terapi operatif adalah kasus lama (neglected case). Operasi dilakukan dengan
metode Bristow. labium glenoid dan kapsul yang robek dan metode Putti-Platt untuk
memendekkan kapsul anterior dan subskapularis dengan perbaikan tumpang tindih.
Metode operasi lain yang dilakukan adalah metode Bankart untuk memperbaiki.

i.

Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada dislokasi adalah timbulnya dislokasi kambuhan, lesi
pleksus brakialis dan nervus aksilaris, serta interposisi tendo bisep kaput longum.
Robekan arteri aksilaris jug dapat terjadi.terutama pada orang tua yang dilakukan reduksi
dislokasi dengan tenaga yang berlebihan. Langkah antisipatif yang dapat dilakukan
sebelum dirujuk adalah dengan melakukan penekanan kuat pada aksila.
Komplikasi lanjut dapat berupa kaku sendi dan dislokasi rekurens.
j. Prognosis
Tingkat kesembuhan pada kasus ini baik jika tidak timbul komplikasi.

Sumber :

Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal Zairin Noor


IPD FK UI

You might also like